BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi semakin lama semakin pesat dan menyentuh hampir
semua bidang kehidupan manusia. Pada akhirnya setiap individu harus
mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan teknologi,
agar dapat beradaptasi terhadap perkembangan tersebut. Hal ini juga berlaku
untuk profesi keperawatan, khususnya area keperawatan kritis di ruang
perawatan intensif (intensif care unit/ICU).
Pemanfaatan teknologi di area perawatan kritis terjadi dengan dua proses yaitu
transfer dan transform teknologi dari teknologi medis menjadi teknologi
keperawatan. Transfer teknologi adalah pengalihan teknologi yang mengacu
pada tugas, peran atau penggunaan peralatan yang sebelumnya dilakukan oleh
satu kelompok profesional kepada kelompok yang lain. Sedangkan transform
(perubahan) teknologi mengacu pada penggunaan teknologi medis menjadi
bagian dari teknologi keperawatan untuk meningkatkan asuhan keperawatan
yang diberikan dan hasil yang akan dicapai oleh pasien. Ventilasi mekanik
yang lebih dikenal dengat ventilator merupakan teknologi medis yang
ditransfer oleh dokter kepada perawat dan kemudian ditransform oleh
keperawatan sehingga menjadi bagian dari keperawatan.
B. TUJUAN
1. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
2. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat
3. Pemberian MV yang akurat
4. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
5. Mengurangi kerja pernafasan
C. DEFINISI
1. Gagal Napas adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
ketidakmampuan paru untuk mensuplai oksigen secukupnya ke seluruh
tubuh atau mengeluarkan karbondioksida dari aliran darah
2. Ventilasi adalah keluar masuknya udara dari dan ke paru
3. Ventilasi mekanik adalah suatu alat yang mampu membantu atau
mengambil alih semua pertukaran gas paru untuk mempertahankan hidup
BAB II
RUANG LINGKUP
3. Tekanan inspirasi
Pada ventilasi tekanan terkontrol (PCV) dan ventilasi pressure support,
tekanan inspirasi diatur sedemikian rupa sehingga tekanan plato kurang
atau sama dengan 35 cm H2O. Volume tidal juga harus dipertahankan pada
rentang yang telah ditetapkan sebelumnya.
Ventilasi tekanan positif dapat digunakan pada keadaan gagal napas akut
maupun kronik. Definisi gagal napas menurut British Thoracic Society
(BTS) adalah terjadinya kegagalan proses pertukaran gas secara adekuat
ditandai dengan tekanan gas darah arteri yang abnormal.
1) Gagal napas tipe 1 (hipoksemik) bila PaO2 < 8 kPa (60 mmHg) dengan
PaCO2 normal atau rendah.
2) Gagal napas tipe 2 (hiperkapnik) terjadi bila PaO2 < 8 kPa (60 mmHg)
dengan PaCO2 > 6 kPa (45 mmHg). Gagal napas dapat akut, acute on
chronic dan kronik. Pembagian keadaan ini penting untuk menentukan
terapi terutama pada gagal napas tipe 2.
Gagal napas hiperkapnik akut terjadi bila penderita mempunyai gangguan
napas minimal yang mengawali keadaan tersebut dengan analisis gas darah
menunjukkan PaCO2 yang tinggi, pH rendah dan bikarbonat normal.
Gagal napas hiperkapnik kronik apabila terdapat penyakit paru kronik,
PaCO2 tinggi, pH normal dan bikarbonat meningkat. Gagal napas
hiperkapnik acute on chronic apabila terjadi perburukan tiba-tiba pada
seseorang yang sudah mengalami gagal napas hiperkapnik sebelumnya,
ditandai dengan PaCO2 yang tinggi, pH rendah dan bikarbonat yang
meningkat.
1) Indikasi NPPV
a) PPOK eksaserbasi dengan asidosis respiratorik (pH<7,35)
b) Gagal napas hiperkapnik sekunder akibat kelainan dinding dada
(skoliosis, torakoplasti) atau Penyakit neuromuskular
c) Edema paru kardiogenik yang tidak respons terhadap CPAP
d) Proses weaning dari intubasi trakea
Beberapa keadaan yang tidak memungkinkan untuk penggunaan ventilasi
noninvasif antara lain gangguan kesadaran, hipoksemia berat, sekret jalan
napas yang banyak. Keuntungan penggunaan ventilasi noninvasif antara
lain mengurangi tindakan intubasi atau pemasangan endotracheal tube,
waktu perawatan lebih singkat dan berkurangnya angka kematian pada
penderita gagal napas akut. Keuntungan lain ventilasi noninvasif adalah
mekanisme pertahanan jalan napas tetap utuh dan fungsi menelan tetap
dapat dipertahankan. Perlu dipahami bahwa ventilasi noninvasif bukanlah
sebagai terapi pengganti intubasi trakea atau ventilasi invasif apabila
secara jelas terbukti bahwa ventilasi invasif merupakan pilihan terapi
untuk penderita.
2) Kontra indikasi NPPV
a) Trauma atau luka bakar pada wajah
b) Pembedahan pada wajah, jalan napas atas, atau saluran cerna bagian
atas
c) Sumbatan jalan napas atas
d) Tidak mampu melindungi jalan napas
e) Hipoksemia yang mengancam jiwa
f) Hemodinamik tidak stabil
g) Penyakit penyerta yang berat
h) Gangguan kesadaran
i) Kejang/ gelisah
j) Muntah
k) Sumbatan usus besar
l) Sekret jalan napas berlebihan
m)Gambaran konsolidasi pada foto toraks
n) Pneumotoraks yang belum diatasi
1. Pasien yang mengalami gagal nafas yang dirawat di ICU harus dipasang
ventilasi mekanik.
2. Pemasangan ventilasi mekanik harus memakai surat persetujuan keluarga dan
dicatat di Rekam Medis.
3. Pasien yang telah dipasang ventilasi mekanik diberi perawatan yang maksimal
seperti penghisapan lendir supaya tidak terjadi hipoksia dan depresi pernafasan.
4. Pasien yang telah terpasang ventilasi mekanik dilakukan fisioterapi dada setiap
satu hari sekali.
5. Pembersihan selang ventilasi mekanik (tubing) dilkukan setelah 24 jam
pemasangan.
6. Untuk mencegah terjadinya decubitus, pasien yang memakai ventilasi mekanik
dilakukan perubahan posisi tidur setiap 4 jam.
7. Apabila pernafasan sudah adekuat dan proses weaning dilakukan ventilasi
mekanik bisa dilepas, selanjutnya extubasi dilakukan.
BAB IV
TATA LAKSANA
A. MODE VENTILASI
Mode ventilasi adalah istilah ringkas untuk menggambarkan bagaimana
ventilator bekerja dalam situasi tertentu. Istilah ini ditemukan oleh para dokter,
ahli terapi, atau produsen ventilator yang mengembangkan berbagai tipe
ventilasi.
Pada gagal napas akut, tujuan awal pemberian ventilasi adalah bantuan
napas segera untuk memberikan waktu istirahat bagi otot-otot pernapasan.
Setelah beberapa jam sampai beberapa hari, diharapkan kondisi pasien
telah stabil dan mulai pulih. Bila mode ventilasi tetap dipertahankan, maka
akan terjadi kelemahan otot-otot atau atropi sehingga beberapa klinisi
tidak menganjurkan penggunaan FVS dan lebih menyukai PVS digunakan
sejak awal. Namun demikian, FVS tetap dibutuhkan untuk menghindari
terjadinya atropi otot-otot pernapasan.
3. Ventilasi Assist-Control
Ventilasi assist-control adalah ventilasi dengan pengaturan pemicu waktu
atau pasien dengan laju napas, sensitivitas dan tipe pernapasan minimum.
Pasien dapat memicu pernapasannya dengan laju yang lebih cepat namun
volume preset atau tekanan tetap diberikan pada tiap napas. Bila telah ada
usaha napas pasien, maka mode assist-control dapat digunakan. Dengan
mode ini, tiap napas (pemicu waktu ataupun pasien) merupakan
pernapasan yang diatur. Pemicu dari pasien timbul karena ventilator
sensitif terhadap tekanan atau perubahan aliran pada saat pasien berusaha
untuk bernapas. Pada saat terdapat tekanan negatif yang ringan (-1 cm
H2O) atau terjadi penurunan aliran (2-3 l/menit di bawah aliran bias
ekspirasi) maka siklus inspirasi dimulai.
Laju napas minimum harus diatur pada ventilator untuk menjamin adanya
volume ekspirasi. Bila diinginkan, pasien dapat diberikan napas tambahan.
Sebelumnya, ventilasi assist-control diasumsikan menyerupai kerja
pernapasan (work of breathing), tetapi pada saat ini diketahui bahwa
pasien dapat melakukan kerja inspiasi sebanyak 33-50% atau lebih. Hal ini
terjadi khususnya bila terdapat inspirasi aktif dan aliran gas tidak sesuai
dengan aliran inspirasi yang dibutuhkan oleh pasien. Secara klinis hal ini
dapat diketahui dengan melihat gambaran grafik pada manometer tekanan.
Jika tekanan tidak meningkat dengan lancar dan cepat untuk mencapai
puncak, maka alirannya tidak adekuat.
Tekanan ini bertindak sebagai penyangga (stent) untuk menjaga agar jalan
napas yang kecil tetap terbuka pada akhir ekspirasi. PEEP ini telah
menjadi ukuran standar pada penatalaksanaan pasien dengan
ketergantungan pada ventilator PEEP tidak direkomendasikan pada pasien-
pasien dengan penyakit paru yang terlokalisasi seperti pneumonia karena
tekanan yang diberikan dapat didistribusikan ke daerah paru yang normal
dan hal ini dapat menyebabkan distensi yang berlebihan sehingga
menyebabkan rupture alveoli.
8. Tekanan Positif Jalan Napas Kontinyu (Continuous Positive Airway
Pressure/CPAP)
Pernapasan spontan dengan tekanan positif yang dipertahankan selama
siklus respirasi disebut dengan continuous positive airway pressure
(CPAP). Pada mode ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan
negative untuk menerima gas yang diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh
katup inhalasi khusus yang membuka bila tekanan udara di atas tekanan
atmosfer. CPAP harus dibedakan dengan PEEP spontan. Pada PEEP
spontan, tekanan negative jalan napas dibutuhkan untuk inhalasi. PEEP
spontan telah digantikan oleh CPAP karena dapat menurunkan work of
breathing.
2. Pengkajian Kardiovaskuler
Perubahan dalam curah jantung dapat terjadi sebagai akibat ventilator
tekanan positif. Tekanan intratoraks positif selama inspirasi menekan
jantung dan pembuluh darah besar dengan demikian mengurangi arus
balik vena dan curah jantung. Tekanan positif yang berlebihan dapat
menyebabkan pneumotoraks spontan akibat trauma pada alveoli. Kondisi
ini dapat cepat berkembang menjadi pneumotoraks tension, yang lebih
jauh lagi mengganggu arus balik vena, curah jantung dan tekanan darah.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik yang perlu dilakukan pada klien dengan ventilasi
mekanik yaitu :
a. Pemeriksaan fungsi paru
b. Analisa gas darah arteri
c. Kapasitas vital paru
d. Kapasitas vital kuat
e. Volume tidal
f. Inspirasi negative kuat
g. Ventilasi semenit
h. Tekanan inspirasi
i. Volume ekspirasi kuat
j. Aliran-volume
k. Sinar X dada
l. Status nutrisi / elaktrolit.
5. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan mayor klien dapat mencakup :
a. Kerusakan pertukaran gas yang brhubungan dengan penyakit yang
mendasari, atau penyesuaian pengaturan ventilator selama stabilisasi
atau penyapihan .
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
pembentukan lendir yang berkaitan dengan ventilasi mekanik tekanan
positif.
c. Risiko terhadap trauma dan infeksi yang berhubungan dengan intubasi
endotrakea dan trakeostomi.
d. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan ketergantungan
ventilator.
e. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan tekanan
selang endotrakea dan pemasangan pada ventilator.
f. Koping individu tidak efektif dan ketidakberdayaan yang berhubungan
dengan ketergantungan pada ventilator.
BAB V
DOKUMENTASI
Panduan Pelayanan Pasien dengan Alat Bantu Hidup Dasar disusun agar dapat
dipakai sebagian pegangan dan acuan oleh setiap staf medis dalam melaksanakan
kegiatan pelayanan medis kepada pasien, serta sebagai dasar paduan bagi Seluruh
staf medis dibawah ruang lingkupnya dalam melaksanakan kegiatannya.
Panduan Pelayanan Pasien dengan Alat Bantu Hidup Dasar berlaku sejak tanggal
ditetapkan.