Anda di halaman 1dari 27

\LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR RSIA HARAPAN MULIA


NOMOR : 07.02/PER/DIR/RSIA-HM/VIII/2019
TENTANG
PANDUAN PASIEN DENGAN ALAT BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi semakin lama semakin pesat dan menyentuh hampir
semua bidang kehidupan manusia. Pada akhirnya setiap individu harus
mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan teknologi,
agar dapat beradaptasi terhadap perkembangan tersebut. Hal ini juga berlaku
untuk profesi keperawatan, khususnya area keperawatan kritis di ruang
perawatan intensif (intensif care unit/ICU).

Di ruang perawatan kritis, pasien yang dirawat disana adalah pasien-pasien


yang memerlukan mesin-mesin yang dapat menyokong kelangsungan hidup
mereka, diantaranya mesin ventilator, monitoring, infus pump, syringe pump,
dll. Dengan adanya keadaan tersebut maka tenaga kesehatan terutama perawat
yang ada di ruang perawatan kritis, seharusnya menguasai dan mampu
menggunakan teknologi yang sesuai dengan mesin-mesin tersebut, karena
perawat yang akan selalu ada di sisi pasien selama 24 jam.

Pemanfaatan teknologi di area perawatan kritis terjadi dengan dua proses yaitu
transfer dan transform teknologi dari teknologi medis menjadi teknologi
keperawatan. Transfer teknologi adalah pengalihan teknologi yang mengacu
pada tugas, peran atau penggunaan peralatan yang sebelumnya dilakukan oleh
satu kelompok profesional kepada kelompok yang lain. Sedangkan transform
(perubahan) teknologi mengacu pada penggunaan teknologi medis menjadi
bagian dari teknologi keperawatan untuk meningkatkan asuhan keperawatan
yang diberikan dan hasil yang akan dicapai oleh pasien. Ventilasi mekanik
yang lebih dikenal dengat ventilator merupakan teknologi medis yang
ditransfer oleh dokter kepada perawat dan kemudian ditransform oleh
keperawatan sehingga menjadi bagian dari keperawatan.

Perawat pemula yang pengetahuan dan pengalaman teknologinya masih


kurang akan menganggap ventilator sebagai beban kerja tambahan, karena
mereka hanya bisa melakukan monitoring dan merekam hasil observasi
pasien. Sedangkan pada perawat yang sudah berpengalaman akan
memanfaatkan dan menggunakan ventilator sebagai bagian dari keperawatan
untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada pasien di ruang
kritis dan akan berdampak positif terhadap profesi keperawatan.

Penguasaan terhadap teknologi akan menjadi modal bagi perawat untuk


mengontrol pekerjaannya (Alasad, 2002). Hal tersebut tentu saja akan
menghemat tenaga, dan membuat pekerjaan menjadi lebih mudah untuk
dikerjakan serta diatur. Misalnya perawat yang memiliki pengetahuan dan
ketrampilan mengenai mesin ventilasi mekanik, hal tersebut akan membantu
perawat menghemat tenaganya dalam mengawasi pernafasan pasien, karena
tugasnya mengawasi secara langsung keadaan pasien sudah dilakukan oleh
mesin ventilasi. Bahkan apabila ada keterbatasan tenaga perawat, maka 1
orang perawat dapat mengawasi dua atau lebih pasien yang juga sama-sama
menggunakan mesin ventilasi mekanik. Jelaslah bahwa penguasaan teknologi
menjadi suatu kebutuhan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien.

B. TUJUAN
1. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
2. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat
3. Pemberian MV yang akurat
4. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
5. Mengurangi kerja pernafasan
C. DEFINISI
1. Gagal Napas adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
ketidakmampuan paru untuk mensuplai oksigen secukupnya ke seluruh
tubuh atau mengeluarkan karbondioksida dari aliran darah
2. Ventilasi adalah keluar masuknya udara dari dan ke paru
3. Ventilasi mekanik adalah suatu alat yang mampu membantu atau
mengambil alih semua pertukaran gas paru untuk mempertahankan hidup

BAB II
RUANG LINGKUP

A. INDIKASI PENGGUNAAN VENTILASI MEKANIK


Tindakan intubasi dan memulai ventilasi mekanik merupakan hal yang rumit
untuk diputuskan. Sebelum melakukan hal tersebut, ada beberapa aturan yang
harus dipahami dengan baik, antara lain:
1. Indikasi intubasi dan ventilasi mekanik harus dipertimbangkan dengan
baik. Ada kecenderungan untuk menunda intubasi dan ventilasi mekanik
sebisa mungkin dengan harapan hal tersebut tidak perlu dilakukan.
Namun, intubasi yang terencana lebih kurang bahayanya dibandingkan
intubasi emergensi, di samping itu penundaan intubasi dapat menyebabkan
bahaya bagi pasien yang sebenarnya dapat dihindari. Bila kondisi pasien
dinilai cukup parah dan membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik
dengan segera, maka jangan menunda untuk melakukan tindakan tersebut.
2. Intubasi bukan merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang
tidak kompeten untuk melakukannya. Para perawat cenderung meminta
maaf karena mereka telah melakukan intubasi pada saat mereka bertugas
jaga malam, seolah-olah tindakan tersebut merupakan hal yang tidak
mampu mereka lakukan. Justru sebaliknya, intubasi harus dilakukan
dengan pendirian yang kuat dan tak seorang pun yang disalahkan karena
melakukan tindakan penguasaan jalan napas pada pasien yang tidak stabil.
3. Tindakan untuk memulai ventilasi mekanik bukan merupakan suatu
“gerbang kematian”. Anggapan bahwa sekali kita menggunakan ventilator
maka selamanya akan tergantung pada ventilator merupakan hal yang tidak
benar, yang seharusnya tidak sampai mempengaruhi keputusan kita untuk
memulai ventilasi mekanik. Penggunaan ventilator tidak menyebabkan
seseorang mengalami ketergantungan, kecuali pada pasien dengan
penyakit kardiopulmonal berat dan gangguan neuromuscular.

B. PENGATURAN VENTILASI MEKANIK (SETTING)


Parameter yang harus ditetapkan sangat bervariasi tergantung pada mode
ventilasi yang digunakan. Beberapa parameter tersebut antara lain:
1. Laju pernapasan (respiratory rate)
Rentang laju pernapasan yang digunakan pada ventilator mandatory cukup
luas. Hal ini tergantung pada nilai sasaran ventilasi semenit (minute
ventilation) yang berbeda-beda pada tiap individu maupun kondisi klinis
tertentu. Secara umum, rentang laju pernapasan berkisar antara 4 sampai
20 kali tiap menit dan pada sebagian besar pasien-pasien yang stabil,
berkisar antara 8 sampai 12 kali tiap menit. Pada pasien dewasa dengan
sindroma distres pernapasan akut, penggunaan volume tidal yang rendah
harus diimbangi dengan peningkatan laju pernapasan sampai 35 kali tiap
menit untuk mempertahankan ventilasi semenit yang adekuat.
2. Volume tidal
Pada beberapa kasus, volume tidal harus lebih rendah terutama pada
sindroma distres pernapasan akut. Pada saat mengatur volume tidal pada
mode tertentu, perkiraan kasarnya berkisar antara 5 sampai 8 ml/kg berat
badan ideal. Pada pasien dengan paru-paru normal yang terintubasi karena
alasan tertentu, volume tidal yang digunakan sampai 12 ml/kg berat badan
ideal. Volume tidal harus disesuaikan sehingga dapat mempertahankan
tekanan plato di bawah 35 cm H2O. Tekanan plato ditentukan dengan
manuver menahan napas selama inspirasi yang disebut dengan istilah
tekanan alveolar akhir inspirasi pada pasien-pasien yang di relaksasi.
Peningkatan tekanan plato tidak selalu meningkatkan risiko barotrauma.
Risiko tersebut ditentukan oleh tekanan transalveolar yang merupakan
hasil pengurangan antara tekanan alveolar dengan tekanan pleura. Pada
pasien-pasien dengan edema dinding dada, distensi abdomen atau asites,
komplians dinding dada menurun. Hal ini menyebabkan tekanan pleura
meningkat selama pengembangan paru. Peningkatan tekanan
transalveolar jarang terjadi pada pasien yang memiliki komplians paru
yang normal.

3. Tekanan inspirasi
Pada ventilasi tekanan terkontrol (PCV) dan ventilasi pressure support,
tekanan inspirasi diatur sedemikian rupa sehingga tekanan plato kurang
atau sama dengan 35 cm H2O. Volume tidal juga harus dipertahankan pada
rentang yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2)


Pada sebagian besar kasus, FiO2 harus 100% pada saat pasien diintubasi
dan dihubungkan dengan ventilator untuk pertama kali. Ketika
penempatan pipa endotrakea sudah ditetapkan dan pasien telah
distabilisasi, FiO2 harus diturunkan sampai konsentrasi terendah yang
masih dapat mempertahankan saturasi oksigen hemoglobin, karena
konsentrasi oksigen yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas pulmonal.
Tujuan utama ventilasi adalah mempertahankan nilai saturasi 90 % atau
lebih. Kadang-kadang nilai tersebut bisa berubah, misalnya pada keadaan-
keadaan yang membutuhkan suatu proteksi terhadap paru-paru dari
volume tidal, tekanan dan konsentrasi oksigen yang terlalu besar. Pada
keadaan ini, target saturasi oksigen dapat diturunkan sampai 85% saat
faktor-faktor yang berperan pada penyaluran oksigen sedang dioptimalkan.

5. Tekanan positif akhir ekspirasi (Postive end-expiratory pressure/PEEP)


Sesuai dengan namanya, PEEP berfungsi untuk mempertahankan tekanan
positif jalan napas pada tingkatan tertentu selama fase ekspirasi. PEEP
dibedakan dari tekanan positif jalan napas kontinyu (continuous positive
airway pressure/ CPAP) berdasarkan saat digunakannya. PEEP hanya
digunakan pada fase ekspirasi, sementara CPAP berlangsung selama siklus
respirasi. Penggunaan PEEP selama ventilasi mekanik memiliki manfaaat
yang potensial. Pada gagal napas hipoksemia akut, PEEP meningkatkan
tekanan alveolar rata-rata, meningkatkan area reekspansi atelektasis dan
dapat mendorong cairan dari ruang alveolar menuju interstisial sehingga
memungkinkan alveoli yang sebelumnya tertutup atau terendam cairan,
untuk berperan serta dalam pertukaran gas. Pada edema kardiopulmonal,
PEEP dapat mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri sehingga
memperbaiki kinerja jantung. Pada gagal napas hiperkapnea yang
disebabkan oleh obstruksi jalan napas, pasien sering mengalami
kekurangan waktu untuk ekspirasi sehingga menimbulkan hiperinflasi
dinamik.

Hal ini menyebabkan timbulnya auto-PEEP yaitu tekanan akhir ekspirasi


alveolar yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Bila didapatkan auto-
PEEP, maka dibutuhkan pemicu ventilator (trigger) berupa tekanan negatif
jalan napas yang lebih tinggi dari sensitivitas pemicu maupun auto-PEEP.
Jika pasien tidak mampu mencapainya, maka usaha inspirasi menjadi sia-
sia dan dapat meningkatkan kerja pernapasan (work of breathing).
Pemberian PEEP dapat mengatasi hal ini karena dapat mengurangi auto-
PEEP dari tekanan negatif total yang dibutuhkan untuk memicu ventilator.
Secara umum, PEEP ditingkatkan secara bertahap sampai usaha napas
pasien dapat memicu ventilator secara konstan hingga mencapai 85% dari
auto-PEEP yang diperkirakan.

6. Sensitivitas Pemicu (trigger sensitivity)


Sensitivitas pemicu adalah tekanan negatif yang harus dihasilkan oleh
pasien untuk memulai suatu bantuan napas oleh ventilator. Tekanan ini
harus cukup rendah untuk mengurangi kerja pernapasan, namun juga harus
cukup tinggi untuk menghindari sensitivitas yang berlebihan terhadap
usaha napas pasien. Tekanan ini berkisar antara -1 sampai -2 cmH2O.
Pemicu ventilator ini timbul bila aliran napas pasien menurun 1 sampai 3
l/menit.

7. Laju aliran (flow rate)


Hal ini sering dilupakan pada mode yang bersifat volume-target. Laju
aliran ini penting terutama untuk kenyamanan pasien karena
mempengaruhi kerja pernapasan, hiperinflasi dinamik dan auto-PEEP.
Pada sebagian besar ventilator, laju aliran diatur secara langsung. Pada
ventilator lainnya, misalnya Siemen 900 cc, laju aliran ditentukan secara
tidak langsung dari laju pernapasan dan I:E ratio.
Contohnya adalah sebagai berikut:
a. Laju pernapasan = 10
b. Waktu siklus respirasi = 6 detik
c. I:E ratio = 1:2
d. Waktu inspirasi = 2 detik
e. Waktu ekspirasi = 4 detik
f. Volume tidal = 500 ml
g. Laju aliran = 500 ml tiap 2 detik
8. Perbandingan waktu inspirasi terhadap waktu ekspirasi
Sejalan dengan laju aliran inspirasi, ahli terapi respirasi mengatur I:E ratio
tanpa permintaan dari dokter. Tetapi para klinisi dituntut untuk mengerti
tentang perubahan ini yang dapat mempengaruhi mekanika sistem
respirasi dan kenyamanan pasien. I:E ratio yang umum digunakan adalah
1:2. Pada gagal napas hipoksemia akut, perbandingan ini dapat meningkat
dengan adanya pemanjangan waktu inspirasi, tekanan jalan napas rata-rata
atau alveoli yang terisi cairan yang dapat memperbaiki oksigenasi. Pada
hipoksemia berat, I:E ratio kadang-kadang terbalik menjadi 2:1, sehingga
kewaspadaan harus dipertahankan untuk mengatasi akibat yang merugikan
terhadap hemodinamik dan integritas paru.

C. JENIS VENTILASI MEKANIK


1. Ventilasi Non Invasif
Ventilasi non invasif merupakan teknik ventilasi mekanis tanpa
menggunakan pipa trakea (endotracheal tube) pada jalan napas. Indikasi
penggunaan ventilasi non invasive adalah penyakit paru kronik berat,
hipoventilasi nocturnal yang berhubungan dengan disfungsi saraf otot,
gagal napas akut seperti pada keadaan eksaserbasi penderita penyakit paru
obstruktif menahun (PPOK), gagal napas hipoksemik akibat acute
respiratory distress syndrome (ARDS), pneumonia pada pasien dengan
atau tanpa immunocompromized, trauma, edema paru kardiogenik dan
penderita yang sulit dilakukan penyapihan (weaning) dari ventilasi
invasive. Keberhasilan ventilasi non invasif ditentukan oleh pemilihan dan
pemakaian alat penghubung (interface), tenaga kesehatan yang terlatih dan
pengawasan yang baik.
a. Ventilasi tekanan negatif
Prinsip ventilasi tekanan negatif adalah memberikan tekanan pada dinding
toraks dan abdomen untuk mencapai tekanan di bawah tekanan atmosfir
saat inspirasi. Tekanan ini menyebabkan rongga toraks mengembang dan
terjadi penurunan tekanan di pleura dan alveolar sehingga menimbulkan
perbedaan tekanan yang memungkinkan udara masuk ke alveoli. Saat
ekspirasi, tekanan dinding toraks kembali sama dengan tekanan atmosfir
dan ekspirasi terjadi secara pasif dengan daya elastik rekoil paru.
Ventilator tekanan negatif mempunyai dua komponen utama yaitu keadaan
kedap udara (airtight) dibuat melalui ruang yang menutupi rongga toraks
dan abdomen secara ketat serta pompa untuk menimbulkan perbedaan
tekanan di dalam ruang tersebut. Jenis ventilator tekanan negatif antara
lain tank ventilator (Iron lung), shell ventilator (chest cuirras), wrap
ventilator (pneumobelt) dan rocking bed.
Kondisi tertentu seperti penyakit neuromuskular, kelainan dinding dada,
hipoventilasi sentral dan paralisis diafragma, penggunaan ventilasi tekanan
negative lebih banyak memberikan manfaat.

Manfaat lain ventilasi tekanan negatif bila dibandingkan dengan ventilasi


tekanan positif yang menggunakan sungkup muka (mask) adalah penderita
masih dapat berbicara, batuk, menelan dan makan selama penggunaan
ventilator. Jalan napas yang bebas pada ventilasi tekanan negatif
memungkinkan untuk dilakukan penghisapan jalan napas dan tindakan
diagnostik maupun terapi dengan menggunakan bronkoskop serat optik.
b. Ventilasi tekanan positif
Noninvasive positive pressure ventilation (NPPV) atau ventilasi tekanan
positif merupakan ventilasi noninvasif yang lebih efektif dan nyaman
dibandingkan dengan cara ventilasi noninvasif lainnya dan lebih banyak
digunakan selama decade terakhir.

Ventilasi tekanan positif menggunakan sungkup atau alat pengubung


(interface) untuk menghantarkan udara dari ventilator tekanan positif
melalui hidung atau mulut sehingga udara masuk jalan napas. Prinsip
ventilasi tekanan positif adalah memberikan udara dengan tekanan positif
atau diatas tekanan atmosfir secara intermiten ke dalam jalan napas,
meningkatkan tekanan transpulmoner sehingga terjadi pengembangan
paru. Proses ekspirasi terjadi secara pasif karena daya rekoil paru dan
bantuan otot bantu napas. Penggunaan ventilasi tekanan positif tergantung
dari sistem ventilator yang digunakan dan dirancang secara efektif supaya
penderita merasa nyaman saat memakai sungkup dan kebocoran udara
dapat dikurangi.

Ventilasi tekanan positif dapat digunakan pada keadaan gagal napas akut
maupun kronik. Definisi gagal napas menurut British Thoracic Society
(BTS) adalah terjadinya kegagalan proses pertukaran gas secara adekuat
ditandai dengan tekanan gas darah arteri yang abnormal.
1) Gagal napas tipe 1 (hipoksemik) bila PaO2 < 8 kPa (60 mmHg) dengan
PaCO2 normal atau rendah.
2) Gagal napas tipe 2 (hiperkapnik) terjadi bila PaO2 < 8 kPa (60 mmHg)
dengan PaCO2 > 6 kPa (45 mmHg). Gagal napas dapat akut, acute on
chronic dan kronik. Pembagian keadaan ini penting untuk menentukan
terapi terutama pada gagal napas tipe 2.
Gagal napas hiperkapnik akut terjadi bila penderita mempunyai gangguan
napas minimal yang mengawali keadaan tersebut dengan analisis gas darah
menunjukkan PaCO2 yang tinggi, pH rendah dan bikarbonat normal.
Gagal napas hiperkapnik kronik apabila terdapat penyakit paru kronik,
PaCO2 tinggi, pH normal dan bikarbonat meningkat. Gagal napas
hiperkapnik acute on chronic apabila terjadi perburukan tiba-tiba pada
seseorang yang sudah mengalami gagal napas hiperkapnik sebelumnya,
ditandai dengan PaCO2 yang tinggi, pH rendah dan bikarbonat yang
meningkat.
1) Indikasi NPPV
a) PPOK eksaserbasi dengan asidosis respiratorik (pH<7,35)
b) Gagal napas hiperkapnik sekunder akibat kelainan dinding dada
(skoliosis, torakoplasti) atau Penyakit neuromuskular
c) Edema paru kardiogenik yang tidak respons terhadap CPAP
d) Proses weaning dari intubasi trakea
Beberapa keadaan yang tidak memungkinkan untuk penggunaan ventilasi
noninvasif antara lain gangguan kesadaran, hipoksemia berat, sekret jalan
napas yang banyak. Keuntungan penggunaan ventilasi noninvasif antara
lain mengurangi tindakan intubasi atau pemasangan endotracheal tube,
waktu perawatan lebih singkat dan berkurangnya angka kematian pada
penderita gagal napas akut. Keuntungan lain ventilasi noninvasif adalah
mekanisme pertahanan jalan napas tetap utuh dan fungsi menelan tetap
dapat dipertahankan. Perlu dipahami bahwa ventilasi noninvasif bukanlah
sebagai terapi pengganti intubasi trakea atau ventilasi invasif apabila
secara jelas terbukti bahwa ventilasi invasif merupakan pilihan terapi
untuk penderita.
2) Kontra indikasi NPPV
a) Trauma atau luka bakar pada wajah
b) Pembedahan pada wajah, jalan napas atas, atau saluran cerna bagian
atas
c) Sumbatan jalan napas atas
d) Tidak mampu melindungi jalan napas
e) Hipoksemia yang mengancam jiwa
f) Hemodinamik tidak stabil
g) Penyakit penyerta yang berat
h) Gangguan kesadaran
i) Kejang/ gelisah
j) Muntah
k) Sumbatan usus besar
l) Sekret jalan napas berlebihan
m)Gambaran konsolidasi pada foto toraks
n) Pneumotoraks yang belum diatasi

Alat penghubung (interface) NPPV


Enam tipe sungkup atau alat penghubung NPPV yang dapat digunakan pada
gagal napas akut yaitu sungkup muka penuh (full face mask), total face mask,
sungkup nasal, keping mulut (mouthpiece) bantalan hidung (nasal pillow)
atau plugs dan helmet. Sungkup muka yang paling sering digunakan dan
keuntungannya bila dibandingkan dengan sungkup nasal adalah kemampuan
untuk mencapai tekanan jalan napas lebih tinggi, respirasi melalui mulut,
kebocoran udara lebih kecil dan memerlukan kerjasama penderita yang
minimal. Kekurangannya adalah perasaan kurang nyaman, penderita tidak
dapat berbicara, makan atau minum selama ventilasi dan terdapat
kemungkinan aspirasi bila penderita muntah. Navalesi dkk melaporkan bahwa
sungkup nasal lebih ditoleransi daripada sungkup muka dan bantalan nasal
pada penderita hiperkapnik kronik stabil. Kwok dkk melaporkan penderita
gagal napas akut akibat edema paru kardiogenik lebih dapat mentoleransi
sungkup muka sementara (Wilson dkk17) mendapatkan bahwa sungkup nasal
maupun sungkup muka sama efektifnya dalam proses ventilasi.
Sungkup nasal (kiri) hanya menutupi bagian hidung, nasal pillow (tengah)
dan sungkup muka (kanan) menutupi hidung dan mulut.

Ventilator untuk pemberian NPPV


Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NPPV) dapat digunakan dengan
berbagai jenis ventilator yang tersedia. Pada keadaan kronik, ventilator
volume maupun tekanan dapat digunakan. Ventilator tekanan lebih dianjurkan
untuk keadaan akut karena dapat diatur besar aliran. Beberapa jenis ventilator
yaitu volume ventilators, pressure ventilators, Bilevel positive airway
pressure (BiPAP) atau Continous positive airway pressure (CPAP).

D. KOMPLIKASI VENTILASI MEKANIK


Ada beberapa komplikasi ventilasi mekanik, antara lain:
1. Risiko yang berhubungan dengan intubasi endotrakea, termasuk kesulitan
intubasi, sumbatan pipa endotrakea oleh sekret.
2. Intubasi endotrakea jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan laring
terutama pita suara dan trakea. Umumnya setelah 14 hari dilakukan
trakeostomi, namun beberapa institusi saat ini melakukan trakeostomi
perkutaneus lebih awal.
3. Gas ventilasi dapat menyebabkan efek mengeringkan jalan napas dan
retensi sekret dan mengganggu proses batuk sehingga dapat menimbulkan
infeksi paru-paru.
4. Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemberian sedasi dan anestesi
yang memiliki efek depresi jantung, gangguan pengosongan lambung,
penurunan mobilitas dan memperlama proses pemulihan.
5. Gangguan hemodinamik terutama pada penggunaan IPPV dan PEEP yang
dapat mengurangi venous return, curah jantung dan tekanan darah
sehingga mengurangi aliran darah ke saluran pencernaan dan ginjal.
6. Barotrauma dan volutrauma
BAB III
KEBIJAKAN

1. Pasien yang mengalami gagal nafas yang dirawat di ICU harus dipasang
ventilasi mekanik.
2. Pemasangan ventilasi mekanik harus memakai surat persetujuan keluarga dan
dicatat di Rekam Medis.
3. Pasien yang telah dipasang ventilasi mekanik diberi perawatan yang maksimal
seperti penghisapan lendir supaya tidak terjadi hipoksia dan depresi pernafasan.
4. Pasien yang telah terpasang ventilasi mekanik dilakukan fisioterapi dada setiap
satu hari sekali.
5. Pembersihan selang ventilasi mekanik (tubing) dilkukan setelah 24 jam
pemasangan.
6. Untuk mencegah terjadinya decubitus, pasien yang memakai ventilasi mekanik
dilakukan perubahan posisi tidur setiap 4 jam.
7. Apabila pernafasan sudah adekuat dan proses weaning dilakukan ventilasi
mekanik bisa dilepas, selanjutnya extubasi dilakukan.

BAB IV
TATA LAKSANA

A. MODE VENTILASI
Mode ventilasi adalah istilah ringkas untuk menggambarkan bagaimana
ventilator bekerja dalam situasi tertentu. Istilah ini ditemukan oleh para dokter,
ahli terapi, atau produsen ventilator yang mengembangkan berbagai tipe
ventilasi.

Mode adalah pengaturan khusus dari variable-variabel kontrol dan tahapan-


tahapan. Dengan kata lain, kita dapat menggambarkan mode dengan bentuk–
bentuk gelombang tekanan, aliran dan volume yang diperoleh dari jenis mode
ventilasi yang diterapkan pada pasien.

Tabel. Tata Cara Ventilasi Protektif Paru-paru


1. Pilih mode assist-control dan FiO2 100%
2. Atur volume tidal awal (VT) 8 ml/kg menggunakan berat badan perkiraan
(predicted body weight/PBW). Laki-laki : PBW = 50+[2,3X(tinggi badan
dalam inci-60)] ; Wanita : PBW = 45,5+[23X(tinggi badan dalam inci-60)]
3. Pilih laju respirasi (RR) untuk mencapai minute ventilation (MV) pra
ventilator, namun jangan melebihi RR=35x/menit
4. Tambahkan PEEP 5-7 cm H2O
5. Kurangi VT sebanyak 1 ml/kg setiap 2 jam sampai VT 6 ml/kg
6. Sesuaikan FiO2 dan PEEP untuk mempertahankan PaO2>55 mmHg atau
SaO2 >88%
7. Bila VT turun menjadi 6 ml/kg, ukur:
a. Plateau pressure (Ppl)
b. PCO2dan pH arterial
8. Jika Ppl> 30 cm H2O atau pH< 7,30, ikuti rekomendasi tata cara ventilasi
volume rendah pada ARDS

Menurut sejarah, mekanisme trigger (pemicu) sering disebut dengan istilah


mode. Mode kontrol (pemicu waktu), mode assist (pemicu tekanan) dan mode
assist/control (pemicu waktu dan tekanan) adalah mode yang paling umum
digunakan untuk memicu ventilator saat inspirasi. Setelah itu, berkembang
pula mode-mode ventilasi lainnya seperti IMV (intermitten mandatory
ventilation), SIMV (synchronize intermitten mandatory ventilation), PEEP
(positive end expiratory pressure), CPAP (continuous positive airway
pressure), pressure control, PS (pressure support), dan APRV (airway
pressure release ventilation).
1. Bantuan Ventilasi Penuh dan Sebagian (Full and Partial Ventilatory
Support)
Bantuan ventilasi Penuh (full ventilator support/FVS) dan bantuan
ventilasi sebagian (partial ventilator support/PVS) adalah istilah untuk
menggambarkan tingkatan ventilasi mekanik yang diberikan. FVS terdiri
dari 2 komponen, yaitu ventilator memberikan semua energi yang
dibutuhkan untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang efektif dan
FVS ini hanya terjadi bila laju napas ventilator 8 atau lebih dan volume
tidal antara 8-12 ml/kg berat badan ideal, karena pengaturan ventilasi ini
dapat menyebabkan PaCO2 kurang dari 45 mmHg. Pada PVS, laju napas
ventilator dan volume tidal yang diberikan kurang daripada FVS, sehingga
pasien berperan serta dalam kerja pernapasan (work of breathing/WOB)
untuk tetap menjaga ventilasi alveolar yang efektif.

FVS pada umumnya diberikan dengan cara assist-control juga ventilasi


volume atau ventilasi tekanan. Mode harus diatur sedemikian rupa
sehingga pasien mendapatkan ventilasi alveolar yang adekuat tanpa
memperhitungkan pasien dapat bernapas spontan atau tidak. Pada PVS
dapat digunakan mode ventilasi apa saja, tetapi pasien dapat berperan serta
secara aktif dalam mempertahankan PaCO2 yang adekuat.

Pada gagal napas akut, tujuan awal pemberian ventilasi adalah bantuan
napas segera untuk memberikan waktu istirahat bagi otot-otot pernapasan.
Setelah beberapa jam sampai beberapa hari, diharapkan kondisi pasien
telah stabil dan mulai pulih. Bila mode ventilasi tetap dipertahankan, maka
akan terjadi kelemahan otot-otot atau atropi sehingga beberapa klinisi
tidak menganjurkan penggunaan FVS dan lebih menyukai PVS digunakan
sejak awal. Namun demikian, FVS tetap dibutuhkan untuk menghindari
terjadinya atropi otot-otot pernapasan.

2. Ventilasi Mekanik Terkontrol


Mode kontrol merupakan pemicu berdasarkan waktu (time trigger). Semua
pernapasan, baik berupa pernapasan volume atau tekanan semuanya diatur
(mandatory). Pasien tidak dapat memicu pernapasan sendiri. Pada
beberapa ventilator, perbedaan antara control dan assist/control hanya
pada pengaturan sensitivitasnya. Ventilasi terkontrol (time-triggered
inspiration) hanya dapat diterapkan pada pasien yang tidak memiliki usaha
napas sendiri atau pada saat ventilasi ini diberikan, pasien harus dikontrol
seluruhnya. Namun tidak dianjurkan untuk tetap mempertahankan mode
ventilasi ini tanpa membuat pasien mempunyai usaha napas sendiri.
Ventilasi terkontrol cocok diterapkan pada pasien-pasien yang tidak sadar
karena pengaruh obat, gangguan fungsi serebral, cedera saraf spinal dan
frenikus serta pasien dengan kelumpuhan saraf motorik yang
menyebabkan hilangnya usaha napas volunter.

3. Ventilasi Assist-Control
Ventilasi assist-control adalah ventilasi dengan pengaturan pemicu waktu
atau pasien dengan laju napas, sensitivitas dan tipe pernapasan minimum.
Pasien dapat memicu pernapasannya dengan laju yang lebih cepat namun
volume preset atau tekanan tetap diberikan pada tiap napas. Bila telah ada
usaha napas pasien, maka mode assist-control dapat digunakan. Dengan
mode ini, tiap napas (pemicu waktu ataupun pasien) merupakan
pernapasan yang diatur. Pemicu dari pasien timbul karena ventilator
sensitif terhadap tekanan atau perubahan aliran pada saat pasien berusaha
untuk bernapas. Pada saat terdapat tekanan negatif yang ringan (-1 cm
H2O) atau terjadi penurunan aliran (2-3 l/menit di bawah aliran bias
ekspirasi) maka siklus inspirasi dimulai.

Laju napas minimum harus diatur pada ventilator untuk menjamin adanya
volume ekspirasi. Bila diinginkan, pasien dapat diberikan napas tambahan.
Sebelumnya, ventilasi assist-control diasumsikan menyerupai kerja
pernapasan (work of breathing), tetapi pada saat ini diketahui bahwa
pasien dapat melakukan kerja inspiasi sebanyak 33-50% atau lebih. Hal ini
terjadi khususnya bila terdapat inspirasi aktif dan aliran gas tidak sesuai
dengan aliran inspirasi yang dibutuhkan oleh pasien. Secara klinis hal ini
dapat diketahui dengan melihat gambaran grafik pada manometer tekanan.
Jika tekanan tidak meningkat dengan lancar dan cepat untuk mencapai
puncak, maka alirannya tidak adekuat.

Gambaran kurva tekanan berbentuk konkaf menunjukkan adanya inspirasi


aktif. Aliran harus meningkat sampai kebutuhan pasien tercapai dan kurva
menujukkan bentuk sedikit konveks. Masalah lainnya pada ventilasi
assist-control ini adalah sensitivitas. Bila mesin terlalu sensitif terhadap
usaha napas pasien, maka mesin dapat dengan mudah dipicu (auto
triggering) tanpa mengalirkan volume atau tekanan. Hal ini dapat
dikoreksi dengan membuat mesin kurang sensitif terhadap usaha napas
pasien.

Sebaliknya bila usaha inspirasi menunjukkan tekanan -3 cmH2O pada


pembacaan di manometer, maka mesin kurang sensitif terhadap usaha
napas pasien, oleh sebab itu, sensitivitasnya harus ditingkatkan. Tanpa
penggunaan obat pelumpuh otot maupun depresan napas, maka sulit untuk
menghindarkan terjadinya alkalosis respiratorik. PCO2 dapat mencapai
batas apnea (32 mmHg) pada beberapa pasien.
4. Ventilasi Mandatori Berkala (Intermitten Mandatory Ventilation)
Permasalahan yang berkaitan dengan pengosongan paru-paru yang tidak
sepenuhnya pada ventilasi assist-control, telah mengarahkan pada
pengembangan mode ventilasi yang dikenal dengan ventilasi mandatory
berkala (IMV) yang diperkenalkan pertama kalinya pada tahun 1971. Pada
saat itu, mode ini digunakan untuk memberikan bantuan ventilasi pada
neonatus dengan sindroma distres pernapasan yang secara tipikal ditandai
dengan frekuensi napas di atas 40 kali/menit. IMV didesain untuk
memberikan bantuan ventilasi parsial. Mode ini mengkombinasikan
periode ventilasi assist-control dengan periode pernapasan spontan pasien.
Periode pernapasan spontan ini dapat membantu untuk mencegah
hiperinflasi paru dan auto PEEP pada pasien-pasien dengan pernapasan
yang cepat. Selain itu, tujuan dari penggunaan ventilasi ini adalah untuk
mencegah atropi otot-otot pernapasan karena ventilasi mekanik jangka
lama. Kekurangan dari IMV ini adalah terjadinya peningkatan work of
breathing dan penurunan curah jantung.

5. Ventilasi Tekanan Terkontrol (Pressure-Controlled Ventilation)


Ventilasi tekanan terkontrol (PCV) menggunakan tekanan yang konstan
untuk mengembangkan paru-paru. Ventilasi seperti ini kurang disukai
karena volume pengembangan paru tidak sama, namun masih tetap
digunakan karena risiko cedera paru yang diinduksi ventilator lebih rendah
pada mode ini. Ventilasi dengan PCV secara keseluruhan diatur oleh
ventilator, tanpa peran serta pasien (sama dengan ventilasi assist-control).

6. Ventilasi Pressure-Support (Pressure-Support Ventilation)


Pernapasan dengan tekanan yang diperkuat sehingga memungkinkan
pasien menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi disebut
sebagai pressure-support ventilation (PSV). Metode ini digunakan untuk
memperkuat penapasan spontan, tidak untuk memberikan bantuan napas
secara keseluruhan. Di samping itu, PSV ini dapat mengatasi resistensi
pernapasan melalui sirkuit ventilator, tujuannya adalah untuk mengurangi
work of breathing selama proses penyapihan (weaning) dari ventilator.
Tujuan PSV ini bukan untuk memperkuat volume tidal, namun untuk
memberikan tekanan yang cukup untuk mengatasi resistensi yang
dihasilkan pipa endotrakeal dan sirkuit ventilator. Tekanan inflasi antara 5
sampai 10 cmH2O cukup baik untuk keperluan ini. PSV cukup populer
sebagai salah satu metode ventilasi mekanik non invasif. Untuk ventilasi
non invasif ini PSV diberikan melalui sungkup wajah atau sungkup hidung
khusus dengan tekanan 20 cmH2O.
7. Tekanan Positif Akhir Pernapasan (Positive End-Expiratory
Pressure/PEEP)
Pada pasien-pasien dengan ketergantungan pada ventilator, di akhir
pernapasan, umumnya terjadi kolaps ruang udara bagian distal sehingga
sering menyebabkan timbulnya atelektasis yang dapat mengganggu
pertukaran gas dan memperberat gagal napas yang sudah ada. Upaya untuk
mengatasi atelektasis ini dengan menurunkan komplians paru-paru dengan
konsekuensi dapat terjadi kelainan paru-paru yang umum pada pasien-
pasien yang tergantung pada ventilator, misalnya ARDS dan pneumonia.
Untuk mengantisipasi kecenderungan timbulnya kolaps alveoli pada akhir
pernapasan, maka dibuat suatu tekanan positif pada akhir ekspirasi
(PEEP).

Tekanan ini bertindak sebagai penyangga (stent) untuk menjaga agar jalan
napas yang kecil tetap terbuka pada akhir ekspirasi. PEEP ini telah
menjadi ukuran standar pada penatalaksanaan pasien dengan
ketergantungan pada ventilator PEEP tidak direkomendasikan pada pasien-
pasien dengan penyakit paru yang terlokalisasi seperti pneumonia karena
tekanan yang diberikan dapat didistribusikan ke daerah paru yang normal
dan hal ini dapat menyebabkan distensi yang berlebihan sehingga
menyebabkan rupture alveoli.
8. Tekanan Positif Jalan Napas Kontinyu (Continuous Positive Airway
Pressure/CPAP)
Pernapasan spontan dengan tekanan positif yang dipertahankan selama
siklus respirasi disebut dengan continuous positive airway pressure
(CPAP). Pada mode ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan
negative untuk menerima gas yang diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh
katup inhalasi khusus yang membuka bila tekanan udara di atas tekanan
atmosfer. CPAP harus dibedakan dengan PEEP spontan. Pada PEEP
spontan, tekanan negative jalan napas dibutuhkan untuk inhalasi. PEEP
spontan telah digantikan oleh CPAP karena dapat menurunkan work of
breathing.

Penggunaan klinis CPAP adalah pada pasien-pasien yang tidak diintubasi.


CPAP dapat diberikan melalui sungkup wajah khusus yang dilengkapi
dengan katup pengatur tekanan. Sungkup wajah CPAP (CPAP mask) telah
terbukti berhasil untuk menunda intubasi pada pasien dengan gagal napas
akut, tetapi sungkup wajah ini harus dipasang dengan tepat dan kuat dan
tidak dapat dilepas saat pasien makan, sehingga hanya dapat digunakan
sementara. Sungkup hidung khusus lebih dapat ditoleransi oleh pasien
terutama pada pasien dengan apnea obstruktif saat tidur, juga pada pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut.

B. TATA LAKSANA ASUHAN KEPERAWATAN VENTILASI MEKANIK


1. Pengkajian
Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi
ventilator. Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut :
a. Tanda-tanda vital
b. Bukti adanya hipoksia
c. Frekuensi dan pola pernafasan
d. Bunyi nafas
e. Status neurologis
f. Volume tidal, ventilasi semenit , kapasitas vital kuat
g. Kebutuhan pengisapan
h. Upaya ventilasi spontan klien
i. Status nutrisi
j. Status psikologis

2. Pengkajian Kardiovaskuler
Perubahan dalam curah jantung dapat terjadi sebagai akibat ventilator
tekanan positif. Tekanan intratoraks positif selama inspirasi menekan
jantung dan pembuluh darah besar dengan demikian mengurangi arus
balik vena dan curah jantung. Tekanan positif yang berlebihan dapat
menyebabkan pneumotoraks spontan akibat trauma pada alveoli. Kondisi
ini dapat cepat berkembang menjadi pneumotoraks tension, yang lebih
jauh lagi mengganggu arus balik vena, curah jantung dan tekanan darah.

Untuk mengevaluasi fungsi jantung perawat terutama harus


memperhatikan tanda dan gejala hipoksemia dan hipoksia (gelisah,gugup,
kelam fakir, takikardi, takipnoe, pucat yang berkembang menjadi sianosis,
berkeringat dan penurunan keluaran urin).
3. Pengkajian Peralatan
Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator
pengaturannya telah dibuat dengan tepat. Dalam memantau ventilator,
perawat harus memperhatikan hal-hal berikut :
a. Jenis ventilator
b. Cara pengendalian (Controlled, Assist Control, dll)
c. Pengaturan volume tidal dan frekuensi
d. Pengaturan FIO2 (fraksi oksigen yang diinspirasi)
e. Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan.
f. Adanya air dalam selang,terlepas sambungan atau terlipatnya selang.
g. Humidifikasi
h. Alarm
i. PEEP
Catatan
Jika terjadi malfungsi system ventilator, dan jika masalah tidak dapat
diidentifikasi dan diperbaiki dengan cepat, perawat harus siap memberikan
ventilasi kepada klien dengan menggunakan Bag Resuscitation Manual.

4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik yang perlu dilakukan pada klien dengan ventilasi
mekanik yaitu :
a. Pemeriksaan fungsi paru
b. Analisa gas darah arteri
c. Kapasitas vital paru
d. Kapasitas vital kuat
e. Volume tidal
f. Inspirasi negative kuat
g. Ventilasi semenit
h. Tekanan inspirasi
i. Volume ekspirasi kuat
j. Aliran-volume
k. Sinar X dada
l. Status nutrisi / elaktrolit.

5. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan mayor klien dapat mencakup :
a. Kerusakan pertukaran gas yang brhubungan dengan penyakit yang
mendasari, atau penyesuaian pengaturan ventilator selama stabilisasi
atau penyapihan .
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
pembentukan lendir yang berkaitan dengan ventilasi mekanik tekanan
positif.
c. Risiko terhadap trauma dan infeksi yang berhubungan dengan intubasi
endotrakea dan trakeostomi.
d. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan ketergantungan
ventilator.
e. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan tekanan
selang endotrakea dan pemasangan pada ventilator.
f. Koping individu tidak efektif dan ketidakberdayaan yang berhubungan
dengan ketergantungan pada ventilator.

6. Masalah kolaboratif /Komplikasi Potensial


a. Melawan kerja ventilator
b. Masalah-masalah ventilator – peningkatan dalam tekanan jalan nafas
nafas puncak ; penurunan tekanan ; kehilangan volume
c. Gangguan kardiovaskuler
d. Barotrauma dan pneumothoraks
e. Infeksi paru

7. Perencanaan dan Implementasi


Tujuan utama bagi pasien yaitu : pertukaran gas optimal; penurunan
akumulasi lendir; tidak terdapat trauma atau infeksi ; pencapaian
mobilisasi yang optimal ; penyesuaian terhadap metode komunikasi non
verbal ; mendapatkan tindakan koping yang berhasil ; dan tidak terjadi
komplikasi. Asuhan keperawatan pada pasien dengan ventilasi mekanik
membutuhkan teknik dan keterampilan interpersonal yang unik, antara
lain:
a. Meningkatkan pertukaran gas
Tujuan menyeluruh ventilasi mekanik adalah untuk mengoptimalkan
pertukaran gas dengan mempertahankan ventilasi alveolar dan
pengiriman oksigen. Perubahan dalam pertukaran gas dapat
dikarenakan penyakit yang mendasari atau factor mekanis yang
berhubungan dengan penyesuaian dari mesin dengan pasien. Tim
perawatan kesehatan, termasuk perawat , dokter, dan ahli terapi
pernafasan , secara kontinu mengkaji pasien terhadap pertukaran gas
yang adekuat , tanda dan gejala hipoksia, dan respon terhadap
tindakan.

Pertukaran gas yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan faktor-


faktor yang sangat beragam; tingkat kesadaran, atelektasis, kelebihan
cairan, nyeri insisi, atau penyakit primer seperti pneumonia.
Pengisapan jalan nafas bawah disertai fisioterapi dada (perkusi,fibrasi)
adalah strategi lain untuk membersihkan jalan nafas dari kelebihan
sekresi karena cukup bukti tentang kerusakan intima pohon
trakeobronkial. Intervensi keperawatan yang penting pada klien yang
mendapat ventilasi mekanik yaitu auskultasi paru dan interpretasi gas
darah arteri. Perawat sering menjadi orang pertama yang mengetahui
perubahan dalam temuan pengkajian fisik atau kecenderungan
signifikan dalam gas darah yang menandakan terjadinya masalah
(pneumotoraks, perubahan letak selang, emboli pulmonal).
b. Penatalaksanaan jalan nafas
Ventilasi tekanan positif kontinu meningkatkan pembentukan sekresi
apapun kondisi pasien yang mendasari. Perawat harus mengidentifikasi
adanya sekresi dengan auskultasi paru sedikitnya 2-4 jam. Tindakan
untuk membersihkan jalan nafas termasuk pengisapan, fisioterapi
dada, perubahan posisi yang sering, dan peningkatan mobilitas secepat
mungkin. Humidifikasi dengan cara ventilator dipertahankan untuk
membantu pengenceran sekresi sehingga sekresi lebih mudah
dikeluarkan. Bronkodilator baik intravena maupun inhalasi, diberikan
sesuai dengan resep untuk mendilatasi bronkiolus.
c. Mencegah trauma dan infeksi
Penatalaksanaan jalan nafas harus mencakup pemeliharaan selang
endotrakea atau trakeostomi. Selang ventilator diposisikan sedemikian
rupa sehingga hanya sedikit kemungkinan tertarik atau penyimpangan
selang dalam trakea. Perawatan trakheostomi dilakukan sedikitnya
setiap 8 jam jika diindikasikan karena peningkatan resiko infeksi.
Higiene oral sering dilakukan karena rongga oral merupakan sumber
utama kontaminasi paru-paru pada pasien yang diintubasi pada pasien
lemah. Adanya selang nasogastrik dan penggunaan antasida pada
pasien dengan ventilasi mekanik juga telah mempredisposisikan pasien
pada pneumonia nosokomial akibat aspirasi. Pasien juga diposisikan
dengan kepala dinaikkan lebih tinggi dari perut sedapat mungkin untuk
mengurangi potensial aspirasi isi lambung.
d. Peningkatan tingkat mobilitas optimal
Mobilitas pasien terbatas karena dihubungkan dengan ventilator.
Mobilitas dan aktivitas otot sangat bermanfaat karena menstimuli
pernafasan dan memperbaiki mental. Latihan rentang gerak pasif/aktif
dilakukan tiap 8 jam untuk mencegah atrofi otot, kontraktur dan statis
vena.
e. Meningkatkan komunikasi optimal
Metode komunikasi alternatif harus dikembangkan untuk pasien
dengan ventilasi mekanik. Bila keterbatasan pasien diketahui, perawat
menggunakan pendekatan komunikasi; membaca gerak bibir,
menggunakan kertas dan pensil, bahasa gerak tubuh, papan
komunikasi, papan pengumuman. Ahli terapi bahasa dapat membantu
dalam menentuka metode yang paling sesuai untuk pasien.
f. Meningkatkan kemampuan koping.
Dengan memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan
perasaan mengenai ventilator, kondisi pasien dan lingkungan secara
umum sangat bermanfaat. Memberikan penjelasan prosedur setiap kali
dilakukan untuk mengurangi ansietas dan membiasakan klien dengan
rutinitas rumah sakit. Klien mungkin menjadi menarik diri atau depresi
selama ventilasi mekanik terutama jika berkepanjangan akibatnya
perawat harus menginformasikan tentang kemajuannya pada klien, bila
memungkinkan pengalihan perhatian seperti menonton TV, bermain
musik atau berjalan-jalan jika sesuai dan memungkinkan dilakukan.
Teknik penurunan stress (pijatan punggung, tindakan relaksasi)
membantu melepaskan ketegangan dan memampukan klien untuk
menghadapi ansietas dan ketakutan akan kondisi dan ketergantungan
pada ventilator.
8. Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan yang diberikan antara lain:
a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri
pulmonal dan tanda-tanda vital yang adekuat.
b. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang
minimal.
c. Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan
jumlah sel darah putih.
d. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesan tertulis, gerak tubuh atau
alat komunikasi lainnya.
f. Dapat mengatasi masalah secara efektif.

9. Penyapihan dari ventilasi mekanik


Kriteria dari penyapihan ventilasi mekanik:
a. Tes penyapihan
1) Kapasitas vital 10-15 cc / kg
2) Volume tidal 4-5 cc / kg
3) Ventilasi menit 6-10 l
4) Frekuensi permenit < 20 permenit
b. Pengaturan ventilator
1) FiO2 < 50%
2) Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) : 0
c. Gas darah arteri
1) PaCO2 normal
2) PaO2 60-70 mmHg
3) PH normal dengan semua keseimbangan elektrolit diperbaiki
d. Selang Endotrakeal
1) Posisi diatas karina pada foto Rontgen
2) Ukuran : diameter 8.5 mm
e. Nutrisi
1) Kalori perhari 2000-2500 kal
2) Waktu : 1 jam sebelum makan
f. Jalan nafas
1) Sekresi : antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan
(suctioning)
2) Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau
Steroid
3) Posisi : duduk, semi fowler
g. Obat-obatan
1) Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam
2) Agen paralise : dihentikan lebih dari 24 jam
h. Emosi
Persiapan psikologis terhadap penyapihan
i. Fisik
Stabil, istirahat terpenuhi

C. PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI KEPADA PASIEN DAN


KELUARGA
1. Indikasi
2. Jenis tindakan dan pengobatan yang diberikan
3. Risiko atas tindakan yang diberikan

BAB V
DOKUMENTASI

A. PENCATATAN SELURUH KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN


PADA REKAM MEDIS
1. Dicatat oleh pemberi pelayanan bantuan hidup dasar yang berkompeten
2. Dicatat pada lokasi yang seragam

B. REKAM MEDIS PEMBERIAN ASESMEN DAN TINDAKAN


RESUSITASI
1. Catatan oleh Dokter
2. Catatan oleh Perawat

Panduan Pelayanan Pasien dengan Alat Bantu Hidup Dasar disusun agar dapat
dipakai sebagian pegangan dan acuan oleh setiap staf medis dalam melaksanakan
kegiatan pelayanan medis kepada pasien, serta sebagai dasar paduan bagi Seluruh
staf medis dibawah ruang lingkupnya dalam melaksanakan kegiatannya.

Panduan Pelayanan Pasien dengan Alat Bantu Hidup Dasar berlaku sejak tanggal
ditetapkan.

Direktur RSIA Harapan Mulia


dr. Evie Kusmiati
NIK : 0/18.03/00427

Anda mungkin juga menyukai