Anda di halaman 1dari 25

BEDAH MULUT: BAGIAN 1.

PENDAHULUAN DAN MANAJEMEN


PASIEN DENGAN GANGGUAN MEDIS

Journal Reading

Disusun oleh :

Sintia Saputra

160112170048

Pembimbing :

drg. Farah Asnely, Sp.BM

Oleh:

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2019
BEDAH MULUT: BAGIAN 1. PENDAHULUAN DAN MANAJEMEN
PASIEN DENGAN GANGGUAN MEDIS

Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran pemikiran tentang


kondisi medis yang lebih relevan dengan bedah mulut untuk praktisi perawatan
primer, memberikan detail yang diperlukan untuk membantu tim klinis gigi
primer dalam merawat pasien dengan keluhan oral yang mungkin terlihat oleh
dokter gigi umum. Keterbatasan ruang menghalangi penyertaan diskusi dan
ilustrasi kondisi medis yang tidak umum atau lebih kompleks. Kiat klinis untuk
perencanaan, pelaksanaan, dan perawatan pasca-bedah dibahas, dan tinjauan
singkat tentang perawatan pra-operasi, peri- dan pasca-operasi disediakan untuk
meminimalkan risiko.

PENDAHULUAN
Bedah mulut merupakan layanan yang disediakan dalam pelayanan kesehatan
umum dengan sekitar 3 juta kasus eksodonsia yang dilaporkan dalam Pelayanan
Gigi Umum di Inggris setiap tahunnya. Studi-studi yang membandingkan
keefektifan dan efisiensi bedah gigi molar tiga telah menunjukkan bahwa hasil
perawatan dapat dibandingkan antara rumah sakit dan tempat praktik. Gambaran
dari Pelayanan Gigi Umum menunjukkan pola bedah dentoalveolar di praktik
umum yang berubah sedangkan jumlah kasus eksodonsia rutin meningkat dalam
prosedur bedah. Terdapat keuntungan yang jelas dengan adanya bedah mulut
dalam pelayanan primer meliputi kenyamanan untuk pasien, perawatan khusus,
dan harga yang efektif untuk pembayar pajak. Maka, praktisi dental memiliki
peran yang esensial dalam menyediakan pelayanan bedah mulut untuk pasiennya
bersamaan dengan spesialis dalam pelayanan primer.
Sejak adanya abolisi Dental Practice Board tahun 2000, angka yang
mengindikasikan jumlah gigi bungsu yang diekstraksi, gigi yang diekstraksi
secara bedah dan apikoektomi selama 10 tahun terakhir sulit untuk dibangun
sejalan dengan renumerasi prosedur yang bersifat non-spesifik dalam kontrak
dental. Jumlah ekstraksi gigi bungsu dalam pelayanan sekunder telah berkurang
secara signifikan sejak adanya panduan dari Royal College of Surgeons England
(RCS) di tahun 1997 dan National Institute of Clinical Excellence di tahun 2000;
meski begitu, usia pasien yang menjalankan perawatan meningkat, sehingga
meningkatkan kompleksitas bedah dan risiko yang berkaitan.
Tingkat keahlian dan kepercayaan diri praktisi yang tinggi untuk menyediakan
pelayanan ruitn dan spesialis dalam pelayanan primer harus mencerminkan
perubahan terkini yang ada dalam obat. Meski begitu, penelitian telah
menunjukkan bahwa praktisi dental menjadi lebih enggan untuk menjalani
tindakan bedah yang kompleks dalam pelayanan primer, sehingga menyebabkan
peningkatan rujukan ke pelayanan sekunder yang signifikan. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Kurangnya paparan Pendidikan bedah mulut saat masih dalam Pendidikan
2. Kurangnya pelatihan prosedur
3. Kurangnya ketersediaan pelatihan spesialis
Tantangan utama dalam ketersediaan bedah mulut primer adalah kurangnya
spesialis dan upah yang rendah untuk prosedur kompleks dan berisiko tinggi.

CAKUPAN BEDAH MULUT DALAM PELAYANAN GIGI UMUM


Bedah mulut berkaitan dengan banyak disiplin ilmu lain, meliputi Ortodonsia
dan Konservasi Gigi, dan berperan penting untuk seluruh perawatan pasien.
Kajian Bedah Mulut terkini oleh Medical Education England menyoroti
kebutuhan pengembangan peltihan dan spesialisasi baik dalam pelayanan primer
maupun sekunder. Cakupan ketersediaan perawatan bedah di GDS makin luas.
Terdapat peningkatan dalam jumlah praktik spesialis dengan diploma
keanggotaan dalam kedokteran gigi bedah. Keanggotaan dalam Bedah Mulut
diciptakan oleh Royal Surgical College, berperan sebagai uji kompetensi setelah 3
tahun program pelatihan. Program pelatihan Bedah Mulut diciptakan di seluruh
daerah di Inggris yang akan menjadi refleksi penilaian kebutuhan dalam
ketenagakerjaan.
Program-program tersebut masih dalam pengembangan sejalan dengan
pelatihan khusus bedah lainnya dengan penilaian pelatihan berbasis kompetensi
kerja menggunakan Intercollegiate Surgical Curriculum Programme (ISCP).
Pengembangan pemeriksaan Intercollegiate Fellowship in Oral Surgery (IFSE),
menyediakan CCST (Certificate of Completion of Surgical Training) dalam Bedah
Mulut, yang mengarah ke kelayakan untuk pasca kunjungan dengan konsultan.
Regulasi General Dental Council mengajukan bahwa lulusan baru hanya
boleh melakukan tindakan eksodonsia sederhana dan prosedur transveolar saja.
Dasar mengenai bedah dentoalveolar merupakan senjata yang berguna dalam hal
armamentarium praktisi umum. Sebagai tambahan, teori dan teknik praktik terkini
tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan diri praktisi namun juga akan
menghasilkan kenyamanan praktik. Rangkaian ini dimaksudkan untuk
menyediakan panduan berbasis bukti bagi mahasiswa dan praktisi baik di rumah
sakit atau tempat praktik dalam kaitannya dengan perencanaan dan eksekusi
bedah mulut. Konten, mencakup kisaran penuh praktik bedah dalam pelayanan
gigi primer saat ini, termasuk teknik rutin dasar dan ortodontik bedah, lesi
jaringan lunak, dan trauma gigi. Namun, implantologi yang merupakan subjek
terpisah dari BDJ Clinical Guide tidak tercakup.

RENCANA PERAWATAN UNTUK BEDAH MULUT DI PRAKTIK


UMUM
Tanggung jawab dasar klinisi adalah untuk pasien secara keseluruhan.
Pendekatan holistik harus selalu diaplikasikan saat konsultasi pasien. Pasien akan
sering mengeluhkan masalah gigi ke dokternya selama penilaian dan hal ini
merupakan tanggung jawab dokter gigi untuk menyediakan anjuran kesehatan
umum dan panduan yang lebih spesifik. Perawatan yang sukses, baik dalam hal
hasil bedah dan capaian finansial, bergantung pada rencana perawatan (Gambar
1). Landasan rencana perawatan adalah:
1. Pemilihan kasus dan komunikasi
2. Pelatihan tim yang tepat
3. Persiapan bedah
4. Teknik operatif
5. Rehabilitasi yang tepat
Studi telah menunjukkan bahwa keahlian operatif akan membantu praktik,
namun pemilihan kasus yang buruk dan rencana perawatan yang buruk akan
menyebabkan komplikasi yang lebih jauh.
Pemilihan Pasien dan Kasus
Penilaian klinis harus selalu dilakukan dengan tujuan untuk menilai status
pasien dan kebutuhan bedahnya (tidak mencakup penyebab gejala). Penilaian
awal harus mencakup:
1. Keluhan pasien
2. Usia pasien
3. Riwayat dental
4. Riwayat sosial
5. Riwayat medis keseluruhan
6. Pemeriksaan klinis ekstraoral
7. Pemeriksaan klinis intraoral

Pasien
•Mengerti perawatan yang
diusulkan, perawatan alternatif
dan resiko terkait
•setuju untuk dilakukan
perawatan

Rencana Perawatan Lingkungan


•Pemeriksaan sesuai
•tim yang terlatih
•Anestesi yang sesuai
•fasilitas bermutu
•Fasilitas bedah yang
•kontrol infeksi silang
sesuai

Gambar 1. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan rencana


perawatan dan pelaksana perawatan yang tepat
Temuan positif dari pemeriksaan ini yang mengindikasikan perawatan gigi
atau struktur yang berkaitan dapat membutuhkan pemeriksaan yang lebih rinci.
Hal ini harus menentukan apakah pencabutan atau bedah gigi diindikasikan
dan/atau disarankan dan harus mencakup penilaian radiologis. Pasien harus
memiliki adaptasi yang baik, pembukaan mulut dan refleks muntah yang normal;
berbagai defisiensi faktor ini akan menyulitkan ekstraksi gigi rutin. Keputusan
dasar yang dibuat akan berkaitan dengan pengaturan tepat untuk perawatan, mode
anestesi dan apakah pasien harus dirawat inap atau rawat jalan. Garis besar faktor
yang terlibat dalam bedah bernilai dan berhubungan dengan pasien dan
lingkungan praktik memiliki relasi dengan rencana perawatan.
RIWAYAT DENTAL
Riwayat dental pasien terdahulu harus dipertimbangkan sebelum melakukan
prosedur bedah apapun. Penting sekali untuk memperhatikan berbagai komplikasi
intra atau post-operatif seperti ekstraksi dengan penyulit, hemoragi atau kesulitan
anestesi yang pernah terjadi sebelumnya. Selain itu, penting bagi pasien untuk
memiliki ekspektasi yang realistis mengenai durasi, perluasan dan kompliaksi
yang berhubungan dengan prosesur bedah tertentu. Penjelasan yang tidak cukup
mengenai komplikasi dan hasil bedah menjadi penyebab yang sering dalam kasus
hokum prosedur dentolaveolar, bahkan setelah masalah yang rutin terjadi.
RIWAYAT SOSIAL
Kondisi sosial pasien merupakan hal yang penting dan seringkali diabaikan
dalam riwayat rencana perawatan pasien. Meski bedah mulu seringkali dianggap
sebagai prosedur minor, perlu diperhatikan bahwa pasien sering mengalami nyeri
post-operatif dan gangguan dalam kegiatan rutin. Pasien yang memiliki imobilitas
dan tinggal sendirian sering mengalami kesulitan praktis dalam menerima
perawatan post-operatif dan perawatan untuk berbagai komplikasi yang mungkin
muncul. Jumlah pasien tersebut yang terlihat dalam praktik seringkali meningkat
sejalan dengan peningkatan populasi. Faktor-faktor sosial merupakan hal penting
dan harus diingat bahwa pasien dalam kelompok sosioekonomi yang tidak
memiliki dukungan komunitas, mungkin perlu dirawat inap. Jika pasien tidak
dapat menyediakan pendamping – isu umum yang meningkat pada pasien yang
tinggal sendiri – atau jika pasien harus berjalan jauh untuk mendapat perawatan,
hal ini dapat memberi efek signifikan terhadap perawatan.
RIWAYAT MEDIS
Pertimbangan penyakit sistemik sama pentingnya dalam praktik bedah mulut
dan bentuk bedah yang lain. Tidak boleh ada prosedur yang dilakukan hingga
didapatkan riwayat medis yang komprehensif. Hal-hal penting dalam riwayat
medis:
1. Menyelesaikan awal perawatan
2. Didokumentasikan dengan baik
3. Diperbarui secara rutin
Selain terdapat banyak teks mengenai kondisi medis yang berkatian dengan
kedokteran gigi dan bedah mulut minor, observasi klinis pasien dengan
pertanyaan terperinci mengenai kondisi medis spesifik juga dapat membantu.
Studi sebelumnya menentukan 7 keluhan medis tersering yang menjadi alasan
rujukan pasien ke rumah sakit untuk kedokteran gigi bedah. Tabel 1 menunjukkan
rangkaian topik kontroversial yang berkaitan dengan pasien dengan kompleksitas
medis yang menjalani bedah mulut. Jika pasien mendsekripsikan kondisi
medisnya, bebrapa pertanyaan seperti: “Siapakah yang merawat Anda?”, “Dimana
dan seberapa sering Anda berkunjung?” akan menentukan frekuensi dan tingkat
perawatan yang disediakan dan seringkali akan mengklarisifkasi kompleksitas dan
keparahan penyakit. Adanya fakta bahwa pasien tidak dirawat di rumah sakit
spesialis tidak menggaransi bahwa pasien tidak memiliki penyakit yang parah.
Umumnya, pasien yang sering menjalani perawatan rawat jalan oleh konsultan
seringkali lebih memiliki penyakit yang parah. Dalam mendokumentasikan
berbagai riwayat medis, vital sekali untuk mengidentifikasikan praktisi medis
yang merawat pasien. Pasien harus diinformasikan mengenai rencana perawatan,
terutama jika terdapat modifikasi obat yang diresepkan (terapi antikoagulan
sebelum bedah).
Untuk menentukan apakah pasien memerlukan bedah dan dirawat inap atau
tidak, skala penilaiaan risiko disarankan untuk digunakan (Tabel 2) berdasarkan
penilaian risiko anestesi oleh American Society of Anaesthesiologists. Dalam skala
yang diajukan, terdapat 4 kelompok pasien yang relevan. Direkomendasikan
bahwa pasien dalam kelompok 1 atau 2 dapat dirawat jalan secara rutin. Pasien
dalam kelompok tiga dapat dirawat dalam tempat praktik dalam kebijakan
operator individu, dengan tindakan pencegahan yang telah dilakukan. Pasien
dalam kelompok 4, harus selalu dirawat inap di rumah sakit.

Tabel 1. Manajemen pasien dengan gangguan medis and kontroversi saat ini
Kondisi kesehatan Rekomendasi
Masalah kardiovaskular:
Hipertensi Hipertensi
 Perdarahan Sampai 160/100 mmHg
 Infark Miokardial  Perawatan seperti biasa
>160/100 mmHg
 Hemostatic agent post op
 Sedasi IV lebih dianjurkan
Angina Angina
 Angina attack  Pastikan spray gliseri trinitrat dan
 Resiko infark miokardial oksigen tersedia
Infark miokardial baru-baru ini Infark Miokardial
Setelah 3bulan
 Tidak ada perawatan elektif
Sampai 6 bulan
 Tidak menggunakan anestesi
umum, resiko MI berulang
meningkat
Cacat jantung / penggantian katup /  Tidak diperlukan antibiotik
endokarditis sebelumnya /kardiomiopati  Menjaga kebersihan mulut yang baik
hipertrofik:  Peringatkan endokarditis infektif
Tidak diperlukan penggunaan antibiotik  Peringatkan pasien tentang gejala
untuk perawatan gigi endokarditis infektif - malaise
progresif,
demam, pucat, kelelahan, lesi Janeway
pada telapak tangan dan telapak kaki,
perdarahan sempalan,
Osler ‘s Nodes pada jari kelingking
Penyakit hati: Pre-op
• Masalah pendarahan • bekerjasama dengan dokter
• Metabolisme obat yang terganggu • Profil hati, pemeriksaan koagulasi, FBC
• Risiko infeksi silang Hep B, C, D, E • waspada terhadap pemberian anestesi
• Mungkin immunocompromised lokal dan sedasi
• periksa resep obat BNF lampiran 2
tentang penyakit hati
Post-op
• Agen hemostatik dalam soket
•imunisasi Hep B, hati-hati dengan
tindakan infeksi silang pasien Hep C
Penyakit ginjal: Pre-op
• Kecenderungan berdarah • Bekerjasama dengan dokter
• Resep obat • Profil ginjal, FBC
• Pasien dialisis • Pasien yang telah dilakukan dialisis akan
• Mungkin immunocompromised dirawat sehari setelah dialisis
• Mungkin memerlukan penggunaan
antibiotik
Post- Op
• Tindakan hemostatik
Diabetes: Pre-op
• Keadaan darurat hipoglikemik • Mengukur kadar glukosa darah
• Penyembuhan tertunda dan <5,0 mmol - berikan glukosa secara oral
immunocompromised • Janji pagi
• HbA1c lebih dahulu pemasangan implan • Pasien aman diobati jika gula darah antara
5-15 mmol / L
Postop
• Antibiotik jika prosedur pembedahan
tidak terkontrol atau sulit
Epilepsi: • Periksa frekuensi dan presentasi kejang
• Peningkatan stres dapat menyebabkan • Sedasi IV direkomendasikan karena efek
kejang antikonvulsan
Gangguan hemostasis: Haemophilia A, B, Von Willebrand
• Meningkatnya risiko pendarahan pasca • Berhubungan dengan dokter hematologi /
operasi pusat hemofilia
• Level faktor VIII antara 50-75%
diperlukan sebelum perawatan
• DDAVP, asam traneksamat mungkin
diperlukan
• Perawatan di rumah sakit mungkin
memerlukan manajemen rawat inap
• Hindari blok gigi bawah jika
memungkinkan
Trombositopenia
Pre-op
• Berhubungan dengan dokter hematologi
• Tingkat trombosit> 50 × 109 / L setuju
untuk dirawat, disarankan untuk dirawat di
rumah sakit
• <50 × 109 / L akan membutuhkan
transfusi trombosit
Postop
• Tindakan hemostatik lokal
• Trombosit mungkin diperlukan
• DDAVP, asam traneksamat
• Tidak perlu NSAID
Terapi antikoagulan: Pre-op
• Peningkatan risiko perdarahan bagi pasien • INR <4 setuju untuk perawatan, jika> 4
yang menggunakan warfarin, heparin, merujuk kembali ke klinik hematologi
aspirin, clopidogrel, dipyridamole, untuk penyesuaian
glikoprotein IIb / IIIa inhibitor, • Penggunaan terapi antiplatelet ganda di
antikoagulan oral baru dabigatran, rumah sakit
apixaban dan rivaroxaban (jangan Posting Op
menambah INR) • Tindakan hemostatik lokal
• Jangan menghentikan terapi antikoagulan; • Tidak Perlu NSAID
peningkatan risiko kejadian tromboemboli
kecuali disarankan oleh dokter pasien
• Efek warfarin berubah bila digunakan
bersamaan dengan antibiotik dan NSAID
HIV: Pre-op
• Viral load • Viral Load <50 viral RNA copies / mm
• Jumlah CD4 > 200 sel/mm darah yang darah, infektivitas rendah untuk perawatan
sesuai untuk perawatan • Jumlah CD4> 200 sel yang sesuai untuk
• Waspadai manifestasi oral yang umum: perawatan
serviks • Hitung darah lengkap, profil hati,
limfadenopati, kandidosis, hairy pemeriksaan koagulasi
eukoplakia, virus herpes, virus papilloma, • Antibiotik jika neutropenia berisiko
aphthous ulser, Kaposi sarkoma, dan menyebabkan infeksi
limfoma. Mungkin memerlukan biopsi Postop
• Neutropenia • Antibiotik mungkin diperlukan jika
• Kecenderungan perdarahan karena risiko neutropenia
trombositopenia • PEP (profilaksis pasca pajanan) mungkin
• Risiko infeksi silang rendah tetapi PEP diperlukan hingga 4 minggu jika pajanan
(profilaksis pascapajanan) mungkin terjadi
diperlukan hingga 4 minggu jika paparan
terjadi
• Sedasi IV: aktivitas benzodiazepine dapat
ditingkatkan dengan HAART
Keganasan: Pre-op
• Penyebaran keganasan dari organ-organ • FBC
lain dapat bermanifestasi di kepala dan • Trombosit <50 × 109 / L, mungkin
daerah leher memerlukan transfusi trombosit
• keganasan hematologis menyebabkan • Jika neutropenik parah, mungkin
trombositopenia (penurunan trombosit), memerlukan profilaksis antibiotik, hubungi
neutropenia(penurunan neutrofil) dan ahli onkologi
anemia, yang menyebabkan peningkatan Postop
risiko perdarahan • Tindakan hemostatik
dan infeksi • Terapi antibiotik
• Pasien dengan metastasis tulang dari • Obat kumur asam traneksamat (5%)
karsinoma atau multiple myeloma mungkin (meskipun tidak berbasis bukti mungkin
sedang menggunakan obat anti-resorptif berguna sebagai
seperti oral atau IV bifosfonat atau adjunctive hemostatik)
inhibitor RANKL
Kemoterapi: Pre-op
• Risiko perdarahan karena • Trombosit
trombositopenia <50 × 109 / L, diperlukan transfusi
• Risiko infeksi akibat neutropenia dan trombosit
imunosupresi • Neutrofil <1,0 × 109 / L, menghubungi
• Anemia ahli onkologi untuk penggunaan antibiotik
• Pasien mungkin menggunakan steroid profilaksis
dosis tinggi • diperlukan steroid, hidrokortison 25 mg
• yang disebutkan di atas tersebut terjadi IV jika diberikan steroid dosis tinggi
biasanya mulai dari awal terapi sampai 4
minggu
setelah terapi berhenti
Radioterapi: • Ekstraksi sebaiknya dilakukan hingga 3
• Risiko osteoradionekrosis minggu sebelum dimulainya pengobatan,
• Trismus akibat endarteritis dapat terjadi 10 hari dianggap sebagai periode
3-6 bulan setelah terapi selesai minimum.
• Pentoxifylline dengan vitamin E dapat • Dilakukan di lingkungan rumah sakit
bermanfaat secara klinis jika ORN Pre-op
terjadi • Informed consent tentang risiko
• Pasien beresiko osteoradionekrosis osteoradionekrosis
ketika: • Antibiotik profilaksis dan klorheksidin
- Dosis radiasi total melebihi 60 Gy glukonat 0,2%
- Dosis fraksi besar dengan jumlah fraksi Peri-op
yang tinggi. • Ekstraksi atrumatis dapat menggunakan
- Ada trauma lokal akibat pencabutan gigi; luxator dan periotom
penyakit periodontal atau prostesis yang Postop
tidak pas. • Antibiotik post op harus diresepkan
- Pasien kekurangan imun atau kekurangan sampai penyembuhan terjadi, dapat
gizi meresepkan metronidazole
• 0,2% klorheksidin glukonat, qds sampai
penyembuhan terjadi
• Terapi oksigen hiperbarik mungkin
disarankan sebelum atau setelah perawatan
• Hindari memakai gigi palsu sampai
penyembuhan terjadi
• Follow up

Bifosfonat: • Sebelum memulai terapi anti-resorptif,


• Risiko ARONJ (anti-resorptive agent pasien harus dilakukan pemeriksaan gigi
induced osteonecrosis of the jaw) secara menyeluruh
• Agen anti-resorptif termasuk oral dan Jika diperlukan ekstraksi
intravena bifosfonat dan inhibitor RANKL • Dapatkan persetujuan dari pasien
• Semakin banyak pasien yang diresepkan • Ekstraksi atraumatik
bifosfonat intravena (setiap tahun) dan • Libur obat dan tes CTX masih
inhibitor RANKL (setiap 6-bulan) untuk kontroversial
mengobati osteoporosis • Beberapa merekomendasikan antibiotik
• Pertimbangan faktor-faktor risiko: profilaksis
- Risiko rendah: <3 tahun bisphosphonate Postop
oral, tanpa komorbiditas yang lain • Antibiotik harus diresepkan: amoksisilin
- Risiko sedang: > 3 tahun atau atau metronidazol
bisphosphonate oral dan / atau penggunaan selama 7 hari
bersamaan dengan steroid dan / atau • 0,2% chlorhexidine gluconate, qds sampai
imunosupresan, agen intravena yang penyembuhan terjadi
diresepkan untuk tahunan atau infus setiap Pengobatan ARONJ
6 bulan • Strategi pengobatan tergantung pada
- Risiko tinggi: agen intravena yang stadium penyakit:
diresepkan sebelumnya atau baru-baru ini - Tahap 0 dan 1: analgesik, obat kumur
untuk penyakit metastasis chlorhexidine, antibiotik yang diresepkan
- Jenis agen: agen intravena lebih kuat untuk episode infeksi akut
daripada oral tetapi pengembangan ARONJ - Tahap 2: sequestrectomy bersama dengan
tergantung pada lamanya waktu dan dosis pengobatan tahap 0 dan 1
obat yang diresepkan - Tahap 3: reseksi rahang bersama dengan
- Faktor gigi: penyakit periodontal, gigi perawatan tahap 0 dan 1
palsu yang tidak pas • Jika diperlukan perawatan tahap 2 atau 3,
- Operasi dentoalveolar selalu pertimbangkan keganasan sebagai
- Anatomi lokal: torus rahang atas atau bagian dari differential diagnosis
rahang bawah
- Faktor sistemik: diabetes, steroid,
kemoterapi,
imunosupresan, merokok
- Faktor genetic
Steroid: > 15 mg Prednisolon atau setara,
• Risiko krisis Addisonian dibutuhkan steroid.
• Dapat menyebabkan penyembuhan yang Untuk prosedur bedah dengan sedasi
tertunda anestesi local atau IV.
Pre-op
• 25 mg hidrokortison IV pre-op atau dosis
ganda pada hari operasi
Anestesi umum
Pre-op
• hidrokortison IV 25-50 mg
Postop
• 25-50 mg IM setiap 6 jam selama 24 jam
• Dapat mempertimbangkan antibiotik
pasca operasi
Sedasi: • Lansia: berikan sedasi perlahan
•kontraindikasi: • Penyakit sel sabit: berikan oksigen 30
- Alergi terhadap benzodiazepin menit sebelum dan sesudah operasi
- Kehamilan
- COPD berat (Chronic Obtructive
pulmonary dieseas/penyakit paru obstruktif
kronik)
•sedasi dengan hati-hati bila terdapat:
- Usia Ektstem
- Penyakit sickle sel
- Penyakit hati dan ginjal
- Myasthenia gravis
- Penyakit kejiwaan

Tabel 2. Kategorisasi kesehatan American Society of Anaesthesiologists


1 Pasien sehat yang membutuhkan pembedahan sederhana yang diharapkan dapat membuat
pemulihan lebih baik

2 Pasien dengan kondisi medis yang dapat mempersulit perawatan tetapi tidak mempengaruhi
hasil perawatan (misalnya hepatitis, riwayat endokarditis, steroid, epilepsi, cacat mental)
3 Pasien dengan kondisi medis, atau operasi sebelumnya, yang dapat membahayakan perawatan
(pembedahan rumit, diabetes yang tidak terkontrol, koagulopati, imunosupresi)

4 Pasien dengan komplikasi operasi yang parah yang ditandai dengan adanya komplikasi lokal
atau sistemik(kelainan pembekuan bawaan, penyakit lokal atau sistemik yang tidak terkontrol)
dan / atau memerlukan terapi medis khusus kontemporer (imunosupresi berat, hemophilia)

5/6 Tidak relevan dengan bedah mulut

KONDISI SPESIFIK YANG DAPAT MENGUBAH HASIL BEDAH


SECARA SIGNIFIKAN
Merokok
Pasien yang merokok membutuhkan akses pelayanan lokal untuk membantu
mereka berhenti merokok. Dokter gigi yang sadar akan kebiasaan merokok
pasiennya memiliki kewajiban untuk menginformasikan pilihan yang tersedia
untuk pasien. Dokter gigi dapat membantu pasien untuk berhenti merokok dengan
mengetahui tanda oral penggunaan tobako, menginformasikan pasien dan
menanyakan pasien apakah berniat untuk berhenti merokok. Dokter juga dapat
merujuk pasien yang ingin berhenti merokok ke layanan penghentiaan kebiasaan
merokok. Tidak seluruh perokok siap untuk berehenti; beberapa dapat memiliki
pertimbangan untuk tidak berhenti. Dengan menanyakan dan memberi anjuran,
anggota tim gigi dapat memotivasi pasien untuk mempertimbangkan tindakan
berikutnya. Dalam hal ini, model “four As” terdiri dari:
1. Menanyakan mengenai kebiasaan merokok dan keinginan untuk berhenti
2. Menginformasikan manfaat berhenti merokok
3. Membantu pasien untuk berhenti melalui akses ke dukungan yang tepat
4. Mengatur dukungan follow up
Obesitas
Obesitas dianggap epidemic di dunia barat dengan perkiraan 31% populasi
dewasa yang diklasifikasikan obes. WHO mengklasifikasikan obesitas sebagai
penyakit kronis. Individu yang terkena memiliki risiko tinggi hipertensi, penyakit
jantung, diabetes, dan penyakit lain. Terdapat juga implikasi penting di
kedokteran gigi bahwa obesitas dapat menjadi faktor komplikasi yang potensial.
Peran dokter gigi dalam menyediakan anjuran pola makan dengan tujuan
mengurangi karies gigi juga berguna dalam mereduksi obesitas. Bukti adanya
kaitan obesitas dan penyakit yang berhubungan dan pola makan oksidatif yang
tinggi (buah, sayuran, kacang-kacangan dan kurang dari 2 unit alkohol)
meningkat. Perkembangannya berkaitan dengan periodontitis dan inflamasi fokal
lainnya sebagai indikator tekanan oksidatif dan gangguan sistemik lain yang
berkaitan mencakup penyakit jantung iskemik, diabetes, stroke dan obesitas.
Sehingga, di masa depan, dokter gigi diharapkan dapat mengidentifikasikan
pasien obesitas yang berisiko memiliki penyakit jantung iskemik, stroke atau
diabetes dan memiliki peran dalam pencegahan penyakit.
Penyakit Kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler umum dialami oleh populasi barat dan setiap praktisi
gigi akan menghadapi pasien dengan penyakit jantung dalam beberapa tahap. Tipe
yang paling umum adalah penyakit jantung iskemik, hipertensi, gagal jantung,
disritmia jantung, dan penyakit katup jantung. Iskemia otot jantung terjadi ketika
suplai oksigen tidak memenuhi kebutuhan miokardial. Hal ini biasanya
disebabkan oleh penyakit arteri koroner dimana plak atheromatosa di arteri
koroner mengobstruksi aliran darah ke miokardium. Iskemia miokardial
bertanggungjawab dalam terjadinya angina stabil (nyeri dada yang pulih dengan
istirahat) dan spektrum sindrom koroner yang akut dari angina yang tak stabil dan
infark miokardial. Menyarankan pasien yang menderita angina untuk
menggunakan spray gliseril nitratnya dapat berguna sebelum dilakukan perawatan
gigi. Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak dapat memelihara output jantung
yang cukup agar memenui kebutuhan tubuh meskipun tekanan vena normal.
Penyebab paling umum adalah penyakit jantung iskemik, hipertensi dan penyakit
pulmonaris obstruktif kronis (COPD). Perawatan bedah mulut harus direncanakan
untuk meminimalisir risiko kejadian akut pada jantung. Pasien harus dirawat di
pagi menjelang siang atau awal sore ketika tingkat katekolamin endogen yang
bersirkulasi rendah dan kunjungan perawatan harus dalam waktu singkat.
Pengukuran harus dilakukan untuk meminimalisir kecemasan dan perawatan
harus tidak menimbulkan nyeri dengan analgesik lokal yang baik. Perawatan di
bawah sedasi intravena dapat menguntungkan namun harus dilakukan di rumah
sakit. Sedasi intravena harus digunakan dengan perhatian tinggi dan dapat menjadi
kontraindikasi pada pasien dengan korpulmonal (gagal jantung kanan akibat
penyakit paru-paru) akibat efek supresan respirasi. Pasien dengan tekanan darah
yang meningkat tinggi (>160/100 mmHg) harus dirujuk ke praktisi medis untuk
investigasi dan kontrol tekanan darahnya sebelum bedah elektif. Penggunaan
sedasi intravena dengan midazolam disarankan pada hipertensi dimana tekanan
darah menjadi rendah selama prosedur bedah mulut. Tekanan darah harus dicatat
selama perawatan pasien dengan hipertensi tak terkontrol dan saat perawatan
dihentikan (atau pasien dirujuk ke GMP-nya) jika peningkatan signifikan terjadi.
Agen anestesi lokal mengandung epinefrin tidak kontraindikasi namun dosisnya
harus dibatasi hingga 2 atau 3 cartridge dan syringe aspirasi digunakan. Pasien
yang mengonsumsi beta blocker dapat mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik dengan anestesi lokal yang mengandung epinefrin. Penggunaan NSAID
paling dihindari pada pasien yang mengonsumsi inhibitor angiotensin-converting
enzyme (ACE) seperti Ramipril dimana obat tersebut dapat menyebabkan
kerusakan fungsi ginjal. Pasien gagal jantung seringkali tidak dapat bernapas saat
berbaring lurus (ortopnea) akibat redistribusi darah gravitasional ke sirkulasi
pulmonal dan harus diposisikan dalam kondisi supine di dental chair. Banyak obat
antihipertensi dapat menyebabkan hiptensi postural, yang menyebabkan
kehilangan kesadaran jika posisi tubuh berubah cepat dari berbaring ke posisi
duduk. Gejala kardiak akut mencakup nyeri dada, dyspnea, palpitasi, dan sinkop
yang menyebabkan cardiac arrest; seluruhnya membutuhkan manajemen darurat
dan intervensi medis jika terjadi di lingkungan kedokteran gigi. Antibiotik
profilaksis untuk katup jantung prostetik atau berpenyakit dan defek jantung
kongenital tidak boleh digunakan lagi. Risiko hasil buruk setelah pemberian
antibiotik profilaksis melebihi kecenderungan endokarditis infektif yang dicegah.
Penyakit Respiratori
Asma, penyakit pulmonaris obstruktif kronis (COPD) dan infeksi traktus
respiratoris sering ditemukan di praktik gigi. Asma merupakan kondisi inflamasi
kronis saluran napas. Penyakit ini dicirikan oleh limitasi aliran udara yang
reversible, respon berlebih jakur napas terhadap stimuli dan inflamasi bronkial.
COPD dicirikan oleh limitasi aliran udara reversible yang progresif dan
berhubungan dengan inflamasi paru yang persisten. COPD disebabkan oleh
kebiasaan merokok dan istilah ini meliputi bronchitis kronis dan emfisema.
Prosedur bedah mulut elektif dapat ditunda pada pasien dengan eksaserbasi akut
pada penyakit respiratoris. Pasien dengan asma harus diminta untuk membawa
inhaler pribadi saat kunjungan perawatan gigi dan menggunakannya sebelum
perawatan. Aspirin dan NSAID dapat menginduksi serangan asma dan harus
dihindari pada individu sensitif. Sedasi intravena dapat berguna pada pasien
dengan asma yang tereksaserbasi oleh kecemasan namun harus dilakukan dengan
perhatian khusus di lingkungan rumah sakit. Anestesi umum dan sedasi intravena
tidak boleh dilakukan pada pasien dengan COPD. Penggunaan kortikosteroid
melebihi 15 mg per hari (prednisolone) atau yang sejenis dapat memerlukan
pengganti streoir untuk mencegah kolaps hipotensif selama perawatan.
Penggunaan aspirin dan NSAID dihindari pada pasien yang mengonsumsi
kortikosteroid dalam waktu lama akibat peningkatan risiko ulserasi peptik.
Antagonis leukotriene-receptor (Montelukast) yang digunakan di perawatan asma
dapat mengganggu fungsi hati dan meningkatkan kecenderungan perdarahan.
Tingkat teofilin dapat diperkuat oleh obat-obatan seperti epinefrin dan eritromisin
dan mempresipitasi disritmia jantung. Pasien dengan COPD paling baik dirawat
pada posisi tegap untuk menghindari sesak napas.
Gangguan Hemostasis
Gangguan hemostasis paling umum adalah terapi antikoagulan, penyakit
hepatic dan ginjal. Gangguan perdarahan kongenital dan kegagalan sumsum
tulang jarang terjadi namun merupakan penyebab penting perdarahan berlebihan.
Warfarin paling baik diresepkan pada pasien dengan fibrilasi atrial untuk
mencegah stroke, atau pada pasien yang memiliki riwayat thrombosis vena dalam
rekuren (DVT) atau embolisme pulomaris (PE). Pasien yang mengonsumsi
warfarin harus dalam kondisi International Normalised Ratio (INR) yang telah
diperiksa di hari bedah akan dilakukan. Kisaran terapi INR biasanya 2-3 untuk
DVT dan hingga 3.5 untuk katup jantung prostetik. INR kurang dari 4 diterima
untuk ekstraksi rutin (hingga 3 gigi) atau satu prosedur bedah. Jika INR melebihi
4, perawatan harus ditunda dan klinik antikoagulasi pasien dikontak mengingat
tidak ada indikasi terapi untuk pasien dengan INR lebih dari 4. Penyesuaian dosis
warfarin harus hanya dibuat oleh dokter, karena thrombosis yang mengancam
nyawa dapat terjadi dari penghentian perawatan antikoagulan. Penggunaan rutin
ukuran lokal untuk kontol hemostasis setelah prosedur bedah disarankan di
seluruh pasien yang mengonsumsi warfarin. Hal ini mencakup penjahitan dan
packing sokter ekstraksi dengan resorbable hemostatic agent seperti SurgicelR.
Efek antikoagulan warfarin dapat diperkuat dengan NSAID dan berbahai
antibakteri seperti amoksisilin, eritromisin, dan metronidazole. Obat-obatan ini
harus dihindari pada pasien yang mengonsumsi warfarin. Antikoagulan oral baru
meliputi dabigatran, inhibitor thrombin langsung dan rivaroksaban, sebuah
inhibitor faktor Xa. Obat-obatan ini tidak memerlukan monitoring koagulasi rutin
menggunakan INR. Banyak perawatan gigi, seperti ekstraksi jumlah kecil gigi,
dapat dibandingkan untuk merawat pasien yang mengonsumsi warfarin dengan
INR kurang dan sama dengan 4, bergantung pada ukuran lokal untuk mencapai
hemostasis. NSAID harus tetap dihindari akibat aktivitas antiplateletnya dan
parasetamol merupakan pilihan analgesik. Aspirin mengganggu agregasi platelet
dan digunakan sebagai profilaksis dalam kondisi kardiak dan stroke pada pasien
dengan penyakit kardiovaskuler. Obat-obatan antiplatelet lain yang digunakan
dalam pencegahan kondisi vaskuler oklusif meliputi klopidogrel, dipiridamol dan
glikoprotein inhibitor IIb/IIIa seperti abciximab. Heparin diadministrasikan secara
subkutan atau intravena pada kondisi trombotik akut seperti DVT dan PE. Obat-
obatan antiplatelet jarang menyebabkan perdarahan problematik setelah prosedur
bedah minor dan tidak harus dihentikan secara preoperatif. Penggunaan ukuran
lokal untuk membantu hemostasis disarankan. Penyakit liver parenkimal dan
jaundice obstruktif dapat menyebabkan kecenderungan perdarahan. Pemeriksaan
hematologis preoperatif diindikasikan untuk memeriksa hitung darah lengkap
(FBC), INR dan waktu tromboplastik parsial (APTT). Konsultasi dokter harus
dilakukan sebelum perawatan bedah jika abnormalitas signifikan terdeteksi.
Dalam kondisi adanya kecenderungan perdarahan berat, administrasi vitamin K1
parenteral dapat diindikasikan selama beberapa hari secara preopratif atau
transfuse plasma beku segar dapat diperlukan. Sejumlah kondisi medis dapat
menyebabkan trombositopenia (jumlah platelet rendah). Hal ini meliputi penyakit
liver kronis, gagal ginjal dan sumsum tulang, HIV, purpura trombositopenik
idiopatik (ITP), leukemia dan eritematosa lupus sistemik (SLE). Hitung darah
lengkap harus dilakukan untuk memeriksa tingkat platelet sebelum bedah. Tingkat
platelet >50 X 109/L dianggap adekuat pada pasien yang menjalani bedah
dentoalveolar meskipun ukuran lokal untuk mengontrol hemostasis harus
digunakan secara rutin. Jika platelet di bawah tingkat normal, pasien harus dirujuk
ke ahli hematologi dan transfuse platelet preoperatif biasanya dibutuhkan.
Gangguan perdarahan kongenital seperti hemophilia A, B dan C, penyakit Von
Willebrand dan defisiensi faktor pembekuan darah individu selalu memerlukan
hasil konsultasi ahli hematologi dan paling baik dirawat di rumah sakit. Seluruh
pasien dengan gangguan hemostasis harus dirawat di pagi hari pada awal minggu.
Ekstraksi beberapa gigi memerlukan perawatan di setiap kunjungan. Pembedahan
harus atraumatic, menghindari hambatan inferior dental (ID) dan mencapai flap
yang memungkinkan. Ukuran lokal untuk hemostasis harus digunakan secara
rutin. Anemia merupakan kondisi hemoglobin (Hb) di bawah normal untuk usia
dan jenis kelamin individu. Tingkat Hb <11.5 g/dl pada wanita dewasa dan <13.0
g/dl pada laki-laki dewasa dianggap sebagai kriteria anemia. Anemia bukanlah
penyakit namun merupakan ciri beberapa tipe penyakit. Di negara maju, penyebab
utamanya adalah kekurangan zat besi akibat kehilangan darah kronis, biasanya
berupa kehilangan darah kronis berlebihan saat menstruasi. Bedah elektif di
bawah anaestesi umum pada pasien dengan HB <10 g/dl harus ditunda hingga
kondisi anemia telah dihilangkan. Sedasi sadar harus digunakan dengan perhatian
dan iksigen tambahan diadministrasikan untuk mencegah hipoksia. Harus
diperhatikan bahwa 70% wanita yang menstruasi memiliki zat besi yang kurang;
meski begitu, jika pasien laki-laki lebih tua datang dengan tanda anemia,
kehilangan darah akibat kanker usus harus dieksklusikan. Anemia sel sabit
merupakan abnormalitas genetic rantai globin yang disebabkan oleh eritrosit
dengan bentuk abnormal yang dapat menjadi infark pembuluh darah kecil.
Pemeriksaan sel sabit harus dilakukan untuk seluruh orang Afrika dan Afro-
Karibia sebelum anestesi umum. Sedasi intravena dengan benzodiazepine harus
dihindari pada pasien dengan penyakit sel sabit. Meski begitu, sedasi ini dipilih
daripada anestesi umum karena risikonya yang rendah dan lebih murah dan jika
diperlukan harus dilakukan di rumah sakit dengan oksigenasi pre dan postoperatif.
Aspirin harus dihindadi karena dapat menyebabkan asidosis dan mempresipitasi
krisis. Antibiotik profilaktik dapat dipertimbangkan untuk prosedur bedah dan
infeksi harus dirawat secara menyeluruh. Pasien yang merupakan pembawa secara
genetik tidak begitu memerlukan tindakan pencegahan khusus selain pemeriksaan
umum untuk anemia koinsidental.
Penyakit Liver
Penyebab paling umum penyakit liver parenkim adalah sirosis yang diinduksi
alkohol dan virus hepatitis. Penyebab lain yang kurang umum termasuk hepatitis
autoimun atau yang diinduksi obat dan sirosis bilier primer. Kadang-kadang,
penyakit hepatoseluler mungkin merupakan hasil dari hiperbilirabinemia
kongenital atau obstruksi bilier ekstrahepatik (misalnya dengan batu empedu).
Signifikansi utama bagi dokter gigi mengenai penyakit hati adalah gangguan
sintesis faktor pembekuan, mengakibatkan kecenderungan perdarahan dan
metabolisme obat yang terganggu. Eritromisin dan tetrasiklin bersifat
hepatotoksik dan harus dihindari. Klindamisin, metronidazol, dan parasetamol
dapat digunakan dalam dosis rendah dan penisilin aman pada dosis normal.
Aspirin dan NSAID harus dihindari karena risiko perdarahan pada pasien dengan
hipertensi portal dan varisesofal. Pasien dengan penyakit hati kronis mungkin
lebih rentan terhadap infeksi dan infeksi apa pun harus ditangai secara
menyeluruh. Metabolisme benzodiazepin terganggu dan sedasi intravena harus
dilakukan dengan hati-hati oleh spesialis. Hepatitis virus menimbulkan risiko
infeksi dan tindakan pengendalian infeksi silang yang ketat sangat penting untuk
mencegah penularan penyakit.
Penyakit Ginjal
Relevansi terbesar bagi dokter gigi adalah penyakit ginjal kronis (CKD) yang
juga dikenal sebagai gagal ginjal kronis. Penyebab umum CKD meliputi diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit renovaskular, pielonefritis, dan penyakit ginjal
polikistik. Efek dari CKD termasuk kecenderungan pendarahan karena
trombositopenia, peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan peningkatan
aktivitas obat yang diekskresikan oleh ginjal. Investigasi preoperatif ahli
hematologi harus mencakup hitung darah lengkap untuk memeriksa kadar
trombosit dan jumlah sel putih, urea dan elektrolit serta perkiraan laju filtrasi glo-
bulular (GFR) untuk menilai tingkat kerusakan ginjal. Perawatan harus diambil
untuk memastikan hemostasis yang adekuat dan antibakteri profilaksis dapat
diindikasikan untuk prosedur bedah. Amoksisilin, eritromisin, metronidazol,
parasetamol, dan kodein relatif aman dan penyesuaian dosis hanya diperlukan
pada gagal ginjal berat. Aspirin dan NSAID bersifat nefrotoksik dan harus
dihindari. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir membutuhkan hemodialisis
atau transplantasi ginjal. Perawatan untuk pasien dengan dialisis harus dilakukan
pada hari berikutnya setelah dialisis ketika efek menguntungkannya maksimal dan
efek heparin telah hilang. Sedasi intravena dengan midazolam dapat digunakan
tetapi kanulasi vena lengan bawah dan shunt arteriovenosa yang digunakan untuk
dialisis harus dihindari. Pasien yang telah menerima transplantasi ginjal akan
menggunakan terapi imunosupresan dan biasanya memerlukan antibakteri
profilaksis untuk prosedur bedah mulut dan penatalaksanaan harus direncanakan
setelah berkonsultasi dengan ahli ginjal. Pasien yang menggunakan kortikosteroid
dosis tinggi jangka panjang membutuhkan perlindungan steroid.
Diabetes
Diabetes mellitus mengacu pada gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia kronis akibat defisiensi insulin, resistensi insulin atau keduanya.
Kondisi ini biasanya primer tetapi juga sekunder akibat pankreatitis kronis,
sindrom Cushing atau induksi obat oleh thiazide diuretik atau kortikosteroid. Pada
diabetes tipe I (insulin-dependent) terdapat kondisi kekurangan insulin dan terapi
insulin selalu diperlukan. Pada diabetes tipe II (tidak bergantung insulin) terdapat
defisiensi insulin dan resistensi perifer terhadap aksinya. Terapi insulin masih
dapat diindikasikan jika kontrol glikemik tidak cukup dicapai dengan diet dan
hipoglikemik oral. Pasien diabetes harus melakukan kunjungan lebih awal di pagi
hari untuk memastikan pengobatan tidak mengganggu waktu makan atau regimen
insulin. Kadar glukosa darah harus diperiksa menggunakan strip tes glukosa darah
('BM stix') sebelum operasi. Pengobatan dapat dilakukan dengan aman jika
glukosa darah berada pada kisaran 5.0-15.0 mmol / L. Glukosa oral harus
diberikan sebelum operasi kepada pasien dengan kadar glukosa <5,0 mmol / L
dan bedah elektif pada penderita diabetes yang tidak terkontrol harus ditunda
sampai kontrol glikemik ditingkatkan. Pasien diabetes telah meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi dan pengobatan infeksi aktif yang aktif sangat penting
walaupun antibakteri profilaksis setelah prosedur bedah minor tidak diindikasikan.
Semua dokter gigi harus terbiasa dengan tanda-tanda dan gejala serangan
hipoglikemik, yang harus dikelola sebagai keadaan darurat medis jika terjadi
dalam klinik gigi. Pasien obesitas dengan diabetes mellitus dan penyakit jantung
iskemik cenderung menderita sindrom metabolik.
Epilepsi
Prosedur bedah pada pasien epilepsi yang tidak terkontrol paling baik
dilakukan di rumah sakit. Pengobatan dengan sedasi intravena dengan midazolam
dianjurkan karena efek antikonvulsan benzodiazepin. Kejang epilepsi dan status
21pilepticus dapat terjadi pada klinik gigi dan membutuhkan manajemen darurat,
perlindungan jalan napas menjadi perhatian utama.
Imunodefisiensi dan HIV
Kondisi ini biasanya akibat infeksi HIV, penyakit sumsum tulang seperti
leukemia dan anemia aplastik dan terapi imunosupresan. Obat imunosupresif
digunakan untuk mencegah penolakan organ pada penerima transplantasi,
mengobati gangguan autoimun, penyakit jaringan ikat dan beberapa neoplasma,
terutama keganasan hematologis. Pasien HIV-positif dengan jumlah CD4
(glikoprotein yang diekspresikan pada permukaan sel penolong T, monosit,
makrofag) di bawah 200 dan semua pasien dengan kondisi imunosupresi harus
menghitung jumlah darah lengkap sebelum pengobatan. Jika ada leukopenia atau
neutropenia yang signifikan, antibakteri profilaksis diindikasikan untuk prosedur
bedah. Infeksi orofasial harus diobati dengan antimikroba. Trombositopenia
sering terjadi pada orang yang mengalami imunosupresi yang menyebabkan
kecenderungan perdarahan dan mereka yang menggunakan kortikosteroid jangka
panjang membutuhkan penutup steroid untuk prosedur bedah.
Penyakit Ganas
Baik radioterapi maupun kemoterapi dibahas pada Tabel 1.
Obat-obatan
Lihat Tabel 1 untuk informasi tentang sedasi, kemoterapi dan bifosfonat.
Alergi
Semakin banyak pasien melaporkan alergi terhadap agen yang biasa
digunakan dalam kedokteran gigi. Alergi yang paling umum yang relevan untuk
pasien gigi adalah alergi lateks. Sekitar 1% populasi memiliki alergi lateks. Siapa
pun yang sering berkontak dengan produk yang mengandung lateks berisiko
terkena alergi lateks. Populasi dengan risiko tertinggi adalah profesional medis
dan gigi, pekerja di perusahaan lateks dan pasien dengan spina bifida. Orang-
orang lain yang berisiko meliputi pasien:
 Dengan riwayat asma atau lainnya alergi, terutama pisang, alpukat, buah-
buahan tropis, atau kacang.
 Dengan riwayat berbagai intra-operasi abdomen atau genito-urinarius
 Pasien yang sering membutuhkan kateterisasi urin intermiten
Alergi kedua yang paling umum adalah pada penisilin dengan 2-3% populasi
yang terkena. Sekitar 400 orang meninggal di AS setiap tahun karena alergi
penisilin
Alergi terhadap agen anestesi lokal (LA) sangat jarang dan sebelumnya telah
dikaitkan dengan cartridge anestesi lokal yang diproduksi menggunakan elemen
lateks. Hal ini tidak lagi menjadi masalah karena sebagian besar pabrikan anestesi
lokal gigi menggunakan botol cartridge bebas lateks. Pasien yang kolaps selama
pemberian anestesi lokal kemungkinan besar disebabkan oleh serangan vasovagal
(pingsan).
Penyakit Creutzfeldt – Jakob (CJD)
CJD adalah entitas yang jarang tetapi signifikan karena penyakit prion. Prion
dianggap sebagai bentuk terkecil dari partikel infeksius dan tidak dihancurkan
oleh teknik sterilisasi konvensional. Jika pasien diketahui berisiko tinggi
mengalami infeksi dengan bentuk CJD apa pun, instrumen yang digunakan pada
pasien sudah menjadi subjek tindakan pencegahan khusus terhadap infeksi
selanjutnya dan jika perlu dihancurkan. Pasien dengan risiko CJD termasuk pasien
dengan anggota keluarga dekat dengan diagnosis CJD dan pasien yang
sebelumnya telah menjalani transplantasi dural atau kornea dan terapi faktor
pertumbuhan manusia. Prosedur gigi tunggal pada pasien infektif diperkirakan
sekitar 1.000.000.000 kali lebih kecil untuk mentransmisikan varian CJD daripada
operasi tonsilektomi. Akan jauh lebih kecil kemungkinannya untuk melakukannya
prosedur yang melibatkan sistem saraf pusat atau bagian belakang mata.
PEMERIKSAAN
Setiap upaya harus dilakukan pada saat bedah untuk meminimalkan atau
menghindari komplikasi dan efek samping dari prosedur bedah. Dengan demikian,
pengetahuan riwayat medis dan sosial pasien sangat penting. Pemeriksaan
sebelum bedah dapat meliputi tes darah untuk indikasi di atas, radiografi,
pemindaian, model studi dan kadang-kadang kerjasama dengan spesialis lain
untuk memaksimalkan manfaat pengobatan.
Penilaian Radiologis
Tujuan dari evaluasi radiologis yang hati-hati adalah untuk melengkapi
pemeriksaan klinis dengan memberikan informasi tambahan tentang gigi yang
akan diekstraksi, gigi terkait dan fitur anatomi, dan tulang di sekitarnya. Hal ini
diperlukan untuk membuat keputusan yang baik tentang prosedur bedah yang
diusulkan, lokasi yang paling tepat untuk melakukan ini, dan untuk menekankan
aspek manajemen yang mungkin memerlukan diskusi khusus dengan pasien.
Sebelum usia 13 tahun, pemeriksaan radiografi biasanya tidak diindikasikan
karena penilaian gigi molar ketiga dan film yang diambil dari usia 20 tahun paling
bermanfaat dalam menilai kemungkinan erupsi. Ketika lebih dari sepertiga molar
membutuhkan penilaian, pemeriksaan radiografi pilihan adalah radiografi
panoramik karena dosis radiasi radiografi panoramik lebih rendah daripada dari
empat tampilan periapikal dan hasil diagnostik lebih tinggi. Dosis dari radiografi
panoramik dapat dibatasi lebih lanjut dengan menggunakan batasan ukuran bidang
untuk mencegah pemaparan area yang tidak diperlukan dalam bidang pandang.
Radiografi lateral periapikal atau miring dapat diambil sebagai alternatif. Semua
radiografi harus memiliki standar yang dapat diterima secara diagnostik dan
dioptimalkan untuk dosis radiasi sesuai dengan regulasi IR(ME)R (2000).
Efektivitas CT scan memberikan reformasi koronal dan sagital dalam membangun
hubungan tiga dimensi wilayah orofasial dan telah menjadi modalitas populer
yang meningkat. CBCT memungkinkan lokalisasi saluran alveolar inferior (IAN)
sehubungan dengan molar ketiga mandibula (M3M) dan saluran gigi inferior
(IDC). Deteksi jalur intra-radikuler; penentuan jarak antara gigi dan saluran IAN,
dan angulasi akar dapat diidentifikasi dengan jelas menggunakan radiografi
tambahan ini setelah tomograf panoramik gigi (DPT) telah menunjukkan bahwa
M3M berdekatan, melintasi atau ditumpangkan pada IDC, sehingga
meminimalkan cedera IAN dalam pencabutan gigi berisiko tinggi. Jika IAN
terperangkap dalam substansi gigi, koronektomi atau monitoring dapat
diindikasikan. Mengetahui posisi IDC relatif terhadap molar ketiga dapat
mengurangi frekuensi atau tingkat keparahan cedera IAN. CBCT juga berguna
untuk patologi kompleks atau gigi non-molar ektopik yang parah; Namun,
peningkatan dosis radiasi CBCT harus dipertimbangkan ketika dalam
pengambilan gambar-gambar ini. DPT memiliki dosis dalam kisaran 16-30 μSvs
dibandingkan dengan CT medis konvensional sebesar 300-600 μSvs. Dosis CT
scan berkisar 60-180 μSvs. Secara keseluruhan, penilaian klinis dan radiografi
gabungan untuk bedah mulut adalah untuk membantu dokter untuk membuat
diagnosis yang mungkin sesuai dengan indikasi untuk ekstraski gigi yang
mengarah ke perencanaan bedah. Radiografi seharusnya tidak hanya menunjukkan
bidang yang difokuskan tetapi juga dapat diinterpretasikan dan diidentifikasi
dengan jelas (bertanggal dan dinamai). Radiografi intra-oral cukup untuk sebagian
besar jenis bedah, namun DPT (terlepas dari keterbatasan mereka untuk
visualisasi patologi mahkota, gigi anterior dan karies berulang) semakin disukai
dalam praktik bedah karena memberikan hasil yang berguna rahang untuk
pemeriksaan perubahan patologis. Radiografi tidak hanya menunjukkan faktor
intrinsik yang dapat membuat ekstraksi atau prosedur lain menjadi sulit (misalnya
angulasi, morfologi akar, karies, dan ankilosis) tetapi juga hubungan bidang bedah
dengan struktur anatomi vital, seperti sinus maksilaris atau bundel neurovaskular
alveolar inferior. Spesialis bedah harus merencanakan perawatan pada waktu dan
tempat yang terpadu, dilengkapi dengan baik dengan fasilitas memungkinkan
untuk menangani setiap komplikasi. Efisiensi dan efektivitas adalah ciri khas dari
spesialis bedah yang baik dan hal ini dapat ditingkatkan dengan waktu dan
pengalaman.

Anda mungkin juga menyukai