Anda di halaman 1dari 28

KONSEP KEPERAWATAN KRITIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis


Ns. Ester Inung Sylvia, M. Kep., Sp. MB

Disusun Oleh :
Kelompok 5

Christie PO.62.20.1.16.125
Evi Salawati PO.62.20.1.16.139
Ernawati PO.62.20.1.16.1
Ferdinandus I. P PO.62.20.1.16.1
Desi Rinjani PO.62.20.1.16.128
Syska S. N PO.62.20.1.16.162

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN REGULER III
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya lah penyusun akhirnya dapat menyelesaikan Makalah ini tepat pada
waktunya. Penyusunan Makalah Keperawatan kritis ini bertujuan untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh Ns. Ester Inung Sylvia, M. Kep., Sp. MB sebagai Dosen Pengampu
mata kuliah Keperawatan kritis.
Penyusun berharap Makalah ini dapat memenuhi tugas yang diberikan. Akhir kata,
penyusun sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
memberkati segala usaha kita.

Palangka Raya, 30 Juli 2019

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

Judul Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Error! Reference source not found. ................................................. Error!
Bookmark not defined.
B. Error! Reference source not found. ................................................. 1
C. Tujuan penelitian ................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian keperawatan kritis ........................................................... 3
B. Konsep dasar keperawatan kritis ......................................................... 3
C. Tinjauan terhadap area hukum ........................................................... 4
D. Kelalaian keperawatan ........................................................................ 5
E. Isu yang melibatkan bantuan hidup .................................................... 6
F. Peran perawat ..................................................................................... 8
G. Fungsi perawat ................................................................................... 11
H. Perbedaan perawat .............................................................................. 12
I. Tujuan keperawatan intensif ............................................................... 12
J. Proses keperawatan ............................................................................. 14
K. Standar pengkajian ............................................................................. 15
L. Pengkajian di area kritis ..................................................................... 16
M. Efek kondisi kritis .............................................................................. 17
N. Isu end of life ...................................................................................... 18
O. Psikosial aspek .................................................................................. 21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU (Intensive Care Unit) memiliki
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Mengenali ciri-ciri dengan cepat dan
penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien beresiko kritis atau pasien yang berada dalam
keadaan kritis dapat membantu mencegah perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan
peluang untuk sembuh (Gwinnutt, 2006 dalam Jevon dan Ewens, 2009).Comprehensive
Critical Care Department of Health-Ingangguanris merekomendasikan untuk memberikan
perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa batas (critical care without wall),
yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun pasien tersebut secara fisik berada
di dalam rumah sakit (Jevon dan Ewens, 2009). Hal ini dipersepasienikan sama oleh tim
pelayanan kesehatan bahwa pasien kritis memerlukan pencatatan medis yang
berkesinambungan dan monitoring penilaian setiap tindakan yang dilakukan.Dengan
demikian pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena dengan cepat
dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau terjadinya penurunan fungsi orangan-
orangan tubuh lainnya (Rab, 2007).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari keperawatan kritis?
2. Bagaimana konsep keperawatan kritis?
3. Peran dan fungsi keperawatan kritis
4. Bagaimana prinsip keperawatan kritis?
5. Proses keperawatan pada area keperawatan kritis
6. Efek kondisi kritis pada pasien
7. Isu End Of Life Di Keperawatan Kritis
8. Pasienikososial Aspek Dari Keperawatan Kritis
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk memahami dan mendalami konsep keperawatan kritis.

Tujuan Khusus
1) Memenuhi tugas mata kuliah keperawatan kritis.
2) Agar mahasiswa mampu memahami konsep keperawatan kritis dan dapat
mengaplikasikannyake dalam proses asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Keperawatan Kritis


Keperawatan kritis adalah keahlian khusus didalam ilmu perawatan yang
menghadapi secara rinci dengan manusia yang bertangangguanung jawab atas masalah
yang mengancam jiwa. Perawat kritis adalah perawat profesional yang resmi yang
bertangangguanung jawab untuk memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga-
keluarga mereka menerima keperawatanedulian optimal (American Association of
Critical-Care Nurses).
Ilmu perawatan kritis adalah bidang keperawatan dengan suatu fokus pada penyakit
yang kritis atau pasien yang tidak stabil. Perawat kritis dapat ditemukan bekerja pada
lingkungan yang luas dan khusus, seperti departemen keadaan darurat dan unit gawat
darurat (Wilkipedia, 2013).
Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang meliputi
pengkajian, analisa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. The American Asosiation of
Critical care nurses (AACN) menyusun standar proses keperawatan sebagai asuhan
keperawatan kritikal.

B. Konsep Dasar Keperawatan Kritis Menurut AACN


Scope critical care nursing menurut AACN (American Association of Critical Care Nurse)
dibagi 3 :
1. The Critically Ill Patient
Masalah yang aktual dan potensial mengancam kehidupan pasien dan
membutuhkan observasi dan intervensi mencegah terjadinya komplikasi.
Pasien sakit kritis didefinisikan sebagai pasien yang beresiko tinggi untuk masalah
kesehatan aktual atau potensial mengancam jiwa.
2. The Critical-Care Nurse
Perawat perawatan kritis praktek dalam pengaturan dimana pasien memerlukan
pengkajian yang kompleks, terapi intensitas tinggi dan intervensi dan
berkesinambungan kewaspadaan keperawatan. Perawat perawatan kritis
mengandalkan tubuh khusus pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk
memberikan perawatan keperawatanada pasien dan keluarga daOIn menciptakan
lingkungan yang menyembuhkan, manusiawi dan peduli. Terutama, perawat perawat
kritis adalah advokat pasien. AACN mendefinisikan advokasi sebagai menghormati
dan mendukung nilai-nilai dasar, hak-hak dan keyakinan pasien sakit kritis.

3. The Critical-Care Environment


Keistimewaan obat perawatan intensif dikembangkan sebagai konsekuensi dari
epidemic poliodari tahun 1950-an, ketika ventilasi mekanik luas diperlukan. Sejak itu
teknologi yang tersediauntuk mendukung pasien sakit kritis telah menjadi lebih
cangangguanih dan kompleks, dan pentingnyaunit perawatan intensif (ICU) dalam
system kesehatan hari ini adalah tanpa pertanyaan. Pada tahun1994, Critical Care
Medicine melaporkan bahwa hampir 80% dari semua orang Amerika akan mengalami
penyakit kritis atau cedera, baik sebagai pasien, anggota keluarga, atau teman
dariseorang pasien, dan bahwa ICU hanya menempati 10% dari tempat tidur rawat
inap, tapi accoun tuntuk hampir 30% dari biaya rumah sakit perawatan akut. Namun,
ICU adalah lingkungan yang berpotensi memusuhi rentan pasien sakit kritis.
Selain stres fisik, penyakit nyeri, obat penenang, intervensi, dan ventilasi
mekanik, ada stress pasienikologis dan pasienikososial yang dirasakanoleh pasien.
Salah satu factor tambahan adalah lingkungan ICU, yang juga diduga
berkontribusiterhadap sindrom yang dikenal sebagai ICU pasienikosis/delirium. Sering
melaporkan faktorlingkungan stress adalah kebisingan, cahaya ambient, pembatasan
mobilitas, dan isolasi sosial.

C. Tinjauan Terhadap Area Utama Hukum


Menurut Morton & Fontaine (2009) terdapat tiga area hukum yang mempengaruhi
praktik perawat perawatan kritis, yaitu hukum adminstrasi, hukum sipil, dan hukum pidana.
1. Hukum Administrasi
Hukum adminstrasi merupakan suatu konsekuensi hukum dan regulasi negara
bagian dan federal yang terkait dengan praktik perawat. Di negara bagian terdapat suatu
badan legislasi yang berfungsi untuk mengukuhkan akta praktek perawat. Dalam tiap
akta tersebut, praktik keperawatan didefinisikan, dan kekuasaannya didelegasikan pada
lembaga negara bagian biasanya disebut dengan State Board of Nursing. Lembaga ini
berfungsi menyusun regulasi yang mengatur mengenai bagaimana penafsiran dan
implementasi dari akta praktek perawat seharusnya.
2. Hukum Sipil
Hukum sipil merupakan area kedua hukum yang mempengaruhi praktik
keperawatan. Salah satu area khusus hukum sipil, hukum kerugian, membentuk
landasan dari sebagian besar kasus sipil yang melibatkan perawat.
3. Hukum Pidana
Area ketiga hukum yang relevan dengan praktik keperawatan adalah hukum
pidana. Berbeda dengan hukum sipil, dimana individu yang satu menuntut individu
yang lain, hukum pidana terdiri atas kasus tuntutan hukum yang diajukan oleh negara
bagian, pemerintah federal atau setempat terhadap perawat. Dalam hal ini yang
termasuk kasus pidana adalah penyerangan dan pemukulan, pembunuhan akibat
kelalaian, dan pembunuhan murni.
Di Indonesia pengaturan sanksi pidana secara umum diatur dalam beberapa
pasal pada KUH Pidana dan pengaturan secara khusus dapat dijumpai pada pasal 190-
200 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Oleh sebab itu, undang-undang
kesehatan memungkinkan diajukannya tuntutan keperawatanada tenaga kesehatan
yang melakukan kesalahan atau kelalaian ketika menjalankan tugas pelayanan
kesehatan. Tuntutan itu dapat berupa gugatan untuk membayar ganti rugi
keperawatanada korban atau keluarganya. Adapun dasar peraturan yang terdapat dalam
Undang-Undang tentang kesehatan yaitu Pasal 58 ayat (1) yang berbunyi. Setiap orang
berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang tenaga kesehatan dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian
dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Menurut Hendrik (2011) Pemberian hak atau ganti rugi merupakan suatu upaya
untuk memberikan perlindungan bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul, baik
fisik maupun nonfisik kalau kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan. Selain tuntutan
ganti kerugian dalam perkara perdata dimungkinkan pula diajukan tuntutan dalam
perkara pidana apabila diduga tenaga kesehatan melakukan malpraktik.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat beberapa contoh praktik medis pada masing-masing
bidang hukum di Indonesia :
a) Hukum Pidana
1) Menipu pasien (pasal 378 KUHP)
2) Melakukan kealpaan sehingangguana menyebabkan kematian/luka (pasal 359,
360, 361 KUHP)
3) Pelangangguanaran kesopanan (Pasal 299, 348, 349, 350 KUHP)
4) Pengangguanuguran ( pasal 299, 348, 349, 350 KUHP)
5) Rahasia jabatan bocor (pasal 322 KUHP)
6) Sengaja membiarkan penderita tak tertolong (pasal 340 KUHP)
7) Tidak memberi pertolongan keperawatanada orang yang berada dalam bahaya
maut (pasl 531 KUHP)
b) Hukum Perdata
1) Melakukan wanprestasi (pasal 1239 KUH Perdata)
2) Melakukan perbuatan melangangguanar hukum (pasal 1365 KUH Perdata)
3) Melakukan kelalaian sehingangguana mengakibatkan kerugian (pasal 1366 KUH
Perdata)
4) Melalaikan pekerjaan sebagai penangangguanung jawab (pasal 1367 (3) KUH
Perdata)
c) Hukum Administratif
1) Praktik tanpa izin

D. Kelalaian Keperawatan Dalam Keperawatan Kritis


Kasus kelalaian dapat terjadi di berbagai tatanan dalam praktek keperawatan,.
Kasus-kasus seperti ini berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu
maupun kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan, termasuk di dalamnya dalam ranah
praktek keperawatan kritis.
Menurut Vestel KW (1995) dalam Ake (2003), menyampaikan bahwa suatu
perbuatan atau sikap tenaga kesehatan diangangguanap lalai, bila memenuhi empat (4)
unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak
melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang
setidaknya menurunkan “Proximate cause”.

E. Isu Yang Melibatkan Tindakan Bantuan Hidup


1. Hak Untuk Menolak Perawatan Medis
Menurut Urden (2010), hak untuk menyetujui dan informed consent didalamnya
mencakup penolakan treatement. Pada banyak kasus, keperawatanutusan seseorang
yang diangangguanap kompetern untuk menolak perawatan sekalipun perawatan ini
ditujukan untuk penyelamatan jiwa, namun hal ini tetap dihargai. Hak untuk menolak
perawatan tidak diterima pada beberapa situasi, mencakup di dalamnya adalah :
a) Perawatan berhubungan dengan penyakit menular yang dapat mengancam
kesehatan publik
b) Penolakan untuk melangangguanar standar etik
c) Treatement harus diberikan, untuk mencegah pasien bunuh diri dan
mempertahankan kehidupan.
Pada saat pasien menolak suatu perawatan, masalah etik, legal, dan praktik menjadi
meningkat. Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki kebijakan spesifik terkait
permasalahan tersebut.

b) Penahanan Atau Pengakhiran Terapi (Withholding And Withdrawing Treatment)


Seperti penjelasan sebelumnya, telah disampaikan bahwa orang dewasa
memiliki hak untuk menolak perawatan, meskipun tujuan dari perawatan tersebut
untuk mempertahankan kehidupan. Namun, hal ini akan menjadi masalah jika pasien
tersebut kehilangan kompetensi/kemampuan untuk mengambil keperawatanutusan
yang bisa disebabkan karena semakin memburuknya keadaan pasien.
Namun, dewasa ini rekomendasi penghentian terapi dapat diberikan oleh
petugas kesehatan pada kasus-kasus tertentu, yang menjadi permasalahan adalah ketika
keluarga tidak menyetujui dan tetap ingin melanjuntukan terapi. Pemberi perawatan
kesehatan juga tidak mempunyai jalan legal untuk melawan keluarga yang menolak
mencabut bantuan hidup kecuali sebelumnya pasien sudah meningangguanalkan
petunjuk tertulis pada saat pasien masih kompeten (Morton & Fontaine, 2009).

c) Advance Directives Living Will And Power Of Attorney


Menurut (Richard, 2011) advances directive merupakan instruksi spesifik yang
dipersiapkan pada penyakit serius yang sudah lanjut. Dimaksudkan untuk menuntun
pelayan kesehatan berdasarkan keinginan pasien jika suatu saat pasien tidak
kompeten/mampu lagi untuk menyatakan pilihan atau mengambil keperawatanutusan
terkait perawatan kesehatannya. Adapun keperawatanutusan tersebut seperti hal nya
sebagai berikut :
1. Pengangguanunaan cairan intravena dan pemberian nutrisi secara parenteral
2. Resusitasi kardiopulmonal
3. Pengangguanunaan untuk upaya penyelamatan hidup ketika kemampuan
pasien mengalami gangguan. Misal : kerusakan otak, demensia, ataupun
stroke
4. Prosedur spesifik, contoh : transfusi darah
Advances directives diantaranya meliputi living will dan power of attorney.
Menurut Morton (2012), living will merupakan bentuk arahan tertulis dari seorang
pasien yang kompeten pada keluarga dan angangguanota tim perawatan kesehatan
mengenai keinginan pasien apabila pasien tidak lagi dapat menyatakan keinginannya.
Sedangkan Power of Attorney, merupakan dokumen legal dimana pasien menunjuk
orang yang diberi tangangguanung jawab dan diberi kekuatan untuk membuat
keperawatanutsan mengenai pelayanan kesehatan jika pasien sudah tidak dapat lagi
membuat keperawatanutusan dan tidak dapat berkomunikasi lagi.
Perawat kritis harus mampu menjelaskan sebaik-baiknya keperawatanada
pasien dan keluarga terkait living will maupun power of attorney dan dalam hal ini
perawat dapat berperan sebagai advokat klien.

F. Peran Perawat
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat mempunyai peran dan fungsi
sebagai perawat diantaranya pemberi perawatan, sebagai advokat keluarga, pencegahan
penyakit, pendidikan, konseling, kolaborasi, pengambil keperawatanutusan etik dan
peneliti (Hidayat,2012).
1. Macam-macam peran perawat
Dalam melaksanakan keperawatan, menurut Hidayat (2012) perawat mempunyai
peran dan fungsi sebagai perawat sebagai berikut:
a) Pemberi Perawatan (Care Giver)
Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan, sebagai perawat,
pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan asah, asih
dan asuh. Contoh pemberian asuhan keperawatan meliputi tindakan yang membantu klien
secara fisik maupun pasienikologis sambil tetap memelihara martabat klien. Tindakan
keperawatan yang dibutuhkan dapat berupa asuhan total, asuhan parsial bagi pasien dengan
tingkat ketergantungan sebagian dan perawatan suportif-edukatif untuk membantu klien
mencapai kemungkinan tingkat kesehatan dan kesejahteraan tertinggi (Berman, 2010).
Perencanaan keperawatan yang efektif pada pasien yang dirawat haruslah berdasarkan pada
identifikasi kebutuhan pasien dan keluarga.
b) Advocat Keluarga
Selain melakukan tugas utama dalam merawat, perawat juga mampu sebagai advocat
keluarga sebagai pembela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam menentukan haknya
sebagai klien. Dalam peran ini, perawat dapat mewakili kebutuhan dan harapan klien
keperawatanada profesional kesehatan lain, seperti menyampaikan keinginan klien
mengenai informasi tentang penyakitnya yang diketahu oleh dokter. Perawat juga
membantu klien mendapatkan hak-haknya dan membantu pasien menyampaikan keinginan
(Berman, 2010).
c) Pencegahan Penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan sehingangguana
setiap dalam melakukan asuhan keperawatan harus selalu mengutamakan tindakan
pencegahan terhadap timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit atau masalah
yang diderita. Salah satu contoh yang paling signifikan yaitu keamanan, karena setiap
kelompok usia beresiko mengalami tipe cedera tertentu, penyuluhan preventif dapat
membantu pencegahan banyak cedera, sehingangguana secara bermakna menurunkan
tingkat kecacatan permanen dan mortalitas akibat cidera pada pasien (Wong, 2009).
d) Pendidik
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat harus mampu berperan
sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah perilaku pada pasien atau
keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam
keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan pasien tidak lagi mengalami gangguan
yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat. Contoh dari peran perawat
sebagai pendidik yaitu keseluruhan tujuan penyuluhan pasien dan keluaraga adalah untuk
meminimalkan stres pasien dan keluarga, mengajarkan mereka tentang terapi dan asuhan
keperawatan di rumah sakit, dan memastikan keluarga dapat memberikan asuhan yang
sesuai di rumah saat pulang (Kyle & Carman,2015).
e) Konseling
Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan peranya dengan memberikan
waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang dialami oleh pasien maupun keluarga,
berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat dan diharapkan pula
tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga maupun pasien itu sendiri. Konseling
melibatkan pemberian dukungan emosi, intelektual dan pasienikologis. Dalam hal ini
perawat memberikan konsultasi terutama keperawatanada individu sehat dengan kesulitan
penyesuaian diri yang normal dan fokus dalam membuat individu tersebut untuk
mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku baru dengan cara mendorong klien untuk
mencari perilaku alternatif, mengenai pilihan-pilihan yang tersedia dan mengembangkan
rasa pengendalian diri (Berman,2010).
f) Kolaborasi
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan yang akan
dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan pasien tidak
dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan tim kesehatan lain
seperti dokter, ahli gizi, pasienikolog dan lain-lain, mengingat pasien merupakan individu
yang kompleks/yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan (Hidayat,2012).
g) Pengambilan Keperawatanutusan Etik
Dalam mengambil keperawatanutusan, perawat mempunyai peran yang sangat penting
sebab perawat selalu berhubungan dengan pasien kurang lebih 24 jam selalu disamping
pasien, maka peran perawatan sebagai pengambil keperawatanutusan etik dapat dilakukan
oleh perawat, seperti akan melakukan tindakan pelayanan keperawatan (Wong, 2009).
h) Peneliti
Adalah Peran perawat ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua perawat pasien.
Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian keperawatan pasien, yang dapat
dikembangkan untuk perkembangan teknologi keperawatan. Peran perawat sebagai
peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pasien
(Hidayat,2012)

Menurut Puspita (2014), peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan


secara komprehensif sebagai upaya memberikan kenyamanan dan keperawatanuasan pada
pasien, meliputi: Caring, merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai orang
lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan- kesukaan seseorang dan
bagaimana seseorang berpikir dan bertindak.
1) Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi
dengan pasiennya.
2) Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk
meningkatkan rasa nyamanpasien.
3) Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional baik dari pasien maupun
perawat lain sebagai suatu hal yang biasa disaat senang ataupunduka.
4) Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun pasienikologis merupakan
komunikasi simpatis yang memiliki makna.
5) Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya.
6) Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat dan
kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.
7) Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri danketerampilannya.
8) Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang lain
dengan menjaga kerahasiaan pasien keperawatanada yang tidak berhak mengetahuinya.
9) Listening artinya mau mendengar keluhanpasiennya.
10) Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan duka ,
senang, frustasi dan rasa puaspasien

G. Fungsi perawat
Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu sehat maupun sakit
dimana segala aktifitas yang di lakukan berguna untuk pemulihan kesehatan
berdasarkan pengetahuan yang di miliki, aktifitas ini di lakukan dengan berbagai cara
untuk mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses
keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah (diagnosa
keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi (Aisiah, 2004).
Fungsi perawat dapat dijelaskan sebagai berikut ini:
1. Fungsi independen, merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain,
dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilaksanakan sendiri dengan
keperawatanutusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia.
2. Fungsi dependen, merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas
pesan atau instruksi dari perawat lain.
3. Fungsi interdependen, fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya.

H. Perbedaan Perawat di Ruangan Khusus dan Umum


Jika dilihat dari segi pengertian dan tugas pelaksanaannya ada perbedaan antara perawat
yang jaga di ruangan khusus dan umum, yaitu sebagai berikut ini:
1. Perawat di Ruang Khusus, yaitu seorang tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan
dan ketrampilan khusus dalam menangani pasien yang memerlukan penanganan khusus
ataupun darurat, seperti perawat di ruangan hemodialisa, ICU, IGD danHCU.
2. Perawat di Ruang Umum, yaitu seorang tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan
dan ketrampilan secara umum atau belum memiliki ketrampilan secara khusus dalam
menangani pasien sakit yang tidak memerlukan penanganan khusus dengan tujuan
memulihkan seperti keadaan semula, perawat tersebut berada di ruangan rawatinap.

I. Tujuan Keperawatan Intensif


Tujuan keperawatan intensif sesuai Standar Pelayanan Keperawatan di ICU (Dep.
Kes. RI , 2006) adalah :
1. Menyelamatkan nyawa
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitoring yang ketat, disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data yang
didapat dan melakukan tindak lanjut
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi orangan tubuh pasien
5. Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan mempercepat proses
penyembuhan pasien
Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat di unit perawatan intensif perlu bekal ilmu
dan pengalaman yang cukup, sehingangguana kompeten dalam penanganan pasien kritis.
Kompetensi teknikal perawat merupakan kompetensi tidak terbatas pada kemampuan
melakukan tindakan keperawatan namun lebih penting adalah keterampilan mendapatkan
data yang valid dan terpercaya serta keterampilan melakukan pengkajian fisik secara
akurat, keterampilan mendiagnostik masalah menjadi diagnosis keperawatan, keterampilan
memilih dan menentukan intervensi yang tepat (Rosjidi & Harun, 2011).
Selain mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien kritis, perawat di unit
perawatan intensif juga dituntut untuk mampu menjaga mutu pelayanan yang berkulitas.
Dalam menjaga mutu pelayanan di unit perawatan intensif, fungsi dan peran perawat sangat
besar, karena proses perawatan pasien diantaranya dengan observasi kondisi pasien secara
ketat yang dilakukan oleh perawat.
Beberapa peran perawat dalam menjaga mutu pelayanan intensif yaitu : mencuci
tangan setiap five moment berinteraksi dengan pasien, mampu mengatasi pasien dalam
keadaan gawat secara cepat, menjaga kesterilan setiap alat invasive yang terpasang pada
pasien, memonitor pasien yang terpasang alat invasif, mengubah posisi pasien yang tirah
baring lama, menjaga keamanan pasien yang beresiko jatuh, merawat pasien dengan luka
post operatif, menjaga kesterilan saat melakukan suctioning pada pasien dengan ventilasi
mekanik serta memelihara kesterilan selang pada mesin ventilator.
Apabila semua staf perawat dapat melaksanakan perannya dengan, mutu pelayanan
unit perawatan intensif seperti dibawah ini dapat terjamin :
1. Memberikan respon time yang cepat dalam penanganan kegawatan
2. Mencegah terjadinya dekubitus
3. Menurunkan resiko jatuh
4. Mencegah terjadinya infeksi akibat kateter vena perifer
5. Mencegah terjadinya infeksi akibat kateter vena sentral
6. Mencegah terjadinya infeksi atau reaksi alergi akibat transfusi
7. Mencegah terjadinya infeksi luka operasi
8. Mencegah terjadinya infeksi saluran kencing akibat pemasangan catheter urin
9. Mencegah terjadiya ventilator acquired pneumonia
Kompetensi perawat dalam penanganan pasien kritis dan menjaga mutu pelayanan
ini tidak hanya membutuhkan ilmu dan pengalaman yang cukup, namun juga tingkat
keperawatanedulian dalam merawat pasien dengan komunikasi yang efektif. Komunikasi
yang dimaksud adalah komunikasi perawat dengan pasien, keluarga pasien serta profesi
atau unit lain. Perawat wajib berkomunikasi dengan pasien sadar maupun yang tidak sadar
pada saat melakukan tindakan keperawatan dan komunikasi penting dilakukan dalam
penentuan tingkat kesadaran pasien.
Keperawatanada pihak keluarga, perawat perlu mengorientasikan ruangan, kondisi
pasien yang berubah-ubah setiap saat dan hal-hal penting lainnya agar informasi tentang
pasien diterima dengan baik dan keperawatanuasan keluarga pasien dapat tercapai.
Hubungan perawat dengan unit lain atau profesi kesehatan lain juga memerlukan
komunikasi dan kerjasama yang baik agar pengelolaan pasien kritis bisa optimal serta
sasaran keselamatan pasien dapat tercapai (Yulianingsih, 2015).

J. Proses keperawatan dalam area keperawatan kritis


Proses keperawatan dalam area keperawatan kritis merupakansuatu cara
pemecahan masalah dalam perawatan kesehatan dan memenuhi kebutuhan pelayanan
keperawatan keperawatanada pasien. American Nursing Assosiation diagnoses
menjabarkan proses keperawatan merupakan diagnosa dan perawatan dari respon manusia
baik masalah kesehatan yang aktual maupun potensial yang terdiri dari identifikasi masalah
pasien secara sistematis dan terencana, melakukan implementasi keperawatan dan evaluasi
dari hasil perawatan. American Association of Critical care Nurses (AACN) (2010),
mengatakan Keperawatan kritis merupakan spesialisasi dalam keperawatan yang
menangani kekhususan dalam respon manusia terhadap masalah yang mengancam
kehidupan. Pada pasien kritis, waktu merupakan suatu vital proses keperawatan dalam
memberikan suatu pendekatan yang sistematis dimana perawat kritis dapat mengevaluasi
masalah pasien dengan cepat.
Menurut Kurvilla dalam bukunya Essentials of Critical Care, penentuan rencana
keperawatan di area keperawatan kritis dirumuskan berdasarkan kombinasi dari dua model
yaitu model kebutuhan Hierarki Maslow dan model Adaptasi Roy. Abraham Maslow
membagi kebutuhan manusia menjadi kebutuhan fisik dan pasienikososial. Maslow
membagi 5 level kebutuhan pasienikologikal, yaitu kesejahteraan, patient safety, kasih
sayang, cinta dan persahabatan, harga diri, dan aktualisasi diri. Hierarki tersebut
bermanfaat untuk pengkajian kekuatan pasien, keterbatasan dan kebutuhan untuk
intervensi keperawatan dimana semua hal tersebut aplikatif untuk diterapkan dalam
pembuatan proses keperawatan.
Aplikasi proses keperawatan di area keperawatan kritis masih menemui banyak
kendala baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia, perawat mungkin masih
banyak berfokus keperawatanada pemenuhan kebutuhan fisik saja, tanpa memperhatikan
kebutuhan pasienikologikal pasien kritis. Hal tersebut tentu bertentangan dengan konsep
yang diusung oleh Maslow dan Roy sebagai basic penetapan intervensi keperawatan di area
keperawatan kritis.
Penelitian yang dilakukan oleh Akbari (2011) melaporkan beberapa hambatan yang
dihadapi perawat di ICU dalam melakukan proses keperawatan, salah satunya adalah
kurangnya pengetahuan mengenai konsep proses keperawatan yang akan diberikan.
Perawat hanya menjalani aktifitas pemberian proses keperawatan tanpa mengetahui esensi
dan pentingnya hal tersebut diberikan. Kondisi tersebut tidak banyak berbeda di Indonesia,
dimana beberapa perawat di area keperawatan kritis masih sekadar menjalani rutinitas
biasa saja. Hambatan lain yang dialami oleh perawat ICU adalah kurangnya waktu yang
digunakan untuk menerapkan model keperawatan tersebut.

K. Standar Pengkajian Pada Area Kritis


Berdasarkan American Association of Critical Care Nurses (AACCN), 2008
mengenai data mengenai status fisik, emosional dan pasienikososial pasien, serta
dokumentasi lengkap, yang dikumpulkan oleh perawat perawatan kritis pada saat masuk
ke unit perawatan kritis, dengan criteria:
1. Perawat kritis mampu mengumpulkan data secara terus menerus serta melakukan
pengkajian secara komprehensif dan pengumpulan data secara holistik.
2. Mengangguanunakan dukungan perangkat teknologi kesehatan.
3. Mengangguanunakan teknik monitoring non-invasive/invasive.
4. Perawat perawatan kritis mengumpulkan spesimen laboratorium
5. Perawat perawatan kritis mengumpulkan hasil yang diperoleh dari tes
diagnostik/laboratorium dan mengintegrasikan temuan dengan penilaian sesuai
dengan standar.
6. Dokumen perawatan kritis dan berkomunikasi dengan angangguanota tim perawatan
kesehatan yang bersangkutan temuan penilaian dalam jangka waktu sesuai dengan
tingkat keperawatanarahan kondisi pasien .
7. Perawat perawatan kritis menetapkan prioritas sesuai dengan kebutuhan aktual dan
potensial dari pasien dan mengkaji kembali perubahan status
8. Perawat perawatan kritis mengumpulkan data patofisiologi, pasienikososial budaya,
perkembangan dan data spiritual berdasarkan kondisi pasien .
9. Perawat perawatan kritis memperoleh riwayat kesehatan mengangguanunakan semua
data tersedia dan sesuai sumber yang ada .
10. Perawat perawatan kritis mengumpulkan data mengenai kebutuhan keluarga dan
tangangguanapan terhadap krisis kesehatan .
11. Perawat perawatan kritis mengumpulkan data mengenai risiko pengendalian infeksi
untuk pasien dan staf.
L. Pengkajian Di Area Kritis
Berdasarkan American Association of Critical Care Nurses (2008) meliputi :
1. Prearrival Assesment
Dimulai ketika perawat sudah menerima informasi dari tim kesehatan yang berada di
unit lain bahwa akan ada pasien yang akan dirawat di ruang intensif dengan kondisi
yang sudah menurun atau bisa juga tidak stabil.
2. Arrival quick check
Pengkajian dimulai saat pasien masuk dan dirawat di ruang perawatan intensif.
Perawat mengobservasi secara general dan melakukan pengkajian ABCDE secara
cepat. ABCDE terdiri dari Airway, Breathing,Circulation and Cerebral perfusion,
Chief complaint, Drugs and diagnostic test, and Equipment and allergy.
3. Comprehensive initial assesment.
Pengkajian ini meliputi riwayat penyakit terdahulu, riwayat status kesehatan sekarang,
pengkajian pasienikososial, spiritual, dan pengkajian fisik.
4. Ongoing assesment (pengkajian lanjutan)
Pengkajian menjadi lebih terfokus dan lebih sering dilakukan untuk mengetahui
kondisi kestabilan pasien.Pemantauan lanjutan ini biasanya dilakukan 1-2 jam sekali
pada pasien yang status fisiologisnya menurun dan 2-4 jam sekali pada pasien yang
sudah mulai stabil kondisinya.

M. Efek kondisi kritis pada pasien


Stress: muncul apabila pasien dihadapkandengan stimulus yang
menyebabkanketidakseimbangan antara fungsi fisiologis danpasienikologis
1. Kecemasan
penyebab: perasaan terisolasi, dan perasaan kesepian.Kecemasan terjadi saat
seseorang mengalami hal-hal:
a. Ancaman ketidakberdayaan
b. Kehilangan kendali
c. merasa kehilangan fungsi dan harga diri
d. Pernah mengalami kegagalan pertahanan
e. Rasa isolasi
f. Rasa takut sekarat

Respon terhadap kecemasan:

1. Respon fisologis frekuensi nadi cepat,peningkatan tekanan darah,


peningkatanpernapasan, dilatasi pupil, mulut kering, danvasokontriksi perifer dapat
tidak terdeteksi
2. Respon sosiopasienikologis respon perilakuyang menandakan kecemasan
seringkalididasari oleh sikap keluarga dan budaya.

Peran Perawat:

1. Menciptakan lingkungan yang menyembuhkan


2. Menumbuhkan rasa percaya
3. Memberikan informasi
4. Memberikan kendali
5. Keperawatanekaan budaya
6. Kehadiran dan penenangan
7. Teknik kognitif

Efek kondisi kritis pada keluarga:

1. Stres
2. Stresor dapat berupa: fisiologis (trauma, biokimia, atau lingkungan), pasien psikologis
(emosional, pekerjaan, sosial, atau budaya)
3. Rasa takut dan kecemasan
4. Peralihan tangangguanung jawab
5. Masalah keuangan
6. Tidak adanya peran sosial

N. Isu End Of Life Di Keperawatan Kritis


Perawatan end of life merupakan perawatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasiendan keluarga dengan membantu mengatasi masalahpenderitaan fisik,
pasienikologis, sosial dan spiritual pada pasien yang tidak lagi responsif terhadap tindakan
kuratif. End of life atau kematian terjadi apabila fungsi pernapasan dan jantung berhenti.
Pada umumnya, kematian disebabkan oleh penyakit atau trauma yang mengakibatkan
mekanisme kompensasi tubuh berlebihan. Penyebab langsung kematian adalah:
1. gagal napas dan syok yang mengakibatkanberkurangnya aliran darah untuk memenuhi
kebutuhanorangan vital seperti otak, ginjal, jantung.
2. Multiple orangan dysfunction syndrome (MODS) merupakan problem patologis di unit
keperawatan kritis yangmenjadi penyebab kematian.
3. Tidak adekuatnya aliran darah pada jaringan tubuh menjadikan sel kekurangan
oksigen. Pada keadaan hipoksia tubuh melakukan metabolisme tanpa gangguan akan
oksigen (anaerob) disertai asidosis, hiperkalemia, dan iskemia jaringan.
4. Perubahan secara dramatis pada orangan vital menunjukkan pelepasan dari toxin hasil
metabolisme dan kerusakan enzim. Ini adalah proses yang menjelaskan bahwa sudah
terjadinya MODS. Kematian klinis adalah kematian yang terjadi setelah berhentinya
denyut jantung dan pernapasan berirama, tidak ada gangguan fungsi otak atau kematian
batangotak. Pada situasi ini dengan tindakan CPR masih mungkin berhasil memulihkan
orangan. Bagaimanapun, CPR akan sia-sia bila pasien menderita penyakit terminadan
sudah mengalami MODS.

American Association of Critical Nursing mempublikasikan 15 kompetensi dasar untuk


meningkatkan kualitas asuhan keperawatan end of life:

1. Menganggu perubahan dinamis tentang populasi demografi, pelayanan kesehatan yang


ekonomis, dan jasa layanan kesehatan yang mendukung peningkatan kesiapan asuhan
keperawatan end of life.
2. Meningkatkan keperawatanedulian terhadap kenyamanan asuhan pada kematian secara
aktif, yang diinginkan, dan mementingkan skill dan merupakan bagian integral dari
asuhan keperawatan.
3. Komunikasi secara efektif dan penuh kasih sayangyang melibatkan klien dan keluarga
serta anggota team asuhan tentang isu end of life.
4. Mengangguanali sikap, perasaan, nilai dan harapan diri tentang kematian, budaya serta
keperawatanercayaan rohani dan kebiasaan pasien.
5. Berperilaku rasa hormat terhadap pendapat danharapan pasien selama asuhan
perawatan end of life.
6. Kolaborasi antar angangguanota tim kesehatan lain saatsedang melaksanakan peran
keperawatan padaasuhan end of life.
7. gunakan alat yang standar yang didasari ilmupengetahuan untuk mengkaji gejala dan
tandayang diperlihatkan pasien saat kematian.
8. Penggunaan data dari pengkajian gejala untuk membuat rencana tindakan, pada
manajemen gejala menggunakann standar pendekatan tradisional.
9. Mengevaluasi dampak dari terapi tradisional, komplementer, dan teknologi berpusat
pada hasil akhir pasien
10. Mengkaji terapi dari berbagai sudut pandan gmeliputi kebutuha fisik, pasienikologis,
sosial danspiritual untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan

Peran perawat dalam keperawatan end of life:

1. Memberikan dukungan perawatan fisik


2. Memgatasi semua gejala penyakit
3. Perawat merasa tidak berdaya, marah, frustasi,dan sedih
4. Perawat merasakan kesulitan dan gangguan emosional
5. perawat juga mengalami distres
6. Memberikan perawatan fisik dengan memandikan pasien
7. Merawat area tekan
8. Memberikan analgesik dan sedasi
9. Peran perawat advokasi: Mendengarkan, Memahami keinginan, Membantu dalam
pembuatan keperawatanutusan yang dibutuhkan, Mendukung pilihan keluarga
terhadap perawatan pasien

Tahapan perawatan end of life

Tahap I

1. Perawat mengenali kematian yang tidak bisa dihindari sebelum dokter dan keluarganya
2. Mendorong dokter untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan beberapa pilihan
secara langsung dengan keluarga tentang tindakan penghentian dukungan hidup dan
peyampaian berita buruk

Tahap 2

1. Merencanakan pertemuan dengan keluarga untuk membantu keluarga membuat


keperawatanutusan sendiridan siap menghadapi tindakan penghentian dukungan hidup
pasien

Tahap 3

1. ketika keluarga telah menentukan keperawatanutusan untuk penghentian dukungan


hidup dimana pasien dan keluarga butuh waktu untuk bersama

Dampak perawatan end of life

1. Perawat merasa simpati dan kasihan keperawatanadapasien


2. Perawat mengalami kecemasan dan depresi
3. Perawat merasa tidak berdaya, marah, frustasi,dan sedih
4. Perawat merasakan kesulitan dan gangguanemosional
5. Perawat juga mengalami distress

O. Pasienikososial Aspek Dari Keperawatan Kritis


Dukungan pasienikososial dibutuhkan oleh pasien pada unitperawatan kritis,
termasuk bantuan dalam mengatasiefek perawatan di RS sebanding dengan penyakit kritis
yang dialami pasien, suara, dan aktivitas. Aktivitas di unit perawatan ICU mengganggu
pasien selama 24 jam. Lebih dari itu pasien harus mengatasi rasa sakit, rasa taku takan
penyakitnya. Karena menyadari lingkungan yang mengancam seperti diunit keperawatan
kritis, pada keadaan ini perawat menjadi negosiator bagi pasien. Berikut ini adalah konsep
yangdapat membantu perawat menjadi negosiator yang baik.
1. Perawat merasa tidak berdaya, marah, frustasi,dan sedih
2. Perawat merasakan kesulitan dan gangguanemosional
3. Perawat juga mengalami distress

Dampak Pasien psikososial aspek pada pasien yang dirawat di ICU atau keperawatan
kritis tetap mempertimbangkan aspek bio, pasieniko, sosio,spiritual, secara komprehensif.
Pasien dalam penanganan keperawatan kritis dapat memberikan efek negatif yang dpat
mempengaruhi kondisi pasien tersebut, diantaranya dampak pada aspek pasien
psikososisla. Dampak ini adalah:

1. Delirium menjalani perawatan di unit perawatan kritis dapat menjadi trauma yang
serius bagi pasien kritis. Akibat penyakit yang diderita secara otomatis menjadi pemicu
kekacauan mental akut. Kondisi ini dapat diperlihatkan pada semua umur, kebanyakan
pada lansia. Onsetnyacepat dan secara umum kembali normal. Kekacauan mental akut
ini mempengaruhi kognitif, perhatian, dan sirkulasi tidur bangun. Kekacauan mental
ini dinamakan dengan istilah delirium. Berikut ini gejala yang mungkin trejadi
sehubungan dengan delirium:
a) Fluktuasi tingkat kesadaran
b) Halusinasi penglihatan
c) Disorientasi objek (orang). Biasanyaberpikir perawat adalah keluargaterdekatnya
d) Kegelisahan berat
e) Gangguan memori
f) Gejala lain: gangguan kognitif, gangguan siklus tidur,bangun tidak normal,
gangguan perilakupasienikomotor, gangguan kognitif, gangguan
persepasienisensori, memori dan berpikir.
g) Tampilan perilaku: disorientasi waktu dantempat, tidak mengenal orang yang
dikenal, gangguan sensori, delusi bahwa makanan diracuniunit keperawatan kritis
membuat pasien merasa diisolasi oleh krn keluarga tdk boleh mendampingi pasien.
dan merasa putus hubungan dengan saudaraatau keluarga menjadi faktor risiko
terjadinyadepresi. Secara klinis, perilaku diam dan kadang-kadang mengeluarkan
air mata, merasa tidak berguna, tidak memiliki harapan dan tidak berespons
terhadap stimulus adalah perilaku umum yang ditampilkan pasien. Memberikan
pendidikan atau penjelasan pada pasien dan keluarga oleh perawat adalah tindakan
yang dapat dilakukan. Intervensi ini dapat mereduksi respon yang mungkintjd
akibat depresi ringan. Tetapi apabila depresi berat terjadi, perlu tindakan
farmakologis atau konsultasi ke pasien ikiatri. Faktor risiko yang menjadi
predisposisi depresi karena gangguan medis adalah:
a. Isolasi sosial
b. Pesimis
c. Tekanan finansial
d. Riwayat gangguan mood
e. Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol
f. Usaha bunuh diri
g. Rasa sakit
h. Kehilangan makna hidup
2. Ansietas
Unit keperawatan kritis tidak dapatdipisahkan dari stimulus yang menyebabkan stres,
misalnya prosedur yang bersifat memaksa dan sangat serius untuk dikerjakan. Pada
situasi lain di unit kritis mungkin pasien lebih mengalami keprihatinan dan rasa khawatir
yang berlebihan pada macam-macam alat yang mengelilingi mereka. Ketakutan/ancaman
selama dirawat di unit keperawatan kritis dapat timbul akibat minimnya informasi
berkaitan dengan situasi mesin pernapasan ataufasilitas dan peralatan teknologi yang
canggih yang terpasang pada tubuh pasien sehubungan dengan penatalaksanaan penyakit.
Nyeri dan ancaman kematian menjadi hal yang sangat menakuntukan pasien, tidak ada
anggota keluarga yang mendampingi, kegaduhan yang terjadi pada lingkungan atau pada
tempat tidur lain juga menjadi sumber stres. Kecemasan dapat terjadi pada saat sseorang
mengalamihal berikut:
a. Ancaman ketidakberdayaan
b. Kehilangan kendali
c. Merasa kehilangan fungsi dan harga diri
d. Pernah mengalami kegagalan pertahanan
e. Rasa isolasi

Rasa takut sekarat perilaku yang sering diperlihatkan: respon nonverbal memandang alat
yang terpasang padadirinya.Secara fisiologis pada monitor juga memperlihatkan denyut
jatung dan teknanan darah meningkat. Perawat perlu menindak lanjuti ini untuk mengurangi
kecemasan. Berikut ini beberapa intervensi yang dapat dilakukan untuk mereduksi dan
mengontrol pasien:

Teknik pernapasan

a. Relaksasi otot
b. Mempersiapkan informasi
c. Teknik distraksi

Metode koping yang efektif Respon stres padapasien kritis: Respon Metabolik

a. Metabolisme protein dan cairan


b. Respon cairan dan elektrolitRespon Hormonal terhadap Stress
c. Respon endokrin
d. Respon inflamasi
e. Respon imunologi

Upaya mengatasi masalah psikososial:

a. Modifikasi lingkungan
b. Terapi music
c. Melibatkan dan memfasilitasi keluarga
d. Komunikasi terapeutik.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang
menghadapi secara rinci dengan manusia yang bertangangguanung jawab atas masalah
yang mengancam jiwa.Perawat kritis adalah perawat profesional yang resmi yang
bertangangguanung jawab untuk memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga-
keluarga mereka menerima keperawatanedulian optimal (American Association of
Critical-Care Nurses).
DAFTAR PUSTAKA
.
American Association of Critical Care Nurses. 2008. Scope and Standards of Practice for The
Acute Care Nurse Practitioner. AACN Critical Care Publication : USA
httpasien://www.secaraibd.com/document/390056823/Konsep-Keperawatan
Kritis
httpasien://www.secaraibd.com/document/385838209/BAB-II-PERAN-DAN-FUNGSI
KEPERAWATAN-KRITIS
httpasien://www.secaraibd.com/document/365639745/Aplikasi-Proses-Keperawatan
Pada-Keperawatan-Kritis

Anda mungkin juga menyukai