Anda di halaman 1dari 25

BAB III

TEORI DASAR

III.1 Neotektonik dan Tektonik Aktif

Istilah neotektonik berasal dari kata neo yang artinya baru, sehingga dapat
diterjemahkan menjadi tektonik pada masa sekarang. Dalam kamus geologi
definisi neotektonik adalah studi struktur setelah umur Miosen dan sejarah
perkembangan struktur kerak bumi. Istilah neotektonik untuk pertama kalinya
diperkenalkan oleh Obruchev pada tahun 1948 (dalam Stewart dan Hancock,
1994) yang menerangkan bahwa ilmu pengetahuan yang mempelajari pergerakan
tektonik muda dan saat ini yang terjadi pada waktu Tersier akhir hingga Kuarter.
Menurut Morner, 1990 (dalam Suh, Ayonghe dan Njumbe, 2001) neotektonik
merupakan cabang dari ilmu geologi yang mempelajari pergerakan bumi yang
terjadi pada masa lalu dan menerus hingga sekarang. Menurut Dennis, 1882
(dalam Yeats dkk, 1997) neotektonik adalah studi tentang proses tektonik yang
aktif sekarang, pada waktu geologi selama terbukti aktif hingga saat ini dan
menghasilkan struktur.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa neotektonik


adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari pergerakan tektonik bumi
yang terjadi sejak Jaman Kuarter hingga saat ini atau struktur geologi yang
terbentuk pada masa lalu dan kemudian teraktifkan kembali pada saat ini. Pada
studi tektonik aktif tesis ini terdapat lima komponen pendukung, yaitu : analisis
kelurusan, analisis basin, analisis morfologi perbukitan atau pegunungan,
interpretasi data remote sensing (citra satelit, foto udara) dan model elevasi
digital, serta pengecekan lapangan untuk verifikasi antara penafsiran dan
kenyataan di lapangan.

Menurut pendapat Wallace, 1996 (dalamYeats dkk, 1997) mengusulkan istilah


tektonik aktif untuk mengganti istilah neotektonik, yaitu studi pergerakan tektonik
yang diharapkan terjadi pada waktu yang akan datang dan berkaitan dengan

24
kehidupan manusia. Tektonik aktif disebut juga geomorlogi tektonik (Keller dan
Pinter, 1996) yaitu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari dinamika bumi
meliputi proses terjadinya, bagaimana proses tektonik membentuk landscape dan
memberikan dampak terhadap kehidupan manusia. Geomorfologi tektonik dapat
didefinisikan 2 cara (Keller dan Pinter, 1996), yaitu :
• Pertama adalah mempelajari bentuk lahan (landform) yang dihasilkan oleh
proses tektonik yang mengimplikasikan bahwa mempelajari bentuk lahan
menyangkut ukuran, asal dan fungsi pada proses tektonik.
• Sedangkan kedua dengan cara mengaplikasikan prinsip geomorfik untuk
menyelesaikan permasalahan tektonik sebagai nilai kegunaan atau dapat
dikatakan menggunakan geomorfologi sebagai alat untuk mengevalusi sejarah,
besaran dan kecepatan proses tektonik.

Sejak beberapa dekade, struktur asal gempabumi besar dan sistem sesar dipelajari
dalam geologi struktur. Hal yang mendorong penelitian seismik dalam kaitannya
dengan penelitian neotektonik berasal dari pencarian bukti sejarah kejadian
gempabumi masa lampau saat Neogen pada zona sesar utama. Salah satu contoh
yang baik adalah penelitian neotektonik pada Sesar San Andreas. Studi
neotektonik lebih difokuskan pada menguraikan sejarah sekuen kejadian tektonik
pada zona sesar. Setiap kali pergeseran sesar akan memicu erosi dan pengendapan
lapisan. Dengan aplikasi metoda penanggalan (dating), sejarah pergeseran sesar
akan dapat ditentukan, hal ini juga berguna untuk mempredikasi kejadian
gempabumi pada masa yang akan datang.

III.2 Morfotektonik

Morfotektonik adalah mempelajari tentang segala hal menyangkut hubungan


antara struktur geologi dengan bentuk lahan atau lebih spesifik lagi hubungan
antara struktur neotektonik dan bentuk lahan (Stewart dan Hancock, 1994).
Morfotektonik akan dipengaruhi oleh kondisi morfologi dan proses tektonik yang
terjadi pada masa lalu, karena morfologi memiliki dimensi ruang dan tektonik
mempunyai dimensi waktu. Bentuk lahan tektonik akan mengekspresikan

25
bentukan topografi yang dapat dijadikan indikator sebagai telah terjadinya
pergerakan tektonik atau tektonik aktif.

Berdasarkan genetiknya morfologi pada permukaan bumi dapat dibagi menjadi


dua, yaitu morfologi tektonik primer dan morfologi tektonik sekunder (Stewart
dan Hancock, 1994). Morfologi tektonik primer adalah bentuk morfologi
langsung dari hasil pergerakan pada permukaan bumi, seperti longsoran, gawir
sesar, likuifaksi, pergeseran tanah, dan lain – lain. Sedangkan morfologi tektonik
sekunder adalah suatu fenomena geomorfologi yang telah dirubah, diawetkan
atau dimodifikasi oleh aktivitas tektonik berikutnya.

Bentuk topografi yang telah mengalami perpindahan/ pergerakan dapat terlihat


dan teramati melalui foto udara yang memberikan kenampakan morfotektonik
berupa pola aliran sungai, perpindahan perbukitan, pembelokan sungai, kelurusan,
gawir sesar, kenampakan teras sungai. Pada gambar III.1 menampilkan contoh
morfologi yang terbentuk akibat sesar aktif mendatar (strike slip fault). Sedangkan
bentuk topografi yang mengalami pergerakan pada umur yang lebih tua akan sulit
diamati oleh foto udara karena telah tertutup oleh sedimentasi dan tererosi.

Gambar III.1 Bentuk lahan berkaitan dengan sesar aktif strike slip (Borcherdt,
1975 dalam Keller dan Pinter, 1996).

26
III.3 Morfometri

Morfometri didefinisikan sebagai pengukuran kuantitatif bentuk bentang alam.


Secara ringkas suatu bentang alam dapat diidentifikasi melalui karakteistik
ukuran, elevasi (maksimum, minimum atau rata – rata) dan slope (Keller dan
Pinter, 1996). Pengukuran kuantitatif mengikuti kaidah geomorfologi sebagai
obyek membandingkan bentuk lahan dan menghitung parameter secara langsung
(indikasi geomorfik) yang sangat berguna untuk identifikasi karakteristik dan
tingkatan aktivitas tektonik suatu wilayah. Beberapa indikasi geomorfik telah
dikembangkan sebagai alat kajian dasar penting untuk mengidentifikasi deformasi
tektonik cepat/ baru suatu daerah. Informasi tersebut digunakan untuk
mendapatkan informasi detil tentang tektonik aktif. Indikasi geomorfik
merupakan bagian yang sangat penting pada studi tektonik karena dapat
digunakan untuk mengevaluasi secara cepat pada suatu daerah yang luas dan data
yang diperlukan seringkali mudah diperoleh dari peta topografi dan foto udara.
Beberapa indikasi geomorfik penting yang umumnya digunakan untuk studi
tektonik aktif adalah :
• Kurva hypsometric (hyrsometric curve).
• Basin asimetri (drainage basin asymmetry).
• Gradien indek panjang sungai (stream length – gradient index).
• Pegunungan muka (mountain front sinuosity).
• Perbandingan lebar dan tinggi lembah (ratio of valley floor width to valley
height).

Hasil dari indikasi geomorfik tersebut dapat dikombinasikan dengan data/


informasi lainnya seperti kecepatan pengangkatan/uplift untuk menghasilkan
tingkatan aktivitas tektonik yang secara luas bisa sebagai dasar prakiraan/
penfsiran tingkatan relatif aktivitas tektonik pada suatu daerah. Dengan
melakukan beberapa indikasi geomorfik tersebut dengan tektonik aktif suatu
daerah, akan memungkinkan untuk membangun sistem klas tektonik aktif menjadi
tektonik sangat aktif, aktif sedang atau tidak aktif. Dasar dari klasifikasi tektonik

27
aktif dapat mendeliniasi suatu daerah untuk studi detil identifikasi struktur aktif
dan menghitung kecepatan proses tektonik aktif.

III.3.1 Kurva Hypsometric


Kurva hypsometric menggambarkan distribusi elevasi melintang suatu daerah dari
sebuah drainage basin atau sub drainage basin pada suatu daerah. Kurva ini dibuat
dengan pengeplotan perbandingan ketinggian dan luas drainage atau sub drainage
basin suatu daerah dari peta topografi. Skala peta topografi yang digunakan baik
itu skala besar maupun kecil, tidak akan memberikan dampak pada perhitungan
hypsometric. Adapun metoda pembuatan pembuatan kurva hypsometric dengan
mencari perbandingan antara beda tinggi untuk sumbu y dan perbandingan luas
drainage basin untuk sumbu x, seperti tercantum pada gambar III.2 di bawah ini.

Gambar III.2 Metode pembuatan kurva hypsometric (Strahler, 1952 dalam Keller
dan Pinter, 1996).

Dari hasil penggambaran kurva hypsometric berdasarkan polanya dapat


diinterpretasikan bentuk lahan topografi. Masing-masing pola kurva hypsometric
dapat mencerminkan bentuk lahan stadium muda, menengah dan tua seperti
tercantum pada gambar III.3. Bentuk lahan stadium muda mencerminkan
pengangkatan tektonik berupa torehan dalam dan bentuk relief kasar. Sedangkan
bentuk lahan pada stadium menengah mencerminkan keseimbangan proses
geomorfik antara pengangkatan dan erosi. Bentuk lahan stadium tua

28
mencerminkan topografi relief halus dan proses erosi sangat dominan
dibandingkan tektonik.

Gambar III.3 Bentuk kurva hypsometric yang mencerminkan topografi stadium


muda (A), stadium menengah (B) dan stadium tua (C) untuk
analisis tektonik aktif (Strahler, 1952 dalam Keller dan Pinter,
1996).

III.3.2 Basin Asimetri


Geometri jejaring sungai dapat dijelaskan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Drainage basin dapat memberikan informasi deformasi tektonik atif
dengan membedakan pola dan geometri. Faktor asimetri (AF) merupakan salah
satu analisis kuantitatif drainage basin untuk mendeteksi kemiringan tektonik
(tectonic tilting) baik pada skala drainage basin kecil maupun luas (Keller dan
Pinter, 1996 dan Pinter, 1996). Harga faktor asimetri sangat mudah diperoleh dari

29
peta topografi dan metoda perhitungannya tercantum pada gambar III.4 di bawah
ini.

Gambar III.4 Metoda perhitungan faktor asimetri (Keller dan Pinter, 1996).

Dari hasil perhitungan faktor asimetri, apabila harga yang diperoleh (AF = 50)
maka daerah tersebut relatif stabil, artinya proses tektonik yang bekerja sangat
kecil. Apabila nilai AF lebih besar atau kurang dari 50, maka terjadi kemiringan
akibat tektonik. Metode ini sangat bagus diterapkan pada drainage basin yang
mendasarinya pada batuan yang sama. Metode ini cukup baik untuk aplikasi
tektonik karena tidak terpengaruh oleh faktor litologi (seperti perlapisan batuan
sedimen) maupun iklim lokal (seperti perbedaan vegetasi karena beda slope).
Metode ini telah diterapkan untuk analisis tektonik aktif di pantai Pasifik Costa
Rica, daerah Nicoya Peninsula dan analisis arah kemiringan Holosen di Teluk
Mississippi.

III.3.3. Indek Gradien Panjang Sungai


Indek gradien panjang sungai (SL) dihitung dari peta topografi berdasarkan
persamaan : SL = (Δ H/ ΔL) x L
Δ H merupakan beda elevasi dari titik yang akan dihitung
ΔL merupakan panjang sungai hingga titik yang akan dihitung
L merupakan total panjang sungai hingga ke arah hulu dengan titik yang akan dihitung.

30
Adapun metode perhitungannya tercantum pada gambar III.5 di bawah ini.

Gambar III.5 Metode perhitungan gradien indeks panjang sungai (Keller dan
Pinter, 1996).

Indek SL sangat sensitif untuk merubah channel slope. Tingkatan sensitivitas ini
dapat untuk mengevaluasi hubungan antara tektonik aktif, resistensi batuan dan
topografi. Metode ini telah diaplikasikan untuk analisis tektonik aktif di Sungai
Potomac negara bagian Washington D.C. Hasil analisis tersebut menunjukkan
bahwa Indek SL relatif kecil di lembah dan punggungan, di lembah Appalachian
pada batuan shale, batulanau, batupasir dan batuan karbonat. Indek SL secara tiba-
tiba bertambah saat memotong batuan keras/ resisten di punggungan Biru,
kemudian menurun lagi pada batuan lunak di Basin Trias dan Piedmont. Indek
SL secara tiba-tiba bertambah lagi pada batuan resisten di Great Fall bagian
bawah. Studi ini membuktikan bahwa terdapat korelasi bagus antara batuan
resisten dan indek SL.

Indek SL dapat digunakan untuk identifikasi tektonik aktif saat sekarang, dengan
hasil indek SL tinggi. Suatu daerah yang memiliki nilai indek SL rendah bisa juga
merupakan tektonik aktif sekarang, contohnya sepanjang lembah linier akibat
pergerakan sesar mendatar dan nilai indek SL akan rendah karena sepanjang

31
lembah telah hancur akibat pergerakan sesar mendatar tersebut dan aliran sungai
akan melalui lembah dengan slope rendah. Indek SL telah diaplikasikan untuk
analisis tektonik aktif sekarang di Pegunungan San Gabriel bagian selatan
California dan daerah Mendocino bagian utara California. Indek SL dapat
digunakan untuk membedakan jenis pengangkatan/ uplift tektonik rendah,
menengah dan tinggi, khususnya pada sungai orde 1 yang sensitif terhadap
aktivitas tektonik kini.

III.3.4 Pegunungan Muka


Pegunungan muka (mountain front sinuosity) merupakan rangkaian pegunungan
yang terdapat pada bagian depan/ muka. Pegunungan muka (S mf ) dapat dihitung
menggunakan persamaan : S mf = L mf / Ls
L mf adalah panjang pegunungan muka sepanjang bagian bawah, Ls adalah
panjang secara lurus pegunungan muka. Gambar III.6 di bawah ini menjelaskan
metode perhitungan S mf .

Gambar III.6 Metode perhitungan mountain front sinuosity (Keller dan Pinter,
1996).

S mf merupakan suatu indek yang mencerminkan keseimbangan antara gaya/


kekuatan erosi yang mempunyai kecenderungan memotong sepanjang lekukan
pegunungan muka dan gaya/ kekuatan tektonik yang menghasilkan secara

32
langsung pegunungan muka dan bertepatan dengan zona sesar aktif yang
mencerminkan tektonik aktif. S mf dengan nilai rendah berkaitan dengan tektonik
aktif dan pengangkatan secara langsung. Apabila kecepatan pengangkatan
berkurang, maka proses erosi akan memotong pegunungan muka secara tak
beraturan dan nilai S mf akan semakin bertambah. S mf sangat mudah untuk dihitung
dari peta topografi atau foto udara dengan skala besar dan resolusi tinggi. Apabila
menggunakan skala kecil, maka lekukan pegunungan muka yang berbentuk tidak
teratur tidak akan tercermin dengan baik.

Metode ini telah diaplikasikan untuk menganalisis aktivitas tektonik di sesar


Garlock daerah California. Hasil studi tersebut berdasarkan nilai S mf daerah
sekitar zona sesar tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga grup, yaitu : daerah
sebelah utara Sesar Garlock dengan nilai S mf rendah, daerah peralihan bagian
tengah hingga utara yang berdekatan dengan blok Sesar Garlock dengan nilai S mf
lebih besar dan daerah bagian selatan Sesar Garlock dengan nilai S mf besar. Studi
ini menyimpulkan bahwa daerah dengan nilai S mf berkisar antara 1 – 1,6
berasosiasi dengan tektonik aktif rangkaian zona sesar aktif, nilai S mf berkisar
1,4 – 3 kurang aktif dan nilai S mf berkisar 1,8 hingga lebih dari 5 tidak aktif.

III.3.5. Rasio Lebar dan Tinggi Lembah


Rasio lebar dan tinggi lembah (V f ) diekspresikan dengan persamaan
V f = 2 V fw / ( E ld – E sc ) + ( E rd – E sc )
V fw adalah lebar dasar lembah, E ld dan E rd adalah elevasi bagian kiri dan kanan
lembah, E sc adalah elevasi dasar lembah. Gambar III.7 menampilkan metode
perhitungan V f .

Nilai V f tinggi berasosiasi dengan kecepatan pengangkatan rendah, sehingga


sungai akan memotong secara luas pada dasar lembah dan bentuk lembah akan
semakin melebar. Sedangkan nilai V f rendah akan merefleksikan lembah dalam
dan mencerminkan penambahan aktivitas sungai, hal ini berasosiasi dengan
kecepatan pengangkatan.

33
Gambar III.7 Metode perhitungan rasio lebar dan tinggi lembah (Keller dan
Pinter, 1996).

Metode ini juga telah diterapkan untuk menganalisis tektonik aktif di zona Sesar
Garlock daerah California bersama dengan perhitungan mountain front sinuosity.
Nilai V f berkisar antara 0,05 – 47. Nilai V f rendah dijumpai pada lembah bagian
utara zona Sesar Garlock yang diasumsikan bahwa aktivitas tektoniknya lebih
aktif dibanding daerah lainnya.

III.4 Sesar Aktif

Sesar adalah retakan atau sistem retakan sepanjang batuan yang telah mengalami
pergerakan (Keller dan Pinter, 1996). Suatu sesar dapat berupa bidang sesar (fault
plane) atau rekahan tunggal, tetapi lebih sering berupa jalur sesar (fault zone).
Sesar dihasilkan dari deformasi brittle. Berdasarkan percobaan Anderson, 1951
(dalam Scholz, 1990) berdasarkan arah orientasi dan posisi tegasan utama/
maksimum (σ 1 ), tegasan menengah (σ 2 ) dan tegasan minimum (σ 3 ), maka dapat
disimpulkan bahwa apabila tegasan maksimum (σ 1 ) vertikal maka akan terbentuk
sesar normal, apabila tegasan menengah (σ 2 ) vertikal maka akan terbentuk sesar
mendatar dan apabila tegasan minimum (σ 3 ) vertikal maka akan terbentuk sesar
naik. Gambar III.8 berikut ini menampilkan jenis sesar berdasarkan tegasan
maksimum, menengah dan terkecil.

34
σ1
σ2 σ3 σ3
σ3 σ2
σ1
σ1 σ2
σ2 σ3 σ2 σ1
σ1
σ3 σ2 σ3
σ1

σ2 σ3 σ2

σ3 σ3 σ1 σ1 σ1 σ1
σ1 σ2 σ3

σ2 σ3 σ2

A B C

Gambar III.8 Blok diagram yang menggambarkan sesar disertai dengan


tegasan yang mempengaruhinya (Anderson, 1951 dalam Scholz,
1990). A) Sesar nomal (Normal Fault), B) Sesar Mendatar
(Strike-slip Fault), C) Sesar Naik (Reverse-slip Fault).

Sekumpulan sesar yang saling berhubungan atau jejak-jejak sesar disebut zona
sesar. Sebagian besar zona sesar merupakan segmentasi. Segmentasi sesar dapat
dikenal dari perubahan morfologi zona sesar, geometri seismik/ kegempaan dan
aktivitas kegempaan masa lalu (Keller dan Pinter, 1996).

Secara definisi sesar berbeda dengan sesar aktif. Menurut Keller dan Pinter (1996)
sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu 10.000 tahun
yang lalu. Sesar berpotensi aktif (potential active) adalah sesar yang pernah
bergerak pada kurun waktu 2 juta tahun yang lalu. Sedangkan sesar tidak aktif
(inactive fault) adalah sesar yang belum/ tidak pernah dalam kurun waktu 2 juta
tahun yang lalu. Tabel dibawah ini menampilkan batasan definisi sesar aktif, sesar
berpotensi aktif dan sesar tidak aktif.

35
Tabel III.1 Klasifikasi tingkatan aktifitas suatu sesar ( California State Mining
and Geology Board Classification, 1973, dalam Keller dan Pinter,
1996 ).

Menurut komisi pengaturan Nuklir USA (USA Nuclear Regulatory Commision,


dalam Hunt, 1984 dan Keller dan Pinter, 1996) sesar aktif adalah suatu sesar yang
minimal pernah bergerak dalam kurun waktu 50.000 tahun yang lalu atau pernah
bergerak lebih dari sekali selama kurun waktu 500.000 tahun yang lalu. Kriteria
ini dibuat dengan tujuan untuk faktor keselamatan yang lebih besar. Hal ini
merefleksikan tingkat kepedulian resiko pembangkit tenaga nuklir. Menurut
Yeats, dkk (1997) banyak masalah sehubungan dengan definisi sesar aktif yang
berbeda dari beberapa lembaga di USA. Perbedaan tersebut menyangkut batasan
waktu. Beberapa batasan waktu dari lembaga – lembaga tersebut menyangkut
definisi sesar aktif adalah : pernah bergerak 10.000 tahun yang lalu, pernah
bergerak 35.000 tahun yang lalu, pernah bergerak 150.000 tahun yang lalu,
pernah bergerak 2 kali selama kurun waktu 500.000 tahun yang lalu.

Menurut Huzita, dkk (1992) sesar aktif adalah sesar yang bergerak pada jaman
Kuarter dan berpotensi untuk bergerak kembali pada masa yang akan datang.
Sesar aktif dicirikan apabila : sesar tersebut memotong permukaan geomorfologi
berumur Kuarter, memotong perlapisan Kuarter, sesar pada daerah gunungapi
yang bergerak pada periode pendek (selama masa letusan gunungapi) dan sesar

36
normal yang diamati pada pegunungan tinggi seperti Pegunungan Alp di Jepang
akibat pengaruh gaya gravitasi.

Dari beberapa pendapat di atas, meskipun beberapa tentang batasan waktu sesar
aktif, namun terdapat persamaan waktu tentang sesar aktif yaitu yang pernah
bergerak pada Jaman Kuarter dan kemudian teraktifkan kembali pada saat ini.

III.5 Gempabumi

Gempabumi merupakan goncangan pada permukaan bumi yang dihasilkan dari


gelombang seismik oleh pelepasan energi secara tiba-tiba dari dalam bumi (Hunt,
1984). Dinamika bumi memungkinkan terjadinya gempabumi. Setiap hari tidak
kurang dari 8.000 kejadian gempabumi di dunia, dengan skala kecil kurang dari 2
pada Skala Richter, sampai skala besar dengan kekuatan sekitar 9,5 pada Skala
Richter yang secara statistik hanya terjadi satu kali dalam 20 tahun di dunia.
Kurang lebih 10% kejadian gempabumi dunia terjadi di Indonesia, sehingga
Indonesia termasuk wilayah rawan gempabumi.

III.5.1 Penyebab Gempabumi


Pergerakan lempeng samudera dimungkinkan dengan adanya proses naiknya
magma ke permukaan yang terus menerus dari dalam kulit bumi di zona
pemekaran samudera. Proses ini mendorong lempeng samudera yang mengapung
pada lapisan yang bersifat padat tetapi sangat panas dan dapat mengalir secara
perlahan, seperti cairan dengan viskositas tinggi. Pada saat lempeng samudera
menyusup ke bawah lempeng benua terjadi gesekan yang menghambat proses
penyusupan. Pelambatan gerak penyusupan tersebut menyebabkan adanya
akumulasi energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya, pada zona-zona
tersebut akan terjadi tekanan, tarikan dan geseran. Pada saat batas elastisitas
batuan akibat tekanan, tarikan dan geseran terlampaui, maka akan terjadi
pensesaran batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini
menimbulkan getaran partikel batuan yang menyebar ke segala arah disebut
gelombang gempabumi atau gelombang seismik. Gambar III.9 memperlihatkan

37
penampang melintang Pulau Sumatera berarah barat daya – timur laut dan
sumber gempabumi berasal dari sistem zona subduksi. Pada zona patahan, getaran
gempabumi dapat terjadi akibat gerak relatif sesar yang besifat sesar naik, sesar
turun dan sesar geser.

Gambar III.9 Penampang skematik sistem subduksi sebagai sumber gempabumi


yang memotong Pulau Sumatera berarah barat daya – timur laut.

III.5.2 Jenis Gempabumi


Berdasarkan penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya gempabumi, maka
gempabumi dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : gempabumi vulkanik,
tektonik dan akibat proses lainnya.

1. Gempabumi Vulkanik
Gempabumi vulkanik disebabkan oleh naiknya fluida gunungapi (gas, uap dan
magma) menuju ke permukaan (kawah) mengakibatkan retakan yang
menimbulkan getaran di sekitar rekahan dan merambat ke segala arah.
Gempabumi ini bersumber dalam tubuh gunungapi aktif dan pada umumnya
berkekuatan kecil (maksimum 2 Skala Richter), tidak terasa dan hanya dapat
dicatat oleh peralatan.

2. Gempabumi Tektonik
Gempabumi ini disebabkan aktifitas tektonik di zona batas antar lempeng dan
sesar aktif mengakibatkan getaran yang menyebar ke segala arah disebut

38
gempabumi tektonik. Kekuatan gempabumi tektonik dapat mencapai skala besar
9,0 Mw seperti yang pernah terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004.

3. Gempabumi Akibat Proses Lain


Kejadian gempabumi dapat diakibatkan oleh beberapa proses antara lain runtuhan
batuan di daerah kapur, runtuhnya terowongan tambang dan longsoran bawah
tanah. Kejadian gempabumi dapat juga diakibatkan oleh injeksi fluida, pengisian
waduk dan percobaan nuklir (Hunt, 1984 dan Keller dan Pinter, 1996). Kejadian-
kejadian tersebut dapat menimbulkan getaran tanah dan kekuatan gempabumi ini
tergantung dari volume dan jenis material runtuhan apabila disebabkan oleh
runtuhan atau longsoran.

III.5.3 Jenis Gelombang Gempabumi

Ahli seismologi membedakan jenis gelombang gempabumi berdasarkan kecepatan


perambatan dan arah getaran partikel batuan terhadap arah perambatan gelombang
seismik. Jenis gelombang seismik terdiri-dari gelombang P (Pressure wave),
gelombang S (Shear wave), gelombang Love dan gelombang Rayleigh.
Gelombang P atau biasa disebut gelombang tekanan, dapat merambat di media
padat dan cair. Perambatan gelombang P adalah getaran partikel batuan yang
merambat dengan cara pemampatan dan peregangan media yang dilewati, se arah
dengan perambatan gelombang. Cepat rambat gelombang jenis ini paling cepat
diantara jenis gelombang lainnya. Gelombang S atau biasa disebut gelombang
geser, adalah getaran partikel batuan yang merambat dengan cara menembus
batuan seperti ombak laut yang tegak lurus dengan arah perambatan gelombang.
Gelombang Love adalah getaran partikel batuan yang rambatannya meliuk seperti
ular, dengan arah tegak lurus pergerakan gelombang permukaan bumi.
Gelombang Rayleigh adalah getaran partikel batuan yang pergerakannya
berbentuk elips terhadap arah perambatan gelombang. Gambar III.10 berikut ini
menampilkan perambatan gelombang P, S, Love dan Rayleigh.

39
Gambar III.10 Perambatan gelombang P dan gelombang S pada gambar sebelah
kiri dan perambatan gelombang Love dan gelombang Rayleigh
pada gambar sebelah kanan (Lay and Wallace, 1995).

Pada kejadian gempabumi, keempat jenis gelombang tersebut menyatu menjadi


satu kesatuan goncangan gempabumi yang dapat dirasakan oleh manusia. Mula-
mula terasa suatu goncangan yang menyebabkan hilangnya keseimbangan dalam
beberapa detik. Lalu goncangan yang lebih kuat mulai muncul setelah beberapa
detik kemudian disertai gerakan berputar dan bergoyang seperti sedang dalam
perahu. Rambatan gelombang akan berhenti saat gempabumi berhenti.

III.5.4 Parameter Gempabumi


Beberapa parameter gempabumi yang sering dipergunakan adalah hiposenter,
episenter, kedalaman, magnitudo dan skala intensitas. Hiposenter adalah tempat
terjadinya gempabumi yang berada di bawah permukaan bumi. Episenter adalah
proyeksi hiposenter di permukaan bumi, dinyatakan dalam koordinat geografis
dan biasanya disertai dengan keterangan tambahan berupa jarak dan arah dari kota
atau tempat tertentu yang sudah dikenal sebelumnya. Kedalaman gempabumi
adalah jarak tegak lurus episenter ke sumber gempabumi. Gambar III.11
menampilkan hubungan antara episenter, hiposenter dan pusat gempabumi.

Mengacu kepada Kertapati dkk (1998) (dalam Peta Seismotektonik Indonesia,


1998), kedalaman pusat gempabumi dapat digolongkan sebagai gempabumi
dangkal (kurang dari 90 km), menengah (90 – 150 km) dan dalam (lebih dalam
dari 150 km).

40
Gambar III.11 Hubungan antara episenter, hiposenter dan pusat gempabumi.

Magnitudo gempabumi adalah cerminan besar kecilnya energi gempabumi


sebanding dengan panjang, lebar dan perpindahan rata-rata sesar yang teraktifkan.
Kekuatan gempabumi dinyatakan dengan besaran Magnitudo dalam skala
logaritma basis 10. Suatu harga Magnitudo diperoleh sebagai hasil analisis tipe
gelombang seismik tertentu (berupa rekaman getaran tanah yang tercatat paling
besar) dengan memperhitungkan koreksi jarak stasiun pencatat ke episenter.
Dewasa ini terdapat empat jenis Magnitudo yang umum digunakan (Lay dan
Wallace, 1995) yaitu : magnitudo lokal (ML), magnitudo bodi (mb), magnitudo
permukaan (Ms) dan magnitudo momen (Mw).

1. Magnitudo Lokal (ML)


Magnitudo lokal (ML) pertama kali diperkenalkan oleh Richter di awal tahun
1930-an dengan menggunakan data kejadian gempabumi di daerah California
yang direkam oleh Seismograf Woods-Anderson. Dengan mengetahui jarak
episenter ke seismograf dan mengukur amplitudo maksimum dari sinyal yang
tercatat di seismograf maka dapat dilakukan pendekatan untuk mengetahui
besarnya gempabumi yang terjadi.

Magnitudo lokal mempunyai rumus empiris sebagai berikut :


ML = log a + 3 log ∆ - 2.92

41
Dengan a = amplitude getaran tanah (µm), ∆ = jarak Stasiun pencatat ke sumber
gempabumi (km) dengan ∆ ≤ 600 km.

2. Magnitudo Bodi (mb)


Magnitudo ini didefinisikan berdasarkan catatan amplitude dari gelombang P yang
menjalar melalui bagian dalam bumi (Lay dan Wallace, 1995). Secara umum
dirumuskan dengan persamaan :
mb = log ( a / T ) + Q ( h,∆ )
Dengan a = amplitudo getaran (µm), T = periode getaran (detik) dan Q ( h,∆ ) =
koreksi jarak ∆ dan kedalaman h yang didapatkan dari pendekatan empiris.

3. Magnitudo Permukaan (Ms)


Magnitudo ini didapatkan sebagai hasil pengukuran terhadap gelombang
permukaan (surface waves). Untuk jarak ∆ > 600 km seismogram periode panjang
(long period seismogram) dari gempabumi dangkal didominasi oleh gelombang
permukaan. Gelombang ini biasanya mempunyai periode sekitar 20 detik.
Amplitude gelombang permukaan sangat tergantung pada jarak ∆ dan kedalaman
sumber gempa h. Gempabumi dalam tidak menghasilkan gelombang permukaan,
karena itu persamaan Ms tidak memerlukan koreksi kedalaman. Magnitudo
permukaan mempunyai bentuk rumus : Ms = log a + α log ∆ + β

Dengan a = amplitudo maksimum dari pergeseran tanah horisontal pada periode


20 detik, ∆ = Jarak (km), α dan β adalah koefisien dan konstanta yang didapatkan
dengan pendekatan empiris. Persamaan ini digunakan hanya untuk gempa dengan
kedalaman sekitar 60 km. Hubungan antara Ms dan mb dapat dinyatakan dalam
persamaan : mb = 2.5 + 0.63 Ms atau Ms = 1.59 mb – 3.97

4. Magnitudo Momen (Mw)


Berdasarkan Teori elastik rebound diperkenalkan istilah momen seismik. Momen
seismik dapat diestimasi dari dimensi pergeseran bidang sesar atau dari analisis
karakteristik gelombang gempabumi yang direkam di stasiun pencatat khususnya

42
dengan seismograf periode bebas (broadband seismograph). Momen seismik
dapat dihitung berdasarkan persamaan : Mo = µ D A
Dengan Mo = momen seismik, µ = rigiditas, D = pergeseran rata-rata bidang
sesar, A = luas zona sesar.

Secara empiris hubungan antara momen seismik (Mo) dan magnitudo permukaan
(Ms) dapat dirumuskan sebagai berikut : log Mo = 1.5 Ms + 16.1

Magnitudo momen atau moment magnitudo adalah suatu tipe magnitudo yang
berkaitan dengan momen seismik namun tidak bergantung dari besarnya
magnitudo permukaan (Lay dan Wallace, 1995). Moment magnitudo dirumuskan
dengan persamaan :
Mw = ( log Mo / 1.5 ) – 10.73
Dengan Mw = magnitudo momen, Mo = momen seismik.
Meskipun dapat menyatakan jumlah energi yang dilepaskan di sumber
gempabumi dengan lebih akurat, namun pengukuran magnitudo momen lebih
komplek dibandingkan pengukuran magnitudo ML, Ms dan mb. Karena itu
penggunaannya juga lebih sedikit dibandingkan penggunaan ketiga magnitudo
lainnya (Lay dan Wallace, 1995).

Skala intensitas gempabumi merupakan skala yang menggambarkan respon objek


akibat goncangan gempabumi. Skala intensitas gempabumi yang umum dipakai
adalah Skala MMI (Modified Mercalli Intensity) yang diperkenalkan oleh
Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Pembagian skala MMI berdasarkan pada
kumpulan pengamatan orang-orang yang pernah mengalami kejadian gempabumi
dan tingkat kerusakan sarana dan prasarana yang diakibatkan oleh kejadian
gempabumi. Intensitas gempabumi di suatu daerah adalah cerminan tingkat
dampak kejadian gempabumi di daerah tersebut. Skala ini dinyatakan dalam
angka romawi I hingga XII (MMI I hingga XII), sebagaimana tercantum pada
tabel III.2 berikut ini.

43
Tabel III.2 Skala MMI (Kertapati dkk, 2001 dalam Peta Wilayah Rawan
Bencana Gempabumi Indonesia oleh Puslitbang Geologi, 2001).

Skala MMI Keterangan


I Tidak Terasa oleh manausia, hanya tercatat oleh alat.
II Terasa hanya oleh orang dalam keadaan istirahat, terutama di tingkat-
tingkat atas bangunan atau tempat-tempat yang tinggi
III Terasa di dalam rumah, tetapi banyak yang tidak menyangka kalau ada
gempabumi. Getaran terasa seperti ada truk kecil lewat
IV Terasa di dalam rumah seperti ada truk besar lewat atau terasa sepeti ada
barang berat yang menabrak dinding rumah. Barang yang bergantung
bergoyang-goyang, jendela dan pintu berderik, barang pecah-belah pecah,
gelas-gelas gemerincing, dinding dan rangka rumah berbunyi.
V Terasa di luar rumah. Orang-orang tidur terbangun, cairan bergerak-gerak
dan tumpah sedikit. Barang perhiasan rumah yang kecil dan tak stabil
bergerak atau jatuh. Pintu membuka dan menutup, pigura di dinding
bergerak, bandul lonceng berhenti atau mati atau tidak cocok jalannya.
VI Terasa oleh semua orang. Banyak orang yang lari keluar karena terkejut.
Orang yang sedang berjalan kaki terganggu. Jendela berderit, gerabah,
barang pecah-belah pecah, barang-barang kecil dan buku terjatuh dari
raknya, Gambar-gambar jatuh dari dinding. Mebel-mebel bergerak atau
berputar. Plester dinding yang lemah pecah-pecah. Lonceng gereja
berbunyi, Pohon-pohon terlihat bergoyang.
VII Dapat dirasakan sopir yang mengemudikan mobil. Orang yang sedang
berjalan kaki sulit berjalan dengan baik, cerobong asap yang lemah pecah.
Langit-langit dan bagian konstruksi pada tempat yang tinggi rusak.
Barang pecah-belah pecah. Tembok yang tidak kuat pecah, plester tembok
dan batu-batu tembok yang tidak terikat kuat jatuh. Terjadi sedikit
pergeseran dan lekukan-lekukan pada timbunan pasir dan batu kerikil.
Air menjadi keruh, lonceng-lonceng berbunyi, selokan irigasi rusak.
VIII Mengemudi mobil terganggu. Terjadi kerusakan pada bangunan-bangunan
yang kuat karena bagian-bagian yang runtuh. Kerusakan terjadi pada
temnbok-tembok yang dibuat tahan terhadap getaran-getaran horizontal
dan beberapa bagian tembok runtuh. Cerobong asap, monumen-
monumen, dan tangki air yang berada di atas berputar atau jatuh. Rangka
rumah berpindah dari fondasinya. Dinding-dinding yang tidak terikat
dengan baik jatuh atau terlempar. Ranting pohon patah dari dahannya.
Tanah yang basah dan lereng yang curam terbelah.
IX Publik menajdi panik. Bangunan yang tidak kuat hancur. Bangunan yang
kuat mengalami kerusakan berat. Fondasi dan rangka bangunan rusak.
Pipa dalam tanah putus. Tanah merekah. Di daerah alluvium pasir dan
tanah keluar dari dalam tanah.
X Pada umumnya semua tembok, rangka rumah dan fondasi rumah rusak.
Beberapa bangunan kayu yang kuat dan jembatan-jembatan rusak.
Kerusakan berat terjadi pada bendungan, tanggul-tanggul dan tambak.
Terjadi tanah longsor yang besar. Air dalam kolam, sungai dan danau
tumpah. Tejadi perpindahan tempat secara horizontal di pantai dan daerah
yang permukaan tanahnya rata. Jalur-jalur kereta api sedikit bengkok.
XI Pipa-pipa dalam tanah rusak sama sekali. Rel kereta api rusak berat.
XII Terjadi kerusakan hebat. Seluruh bangunan rusak. Garis pandang
cakrawala terganggu. Batu-batu dan barang-barang besar berpindah
tempat dan ada yang terlempar ke udara.

44
III.5.5 Mekanisme Fokal

Kejadian gempabumi bersumber dari bidang sesar (fault plane) yang terdapat di
bawah permukaan bumi dan sulit diamati oleh manusia. Kini terdapat beberapa
metoda yang dapat memberikan gambaran sumber gempabumi meskipun kita
tidak mampu melihatnya. Metoda tersebut mempelajari gelombang yang
dipancarkan oleh gempabumi yang disebut phase dan terdapat beberapa phase
gelombang gempabumi, seperti phase gelombang P, S, dan lain-lain. Diantara
phase gelombang tersebut, gelombang P merupakan gelombang yang mudah
untuk dianalisis, karena gelombang ini yang pertama kali datang dan terekam oleh
stasiun pencatat gempabumi. Analisis gelombang P untuk mengidentifikasi
bidang sesar dapat dilakukan dengan 2 cara (Shida, 1917 dalam Sudo, 1986),
yaitu :
1. Pergerakan partikel tanah yang diakibatkan oleh gelombang yang pertama kali
datang dan dipolarisasikan sebagai gerakan menekan ke atas menuju
hiposenter yang disebut kompresi, up atau push atau gerakan menarik ke
bawah yang disebut dilatasi, down atau pull.
2. Bentuk polarisasi secara sistematik di daerah sekeliling episenter (hiposenter)
yang dapat dipisahkan menjadi 4 kuadran oleh 2 bidang yang disebut bidang
nodal (nodal plane).

Suatu bidang sesar menggambarkan orientasi jurus (strike), sudut kemiringan


(dip) dan rake (sudut yang terbentuk akibat pergerakan sesar). Dengan cara
mempolarisasi pergerakan gelombang awal P kita akan dapat mengetahui orientasi
bidang sesar. Pada penggambaran diagram mekanisme fokal (focal mechanism)
parameter bidang sesar tersebut akan dapat diinterpretasikan (Yagi, 2004).
Apabila terdapat banyak stasiun pencatat gempabumi yang berdekatan dengan
sumber gempabumi, maka gerakan pertama kali gelombang P akan mudah untuk
diketahui dan penggambaran mekanisme fokal dapat dilakukan. Tetapi apabila
stasiun pencatat jumlahnya sangat terbatas, maka penggambaran mekanisme fokal
sulit untuk diperoleh.

45
Diagram mekanisme fokal terbagi menjadi 4 daerah oleh 2 bidang nodal dan salah
satunya merupakan bidang sesar dan yang lain merupakan bidang bantu. Pada
umumnya terdapat 2 warna pada penggambaran diagram mekanisme fokal, yaitu
daerah yang berwarna gelap dan daerah yang tidak berwarna atau terang. Daerah
berwarna gelap merupakan daerah gerakan menekan atau kompressi, sedangkan
daerah berwarna terang merupakan daerah tarikan atau dilatasi.

Pada mekanisme sesar naik, pusat dari diagram fokal mekanisme adalah zona
berwarna gelap yang merupakan zona tekanan atau kompresi. Pada mekanisme
sesar normal, pusat dari diagram fokal mekanisme adalah zona berwarna terang
yang merupakan zona tarikan atau dilatasi. Pada mekanisme sesar mendatar
(strike slip fault), pusat dari diagram fokal mekanisme tidak sama seperti pada
sesar naik maupun sesar normal. Zona berwarna gelap merupakan zona tekanan
atau kompresi, sedangkan zona zona berwarna terang yang merupakan zona
tarikan atau dilatasi. Penggambaran diagram fokal mekanisme dari tipe sesar naik,
normal, mendatar terdapat pada gambar III.12 di bawah ini.

Sesar naik Sesar normal Sesar mendatar

Sesar naik, dip kecil Sesar oblique

Gambar III.12 Diagram mekanisme fokal gempabumi yang mencerminkan sesar


naik, normal, mendatar, oblique dan sesar naik dengan
kemiringan landai. Huruf p menunjukkan sumbu tekanan atau
kompresi.

46
47
48

Anda mungkin juga menyukai