Anda di halaman 1dari 13

Bilirubin ( sebelumnya disebut sebagai hematoidin ) adalah produk rincian kuning normal

hemekatabolisme. Heme ditemukan dalam hemoglobin, komponen utama dari sel darah merah .
Bilirubin diekskresikan dalam empedu dan urin , dan peningkatan kadar dapat mengindikasikan penyakit
tertentu.Hal ini bertanggung jawab untuk warna kuning memar , warna kuning air seni (melalui produk
pemecahan direduksi, urobilin ), warna coklat dari kotoran (melalui konversi kepada stercobilin ), dan
perubahan warna kuning pada penyakit kuning .

Bilirubin Secara Kimia :

Bilirubin terdiri dari sebuah rantai terbuka dari empat pirol -seperti cincin ( tetrapyrrole ). Dalam heme ,
sebaliknya, keempat cincin yang terhubung ke sebuah cincin yang lebih besar, yang disebut
porfirincincin.

Bilirubin adalah sangat mirip dengan pigmen phycobilin digunakan oleh ganggang tertentu untuk
menangkap energi cahaya, dan untuk pigmen fitokrom digunakan oleh tanaman untuk merasakan
cahaya.Semua ini mengandung rantai terbuka empat cincin pyrrolic.

Seperti ini pigmen lainnya, beberapa ganda obligasi di bilirubin isomerize ketika terkena cahaya. Ini
digunakan dalam fototerapi dari bayi kuning:. E, Z-isomer bilirubin yang terbentuk setelah terpapar
cahaya lebih larut daripada, Z unilluminated Z-isomer, sebagai kemungkinan ikatan hidrogen
intramolekul akan dihapus Hal ini memungkinkan ekskresi bilirubin tak terkonjugasi dalam empedu.

Beberapa buku teks dan artikel penelitian menunjukkan isomer geometris salah bilirubin. Para isomer
alami adalah Z, Z-isomer.

Fungsi bilirubin :

Bilirubin dibuat oleh aktivitas reduktase biliverdin pada biliverdin , pigmen empedu hijau tetrapyrrolic
yang juga merupakan produk katabolisme heme.Bilirubin, ketika teroksidasi, beralih menjadi biliverdin
sekali lagi. Siklus ini, selain demonstrasi aktivitas antioksidan ampuh bilirubin, telah menyebabkan
hipotesis bahwa peran utama fisiologis bilirubin adalah sebagai antioksidan seluler

Pemeriksaan bilirubin :

Pemeriksaan bilirubin dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam
suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium terdiri dari p-
nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang dipakai adalah asam sulfo
salisilat.

Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan
hati atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat mefenamic acid,
chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung
metabolit pyridium atau serenium.

Metabolisme bilirubin

Eritrosit secara fisiologis dapat bertahan/ berumur sekitar 120 hari, eritrosit mengalami lisis 1-2×108
setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin
yang turut lisis sekitar 6 gr per hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh
limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya.

Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh
sistem enzym yang kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzym dari keluarga besar
sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk
biliverdin, suatu tetrapirol linier.

Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan
NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang
berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan
direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai
metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan
warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini.

Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin. Pada orang dewasa dibentuk
sekitar 250–350 mg bilirubin per hari, yang dapat berasal dari pemecahan hemoglobin, proses
erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan
retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat
nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg
bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini hanya terikat longgar
hingga mudah lepas dan berdiffusi ke jaringan.

Bilirubin I (indirek) bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Pada reptil,
amfibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme ialah biliverdin dan bukan bilirubin seperti pada
mamalia. Keuntungannya adalah ternyata bilirubin merupakan suatu anti oksidan yang sangat efektif,
sedangkan biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali
dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut dalam air. Lebih
bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam membran, bersaing dengan vitamin E.

Di hati, bilirubin I (indirek) yang terikat pada albumin diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh
suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat
besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati bilirubin
berikutnya. Bilirubin nonpolar (I / indirek) akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk
larut (II / direk). Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut (II / direk) yang dapat
diekskresikan dengan mudah ke dalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam
glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzym bilirubin
glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang
terdapat terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap,
memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin
monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida
yang larut pada tahap kedua.

Eksresi bilirubin larut ke dalam saluran dan kandung empedu berlangsung dengan mekanisme transport
aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam keadaan fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan
ke kandung empedu berada dalam bentuk terkonjugasi (bilirubin II).

Masalah Klinis :

Bilirubin Total, Direk

• Peningkatan Kadar : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma,hepatitis , sirosis hati,
mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat : antibiotic
(amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat
antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam
etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin),
flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral,
tolbutamid, vitamin A, C, K.

• Penurunan Kadar : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin,
kafein dalam dosis tinggi.

Bilirubin indirek

• Peningkatan Kadar : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia
pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh
obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat biliribin total, direk)

• Penurunan Kadar : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)

Alat dan Bahan

Alat :
• Tabung

• Corong

• Kertas saring

• Pinset

• Pipet tetes

• Pipet takar

Bahan :

• FeCl3

• Trikhloracetat

• BaCl2

• Urine segar (urine sewaktu)

Metoda :

I. Percobaan Hariison

1. Prinsip :

BaCl2 bereaksi dengan sulfat dalam urine membentuk endapan BaSO4 dan bilirubin menempel pada
molekul ini. FeCl3 mengoksidasi bilirubin menjadi :

Bilivardin warna hijau

Bilicyanin warna biru

Cholatelen warna kuning

2. Pembuatan reagen

• Reagen fauchet

0.9 g FeCl3 di larutkan dalam trikhloracetat 25% sampai 100 ml.

• Larutan BaCl2 10%

3. Cara pemeriksaan
5 ml urine di masukkan dalam tabung reaksi

Tambahkan 5 ml BaCl2 10%, campur, kemudian saring dengan kertas saring.

Presipitat pada kertas saring di biarkan sampai kering.

Tambahkan 1 tetes reagen fouchet pada presipitat

4. Pengamatan hasil

Positif bila timbul warna hijau atau biru kehijauan

5. Sensitifitas

0.05 – 0.1 mg billirubin dalam urine.

II. Percobaan Hawkinson

Cara ini menggunakan kertas saring yang tebal (shlesinger atau schull nomor 470) yang direndam dalam
BaCl2 jenuh, kemudian kertas saring di keringkan. Potong kertas saring berukuran 4 x ½ inci

1. Cara periksaan

a. Pada potongan kertas saring yang mengandung BaCl2 di teteskan urine beberapa tetes.

b. Biarkan selama 3 detik sampai 2 menit.

c. Teteskan 2-3 tetes reagen fouchet.

2. Pengamatan hasil

Positif bila terbentuk warna hijau

3. Keterangan

• Pemeriksaan billirubinuria harus menggunakan urine segar, <4 jam, karena billirubin akan teroksidasi,
sehingga menghasilkan falsa negatif, terutama bila terkena cahaya.

• Percobaan howkinson lebih cepat dan sederhana dibandingkan percobaan harrison.

Hasil

Pada percobaan harrison dan hawkinson tidak ditemukan adanya bilirubin karena hasil yang didapat
tidak menunjukkan warna kehijauan
Pembahasan

Pada praktikum pemeriksaan urine atas indikasi bilirubin ini harus menggunakan urine sampel segar
yang kurang dari 4 jam, hal ini dikarenakan bilirubin akan teroksidasi jika terlalu lama dan apalagi
terpapar oleh cahaya. Sehingga akan menghasilkan nilai yang falsa negatif.

Pada percobaan Harrison ini mula-mula sampel urine coba (yang mengandung sulfat didalamnya)
diberikan dahulu BaCl2, hingga BaCl2 bereaksi dengan sulfat dalam urine hingga membentuk endapan
BaSO4. Kemudian disaring dengan kertas saring untuk memperoleh presipitat. Setelah itu presipitat di
atas kertas saring dibiarkan mengering dan bilirubin menempel pada molekul ini. Baru diberikan reagen
fauchet yang terkandung FeCl3 didalam larutannya. Hingga FeCl3 mengoksidasi bilirubin menjadi :

Bilivardin warna hijau

Bilicyanin warna biru

Cholatelen warna kuning

Pada pemeriksaan bilirubin dengan menggunakan metode Hawkinson ini kita menggunakan kertas
saring yang tebal yaitu kertas saring shlesinger atau schull nomor 470 yang telah direndam dalam BaCl2
jenuh, kemudian kertas saring di keringkan. Potong kertas saring berukuran 4 x ½ inci. Lalu pada
potongan kertas saring yang mengandung BaCl2 ini di teteskan urine beberapa tetes. Biarkan selama 3
detik sampai 2 menit. Baru diteteskan 2-3 tetes reagen fouchet. Dan didapati hasil berupa warna kuning.
Hal ini menandakan negatif bilirubin karena tidak terbentuk hasil berwarna hijau.

Untuk mengamati warna positif bilirubin kita dapat membandingkan dengan hasil punya teman yang
positif. Hal ini akan mendapatkan perbedaan warna yang signifikan.

Pemeriksaan Harrison sangatlah lama dikarenakan menunggu presipitat nya mengering barulah ditetesi
oleh reagen fauchet. Tapi tidak pada Hawkinson karena kertas saring ini sudah didapat kertas saring
yang jenuh dengan BaCl2.

Kenaikan ringan pada bilirubin dapat disebabkan oleh:

• Hemolisis atau pemecahan peningkatan sel darah merah

• Sindrom Gilbert – kelainan genetik metabolisme bilirubin yang dapat mengakibatkan penyakit kuning
yang ringan, ditemukan pada sekitar 5% dari populasi

• Rotor sindrom : non-gatal sakit kuning, dengan kenaikan bilirubin dalam serum pasien, terutama dari
jenis yang terkonjugasi.

Kenaikan bilirubin sedang dapat disebabkan oleh:

• Farmasi obat (terutama antipsikotik , beberapa hormon seks , dan berbagai obat lain)
• Sulfonamid adalah kontraindikasi pada bayi kurang dari 2 bulan (kecuali bila digunakan dengan
pirimetamin dalam mengobati toksoplasmosis ) karena mereka meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi
menyebabkan kernikterus .

• Hepatitis (tingkat mungkin sedang atau tinggi)

• Kemoterapi

• Bilier striktur (jinak atau ganas)

Sangat tinggi kadar bilirubin dapat disebabkan oleh:

• Neonatal hiperbilirubinemia , dimana hati bayi baru lahir tidak mampu untuk memproses bilirubin
menyebabkan penyakit kuning

• Obstruksi saluran empedu yang luar biasa besar, batu misalnya di saluran empedu, tumor
menghalangi saluran empedu dll

• Hati yang berat kegagalan dengan sirosis (misalnya sirosis bilier primer )

• Crigler-Najjar sindrom

• Dubin-Johnson syndrome

• Choledocholithiasis (kronis atau akut).

Kesimpulan

Pada percobaan harrison dan hawkinson tidak ditemukan adanya bilirubin karena hasil yang didapat
tidak menunjukkan warna kehijauan. Negatif bilirubin

PEMERIKSAAN URINE ATAS INDIKASI UROBILIN

(PERCOBAAN SCHLESINGER)

Tujuan

Untuk menentukan adanya urobilin dalam urine

Prinsip

Urobilin dengan reagen schlesinger membentuk suatu kompleks dengan memberikan flouresensi hijau.
Tinjauan Pustaka

Definisi urobilin :

Urobilin adalah pigmen alami dalam urin yang menghasilkan warna kuning. Ketika urin kental, urobilin
dapat membuat tampilan warna oranye-kemerahan yang intensitasnya bervariasi dengan derajat
oksidasi, dan kadang-kadang menyebabkan kencing terlihat merah atau berdarah.

Banyak tes urin (urinalisis) yang memantau jumlah urobilin dalam urin karena merupakan zat penting
dalam metabolisme/ produksi urin. Tingkat urobilin dapat memberikan wawasan tentang efektivitas
fungsi saluran kemih.

Urobilinogen adalah larut dalam air dan transparan produk yang merupakan produk dengan
pengurangan bilirubin dilakukan oleh interstinal bakteri . Hal ini dibentuk oleh pemecahan hemoglobin.
Sementara setengah dari Urobilinogen beredar kembali ke hati, setengah lainnya diekskresikan melalui
feses sebagai urobilin. Ketika pernah ada kerusakan hati, kelebihan itu akan dibuang keluar melalui
ginjal. Ini siklus ini dikenal sebagai Urobilinogen enterohepatik siklus . Ada dapat berbagai faktor yang
dapat menghambat ini siklus . Salah satu alasan menjadi gangguan lebih dari hemoglobin (hemolisis)
karena malfungsi hati berbagai seperti hepatitis, sirosis. Ketika ini terjadi, Urobilinogen lebih diproduksi
dan diekskresikan dalam urin. Pada saat seseorang menderita penyakit kuning, itu didiagnosa oleh
warna kulit yang sedikit kuning dan warna kuning dari urin.Namun bila ada obstruksi pada saluran
empedu, hal itu akan menyebabkan penurunan jumlah Urobilinogen dan ada lebih sedikit urobilin dalam
urin. Lebih rendah jumlah urobilin Sof dapat disebabkan oleh hilangnya flora bakteri usus yang berperan
dalam sintesa produk HTI.

Untuk mendeteksi jenis kerusakan di hati, tes Urobilinogen dilakukan dengan mengukur kadar
uribilinogendalam urin. Reaksi Aldehid Ehrlich adalah tes umum yang digunakan untuk menguji tingkat
Urobilinogen.Sebuah benzaldehida dengan keberadaan asam berubah warna jika Urobilinogen hadir
untuk warna merah merah muda. Diubah atau tidak adanya lengkap tingkat Urobilinogen biasanya
menunjukkan disfungsi hati. Dan peningkatan tingkat petunjuk Urobilinogen urin ke warna merah darah
Hemolisis sel. Tujuan utama dari tes ini adalah untuk membantu mengetahui penghalang hati tambahan
seperti penyumbatan saluran empedu umum dan juga untuk memungkinkan hati serta gangguan
hematologi.

Tingkat Urobilinogen dalam urin

• Dalam urin: kisaran Urobilinogen normal adalah kurang dari 17 umol / L (<1mg/dl). Kisaran
Urobilinogenukur adalah 0 – 8 mg / dl. Nilai Urobilinogen abnormal dapat menampilkan meningkat serta
nilai-nilai rendah.

• Peningkatan nilai adalah indikasi dari kerusakan RBC secara berlebihan, membebani hati, produksi
Urobilinogen berlebih, hati yang berfungsi dalam batasan, hematoma, keracunan, sirosis hati, fungsi
hati.
• Nilai-nilai rendah adalah indikasi penyumbatan di bileducts dan kegagalan empedu produksi.

Pembentukan urobilin :

Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh enzym bakteri β
glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida direduksi oleh bakteri usus menjadi
urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak berwarna.

Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan dibawa ke ginjal kemudian
dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada
pada feces akan dioksidasi oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan.

Pemeriksaan Urobilinogen :

Pemeriksaan urobilinogen dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan normal kadar
urobilinogen berkisar antara 0,1 – 1,0 Ehrlich unit per dl urin.

Peningkatan ekskresi urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu atau
proses hemolisa yang berlebihan di dalam tubuh. Dalam keadaan normal tidak terdapat darah dalam
urin, adanya darah dalam urin mungkin disebabkan oleh perdarahan saluran kemih atau pada wanita
yang sedang haid. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya 150-450 ug hemoglobin per liter urin.
Tes ini lebih peka terhadap hemoglobin daripada eritrosit yang utuh sehingga perlu dilakukan pula
pemeriksaan mikroskopik urin. Hasil negatif palsu bila urin mengandung vitamin C lebih dari 10 mg/dl.
Hasil positif palsu didapatkan bila urin mengandung oksidator seperti hipochlorid atau peroksidase dari
bakteri yang berasal dari infeksi saluran kemih atau akibat pertumbuhan kuman yang terkontaminasi.

Dalam keadaan normal urin bersifat steril. Adanya bakteriura dapat ditentukan dengan tes nitrit. Dalam
keadaan normal tidak terdapat nitrit dalam urin. Tes akan berhasil positif bila terdapat lebih dari 105
mikroorganisme per ml urin. Perlu diperhatikan bahwa urin yang diperiksa hendaklah urin yang telah
berada dalam buli-buli minimal 4 jam, sehingga telah terjadi perubahan nitrat menjadi nitrit oleh
bakteri. Urin yang terkumpul dalam buli-buli kurang dari 4 jam akan memberikan basil positif pada 40%
kasus.

Hasil positif akan mencapai 80% kasus bila urin terkumpul dalam buli-buli lebih dari 4 jam. Hasil yang
negatif belum dapat menyingkirkan adanya bakteriurea, karena basil negatif mungkin disebabkan infeksi
saluran kemih oleh kuman yang tidak mengandung reduktase, sehingga kuman tidak dapat merubah
nitrat menjadi nitrit. Bila urin yang akan diperiksa berada dalam buli-buli kurang dari 4 jam atau tidak
terdapat nitrat dalam urin, basil tes akan negatif.

Kepekaan tes ini berkurang dengan peningkatan berat jenis urin. Hasil negatif palsu terjadi bila urin
mengandung vitamin C melebihi 25 mg/dl dan konsentrasi ion nitrat dalam urin kurang dari 0,03 mg/dl.
Alat dan Bahan

Alat-alat :

Pipet takar 5 ml/gelas ukur 10 ml.

Pipet tetes

Kertas saring

Corong

Tabung reaksi

Rak tabung

Bahan:

Zn (CH3COO)2

Alkohol 96%

I2

KI

Aquades

Urine segar (urine sewaktu)

Metoda

I. Pembuatan reagen

a. Reagen schlesinger

10 g Zn (CH3COO)2 disespensikan dalam 100 ml alkohol 96%

b. Larutan lugol

0.5 g I2 dan 1 g KI dilarutkan dalam air, setelah larut ditambahkan air sampai 150 ml.

II. Cara pemeriksaan


a. 5 ml urine ditambah 2 tetes larutan lugol

b. Tambahkan 7.5 ml reagen schlesinger, kemudian di kocok.

c. Saring sampai didapat filtrat yang jernih

d. Filtrat diperiksa/dilihat dengan latar belakang hitam

III. Pengamatan hasil

Positif bila didapat flourescensi hijau pada filtrat

Hasil

Hasil filtrat urine + lugol + schlesinger bening kuning ( negatif urobilin ).

Perbandingan filtrat negatif dengan filtrat positif.

Pembahasan

Pada percobaan pemeriksaan urine atas indikasi urobilin ini, dimana sampel urine segar dimasukkan
didalam tabung reaksi kemudian ditambahkan larutan lugol baru ditambah reagen schlesinger kemudian
diaduk / dikocok homogen. Lalu disaring dengan kertas saring, jika hasil saringan keruh maka disaring
kembali hingga didapatkan filtrat yang jernih.

Kemudian setelah didapat filtrat yang jernih, lihatlah flouresensi filtrat dengan background yang gelap (
hitam ). Hasil positif jika terdapat flouresensi yang kehijauan, dan negatif jika tidak ada flouresensi hijau
( hasil praktikum negatif ). Dalam keadaan normal, selalu terdapat flourescensi hijau yang amat ringan.
Bila hasil ragu-ragu harus dibandingkan dengan percobaan schlesinger pada urine normal.

Daalam praktikum ini jika sampel urine yang akan diuji urobilinnya ini memiliki bilirubin dalam urine
akan mengganggu pemeriksaan karena menyebabkan flourescensi merah muda. Oleh karena itu bila ada
bilirubin maka harus dikeluarkan dengan CaCl2 dan Na2CO3.

Filtrat yang diperoleh dan percobaan untuk billirubin menurut harrison tidak dapat dipakai untuk
pemeriksaan urobilin. Menurut schlesinger karena urobilin akan diabsorbsi oleh endapan yang terjadi
karena BaCl2 (dari reagen faucehet) oleh karena itu dalam reagen faucehet BaCL2 diganti dengan CaCl2
sehingga pemeriksaan billirubin menurut harrison dan pemeriksaan urobillin menurut schlesinger dapat
dirangkap: filtrat untuk pemeriksaan schlesinger dan endapan untuk pemeriksaan bilirubin.

Riboflavin (vitamin B2) yang terdapat dalam tablet atau injeksi B kompleks akan mempengaruhi
fluoresensi hijau, tetapi fluoresensi telah tampak pada urine sebelum diberi reagen schlesinger.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium

1. Reaksi positif palsu

• Pengaruh obat : fenazopiridin (Pyridium), sulfonamide, fenotiazin, asetazolamid (Diamox), kaskara,


metenamin mandelat (Mandelamine), prokain, natrium bikarbonat, pemakaian pengawet formaldehid.

• Makanan kaya karbohidrat dapat meninggikan kadar urobilinogen, oleh karena itu pemeriksaan
urobilinogen dianjurkan dilakukan 4 jam setelah makan.

• Urine yang bersifat basa kuat dapat meningkatkan kadar urobilinogen; urine yang dibiarkan setengah
jam atau lebih lama akan menjadi basa.

2. Reaksi negatif palsu

• Pemberian antibiotika oral atau obat lain (ammonium klorida, vitamin C) yang mempengaruhi flora
usus yang menyebabkan urobilinogen tidak atau kurang terbentuk dalam usus, sehingga ekskresi dalam
urine juga berkurang.

• Paparan sinar matahari langsung dapat mengoksidasi urobilinogen menjadi urobilin.

• Urine yang bersifat asam kuat.

Kesimpulan

Tidak ditemukannya urobilin dalam sampel urine, hal ini ditunjukkan dengan hasil berwarna kuning
bening. Dan dibandingkan dengan kelompok sebelah yang memberikan flouresensi hijau

DAFTAR PUSTAKA

Baron, D.N, 1990, Patologi Klinik, Ed IV, Terj. Andrianto P dan Gunakan J, Penerbit EGC, Jakarta.

Depkes, 1991, Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium Puskesmas,Jakarta,Depkes


Guyton, A.C, 1983, Buku Teks Fisiologi Kedokteran, edisi V, bagian 2, terjemahan Adji Dharma et
al.,E.G.C., Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai