Corynebacterium diphtheria yang masuk ke dalam tubuh dapat
berkembang biak pada mukosa saluran nafas, untuk kemudian memproduksi eksotoksin yang disebut diphtheria toxin (dt). Toksin yang terbentuk tersebut kemudian dapat diserap oleh membran mukosa dan menimbulkan peradangan dan penghancuran epitel saluran nafas hingga terjadi nekrosis, leukosit akan menginfiltasi daerah nekrosis sehingga banyak ditemukan fibrin yang kemudian akan membentuk patchy exudate, yang masih dapat dilepaskan. Pada keadaan lanjut akan terkumpul fibrous exudate yang membentuk pseudomembran (membran palsu) dan semakin sulit untuk dilepas serta mudah berdarah. Pseudomembran merupakan lapisan selaput yang terdiri dari sel darah putih, bakteri, dan bahan lainnya. Umumnya pseudomembran terbentuk pada area tonsil, faring, laring, bahkan bisa meluas sampai trakhea dan bronkus. Membran ini tidak mudah robek dan berwarna abu-abu. Jika membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir di bawahnya akan beradarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udara atau secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga mengalami kesulitan bernapas. Membran palsu dapat menyebabkan edema pada jaringan mukosa dibawahnya, sehingga dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas dan kematian pada penderita difteri pernafasan (Fitriana, 2014).
Toksin kemudian memasuki peredaran darah dan menyebar ke
seluruh tubuh, terutama pada jantung dan jaringan saraf yang memiliki banyak reseptor dt, serta menyebabkan degenerasi dan nekrosis pada jaringan tersebut. Bila mengenai jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan payah jantung, sedangkan pada jaringan saraf akan menyebabkan polineuropati. Kematian biasanya disebabkan karena adanya kegagalan jantung dan gangguan pernafasan (Fitriana, 2014). Gambar ….. Patogenesis Difteri