Pola Komsumsi SK
Pola Komsumsi SK
__________________________
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK
PRATIWI RAHMA AYU. Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik
Anak Sekolah Dasar dengan Status Gizi Lebih di Daerah Perkotaan dan Perdesaan
Bogor. Dibimbing oleh FAIZAL ANWAR dan SRI ANNA MARLIYATI.
ABSTRACT
PRATIWI RAHMA AYU. Pattern of Food Consumption and Physical Activity of
Overweight and Obese Elementary School children in Urban and Rural Areas of
Bogor. Supervised by FAIZAL ANWAR and SRI ANNA MARLIYATI.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
Disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Faizal Anwar, MS Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola
konsumsi pangan dan aktivitas fisik anak sekolah dengan status gizi lebih di
daerah perkotaan dan perdesaan Bogor.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan anak sekolah dengan status gizi
lebih di daerah perkotaan dan perdesaan Bogor
2. Mengkaji frekuensi makan dan kebiasaan sarapan anak sekolah dengan status
gizi lebih di daerah perkotaan dan perdesaan Bogor
3. Mengkaji konsumsi pangan anak sekolah dengan status gizi lebih di daerah
perkotaan dan perdesaan Bogor
4. Mengkaji aktifitas fisik anak sekolah dengan status gizi lebih di daerah
perkotaan dan perdesaan Bogor
5. Menganalisis hubungan antara frekuensi makan, kebiasaan sarapan,
konsumsi pangan dan aktivitas fisik anak sekolah dengan status gizi lebih di
daerah perkotaan dan perdesaan Bogor
Manfaat Penelitian
KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik anak
sekolah dengan status gizi lebih di perkotaan dan perdesaan Bogor
4
METODE PENELITIAN
Contoh adalah siswa kelas 4 dan 5 di SDN Polisi 5 dan SDN Babakan
Dramaga 4 yang memenuhi kriteria inklusi. Pemilihan anak kelas 4 dan 5
dilakukan dengan pertimbangan bahwa anak kelas 4 dan 5 sudah dapat diajak
berkomunikasi dengan baik, mengerti tentang pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dalam kuesioner, relatif lancar membaca dan menulis sehingga pengisian
food record tidak bermasalah. Sementara kelas 6 tidak diijinkan mengikuti
penelitian karena sedang dalam persiapan ujian nasional. Kriteria inklusi contoh
yaitu: 1) Usia 8-12 tahun, 2) memiliki status gizi overweight (z-score +1 SD
sampai +2 SD) dan obes (z-score ≥+2 SD) berdasarkan indikator IMT/U , 3)
dalam keadaan sehat, 4) bersedia mengikuti penelitian.
Penentuan jumlah contoh minimal yang diambil berdasarkan perhitungan
rumus cross sectional (estimasi proporsi) menurut Dahlan (2010) yaitu :
Perkotaan Perdesaan
(SDN Polisi 5) (SDN Babakan Dramaga 4)
Screening
38 contoh 35 contoh
Data tidak lengkap
30 contoh 33 anak
Acak
30 contoh 30 contoh
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer meliputi data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, besar uang
saku), data karakteristik keluarga (umur orang tua, status gizi orang tua,
pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua), data status gizi,
pola konsumsi pangan (frekuensi makan, kebiasaan sarapan, konsumsi pangan),
dan aktivitas fisik contoh. Adapun data sekunder meliputi gambaran umum
sekolah, jumlah kelas, jumlah siswa, jumlah guru dan fasilitas sekolah.
6
Tabel 1 Variabel, jenis data dan alat serta cara pengumpulan data
No Variabel Jenis Data Alat dan Cara pengumpulan data
1 Karakteristik contoh
- Umur, jenis kelamin, - Kuesioner dengan cara wawancara
jumlah uang saku - timbangan injak dengan pengukuran
Data primer
- Berat badan langsung
- microtoise dengan pengukuran
- Tinggi badan langsung
2 Karakteristik keluarga
- Umur orang tua
- Pekerjaan orang tua Kuesioner dengan cara pengisian
Data primer
- Pendidikan orang tua langsung oleh orang tua contoh
- Pendapatan keluarga
- Status gizi orang tua
3 Pola konsumsi pangan
- Kebiasaan makan - Kuesioner dengan wawancara
- Kebiasaan sarapan Data primer - FFQ dengan wawancara
- Konsumsi pangan - Food Record dengan pengisian
langsung oleh contoh
4 Aktivitas fisik Data primer Recall dengan wawancara langsung
5 Keadaan umum sekolah Data Laporan taunan sekolah dengan
sekunder wawancara pada pihak sekolah
7
X Skor Minimum
Y x 100%
Skor Maksimum Skor Minimum
Keterangan :
Y : Persentase skor frekuensi konsumsi tiap kelompok pangan contoh
X : Skor frekuensi konsumsi tiap kelompok pangan yang di peroleh contoh
Menurut Slamet (1993), diacu dalam Marliyati et al. (2008) untuk
memperoleh gambaran yang lebih baik tentang skor frekuensi konsumsi pangan,
maka total skor yang diperoleh dibagi menjadi tiga kelompok (rendah, sedang,
dan tinggi). Semakin sering dikonsumsi maka semakin tinggi skor yang diberikan.
Data konsumsi pangan berupa jenis dan berat makanan dalam gram/URT
dikonversi ke dalam nilai gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) sehingga dapat diketahui kandungan gizi masing-masing
bahan makanan. Kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk
energi dan protein. Adapun rumus yang digunkanan untuk mengetahui kandungan
zat gizi makanan yang dikomsumsi adalah :
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan:
KGij = penjumlahan zat gizi I dari setiap bahan makanan/pangan yang
dikonsumsi
Bj = Berat bahan makanan j (gram)
Gij = kandungan zat gizi I dari bahan makanan j
BDDj = % bahan makanan j yang dapat dimakan
Pengukuran tingkat kecukupan energi dan protein merupakan tahap
lanjutan dari perhitungan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi didapat
dari persentase konsumsi aktual anak terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG)
yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2004. Secara umum tingkat kecukupan
zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut :
TKGi = (Ki/AKGi) x 100%
Keterangan:
TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i
AKGi = Kecukupan zat gizi I yang dianjurkan
Ki = konsumsi zat gizi
Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang
dilakukan contoh dan lama waktu melakukan aktivitas fisik dalam sehari. FAO
(2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka
metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Berdasarkan FAO
(2001), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam
dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL
merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal/kap/hari) per kilogram berat
badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
PAR x alokasi waktu tiap aktivitas
PAL
24 jam
Keterangan : PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)
PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan
untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)
10
Definisi Operasional
Anak Sekolah adalah anak yang menjalani pendidikan sekolah yang terdaftar di
Dinas Pendidikan Kota Bogor yang berusia 8-12 tahun.
Contoh adalah siswa sekolah dasar kelas 4 dan 5 yang memiliki status gizi
overweight dan obes di SDN Polisi 5 dan SDN Babakan Dramaga 4 pada
tahun ajaran 2013 yang diukur berdasarkan indikator IMT/U.
Karakteristik contoh adalah data yang berisi tentang jenis kelamin, umur, besar
uang saku contoh yang diambil melalui teknik wawancara dibantu dengan
formulir kuesioner.
Karakteristik keluarga adalah kondisi keluarga contoh yang meliputi umur
orang tua, status gizi orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga
dan pekerjaan orang tua contoh, diambil dengan pengisian kuesioner oleh
orang tua yang dititipkan melalui contoh.
Status gizi contoh adalah keadaan tubuh contoh diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan yang diukur langsung
secara antropometri menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh/ Umur
(IMT/U).
Status gizi keluarga contoh adalah keadaan tubuh contoh diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan berdasarkan
antropometri menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT)
diperoleh dari pengisian kuesioner.
Pekerjaan Orang Tua adalah jenis kegiatan yang dimiliki orang tua sebagai
tumpuan untuk mendapatkan uang dikategorikan menjadi Tidak bekerja,
PNS, ABRI/POLRI, Pegawai Swasta, Wiraswasta, Petani/ nelayan/ Buruh
dan Lainnya, diperoleh dari pengisian kuesioner.
Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah ditempuh
dari ayah dan ibu contoh dikategotikan menjadi tidak tamat SD, tamat SD,
tamat SMP, tamat SMA, tamat Perguruan Tinggi diperoleh dari pengisian
kuesioner.
Pendapatan keluarga adalah besarnya penghasilan keluarga yang diperoleh baik
dari ayah, ibu maupun anggota keluarga lain yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga dan dikategorikan menjadi rendah, cukup,
tinggi dan sangat tinggi.
Frekuensi makan adalah jumlah makan besar yang dilakukan oleh contoh.
Dibagi menjad 3 kelompok yaitu 2 kali/hari, 3 kali/hari, dan lebih dari 3
kali/hari.
Kebiasaan sarapan adalah kegiatan sarapan atau makan pagi mulai dari bagun
tidur sampai pukul 10.00 yang dilakukan rutin meliputi frekuensi diambil
dengan menggunakan pengisian kuesioner.
Konsumsi pangan adalah total konsumsi makanan contoh yang mencangkup
energi, karbohidrat, lemak dan protein diukur dengan pengisian kuesioner
food record dan dikategorikan menjadi kurang, normal dan lebih.
Aktivitas fisik adalah adalah setiap pergerakan tubuh yang mengakibatkan
pengeluaran energi. Diukur dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik,
yang meliputi jenis dan lama kegiatan sekarang selama 24 jam
dikategorikan menjadi ringan, sedang dan berat.
12
SDN Polisi 5
Sekolah Dasar Negeri Polisi 5 merupakan perwakilan SD dari daerah
perkotaan. SD ini mempunyai status akreditasi A dan terletak di jalan Polisi 1 no
7 Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Bangunan sekolah
terbagi menjadi tiga lantai, dan terdiri dari ruang kepala sekolah, ruang
perpustakaan, ruang komputer, sembilan ruang kelas, ruang guru, ruang kesenian,
ruang tata usaha, UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), ruang IPA, mushola, WC guru
dan WC siswa. SDN Polisi 5 juga memiliki satu kantin yang menjual berbagai
jenis makanan mulai dari makanan ringan, makanan kemasan, gorengan dan
minuman berkemasan. Di sekitar sekolah terdapat beberapa penjual kaki lima
yang menjual berbagai makanan.
Tenaga pengajar di SDN Polisi 5 terdiri dari guru tetap dan tenaga honorer
sekolah yang berjumlah 25 orang, guru dengan pendidikan S2 sebanyak 2 orang,
S1 sebanyak 15 orang, D2 sebanyak 4 orang, pegawai tata usaha dengan
pendidikan SMA sebanyak 3 orang dan Sekolah Dasar sebanyak 1 orang sebagai
penjaga sekolah. Pada tahun ajaran 2012/2013 SDN Polis 5 memiliki 602 siswa
yang terdiri dari 81 siswa kelas 1, 109 siswa kelas 2, 83 siswa kelas 3, 111 siswa
kelas 4, 99 siswa kelas 5 dan 119 siswa kelas 6. Jumlah siswa dalam masing-
masing tingkat kelas dibagi menjadi 3 kelas yaitu kelas A, B dan C. Kegiatan
mengajar dilakukan pada hari senin sampai sabtu.
Karakteristik Keluarga
asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi.
Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi
kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan
makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik. Hal
ini berlanjut dapat berdampak pada status gizi anak yang lebih baik.
Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga di perkotaan berkisar antara Rp 1.500.000 sampai Rp
10.500.000/bulan dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 5.094.000±2.174.925.
Pada perdesaan rata-rata pendapatan keluarga lebih kecil yaitu Rp
3.251.300±2.347.034 dengan kisaran pendapatan antara Rp 440.000 sampai Rp
13.000.000/bulan.
15
Karakteristik Anak
Umur Anak
Anak SD pada penelitian ini berumur antara 8-12 tahun. Kisaran umur
anak di perkotaan yaitu 8-12 tahun, sedangkan di perdesaan antara 10-12 tahun.
Rata-rata umur anak di perkotaan yaitu 10.7±0.8 tahun dan di perdesaan 10.8±0.7
tahun. Anak yang berumur 11 tahun pada perkotaan yaitu sebanyak 66.6% dan di
perdesaan yaitu 443.3% (Tabel 10). Hasil uji Mann-Whitney tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan umur anak antar kedua SD (p>0.05). Hasil uji dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Jenis Kelamin
Sebaran anak menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 11.
Persentase anak laki-laki dan perempuan pada perkotaan masing-masing adalah
50%, sedangkan di perdesaan persentase perempuan (53.3%), yakni lebih banyak
dibandingkan dengan laki-laki.
17
Uang Saku
Uang saku adalah bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang
diberikan kepada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian,
mingguan ataupun bulanan. Besar uang saku yang dimiliki seseorang akan
berpengaruh terhadap daya beli terhadap pangan (Napitu 1994). Besar uang saku
anak di perkotaan berkisar antara Rp 6.000- 30.000 dengan rata-rata Rp 12.800 ±
5.517 per hari. Pada perdesaan besar uang saku anak berkisar antara Rp 4.000 –
20.000 dengan rata-rata Rp 7.100 ± 3.245 per hari. Sebagian besar uang saku anak
di kedua SD masuk dalam kategori sedang yaitu 60% di perkotaan dan 93.3% di
perdesaan (Tabel 12). Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan rata-rata uang saku
anak di perkotaan lebih tinggi secara signifikan dibandingkan di perdesaan
(p<0.05). Hasil uji dapat dilihat pada Lampiran 2. Sebagaimana terlihat pada
Tabel 12 sebaran anak dengan uang saku lebih dari Rp 15.000,00 per hari di
perkotaan lebih banyak dibandingkan perdesaan yaitu masing-masing 40% dan
3.3%. Hasil ini diduga berkaitan dengan besarnya pendapatan keluarga di
perkotaan yang signifikan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (Tabel 8).
Status Gizi
Status gizi adalah tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan
antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang
dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang
digunakan (Depkes 1996). Penilaian status gizi pada penelitian ini yaitu
menggunakan indikator IMT/U. Hasil penilaian status gizi di SD perkotaan dan
perdesaan menunjukkan sebesar 27.5% anak sekolah dalam kategori status gizi
lebih (overweight dan obes). Hasil ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dwiriyani et al. (2010) pada 1030 anak di 10 SD Bogor yaitu
sebesar 22.3% anak mempunyai status gizi lebih. Pada SD perkotaan prevalensi
gizi lebih yaitu 39.6% dengan persentase anak yang overweight 35% dan anak
obes 65%. Prevalensi gizi lebih di daerah perdesaan lebih kecil dibandingkan
18
dengan perkotaan, yaitu 21.5% yang terdiri dari 48.8% overweight dan 51.2%
obes.
Nilai z-score anak di perkotaan berkisar antara 1.08 sampai 5.64 dengan
rata-rata 2.55±1.06, sedangkan pada perdesaan berkisar antara 1.44 sampai 3.05
dengan rata-rata 2.17±0.45. Meskipun rata-rata z-score kedua SD tidak berbeda
secara signifikan (p>0.05), tetapi nilai z-score tertinggi pada anak perkotaan jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan, selain itu prevalensi obes di
perkotaan (70%) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan (66.3%).
Jumlah anak yang termasuk dalam status gizi overweight di kedua SD sebesar
33.3% dan sebesar 66.7% mempunyai status gizi obes. Hasil uji dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Pada Tabel 13 dapat diketahui bahwa anak dengan status gizi obes di
perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan. Sama halnya dengan
penelitian ini, hasil RISKESDAS 2010 juga menunjukkan bahwa anak dengan
status gizi obes di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perdesaan.
Obesitas atau kegemukan berkaitan erat dengan pola makan dan gaya hidup
seseorang. Anak-anak lebih menyukai makanan junk food, akan tetapi junk food
ini hanya memiliki tinggi energi dan rendah zat gizi lain. Aktivitas yang ringan
juga semakin memperkuat proses terjadinya kegemukan (Khomsan 2012).
Frekuensi Makan
Salah satu aspek penting dari kebiasaan makan adalah frekuensi makan per
hari, karena secara langsung akan mempengaruhi asupan zat gizi melalui
konsumsi pangan. Anak di kedua SD mempunyai frekuensi makan yang
bervariasi antara dua kali, tiga kali hingga lebih dari tiga kali. Sebagian besar
frekuensi makan anak di perkotaan dan perdesaan yaitu 3 kali sehari masing-
masing yaitu 70%. Akan tetapi di perkotaan terdapat 10% anak yang mempunyai
frekuensi makan lebih dari 3 kali per hari, dan di perdesaan tidak terdapat anak
yang mempunyai frekuensi makan lebih dari 3 kali per hari. Di perkotaan juga
ditemukan prevalensi anak obes yang cenderung lebih tinggi dibandingkan
perdesaan. Frekuensi makan lebih dari 3 kali per hari pada anak di perkotaan
diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan lebih tingginya prevalensi
obes di perkotaan. Pola makan dengan frekuensi terlalu sering akan membuat
seseorang mempunyai asupan yang berlebih dan akan berdampak pada
19
Kebiasaan Sarapan
Menurut Khomsan (2006) makan pagi atau sarapan merupakan salah satu
waktu makan yang sangat penting. Manfaat sarapan yaitu dapat menyediakan
karbohidrat untuk meningkatkan kadar gula darah yang berdampak positif pada
produktivitas dan konsentrasi belajar bagi anak sekolah. Selain itu sarapan dapat
memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan untuk
proses fisiologis dalam tubuh (seperti protein, lemak, vitamin dan mineral).
Berdasarkan Tabel 15 sebagian besar keseluruhan anak masuk dalam
kategori selalu/sering sarapan yaitu 63.3%, sedangkan sebanyak 20% anak
terbiasa tidak sarapan. Persentase anak tidak sarapan pada penelitian ini lebih
tinggi dibandingkan dengan studi yang dilakukan di Indonesia dimana sebanyak
16.8% terbiasa tidak sarapan (Hardinsyah 2012). Kebiasaan anak yang selalu
sarapan di perkotaan dan perdesaan yaitu 60% dan 66.7%. Sebanyak 20% anak di
kedua SD terbiasa tidak mengonsumsi sarapan. Alasan anak yang tidak terbiasa
sarapan dikarenakan tidak sempat atau terburu-buru.
Pada daerah perkotaan, anak yang memiliki kebiasaan sarapan setiap hari
cenderung lebih sedikit (60%) dibandingkan di perdesaan (66.7%). Hal ini diduga
menjadi salah satu penyebab lebih tingginya prevalensi obes di perkotaan
dibandingkan dengan perdesaan (Tabel 8). Penelitian oleh Hasz dan Lamport
(2012) menyebutkan bahwa anak yang melewatkan sarapan setiap harinya
mempunyai kecenderungan beresiko untuk mengalami kegemukan lebih tinggi.
Makan pagi secara rutin dapat mengendalikan nafsu makan lebih baik sepanjang
hari. Hal inilah yang mencegah dari makan berlebihan saat makan siang ataupun
makan malam.
Menurut Albiner (2003) sarapan mempunyai pengaruh terhadap pola dan
siklus waktu makan. Orang yang tidak sarapan akan merasa lapar pada siang dan
malam hari dibandingkan orang yang sarapan, sehingga mereka akan
mengonsumsi lebih banyak makanan pada siang dan malam hari. Selain itu,
sarapan bersifat lebih mengenyangkan dibanding makan pada siang atau malam
hari. Sehingga sarapan dapat mengurangi rasa lapar pada siang dan malam hari.
Sebaran anak berdasarkan kebiasaan sarapan dapat dilihat pada Tabel 15.
20
dibandingkan perdesaan. Begitu juga pada anak yang mempunyai skor sedang
jauh lebih banyak di perkotaan (43.3%) daripada di perdesaan (16.7%). Hasil ini
sejalan dengan Ariani (2008) yang menyebutkan bahwa frekuensi konsumsi
pangan hewani di perkotaan lebih tinggi dibandingan di perdesaan berdasarkan
hasil analisis data SUSENAS tahun 1999 sampai 2005. Selain mengandung
protein, pangan hewani ini juga mengandung tinggi lemak. Kelebihan konsumsi
pangan sumber lemak dapat menyebabkan peningkatan berat badan atau obesitas
(Almatsier 2001).
Tabel 27 Sebaran anak berdasarkan kategori skor frekuensi konsumsi susu dan
hasil olahannya
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang
dimakan atau dikonsumsi seseorang maupun kelompok orang pada waktu tertentu.
Definisi ini menunjukan bahwa konsumsi pangan dapat diketahui dari aspek jenis
pangan yang dikonsumsi seseorang dan jumlah pangan yang dikonsumsi, kedua
informasi ini sangat penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi
oleh seseorang (Kusharto dan Sa’adiyah 2012).
Kebutuhan zat gizi menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang
diperlukan seseorang agar dapat hidup sehat. Kebutuhan zat gizi antar individu
sangat bervariasi dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, ukuran tubuh (berat badan
dan tinggi badan), keadaan psikologis, aktivitas fisik dan metabolisme tubuh
(Hardinsyah dan Briawan 1994). Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan
energi serta zat gizi pada masing-masing anak dengan status gizi overweight dan
obes dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 28 Rata-rata asupan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada anak
overweight dan obes di perkotaan dan perdesaan
Energi dan Zat Perkotaan Perdesaan Total
Gizi Overweight Obes Overweight Obes Overweight Obes
a b c d a b
Energi
- Asupan 1.756±201 2.127±408 1.881±333 1.918±371 1.824±282 2.028±400
- TKE 97.1 95.1 91.9 98.5 94.8 96.9
a b c d c d
Protein
- Asupan 46.8±12.2 58.7±13.5 53.7±17.8 49.5±9.8 50.6±15.5 54.4±12.7
- TKP 104.8 101.4 102.1 114.5 103.6 108.3
a b c d a b
Lemak
- Asupan 58.2±13.7 78.1±13.3 65.4±18.3 68.8±20.3 62.2±16.4 73.5±17.5
- % kontribusi 28.9 30.1 31.6 32.1 30.1 31.1
a b c d c d
Karbohidrat
- Asupan 309.7±132.6 351.6±127.2 373.0±186.7 349.3±182.0 344.5±163.7 350.5±143.6
- % kontribusi 70.9 70.8 65.3 66.2 68.4 68.4
a,b
p<0.05, independent t-test
c,d
p>0.05, independent t-test
29
pada anak obes kisaran asupan lemak yaitu antara 35-115 g/kap/hari dengan rata-
rata asupan sebesar 73.5±17.5 g/kap/hari. Hasil ini menunjukan bahwa asupan
lemak anak obes jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asupan lemak anak
overweight di kedua SD. Pada daerah perkotaan, rata-rata asupan lemak juga lebih
tinggi pada anak obes dibandingkan anak overweight dengan hasil berturut-turut
yaitu 58.2±13.7 g/kap/hari dan 78.1±13.4 g/kap/hari. Kisaran asupan lemak pada
anak overweight antara 36.7 g/kap/hari sampai 76.9 g/kap/hari, sedangkan pada
anak obes yaitu 51.5 g/kap/hari sampai 104.3 g/kap/hari. Terdapat perbedaan yang
signifikan berdasarkan hasil t-test antara asupan lemak anak overweight dengan
anak obes di kedua SD dan di perkotaan (p<0.05). Hasil yang sama diperoleh
pada penelitian Musadat (2010) yang menunjukkan proporsi anak obes
mengonsumsi makanan belemak lebih banyak. Lemak berkontribusi terhadap
penambahan berat badan seseorang, makanan berlemak yang dikonsumsi secara
berlebihan dengan tidak diimbangi aktivitas fisik yang cukup dapat menyebabkan
berat badan naik atau terjadi kegemukan.
Hasil yang sama ditunjukan pada asupan lemak di perdesaan, pada anak
obes rata-rata asupan lemak lebih tinggi (68.3±20.3 g/kap/hari) dibandingkan
dengan anak overweight (65.4±18.3 g/kap/hari). Asupan lemak anak overweight
berkisar antara 47.3 g/kap/hari sampai 110.3 g/kap/hari, sedangkan pada anak
obesitas berkisar antara 35.1 g/kap/hari sampai 115.0 g/kap/hari. Akan tetapi hasil
t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara asupan lemak pada
anak overweight dan anak obes (p>0.05).
Kisaran asupan karbohidrat anak overweight di kedua SD yaitu 217.4
g/kap/hari sampai 744.6 g/kap/hari, dengan rata-rata asupan yaitu 344.5±163.7
g/kap/hari, sedangkan pada anak obes rata-rata asupan karbohidrat yaitu
350.5±143.6 g/kap/hari dengan kisaran 150 g/kap/hari sampai 805 g/kap/hari.
Berbeda dengan kedua SD, asupan karbohidrat anak overweight di perdesaan
lebih tinggi dibandingkan anak obes. Asupan karbohidrat anak overweight yaitu
berkisar antara 234.0 g/kap/hari sampai 744.6 g/kap/hari dengan rata-rata asupan
373.0 g/kap/hari, sedangkan rata-rata asupan karbohidrat anak obes yaitu
349.3±182.1 g/kap/hari dan berkisar antara 149.8 g/kap/hari sampai 805.3
g/kap/hari. Hasil t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara
asupan karbohidrat anak overweight dan anak obes (p>0.05) baik di kedua SD
maupun di perdesaan. Pada perkotaan, asupan karbohidrat anak overweight
berkisar antara 217.4 g/kap/hari sampai 650 g/kap/hari dengan rata-rata asupan
sebesar 309.7±132.6 g/kap/hari. Pada anak obes, asupan karbohidrat lebih tinggi
dibandingkan anak overweight berkisar antara 187.4 g/kap/hari sampai 587
g/kap/hari dan mempunyai rata-rata 351.6±127.2 g/kap/hari. Hasil t-test
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan karbohidrat pada
anak overweight dan anak obes di daerah perkotaan (p<0.05). Anak di perkotaan
mempunyai status gizi obes yang lebih banyak dibandingkan anak overweight.
Bila konsumsi karbohidrat berlebih maka asupan energi akan meningkat dan
kelebihannya disimpan dalam jaringan lemak yang dapat mengakibatkan
kegemukan. Tiap gram karbohidrat mengandung 4 kilokalori. Batasan karbohidrat
adalah 50-60% dari total kebutuhan energi (Almatsier 2001). Secara keseluruhan
rata-rata asupan anak di perkotaan dan perdesaan serta tingkat kecukupan dan
kontribusi terhadap energi dapat dilihat pada Tabel 29.
31
Tabel 29 Rata-rata asupan energi dan zat gizi serta tingkat kecukupan dan
kontribusi terhadap energi total
Energi dan Zat Gizi Perkotaan Perdesaan Total p-value
Energi
- Asupan 2016±395 1904±353 1960±375 0.255
- AKE 2033±63 2050±0 2042±45
- TKE 99.4 92.9 96.2
Protein
- Asupan 55.2±14.1 51.0±13.9 53.1±13.7 0.243
- AKP 49.67±1.27 50±0 49.82±0.91
- TKP 111.4 102.1 106.7
Lemak
- Asupan 72.2±16.2 67.2±19.3 69.7±17.8 0.289
- % kontribusi* 32.1 29.5 30.8
Karbohidrat
- Asupan 339.03±128.01 357.96±169.57 348.5±149.26 0.894
- % kontribusi* 66.9 69.85 68.35
*Terhadap Angka Kecukupan Energi
Hal ini dibuktikan pada prevalensi anak obes di perkotaan juga lebih banyak
dibandingkan di perdesaan. Pada masing-masing SD terdapat anak sebanyak 6.7%
dan 3% yang masih dalam kategori defisit berat (Tabel 30). Anak yang
mempunyai defisit berat dikarenakan mereka sudah merasa mempunyai berat
badan lebih seghingga mulai mengurangi konsumsi pangannya.
Sama halnya dengan tingkat kecukupan energi. Tingkat kecukupan protein
sebagian besar (50%) anak di perkotaan masuk dalam kategori normal, begitu
pula pada perdesaan (40%). Tetapi tingkat kecukupan protein yang masuk dalam
kategori lebih (30%) di perkotaan lebih banyak dibandingkan di perdesaan (20%).
Hasil ini juga dibuktikan oleh frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani
dan nabati yang lebih banyak di perkotaan dibandingkan di perdesaan. Konsumsi
pangan sumber protein hewani yang berlebih dapat menyebabkan kegemukan, hal
ini dikarenakan apabila asupan protein melebihi kebutuhan akan disimpan dalam
bentuk lemak di tubuh.
Tabel 30 Sebaran anak berdasar kategori tingkat kecukupan energi dan protein
Perkotaan Perdesaan Total
Tingkat Kecukupan
n % n % n %
Defisit Berat 2 6.7 1 3.3 3 5
Defisit Sedang 2 6.7 5 16.7 7 11.7
Energi Defisit Ringan 6 20 9 30 15 25
Normal 14 46.7 13 43.3 27 45
Lebih 6 20 2 6.7 8 13.3
Total 30 100 30 100 60 100
Defisit Berat 3 10 1 3.3 4 6.7
Defisit Sedang 0 0 5 16.7 5 8.3
Protein Defisit Ringan 3 10 6 20 9 15
Normal 15 50 12 40 27 45
Lebih 9 30 6 20 15 25
Total 30 100 30 100 60 100
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot rangka
sebagai suatu pengeluaran tenaga, yang meliputi pekerjaan, waktu senggang dan
aktivitas sehari-hari. Aktivitas fisik tersebut memerlukan usaha ringan, sedang
atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan kesehatan bila dilakukan secara
teratur (Adisapoetra 2005).
Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang
dilakukan subyek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. FAO (2001)
menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka
metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Berdasarkan FAO
(2001), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam
dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL
merupakan besarnya energi yang dikeluarkan per kilogram berat badan dalam 24
jam.
Rata-rata nilai PAL di perkotaan, perdesaan dan kedua SD antara anak
overweigt dan anak obes tidak berbeda secara signifikan (p>0.05), akan tetapi
nilai PAL pada anak obes lebih kecil dibandingkan anak overweight. Hal ini
berarti bahwa aktivitas anak obes lebih ringan dibandingkan dengan anak
overweight. Baik di perkotaan maupun perdesaan, prevalensi obes lebih banyak
dibandingkan overeweight. Hal ini kemungkinan disebabkan pada anak obes
mempunyai aktivitas yang kurang dibuktikan oleh nilai PAL anak overweight
lebih besar dibandingkan anak obes. Selain itu, pada anak obes secara signifikan
berbeda lebih tinggi asupan energinya dibandingkan anak overweight.
35
Tabel 33 Rata-rata PAL (Physical Activity Level) anak overweight dan obes
Perkotaan Perdesaan Total
PAL
Overweight Obes Overweight Obes Overweight Obes
Rata-rata 1.45±0.18a 1.40±0.16b 1.43±0.08 a 1.35±0.1b 1.42±0.16 a 1.40±0.1b
Minimal 1.28 1.21 1.27 1.26 1.21 1.26
Maksimal 1.75 1.80 1.81 1.52 1.81 1.80
a,b
p>0.05, independent t-test
Rata-rata nilai PAL anak yaitu 1.41±0.15 dengan kisaran antara 1.21
sampai 1.81. Di perkotaan rata-rata nilai PAL yaitu 1.42±0.16, dengan nilai PAL
tertinggi yaitu 1.80 dan nilai terendah 1.21. Rata-rata nilai PAL di perdesaan lebih
rendah dibandingkan dengan perkotaan yaitu 1.40±0.14, dengan kisaran nilai
PAL antara 1.26 sampai 1.81. Rata-rata PAL (Physical Activity Level) anak dapat
dilihat pada Tabel 34.
Menurut Miller et al. (2004) bahwa telah terjadi perubahan gaya hidup di
seluruh dunia khususnya pada anak-anak. Hal ini ditandai dengan menurunnya
aktivitas fisik dan peningkatan konsumsi energi. Anak-anak lebih menggunakan
kendaraan atau alat-alat yang otomatis (lift dan escalator) dibandingkan dengan
menaiki tangga atau berjalan kaki dari suatu tempat ke tempat lain. Hal ini sejalan
dengan hasil RISKESDAS (2007) yang menyebutkan bahwa kurang aktivitas fisik
paling tinggi berdasarkan umur, salah satunya berada pada anak-anak kelompok
umur 10-14 tahun (66.9%).
Menurut FAO (2001) aktivitas fisik berdasarkan PAL (Physical Activity
Level) dikategorikan menjadi tiga yaitu ringan (1.40-1.69), sedang (1.70-1.99),
dan berat (2.00-2.40). Sebagian besar kategori aktivitas anak di kedua SD yaitu
termasuk dalam kategori ringan sebanyak 91.7%. Pada perkotaan anak dengan
kategori aktivitas fisik ringan sebanyak 86.7%, sedangkan di perdesaan sebanyak
96.7% masuk dalam kategori ringan. Anak yang masuk dalam kategori aktivitas
sedang di perkotaan lebih banyak dibandingkan dengan perdesaan yaitu berturut-
turut 18.3% dan 3.3%. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan
signifikan antara aktivitas fisik anak pada perkotaan dan perdesaan (Lampiran 2).
Hasil serupa disebutkan oleh Bathrellou et al. (2007) yang menyebutkan tidak
terdapat perbedaan aktivitas fisik anak-anak yang berada di daerah Cyprus baik di
perkotaan maupun di perdesaan. Sebaran anak berdasarkan aktivitas fisik dapat
dilihat pada Tabel 35.
36
Faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada anak terdiri dari
faktor langsung dan tidak langsung. Variabel yang diteliti pada penelitian ini
meliputi karakteristik keluarga (pendapatan dan status gizi), karakteristik anak
(besar uang saku), pola konsumsi (frekuensi makan, kebiasaan sarapan dan asupan
energi, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat), serta aktifitas fisik.
Variabel tersebut diuji dengan menggunakan korelasi Pearson dan Spearman.
uji dapat dilihat pada Lampiran 4. Menurut Satoto (1993) bahwa faktor genetik
berperan sebagai penyebab dasar atau faktor pencetus bagi timbulnya obesitas.
Dari beberapa peneliti mengungkapkan bahwa faktor genetika mempunyai
pengaruh yang penting pada terjadinya kegemukan walaupun mekanismenya
belum diketahui. Dijumpai bahwa bapak dan ibunya menderita obesitas
kemungkinan anak menjadi gemuk adalah 70-8-%. Sedangkan bila salah satu dari
orang tua menderita obesitas 40-50% anaknya akan menderita obesitas.
cukup tetapi apabila tidak diimbangi dengan konsumsi makanan yang seimbang
maka akan menyebabkan timbulnya keseimbangan energi positif yang akhirnya
menimbulkan penimbunan lemak yang diakibatkan kelebihan energi di dalam
tubuh. Menurut Gutin et al. (2005) pada 421 anak menunjukan rendahnya persen
lemak tubuh berhubungan dengan aktivitas fisik berat tetapi tidak berhubungan
dengan aktivitas fisik sedang maupun ringan.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hasz LA, Lamport MA. 2012. Breakfast and Adolescent Academic Performance:
An Analytical Review of Recent Research. European Journal of Business
and Social Sciences. 1(3):61-79.
Madanijah S. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi: Pola Konsumsi Pangan. Jakarta
(ID): Penebar Swadaya.
Masti SE. 2009. Keragaan Status Gizi, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan serta
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Anak Sekolah Dasar di Kota
Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mexitalia M, Susanto JC, Faizah Z, Hardian. 2005. Hubungan Pola makan dan
Aktivitas Fisik Pada Anak Dengan Obesitas Usia 6-7 tahun di Semarang.
Jurnal Kedokteran Media Medika Indonesia FK Undip. 40(2).
Mendez MA, Monteiro CA, Popkin BM. 2005. Overweight exceeds underweight
among women in most developing countries. Am J Clin Nutr. 81:714-21.
Midbakhudin. 2003. Hubungan Beberapa Karakteristik Anak Dengan Obesitas.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. 1(1).
Miller J, Arlan R, Janet S. 2004. Childhood Obesity. J Clin End & Metab.
89:4211-4218.
Misnadiarly. 2007. Obesitas sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit. Jakarta
(ID): Pustaka Obor Populer.
Muhilal, Jalal F, Hardinsyah. 1998. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, LIPI, Jakarta.
Musadat A. 2010. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kegemukan pada Anak
Usia 6-14 Tahun di Provinsi Sumatra Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Napitu N. 1994. Perilaku Jajan di Kalangan siswa SMA di Kota dan Pinggiran
Kota Jakarta [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Onis M, Blossner M, Borghi E. 2010. Global prevalence and trends of overweight
and obesity among preschool children. Am J Clin Nutr. 92:1257-64.
Pipes, Peggy L, Trahms, Cristine M. 1993. Nutrition in Infancy anf Childhood,
US; Mosby.
Pramudita RA. 2011. Faktor Resiko Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar di Kota
Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Puspitasari M.2006. Pola Konsumsi Pangan Pria Dewasa di Perdesaan dan
Perkotaan Bogor Kaitannya dengan Faktor Resiko Penyakit Jantung
Koroner [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahmawati N. 2009. Aktifitas Fisik, Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fastfood),
dan Keterpaparan Media Serta Faktor-Faktor Lain yang Berhubungan
Dengan Kejadian Obesitas pada Siwsa SD Islami Al-Azhar 1 Jakarta
Selatan [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Rosita I, Marhaeni D, Mutyara K. 2011. Konseling Gizi Transtheoritical Model
Dalam Mengubah Perilaku Makan dan Aktivitas Fisik Pada Remaja
Overweight dan Obesitas. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.
Saraswati I, Dieny FF. 2012. Perbedaan Karakteristik usia, konsumsi makanan,
aktivitas fisik, tingkat sosial ekonomi dan pengetahuan gizi pada wanita
dewasa dengan kelebihan berat badan antara di desa dan kota. Semarang.
Journal of Nutrition College. 1(1):280-291.
Sartika. 2011. Faktor Resiko Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun di Indonesia. Jurnal
Makara Kesehatan. 15(1):37-43.
43
Satoto. 1993. Kie Gizi Lebih sebagai Bagian dan Kie Gizi Ganda dalam
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V. Ketahanan Pangan dan Gizi di
Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta.
Sjarif D. 2004. Anak gemuk, apakah sehat? Jakarta: Devisi anak dan penyakit
metabolik. FKUI.
Suhardjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Suryaalamsyah II. 2009. Konsumsi Fast Food dan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan dengan Kegemukan Anak Sekolah di SD Bina Insani Bogor
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suryaputra K, Nadhiroh SR. 2012. Perbedaan Pola Makan dan Aktivitas Fisik
Antara Remaja Obesitas dengan Non Obesitas. Jurnal Makara Kesehatan.
16(1):45-50.
Troiano RPRR, Briefel MD, Carroll and Bialostosky. 2000. Energi and Fat
Intakes of children and adolencent in the United States: data from the
National Health and Nutrition Examination Survey. Am J Clin Nutr.
72:1343S-1353S.
Vasquez F, Salazar G, Andrade M, Vasques L, Diaz E. 2006. Energy Balance and
Physical Activity in obese children attending day care centres. Europ J
Clin Nutr. 60:1115-1121.
Wahyu GG. 2000. Obesitas Pada Anak. Jakarta (ID): PT Mizan Publika.
Wang Y. 2006. Worldwide Trends in Childhood Overweight and Obesity.
International Journal of Pediatric Obesity. 1(1):11-25.
[FAO] Food and Nutrition Technical Report Series. 2001. Human Energy
Requirements. Rome: FAO/WHO/UNU.
Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
[WNPG] Widyakarya Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di
Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta (ID).
44
Rumus :
X Skor Minimum
Y x 100
Skor Maksimum Skor Minimum
Keterangan :
Y : Persentase skor frekuensi konsumsi tiap kelompok pangan contoh
X : Skor frekuensi konsumsi tiap kelompok pangan yang di peroleh contoh
Diketahui :
Skor minimal : 0
Skor maksimal : 50
X : 10
Skor Frekuensi konsumsi roti putih responden 01 :
10 0
Y x 100
50 0
Y = 20 %
Uji Statistik a
Uang Konsumsi Pendidikan Pendidikan
Umur Saku Karbohidrat Aktivitas ayah ibu
Mann-Whitney U 434.500 127.500 441.000 414.000 214.500 248.000
Wilcoxon W 899.500 592.500 906.000 879.000 679.500 713.000
Z -0.253 -4.872 -0.133 -0.533 -3.811 -3.205
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.799 0.000 0.894 0.594 0.000 0.001
a.Pengelompokan Variabel : Asal Sekolah
45
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Manfaat Penelitian 2
Kerangka Pemikiran 3
METODE PENELITIAN 4
Desain, Waktu dan Tempat 4
Jumlah dan Cara Penarikan contoh 4
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5
Pengolahan dan Analisis Data 7
Definisi Operasional 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Gambaran Umum Sekolah 12
Karakteristik Keluarga 13
Karakteristik Anak 16
Pola Konsumsi Pangan 19
Aktivitas Fisik 34
Hubungan Antar Variabel dengan Kadar Asam Urat 36
SIMPULAN DAN SARAN 39
Simpulan 39
Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 44
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 48
DAFTAR TABEL
1 Variabel, jenis data dan alat serta cara pengumpulan data 6
2 Jenis variabel, kategori dan sumber pengolahan data penelitian 7
3 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik 10
4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL 10
5 Sebaran orang tua berdasarkan umur 13
6 Sebaran orang tua berdasarkan pendidikan 14
7 Sebaran orang tua berdasarkan pekerjaan 14
8 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan 15
9 Sebaran orang tua berdasarkan status gizi 16
10 Sebaran anak menurut umur 17
11 Sebaran anak menurut jenis kelamin 17
12 Sebaran anak menurut besar uang saku 18
13 Sebaran anak menurut status gizi 18
14 Sebaran anak berdasarkan frekuensi makan sehari 19
15 Sebaran anak berdasarkan kebiasaan sarapan 20
16 Sebaran anak berdasarkan konsumsi pangan sumber karbohidrat 21
17 Sebaran anak berdasarkan skor frekuensi konsumsi sumber karbohidrat 21
18 Sebaran anak berdasarkan konsumsi pangan sumber protein hewani 22
19 Sebaran anak berdasarkan skor frekuensi konsumsi sumber protein
hewani 23
20 Sebaran anak berdasarkan konsumsi pangan sumber protein nabati 23
21 Sebaran anak berdasarkan skor frekuensi konsumsi sumber protein
nabati 24
22 Sebaran anak berdasarkan konsumsi sayur 25
23 Sebaran anak berdasarkan skor frekuensi konsumsi sayur 25
24 Sebaran anak berdasarkan konsumsi buah 26
25 Sebaran anak berdasarkan skor frekuensi konsumsi buah 27
26 Sebaran anak berdasarkan konsumsi susu dan olahannya 27
27 Sebaran anak berdasarkan skor frekuensi konsumsi susu dan olahannya 28
28 Rata-rata asupan serta TKE dan zat gizi anak overweight dan obes 28
29 Rata-rata asupan energi dan zat gizi serta tingkat kecukupan dan
kontribusi terhadap energi total 31
30 Sebaran anak berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi dan
protein 33
31 Sebaran anak berdasarkan klasifikasi kontribusi lemak 33
32 Sebaran anak berdasarkan klasifikasi kontribusi karbohidrat 34
33 Rata-rata PAL anak overweight dan obes 35
34 Rata-rata PAL anak 35
35 Sebaran anak berdasarkan kategori aktivitas fisik 36
36 Hubungan karakteristik keluarga dengan status gizi lebih 36
37 Hubungan pola konsumsi pangan dengan status gizi lebih 37
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas
Fisik Anak Sekolah dengan Status Gizi Lebih di Daerah Perkotaan dan
Perdesaan Bogor 4
2 Proses penarikan contoh 5
DAFTAR LAMPIRAN
1 Contoh perhitungan skor frekuensi pangan 44
2 Hasil Uji Mann-Whitney 44
3 Hasil Uji Independent Sampel Test 45
4 Hasil Uji Korelasi Pearson 47
5 Hasil Uji Korelasi Spearman 47