Agustus 2019
GLAUKOMA NEOVASKULAR
OLEH :
Deta Fitriana (G1A218049)
PEMBIMBING:
dr. H. Kuswaya W, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN
OLEH :
Deta Fitriana (G1A218049)
Pembimbing
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) yang berjudul “Glaukoma Neovaskular” untuk memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Jambi di
RSUD Raden Mattaher.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada dr.
H. Kuswaya W, Sp.M selaku konsulen ilmu mata yang telah membimbing dalam
mengerjakan Case Report Session (CRS) ini sehingga dapat diselesaikan tepat
waktu.
Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang banyak yang membacanya terutama mengenai masalah
Glaukoma. Saya menyadari bahwa Case Report Session (CRS) ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun
untuk perbaikan yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Endokrin DM (+)
Pemeriksaan Eksternal
Pemeriksaan Eksternal OD OS
Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Konjungtiva tarsus Sup Papil(-), folikel (-), Papil(-),folikel(-),
& Inf
Konjungtiva Bulbi Injeksi siliar (-), Injeksi Injeksi siliar (-), Injeksi
Konjungtiva (-) Konjungtiva (-)
Kornea Infiltrat (-), sikatrik (-), Infiltrat (-), sikatrik (-), ulkus (-)
ulkus (-)
COA Sedang, hifema (-), Sedang, hifema (-), hipopion (-)
hipopion (-)
Pupil Bulat, isokor Bulat, anisokor
Conjungtiva bulbi : Injeksi siliar (-), Conjungtiva bulbi : Injeksi siliar (-),
injeksi konjungtiva (-), hiperemis (-) injeksi konjungtiva (-), hiperemis (-)
Kornea : Edema (-), infiltrat pungtata Kornea : Edema (-), infiltrat pungtata
(-) (-)
Bilik mata depan : normal Bilik mata depan: normal
Iris : Kripta iris normal Iris : pembuluh darah (+)
Lensa : Jernih Lensa : Jernih
Tekanan Intra Okuler
Palpasi : N N
Tonometer Schiotz : 11,3 mmHg 57.0 mmHg
Funduskopi
VISUAL FIELD
Konfrontasi Sama dengan pemeriksa Menyempit
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 155 Cm
Berat badan 50 Kg
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 80 kali/menit
Suhu 36,70C
Pernapasan 20 kali/menit
Anjuran Pemeriksaan :
- slit lamp
- funduskopi
- gonoskopi
- perimetri
Pengobatan :
- Cendo timolol 0,5% ED 2 dd gtt 1 ODS
- Glaukon tablet 3x1
- Cithocilin 1000 mg tablet 1x1
Prognosis : OD OS
Q Quo ad vitam : bonam bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Lensa
3.1.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, vaskular, tidak berwarna dan
hampir transparan sempurna. Lensa tidak mempunyai asupan darah ataupun
inervasi syaraf, dan bergantung sepenuhnya pada akuos humor untuk
metabolisme dan pembuangan. Lensa terletak di belakang iris dan di depan
korpus vitreous. Posisinya ditopang oleh Zonula Zinni, terdiri dari serabut-
serabut kuat yang melekat ke korpus siliaris. Diameter lensa adalah 9-10 mm
dan tebalnya bervariasi sesuai dengan umur, mulai dari 3,5 mm (saat lahir)
dan 5 mm (dewasa). Lensa dapat membiaskan cahaya karena memiliki indeks
refraksi, normalnya 1,4 di sentral dan 1,36 di perifer. Dalam keadaaan
nonakomodatif, kekuatannya 15-20 dioptri (D).6
Struktur Lensa terdiri dari Kapsul yang tipis, transparan, dikelilingi
oleh membran hialin yang lebih tebal pada permukaan anterior dibanding
posterior. Lensa disokong oleh serabut zonular berasal dari lamina
nonpigmented epithelium pars plana dan pars plikata daripada korpus siliaris.
Zonular ini masuk ke dalam Lensa di regio ekuator. Diameter serabut adalah
5-30 m. Epitel berada tepat di belakang kapsul anterior Lensa terdapat satu
lapisan sel epitel. Di bagian ekuator, sel ini aktif membelah dan membentuk
serabut .
Gambar 1. Anatomi mata
1. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan
transparan tersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel
lensa. Kapsul ini mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk
lensa pada saat akomodasi. Bagian paling tebal kapsul berada di
bagian anterior dan posterior zona preekuator, dan bagian paling tipis
berada di bagian tengah kutub posterior.
2. Serat Zonula
Lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar.
Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada
bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa.
3. Epitel Lensa
Tepat dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel
epitel. Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang
dilakukan sel-sel lainnya, seperti sintesis DNA, RNA, protein dan
lipid. Sel-sel tersebut juga dapat membentuk ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan menuju
equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.
4. Nukleus dan korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk
dan akan menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah
lensa. Serat-serat yang baru akan membentuk korteks dari lensa.
3.1.2Fisiologi Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.
Supaya hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai
dengan sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa
disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa
terutama kurvatura anterior.
3.2.1 Defenisi
3.2.2 Epidemiologi
Insidensi terjadinya glaukoma neovaskular hampir sepertiga dari kasus
tersebut terdapat pada pasien dengan retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya hal
tersebut sering dihubungkan dengan pasien yang telah menjalani tindakan bedah
mata. Angka kejadian glaukoma ini dilaporkan sekitar 25% – 42 % setelah
tindakan bedah mata.9
Tingkat kejadian dari penyebab glaukoma neovaskular tertinggi adalah
oklusi vena retina sentralis dengan prevalensi 36%, diikuti retinopati diabetik
proliferatif dengan 32 % dan oklusi arteri karotis dengan 13%.9,10
3.2.3 Etiologi
Pada tahun 1963 mulai digunakan istilah glaukoma neovaskular, yang
merupakan suatu diagnosis dengan karakteristik ditemukannya pembuluh darah
5
baru pada iris yang memicu peningkatan tekanan intraokular. Terdapat tiga
penyebab yang sering terjadi pada glaukoma neovaskular yaitu diabetes mellitus,
oklusi vena sentralis retina, dan obstruksi arteri karotis. Pada 79% kasus
glaukoma neovaskular umumnya terjadi retinopati diabetika proliferatif, akan
tetapi apabila terdapat tidak adanya perfusi kapiler yang luas juga dapat
menyebabkan terjadinya retinopati diabetika non proliferatif.11
3.2.4 Patofisiologi
Glaukoma neovaskular dalam perjalanan penyakitnya secara klinis akan
terlihat membran fibrosa yang berkembang sepanjang pembuluh darah yang
terbentuk. Membran tersebut mengandung miofibroblas yang memiliki
kemampuan berkontraksi. Kontraksi miofibroblas menarik lapisan pigmen
posterior dari epitel iris anterior, yang akan menyebabkan terjadinya ektropion
uvea, dan menarik iris perifer ke sudut bilik mata depan dan menyebabkan sinekia
perifer anterior, dan pada akhirnya menghambat aliran keluar humor akuos dan
meningkatkan tekanan intraokular.10
Teori yang paling banyak diterima tentang patogenesis terjadinya
glaukoma neovaskular adalah adanya iskemik retina yang akan melepaskan faktor
angiogenik yang berdifusi kedepan mengikuti aliran humor akuos dan
menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada iris dan sudut bilik mata
depan. Faktor angiogenik ini menurut penelitian yang telah dilakukan diketahui
memiliki kemampuan menstimulasi proliferasi endotel kapiler, neovaskularisasi
kornea, dan neovaskularisasi retina. Neovaskularisasi yang tampak pada
pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan
sintesis growth factor, salah satu faktor angiogenik yang diketahui paling banyak
berperan adalah vascular endothelial growth factor (VEGF), dimana ditemukan
dengan konsentrasi yang meningkat 40-100 kali dari normal pada humor akuos
pasien dengan glaukoma neovaskular. Sedangkan kelemahan dinding vaskular
terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan
penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya terbentuklah penonjolan pada
dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga
tampak sebagai mikro aneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Bercak
perdarahan pada retina yang dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda
yang melayang-layang pada pengelihatan.10
b. Gonioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik
sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata
seperti benda asing.1,7 Tes ini juga dipakai untuk membedakan antara glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Sudut kamera anterior dibentuk oleh
taut antara kornea perifer dan iris, yang diantaranya terdapat jalinan trabekula.
Konfigurasi sudut ini, yakni apakah lebar (terbuka), sempit atau tertutup,
menimbulkan dampak penting pada aliran keluar humor akueous. Dengan
gonioskopi ini juga dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris di bagian perifer
ke depan (peripheral anterior sinechia).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di
dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat
digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360
derajat.1
3.2.7 Diagnosa
Diagnosis glaukoma neovaskular ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang jelas dan teliti. Dari anamnesa
ditemukan keluhan seperti mata merah, nyeri, lakrimasi dan penglihatan kabur
yang berlangsung mendadak. Evaluasi riwayat medis terhadap faktor resiko
seperti DM, hipertensi dan PJK sangat penting untuk membantu menegakkan
diagnosis. Dari pemeriksaan fisik khususnya pemeriksaan fisik mata dengan
menggunakan slit-lamp dan gonioscopy dapat terlihat adanya injeksi silier, edema
kornea, flare, hifema, pupil miosis dan neovaskularisasi di iris dan COA.
Pemeriksaan penunjang yang dipakai seperti pemeriksaan laboratorium kimia
darah untuk melihat profil gula darah dan lipid.10
Pemeriksaan dengan fluorescent angiography dan fluorophotometry dapat
melihat gambaran neovaskularisasi iris dan COA yang ditandai dengan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah di batas pupil dan terlihatnya
pembuluh darah di permukaan iris dan COA akibat terhambatnya aliran darah
sekitar pupil oleh pigmen hitam iris. Perlahan pembuluh darah iris akan melintasi
corpus ciliare dan sklera dan menutup trabekulum yang menyebakan terjadinya
hambatan aliran cairan aquos humour dan peningkatan TIO.10
Diagnosis sebaiknya cepat ditegakkan untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut seperti terbentuknya keratopathy bula, glaukoma, iris
bombe, uvea ektropion, dekomensasio kornea, katarak dan ptisis bulbi yang
berakibat dengan kebutaan.10
3.2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari glaukoma neovaskular merupakan upaya yang harus
dilakukan untuk mengontrol faktor resiko, mencegah terjadinya perburukan, dan
komplikasi lebih lanjut serta mengurangi rasa tidak nyaman jika terjadi serangan
yang akut dan bila telah terjadi penurunan daya penglihatan. Penatalaksanaan
dapat dilakukan dengan terapi farmakologik dan bedah.10
Terapi farmakologik yang diberikan seperti kortikosteroid topikal dan
midriatikum/sikloplegik dipakai untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada mata
terutama pada serangan yang akut, mencegah terjadinya sinekia dan melepaskan
perlengketan jika telah tejadi sinekia. Penggunaan ß-blocker, α-agonis dan
inhibitor untuk mengurangi produksi dari cairan aquos. Terapi farmakologik lain
diberikan untuk mengontrol faktor resiko seperti pemberian obat hipoglikemia
dan hipolipodemik.10,12
Terapi pembedahan yang dipakai dengan regresi pembuluh-pembuluh
baru, fotokoagulasi lasser pan-retina atau PRP (Panretinal Photocoagulation)
untuk mengurangi pembentukan neovaskularisasi di iris dan mencegah terjadinya
sinekia anterior dan posterior serta untuk menurunkan TIO yang meningkat. Cara
tindakan pembedahan yang dilakukan dengan beberapa ribu bakaran laser dengan
jarak teratur diberikan diseluruh retina untuk mengurangi rangsangan angiogenik
dari daerah-daerah iskemik. Pada daerah sentral yang dibatasi oleh diskus dan
cabang-cabang pembuluh darah temporal tidak dikenai, yang memiliki resiko
besar kehilangan pengelihatan adalah pasien dengan ciri-ciri resiko tinggi. Jika
pengobatan ditunda hingga ciri tersebut muncul, PRP harus dilakukan tanpa
penundaan lagi. Panretinal criotheraphy dipakai jika teknik PRP tidak
memberikan hasil yang memuaskan dan jika media penglihatan keruh,
goniophotocoaglation jika terjadi neovaskularisasi iris dan sebelum terbentuknya
sinekia anterior.10,12
Teori terbaru menyebutkan digunakannya agen farmakologik anti-
angiogenik (VEGF) yang bertujuan mengurangi atau mencegah terjadinya
neovaskularisasi, seperti bevacizumab (avastin, genentech). Pemberian obat
diaplikasikan secara topikal. Pemberian obat dilaporkan memiliki onset kerja
cepat (48 jam), namun obat ini memiliki waktu paruh yang singkat sehingga
gejala kekambuhan besar terjadi. Obat anti VEGF tampak menjanjikan untuk
mengurangi insidensi kekambuhan perdarahan retina pasca operasi.12
3.2.9 Prognosis
Prognosis glaukoma neovaskular ditentukan berdasarkan derajat berat
ringannya penyakit yang mendasarinya, waktu pengenalan penyakit (diagnosis)
dibuat, riwayat operasi dan respon terhadap agen farmakologik yang diberikan.
Prognosis glaukoma neovaskular pada umumnya buruk. Kontrol yang tidak baik
terhadap penyakit yang mendasarinya, diagnosis yang terlambat dibuat, tidak
responnya terhadap terapi farmakologik dan bedah akan memperburuk prognosis
dari glaukoma neovaskular.12
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien berusia >40 tahun. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
pasien dengan glaukoma biasanya terjadi pada usia 40 tahun atau lebih. Penyebab
terjadinya glaukoma neovaskular dapat diakibatkan oleh diabetes melitus, oklusi
vena sentralis retina, dan obstruksi arteri karotis. Terjadinya kelainan mata pada
seorang penderita diabetes melitus sering menjadi komplikasi serius, kelainan
yang disebabkan oleh diabetes ini dapat berupa retinopati diabetika. Glaukoma
neovaskular biasanya terjadi pada retinopati diabetika proliferatif, dengan angka
kejadian hampir mencapai 79% dari seluruh kasus.
Pasien mengeluhkan penurunan pengelihatan. Mekanisme utama
penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus, yang
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Apabila telah terjadi kerusakan pada sawar
retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid, dan protein, edema, serta
perdarahan intraretina. Selanjutnya terjaddi oklusi kapiler retina yang
mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi
hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi menimbulkan akumulasi
debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan
oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati diabetik non
proliferatif. Hiposia oklusi akan merangsang pembentukan saraf yang baru dan ini
merupakan tanda patognomik retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi
perdarahan luas, maka tajam pengelihatan mata penderita dapat sangat buruk,
sehingga dapat terjadi kebutaan. Perdarahan yang luas ini biasanya dapat terjadi
pada pasien retinopati diabetik dengan oklusi vena sentralis, karena banyaknya
dinding vaskular yang lemah.
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus. Diabetes mellitus umumnya
merupakan penyebab terbanyak glaukoma neovaskular. Sekitar sepertiga dari
semua kasus glaukoma neovaskular disebabkan oleh diabetes mellitus dan
biasanya bilateral. Timbulnya glaukoma neovaskular berhubungan dengan
lamanya menderita diabetes dan dapat juga dipengaruhi oleh penyakit lain seperti
hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Longe JL (2006) The Gale Encyclopedia of Medicine, 3rd edn., USA: Gale
2. Mosby (2008) Mosby's Medical Dictionary, 8th edn., USA: Elsevier.