Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATALAKSANA KASUS FLUOR ALBUS / VAGINAL


DISCHARGE NON GONORE

PUSKESMAS
GUNUNGSARI
PENGERTIAN Vaginal discharge atau keluarnya duh tubuh dari vagina
secara fisiologis mengalami perubahan sesuai dengan siklus
menstruasi. Cairan kental dan lengket pada seluruh siklus
namun lebih cair dan bening ketika terjadi ovulasi. Masih
dalam batas normal bila duh tubuh vagina lebih banyak
terjadi pada saat stres emosi, kehamilan atau aktivitas
seksual.
Vaginal discharge yang patologis bila terjadi perubahan-
perubahan pada warna, konsistensi, volume, dan baunya.
HASIL ANAMNESA 1. Biasanya terjadi pada daerah genitalia perempuan
yang berusia diatas 12 tahun, ditandai dengan adanya
perubahan pada duh tubuh disertai salah satu atau
lebih gejala rasa gatal, nyeri, disuria, nyeri panggul,
perdarahan antar menstruasi atau perdarahan pasca-
koitus.
2. Terdapat riwayat koitus dengan pasangan yang
dicurigai menularkan penyakit menular seksual.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Penyebab discharge terbagi menjadi masalah infeksi
dan non infeksi.
Masalah non infeksi dapat karena benda asing,
peradangan akibat alergi atau iritasi, tumor, vaginitis
atropik, atau prolaps uteri, sedangkan masalah infeksi
dapat disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus
seperti berikut ini:
a. Kandidiasis vaginitis, disebabkan oleh Candida
Albicans, duh tubuh tidak berbau, pH < 4,5 ,
terdapat eritema vagina dan eritema satelit di luar
vagina
b. Vaginosis bakterial (pertumbuhan bakteri
anaerob, biasanya Gardnerella vaginalis),
memperlihatkan adanya duh putih/abu-abu yang
melekat disepanjang dinding vagina dan vulva,
berbau amis dengan pH > 4.5
c. Cervisitis yang disebabkan oleh chlamydia,
dengan gejala inflamasi serviks yang mudah
berdarah dan disertai duh mukopurulen
d. Trichomoniasis, seringkali asimtomatik, kalau
bergejala, tampak duh kuning kehijauan, duh
berbuih, bau amis dan pH > 4,5
e. Pelvic inflammatory disease (PID) yang
disebabkan oleh Chlamydia, ditandai dengan
nyeri abdomen bawah, dengan atau tanpa demam.
Servisitis bisa ditandai dengan kekakuan adneksa
dan serviks pada nyeri angkat palpasi bimanual.
f. Liken planus
g. Gonore
h. Infeksi menular seksual lainnya
i. Atau adanya benda asing (misalnya tampon atau
kondom yang terlupa diangkat)
2. Periksa klinis dengan seksama untuk menyingkirkan
adanya kelainan patologis yang lebih serius.
PEMERIKSAAN 1. Pasien yang memiliki risiko tinggi penyakit menular
PENUNJANG seksual sebaiknya ditawarkan untuk diperiksa
Chlamydia, gonorrhoea, sifilis dan HIV.
2. Swab vagina atas (high vaginal swab) tidak terlalu
berarti untuk diperiksa, kecuali pada keadaan
keraguan menegakkan diagnosis, gejala kambuh,
pengobatan gagal, atau pada saat kehamilan, post
partum, post aborsi dan post instrumentation.
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
spekulum, palpasi bimanual, uji pH duh vagina dan swab
(bila diperlukan)
DIAGNOSA BANDING -
KOMPLIKASI 1. Radang panggul (Pelvic Inflamatory Disease = PID)
dapat terjadi bila infeksi merambah ke atas, ditandai
dengan nyeri tekan, nyeri panggul kronis, dapat
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik
2. Infeksi vagina yang terjadi pada saat pasca aborsi atau
pasca melahirkan dapat menyebabkan kematian,
namun dapat dicegah dengan diobati dengan baik
3. Infertilitas merupakan komplikasi yang kerap terjadi
akibat PID, selain itu kejadian abortus spontan dan
janin mati akibat sifilis dapat menyebabkan
infertilitas
4. Kehamilan ektopik dapat menjadi komplikasi akibat
infeksi vaginal yang menjadi PID.
TATA LAKSANA Pasien dengan riwayat risiko rendah penyakit menular
seksual dapat diobati sesuai dengan gejala dan arah
diagnosisnya.
Vaginosis bakterial:
1. Metronidazole atau Clindamycin secara oral atau per
vaginam.
2. Tidak perlu pemeriksaan silang dengan pasangan pria.
3. Bila sedang hamil atau menyusui gunakan
metronidazole 400 mg 2x sehari untuk 5-7 hari atau
pervaginam. Tidak direkomendasikan untuk minum 2
g peroral.
4. Tidak dibutuhkan peningkatan dosis kontrasepsi
hormonal bila menggunakan antibiotik yang tidak
menginduksi enzim hati.
5. Pasien yang menggunakan IUD tembaga dan
mengalami vaginosis bakterial dianjurkan untuk
mengganti metode kontrasepsinya.

Vaginitis kandidiosis terbagi atas:


1. Infeksi tanpa komplikasi
2. Infeksi parah
3. Infeksi kambuhan
4. Dengan kehamilan
5. Dengan Diabetes atau imunokompromi
Penatalaksanaan vulvovaginal kandidiosis:
1. Dapat diberikan azole antifungal oral atau
pervaginam
2. Tidak perlu pemeriksaan pasangan
3. Pasien dengan vulvovaginal candidiosis yang
berulang dianjurkan untuk memperoleh pengobatan
paling lama 6 bulan.
4. Pada saat kehamilan, hindari obat anti-fungi oral, dan
gunakan imidazole topikal hingga 7 hari.
5. Hati-hati pada pasien pengguna kondom atau
kontrasepsi lateks lainnya, bahwa penggunaan
antifungi lokal dapat merusak lateks
6. Pasien pengguna kontrasepsi pil kombinasi yang
mengalami vulvovaginal kandidiosis berulang,
dipertimbangkan untuk menggunakan metoda
kontrasepsi lainnya

Chlamydia:
1. Azithromycin 1g single dose, atau Doxycycline 100
mg 2x sehari untuk 7 hari
2. Ibu hamil dapat diberikan Amoxicillin 500 mg 3x
sehari untuk 7 hari atau Eritromisin 500 mg 4x sehari
untuk 7 hari

Trikomonas vaginalis:
1. Obat minum nitromidazole (contoh metronidazole)
efektif untuk mengobati trikomonas vaginalis
2. Pasangan seksual pasien trikomonas vaginalis harus
diperiksa dan diobati bersama dengan pasien
3. Pasien HIV positif dengan trikomonas vaginalis lebih
baik dengan regimen oral penatalaksanaan beberapa
hari dibanding dosis tunggal
4. Kejadian trikomonas vaginalis seringkali berulang,
namun perlu dipertimbangkan pula adanya resistensi
obat
KRITERIA RUJUKAN 1. Tidak terdapat fasilitas pemeriksaan untuk pasangan
2. Dibutuhkan pemeriksaan kultur kuman gonore
3. Adanya arah kegagalan pengobatan
SARANA PRASARANA 1. Ginecology bed
2. Spekulum vagina
3. Lampu
4. Kertas lakmus
PROGNOSIS 1. Prognosis pada umumnya dubia ad bonam.
2. Faktor-faktor yang menentukan prognosis, antara
lain:
a. Prognosis lebih buruk apabila: adanya gejala
radang panggul
b. Prognosis lebih baik apabila: mampu memelihara
kebersihan diri (hindari penggunaan antiseptik
vagina yang malah membuat iritasi dinding
vagina)
REFERENSI 1. Permenkes RI No. 5 tahun 2014 tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer

Anda mungkin juga menyukai