dari kecerdasan, kreativitas dan kearifan manusia. Maka tidak seperti aktor-
Negara dinyatakan:
26
27
sudah dilihat sebagai satu kesatuan fungsi yang berjalan dalam sebuah
organisasi. Dalam hal ini, pemaknaan terhadap intelijen pun haruslah dilihat
18
Andi Widjajanto dan Artanti Wardhani, Hubungan Intelijen-Negara 1945-2004, Pacivis
dan Friedrich Ebert Stiftung, Jakarta, 2008, hlm. 1.
28
alternatif yang dapat dijadikan ukuran dari kebijakan dan tindakan yang akan
dengan prinsip dasar penadbiran.Hal ini terjadi karena intelijen pada dasarnya
Ada dua paradigma yang bisa menjadi acuan bagi regulasi intelijen di
19
Ibid, hlm. 2.
29
20
Andi Widjajanto, Cornelis Lay, Makmur Keliat, Intelijen: Velox et Exactus, Pacivis,
Jakarta, 2008, hlm. 25.
30
teoritik pembangunan tipe ideal intelijen negara, maka dalam teori intelijen
terdapat 2 tipe ideal intelijen negara yang diturunkan dari analisa Gill dan Bar
intelijen negara dalam rezim otoriter dan tipe ideal intelijen negara dalam
rezim demokratik.
21
Andi Widjajanto, Hubungan Intelijen-Negara, Op.Cit. hlm. 19.
31
yang berkuasa.
intelijen.
22
Ibid, hlm. 19-22.
32
parlemen.
ancaman militer yang berasal dari negara lain. Konstruksi ini juga
23
Ibid, hlm. 25-27.
33
keamanan (1998-sekarang).
Sebagai negara baru, system politik Indonesia masih bersifat transisional. Ini
24
Ken Conboy, INTEL: Inside Indonesia’s Intelligence Service, Jakarta, Equinox, 2004,
hlm. 15-29.
36
hanya terbatas pada sekitar 40 perwira PETA dan bekas informan Jepang di
dari berbagai latar belakang etnik yang sebelumnya telah diberikan pelatihan
bagi unit-unit khusus yang ada pada divisi tentara di berbagai wilayah di
Jawa, seperti Kontra Intelijen di Jawa Timur dan Penyiapan Lapangan (Field
25
Andi Widjajanto, Hubungan Intelijen-Negara, Op.Cit. hlm. 64-65.
37
lain di luar Jawa. Salah satu grup dalam Brani secara khusus bertugas
pengusaha Tegal yang diberi hak ekspor ke Singapura, selain juga dari hasil
dipimpin oleh seorang komisaris polisi. Pada tanggal 30 April 1947, Sukarno
26
Ibid, hlm. 65-66.
27
Ken Conboy, Op.Cit.,hlm. 15-29.
38
lembaga baru ini cenderung memiliki nuansa Militerisasi Intelijen yang kuat.
sederhana, terdiri dari tiga unit yang disebut Grup A, Grup B, dan Grup C,
dan memiliki lima belas staf yang dibagi dalam desk militer, politik, dan
ekonomi. Namun, dengan sumber daya dan kapasitas yang terbatas, tidak
terjadi beberapa perubahan besar dalam entitas negara Indonesia, antara lain:
28
Ibid.
39
bergejolak. Setelah NKRI secara resmi diakui pada tanggal 15 Agustus 1950,
eksternal tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dari tahun 1950
hingga 1958 terjadi proses politisasi intelijen militer yang mengarah kepada
Proses politisasi ini dimulai pada awal tahun 1952 saat Kepala Staf
marjinal secara struktural dan keterbatasan sumber daya dan dana, tidak
berikutnya.30
29
Andi Widjajanto, Hubungan Intelijen-Negara, Op.Cit. hlm. 72-73.
30
Ken Conboy, Op.Cit.,hlm. 15-29.
40
gerilya jika terjadi invasi China ke Asia Tenggara. Di satu sisi tawaran ini
kabinet. Tapi dilain pihak, baik Hatta maupun Sultan juga menginginkan
kesepakatan bahwa proyek pelatihan ini bersifat rahasia akhirnya Hatta dan
Kemudian lima puluh orang perwira dikirim ke suatu daerah di Jawa Tengah
untuk menjalani pelatihan selama satu bulan untuk kemudian diseleksi lagi.
Pada akhir tahun 1952, tujuh belas perwira terseleksi diterbangkan dengan
Technical Training Unit milik CIA. Selama di Saipan, para kader intel ini
dikembalikan lagi ke Jakarta melalui rute yang panjang dan rahasia. Ketika
tiba di Jakarta, situasi politik sudah berubah. Kabinet telah berganti, dan
31
Ibid.
41
cenderung berafiliasi dengan China daratan. Operasi ini merupakan salah satu
operasi militer, namun lebih terkait dengan dinamika politik domestik saat
itu.
(BPI) yang berada di bawah tanggung jawab Menteri Luar Negeri Subandrio.
32
Ibid
42
oleh Sukarno. Politik Keamanan ini ditetapkan pada 3 Desember 1960 oleh
Pada periode ini, Dengan mandat politik yang kuat, Subandrio secara
33
Ibid.
34
Andi Widjajanto, Hubungan Intelijen-Negara, Op.Cit. hlm. 76.
43
militer.36
komunis.
pemerintahan Orde Baru, TNI-AD menggelar tiga pola operasi militer, yaitu :
penyidikan.37
dalam doktrin Tri Ubaya Çakti yang dirumuskan ulang oleh TNI AD dalam
Doktrin Tri Ubaya Çakti terdapat tiga doktrin dasar, yaitu Doktrin
35
Richard Tanter, Intelligence Agencies and Third World Militarization: A Case Study of
Indonesia, 1966-1989. Doctoral Thesis (Melbourne: Monash University, 1991), Bab 9.
36
Ibid.
37
Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, Sejarah TNI Jilid IV (1966-1983), (Jakarta: Markas Besar
TNI – Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, 2000), hlm.105-124.
44
Pembinaan.38
diikuti oleh Markas Besar Hankam yang mengadakan Seminar Hankam (21
“Tjatur Darma Eka Karma”. Doktrin ini kembali menetapkan bahwa yang
Doktrin Tri Ubaya Çakti, Perata dilakukan dengan menggelar pola operasi
pertahanan dan operasi keamanan dalam negeri. Kedua pola operasi tersebut
Intelijen di masa Orde Baru yang berlangsung dalam dua tahap, yaitu
38
Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat, Sendi-sendi Perjuangan TNI-AD, (Bandung:
Disjarahad, 1979), hlm. 107-110.
39
Departemen Hankam, Hasil Seminar Hankam ke-I (Jakarta: Dephankam, 1966), hlm. 2.
40
Andi Widjajanto, Hubungan Intelijen-Negara, Op.Cit. hlm. 90.
45
kendali operasi intelijen yang dalam periode 1960-1965 dikuasai oleh BPI.
Agustus 1966 yang lalu diganti dengan Komando Intelijen Negara (KIN)
Negara (BAKIN) pada tanggal 22 Mei 1967. Militerisasi BAKIN yang terjadi
bawah kepemimpinan Suharto yang dibantu oleh para perwira militer, seperti
41
Ibid, hlm. 90-91.
42
Ibid, hlm. 91.
43
Seluruh referensi tentang dasar-dasar hukum organisasi Kopkamtib diambil dari
Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, Himpunan Undang-Undang, Surat
46
1967, yaitu pada saat Kopkamtib berkembang menjadi suatu organisasi yang
Papua, dan Timor Timur dibiarkan memasuki ranah politik. Opsus, misalnya,
46
Tanter, Op.Cit.,hlm. 265.
47
CSIS, Ali Moertopo, 1924-1984,Centre for Strategic and International Studies, Jakarta
2004, hlm. 16.
48
milisi oleh unit-unit pasukan khusus49. Perluasan cakupan operasi intelijen ini
48
Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 1974.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, hlm. 45.
49
Leonard C. Sebastian, Realpolitik Ideology. Indonesia’s Use of Military Force, ISEAS,
Singapore, 2006, hlm. 110-123.
49
intelijen serta mekanisme rapat kerja Komisi I DPR dengan BIN dapat
50
Andi Widjajanto, Hubungan Intelijen-Negara, Op.Cit. hlm. 97-98.
50
Alat pelengkap negara dapat disebut organ negara, lembaga negara, atau
karena itu, istilah lembaga negara, organ negara, badan negara, dan alat
Fockema Andreae yang diterjemahkan oleh Saleh Adiwinata dkk, kata organ
negara, bukan lembaga negara atau organ negara. Sedangkan UUD Tahun
51
Firmansyah Arifin, at. al., Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga
Negara, cet. 1, Jakarta, KRHN, 2005, hlm. 29.
52
Marjanne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia cet-2, Djambatan, Jakarta,
2002, hlm. 390.
53
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 28.
51
dalam UUD 1945 tidak terdapat alat-alat pelengkap negara54. Dalam UUD
Mahkamah Agung.
negara”. Istilah ini ditemui dalam Tap MPRS Nomor X/MPRS/1966 yang
Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi yang diatur dalam Undang-Undang
Dasar 1945. Selanjutnya juga dapat ditemui dalam Tap MPR Nomor
54
Firmansyah Arifin, at. al., op.cit, hal. 89.
52
Negara. Dalam Ketetapan ini pada Pasal 1 dijelaskan terdapat dua lembaga
istilah lembaga negara dalam UUD 1945 setelah perubahan yakni dalam
Pasal 24C ayat (1) yang menyebutkan salah satu kewenangan Mahkamah
lembaga yang ditentukan dalam konstitusi. Hal ini mengacu pada pendapat
Presiden.56
55
Sri Soemantri, Lembaga Negara dan State Auxiliary Bodies dalam Sistem
Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, Disampaikan dalam dialog hukum dan non-hukum
Penataan State Auxiliary Bodies dalam Sistem Ketatanegaraan, Departemen Hukum dan HAM
RI, Badan Pembinaan Hukum Nasional bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas
Airlangga, Surabaya 26-29 Juni 2007. hlm. 3.
56
Ibid.
53
bersumber pada UUD 1945 hasil perubahan adalah BPK, DPR, DPD, MPR,
Presiden (termasuk Wakil Presiden), MA, MK, dan KY. Jika dilihat tugas
kelompok, yakni lembaga negara yang mandiri yang disebut lembaga negara
utama (Main State`s Organ) dan lembaga negara yang mempunyai fungsi
melayani yang disebut (Auxiliary State`s Organ). BPK, DPR, DPD, MPR,
yang bersifat utama atau penunjang. Jika dilihat dari kriteria hierarki, Jimly
57
Ibid.
58
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Jakarta, Sekjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hlm. 106-112.
54
undang-undang.
Jika dilihat dari kriteria fungsi, lembaga negara dapat dibagi menjadi
dua, yaitu lembaga negara yang bersifat utama dan yang bersifat sekunder
atau penunjang.
59
John Alder, Constitutions and Administrative Law, London, The Macmillan Press LTD,
1989, hlm. 232.
55
atas masuk ke dalam organ atau lembaga negara lapis ketiga, dimana sumber
Perpres.
ini harus membentuk satu kesatuan proses yang satu dengan lainnya harus
menganut prinsip ”Negara hukum yang dinamis” atau welfare State, maka
60
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi…, Op.Cit., hal. 341.
61
Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Alumni,
Bandung, 1986, hal. 59
56
dalam segala bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, maupun pangan, dan
negara.
Intelijen dalam negeri dan luar negeri.” Adanya frasa “alat negara” yang
dalam hukum tata negara istilah tersebut, seperti yang telah disampaikan
62
ST Marbun dan Mahfud Md, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Cetakan IV,
Liberty Yogyakarta, 2006, hal. 52.
57