Anda di halaman 1dari 3

Untuk mempertahankan homeostasis badan sebagai respon dari lingkungan,

sistem imun dan saraf terhubung sebagai komunikasi dua arah yang intense.
Penelitian terbaru dan bukti klinis mengindikasikan jika cedera sisten saraf sentral
seperti stroke, injuri spinal cord atau cedera trauma otak akan mengganggu
keseimbangan pada kedua sistem ini yang menyebabkan imunodepresi.
Overaktivasi dari sistem saraf simpatik setelah stroke ditunjukkan pada supresi dari
respon imun selular perifer dan dikontribusikan untuk perkembangan infeksi bakteri
paru. Namun, perubahan pada kompartemen imun paru dan mekanisme yang
mendasari pada respon imun antibakterial pada paru yang rusak setelah stroke tidak
diketahui dengan jelas (Engel et all, 2015).
Selain sel imun paru, makrofag alveolar (M), sel epitel alveolar (AEC /
Alveolar Epithelial Cells) menunjukkan berbagai macam reseptor yang mengenali
patogen atau produk lainnya. Aktivasi cepat makrofag alveolar dan epitel saluran
pernapasan sangat penting dan krusial terhadap efektivitas pertahanan host selama
infeksi bakteri di paru. Makrofag alveolar dan sel epitel paru telah ditunjukkan untuk
mengekspresikan reseptor α7 nicotinergic acetylcholine (α7nAChR), yang telah
diidentifikasi sebagai elemen down-stream yang dikenal dengan jaras anti-
inflamatori kolinergik (cholinergic anti-inflammatory pathway). Jaras saraf, yang
melibatkan nervus vagus parasimpatetik dan asetikolin neurotransmitter, ditunjukkan
sebagai feedback negatif untuk mencegah adanya overreaksi yang memiliki potensi
berbahaya terhadap sistem imun selama kondisi inflamatori, misal seperti infeksi
bakteri, dengan menekan produksi sitokin proinflamasi dengan mengaktifkan
makrofag yang berikatan dengan Ach ke α7nAChR (Engel et all, 2015).
Stroke akan mengaktifkan jaras kolinergik anti-inflamatori secara langsung,
yang sangat terlibat pada pengembangan infeksi paru post-stroke seperti : (Engel et
all, 2015).
1. Middle cerebral artery occlusion (MCAo) menurunkan HR dan
meningkatkan tekanan darah
2. Peningkatan HRV (HR Variability) dan sensivitas barorefleks yang
mengindikasikan aktivasi parasimpatis setelah stroke.
Peningkatan LF (Low Frequency) pada komponen HRV
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas parasimpatetik di MCAo
setealh terjadinya iskemia cerebral dengan menggunakan sistem
telemetri.
3. Unilateral vagotomy menurunkan beban bakteri dengan
mengembalikan fungsi imun paru.
Fungsi dari dilakukannya unilateral vagotomy adalah untuk
mengetahui pengaruh aktivitas parasimpatetik pada infeksi poststroke.
4. Peran dari α7nAChR pada berkurangnya pertahanan antibakterial di
paru setelah stroke.
α7nAChR telah dideskripsikan sebagai mediator dari efek
kolinergik anti-inflamatori pada makrofag.
5. Pensinyalan Kolinergik Melemahkan Pertahanan Antibakteri Sel
Myeloid Paru dan Epitel setelah stroke
6. Pola ekspresi mRNA dari α7nAChR di makrofag alveolar dan sel epitel
alveolar.
7. Berkurangnya produksi sitokin pada sel epitel alveolar dan makrofag
alveolar terhadap stimulasi α7nAChR

Selain defisit neurologik yang mengarah ke disfagia dan aspirasi, supresi dari
respon imun perifer karena overaktivasi dari jaras stress telah dikenali sebagai faktor
resiko kritikal sebagai pengembangan komplikasi infeksi dari stroke. Pada studi
sebelumnya, adanya peningkatan aktivitas dari sistem saraf simpatetik setelah
iskemia cerebral mengarah ke kerusakan respon imun selular perifer, terutama pada
natural killer cell dan respon T-cell. Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan
level katekolamin dan penurunan jumlah T-cell di darah perifer, bersamaan dengan
kerusakan fungsi sel T ex vivo pada pasien stroke yang belum terjadi onset
komplikasi berupa infeksi. Maka dari itu, meskipun respon patofisiologi dari penyakit
manusia ditunjukkan sebagai respon genomic pada kondisi inflamatori akut (Engel et
all, 2015).
Adanya supresi respon imun yang diinisiasi oleh paru terjadi karena
peningkatan sinyal kolinergik, yang dilanjutkan oleh saraf vagus parasimpatetik dan
α7nAChR yang terekspresi pada sel epitel alveolar dan makrofag alveolar. Maka dari
itu, adanya kerusakan dan disfungsi pada T/NK-sel yang dimediasi oleh sistem saraf
simaptetik dan kerusakan respon imun yang diinisiasi oleh paru yang dimediasi oleh
sistem saraf parasimpatetik merupakan mekanisme penting yang mengarah ke
penurunan pertahanan anti-bakterial dan infeksi bakteri post-stroke (Engel et all,
2015).
Jaras antiinflamatori kolinergik selalu dideskripsikan sebagai mekanisme
proteksi yang mencegah terjadinya overaktivasi yang berpotensi bahaya pada
sistem imun yang berespon terhadap infeksi atau kerusakan jaringan yang diinduksi
inflamasi. Sensori perifer inflamasi memproses via serat afferent vagal sebagai
respon inflamatori terlepasnya asetilkolin dari vagal efferent, yang bereaksi pada
α7nAChR pada makrofag untuk mensupresi pelepasan sitokin proinflamatori (Engel
et all, 2015).

Odilo Engel, DVM*; Levent Akyüz, MSc*; Andrey C. da Costa Goncalves,


PhD; Katarzyna Winek, MD; Claudia Dames, MSc; Mareike Thielke, MLS; Susanne
Herold, MD; Chotima Böttcher, PhD; Josef Priller, MD; Hans Dieter Volk, MD; Ulrich
Dirnagl, MD; Christian Meisel, MD*; Andreas Meisel, MD. “Cholinergic Pathway
Suppresses Pulmonary Innate Imunity Facilitating Pneumonia After Stroke”.The
Jackson Laboratory, Bar Harbor.2015

Metode yang dilakukan pada penelitian sistem saraf parasimpatetik pada


imunosupresi poststroke adalah dengan arteri cerebral media oklusi, dan
mengevaluasi variabilitas detak jantung yang diukur dengan telemetry, vagotomy,
dan reseptor α7 nicotinic acetylcholine-deficient , dan parasympathomimetics
(nicotine, PNU282987) untuk mengukur dan modulasi aktivitas parasimpatis.

Hasil – adanya peningkatan yang cepat pada aktivitas parasimpatis setelah


stroke. Inhibisi dari sinyal cholinergic dengan vagotomy atau dengan menggunakan
reseptor α7 nicotinic acetylcholine-deficient.

Conclusion—jaras kolinergik memainkan peran penting pada pengembangan


infeksi paru setelah terjadinya cedera sistem saraf sentral akut.

Anda mungkin juga menyukai