Anda di halaman 1dari 4

2.

1 Patogenesis

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan


(imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang
2
berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme
3
dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.

Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1

1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonosiasi di permukaan mukosa.

Dari keempat cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai
brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring

mengandung konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang
1,2
tinggi dan terjadi pneumonia.
Gambar _. Patogenesis Pneumonia Oleh Bakteri Pneumococcus3

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan


reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi.
Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit
yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian
terjadi proses fagositosis. pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri
maka akan nampak empat zona (Gambar 1) pada daerah pasitik parasitik terset
yaitu :1

1. Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema
2. Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan
beberapa eksudasi sel darah merah
3. Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi
fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak
4. Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri
yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.
2.2 Patofisiologi

Pneumonia merupakan hasil dari proliferasi patogen mikrobial di alveolar dan


respon inang terhadap patogen. Mikroorganisme dapat mencapai traktus respiratorius
bagian bawah dengan berbagai cara. Hal yang paling umum adalah dengan aspirasi
dari orofaring. Aspirasi dalam jumlah kecil seringkali terjadi pada saat tidur (terutama
pada orang tua) dan pasien dengan penurunan kesadaran. Sebagian besar patogen
yang terinhalasi adalah berupa droplet yang terkontaminasi. Jarang sekali terjadi
penyebaran penyakit pneumonia secara hematogen (misal, endokarditis trikuspid)
atau infeksi lanjutan dari infeksi pleura atau ruang mediastinum. 4

Faktor mekanik merupakan hal yang terpenting dalam mekanisme pertahanan


inang. Rambut hidung berguna untuk menangkap partikel besar yang terinhalasi
sebelum mencapai traktus respiratorius bawah. Begitu juga dengan cabang dari
bronkus pada traktus respiratorius yang terdapat mucociliary dan antibakterial yang
dapat membersihkan atau membunuh patogen. Refleks muntah dan batuk merupakan
mekanisme untuk mencegah terjadinya aspirasi. Sebagai tambahan, flora normal
terdapat pada sel mukosa orofaring berjumlah konstan, mencegah bakteria patogen
dari pengikatan sehingga menurukan angka terjadinya pneumonia yang disebabkan
oleh bakteria virulensi. 4

Ketika pertahanan atau barier ini terlampaui atau ketika mikroorganismenya


cukup kecil sehingga dapat terinhalasi menuju alveolar, makrofag yang terdapat
dilaveolar dapat segera membersihkan dan membunuh patogen. Makrofag
dipengaruhi oleh protein yang dihasilkan oleh sel epitel alveolar (misal, protein
surfaktan A dan D) dan terdapat aktivitas antibakteri dan antivirus. Ketika sudah
ditelan oleh makrofag, patogen, meskipun tidak dibunuh, mereka dapat tereliminasi
melalui mucociliary atau melalui pembuluh limfe dan tidak ditetapkan lagi sebagai
traget infeksius. Hanya ketika kapasitas dari alveolar makrofag untuk membunuh dan
mengeliminasi patogen terlampaui oleh patogennya, maka pneumonia dapat terjadi.
Pada situasi ini, makrofag alveolar akan menginisiasi respon inflamatori untuk
pertahanan traktus respiratorius bawah. Respon host inflamatori akan mentriger
sindrom klinis pneumonia. Pelepasan mediator inflamatori seperti interleukin 1 dan
tumor nekrosis faktor, menyebabkan demam. Kemokin, seperti interleukin 8 dan faktor
stimulasi koloni granulosit, menstimulasi pelepasan neutrofil ke paru yang akan
memproduksi leukolistosis periferal dan peningkatan sekresi purulen. Mediator
inflamator dilepaskan oleh makrofag dan neutrofil yang baru direkrut akan
membentuk kebocoran kapiler alveolar sama dengan yang terlihat dapa sindrom
distress pernapasan akut, meskipun pada pneumonia, kebocoran ini dapat
terlokalisasi. Bahkan eritrosit dapat menembus melalui membran kapiler alveolar,
dengan hemoptosis konsekuen. Kebocoran kapiler menghasilkan infiltrasi pada
gambaran radiografi dan ronkhi pada asukultasi, dan hipoksemia yang merupakan
hasil dari terisinya alveolar. Bahkan beberapa patogen bakterial dapat mengganggu
vasokontriksi hipoksemia yang biasanya akan terjadi pada alveoli yang terisi cairan,
dan gangguan ini akan menghasilkan hipoksemia berat. Peningkatan laju napas akan
menyebabkan terjadinya alkalosis respiratori. Menurunnya pemenuhan karena
kebocoran kapiler, hipoksemia, peningkatan laju napas, peningkatan sekresi, dan
bronkospasme karena infeksi, semua ini dapat menyebabkan terjadinya dispnea. Jika
cukup berat, perubahan mekanik paru oleh karena penurunan volume paru dan
pemenuhan dari intrapulmonar dapat menyebabkan kegagalan pernapasan dan
kematian pasien.4

1. PDPI. 2003. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di


Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
2. Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia.
3. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases Society of
America/American Thoracic Society consensus guidelines on the
management of community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis 2007;
44: Suppl. 2, S27–S72. Tersedia di :
www.thoracic.org/sections/publications/statements/ pages/mtpi/idsaats-
cap.html [Diakses 22 Februari 2019].
4. McGraw-Hill Education.2015.Harrison’s Principles of Internal Medicine 19 th
edition.McGraw Hill Companies, Inc

Anda mungkin juga menyukai