Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session (CRS)

Agustus 2019

GLAUKOMA NEOVASKULAR

OLEH :
Deta Fitriana (G1A218049)

PEMBIMBING:
dr. H. Kuswaya W, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019

LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)


GLAUKOMA NEOVASKULAR

OLEH :
Deta Fitriana (G1A218049)

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada, Agustus 2019

Pembimbing

dr. H. Kuswaya W, Sp.M


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) yang berjudul “Glaukoma Neovaskular” untuk memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Jambi di
RSUD Raden Mattaher.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada dr.
H. Kuswaya W, Sp.M selaku konsulen ilmu mata yang telah membimbing dalam
mengerjakan Case Report Session (CRS) ini sehingga dapat diselesaikan tepat
waktu.
Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang banyak yang membacanya terutama mengenai masalah
Glaukoma. Saya menyadari bahwa Case Report Session (CRS) ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun
untuk perbaikan yang akan datang.

Jambi, Mei 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma neovaskular diklasifikasikan sebagai bagian dari glaucoma


sekunder. Glaukoma neovaskular merupakan istilah yang digunakan untuk semua
glaukoma yang disebabkan atau yang berhubungan dengan adanya membran
fibrovaskular yang terbentuk pada iris dan atau pada sudut bilik mata. Nama lain
dari glaukoma neovaskuler ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif,
glaukoma trombotik, ataupun glaukoma rubeotik.1,2 Neovaskuler ini timbul
biasanya disebabkan oleh iskemik retina yang luas seperti yang terjadi pada
retinopati diabetika dan oklusi vena sentralis retina.3
Tanda dan gejala klinis glaukoma neovaskuler ini dapat berupa fotofobia,
penurunan visus, peningkatan tekanan intraokuler, edema kornea,
neovaskularisasi iris yang awalnya tampak pada pinggir pupil, ektropion uvea,
dan penutupan sudut bilik mata oleh karena sinekia 4
Glaukoma neovaskuler merupakan glaukoma yang berpotensi merusak,
dimana dengan terlambatnya diagnosis dan penatalaksanaan yang tidak tepat
dapat menyebabkan hilangnya penglihatan total. Diagnosis dini penyakit ini
sangat penting sekali yang harus diikuti dengan pengobatan yang cepat dan
segera. Dalam penanganan glaukoma neovaskular, penting untuk menangani dua
hal, yakni peningkatan tekanan intraokular (TIO) dan penyakit yang
menyertainya.2
Glaukoma neovaskuler muncul sebagai komplikasi lanjut dari retinopati
iskemik. Para ahli menemukan bahwa vascular endothelial growth factor (VEGF)
berperan penting dalam terjadinya neovaskularisasi. Aktivasi reseptor VEGF
memicu proses pertumbuhan sel endotel dan migrasinya dari vaskularisasi yang
sudah ada. Bevacizumab (avastin) merupakan antibodi monoklonal manusia yang
mampu berikatan dengan semua isoform VEGF. Pengurangan neovaskularisasi
iris berhasil dilakukan dengan injeksi Bevacizumab intravitreal. Hasil ini
mendorong para ahli untuk menggunakan VEGF-inhibitor sebagai terapi untuk
glaukoma neovaskuler.5
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Identifikasi Nama : Tn. R
Umur : 57 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Payo Selincah
Tanggal berobat : 01 Agustus 2019
Keluhan utama Lapangan pandang menyempit pada mata kiri ± 3 bulan
yang lalu
Anamnesa Khusus Pasien datang dengan keluhan pengelihatan mata
sebelah kanan mulai kabur dan sulit melihat sejak 3 bulan
yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala beberapa
bulan terakhir yang dirasakan terus-menerus disertai
dengan gambaran pelangi apabila melihat cahaya. Pasien
juga mengeluhkan nyeri pada bola mata kiri. Pasien
mengaku sudah diberi obat tetes tapi os lupa nama obatnya
namun keluhan tidak berkurang. Awalya pasien
mengeluhkan pandangan mata kiri seperti berasap saat
bangun tidur. Riwayat mual dan muntah disangkal. Pasien
memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus.

Riwayat penyakit a. Riwayat keluhan serupa (-)


dahulu b. Riwayat operasi (-)
c. Riwayat penyakit DM (+), pasien mengonsumsi
obat DM teratur
d. Trauma pada mata (-)
e. Alergi (-)
f. Riwayat hipertensi (-)
g. Riwayat pakai kaca mata (-)
Riwayat penyakit a. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
keluarga b. Riwayat Hipertensi (-)
c. Riwayat DM (-)
Riwayat gizi IMT = BB/(TB)2= 50/155 = IMT 20,83 (normoweight)
Keadaan sosial Pasien berobat menggunakan BPJS
ekonomi
Penyakit sistemik
 Tractus respiratorius Tidak ada keluhan
 Tractus digestivus Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler Hipertensi (-)

 Endokrin DM (+)

 Neurologi Tidak ada keluhan

 Kulit Tidak ada keluhan


Tidak ada keluhan
 THT
Tidak ada keluhan
 Gigi dan mulut
Tidak ada keluhan
 Lain-lain
I.Pemeriksaan visus dan refraksi
OD OS
Visus 6/9 2/60
II. Muscle Balance
Kedudukan bola mata Orthoforia Orthoforia
Jaringan fibrovaskular
Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : baik


Versi : baik Versi : baik

Pemeriksaan Eksternal
Pemeriksaan Eksternal OD OS
Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Konjungtiva tarsus Sup Papil(-), folikel (-), Papil(-),folikel(-),
& Inf
Konjungtiva Bulbi Injeksi siliar (-), Injeksi Injeksi siliar (-), Injeksi
Konjungtiva (-) Konjungtiva (-)
Kornea Infiltrat (-), sikatrik (-), Infiltrat (-), sikatrik (-), ulkus (-)
ulkus (-)
COA Sedang, hifema (-), Sedang, hifema (-), hipopion (-)
hipopion (-)
Pupil Bulat, isokor Bulat, anisokor

Diameter 3mm 3mm


RCL/RCTL +/+ -/-
Iris Kripta iris normal, Pembuluh darah (+)
warna coklat
Lensa jernih Jernih
Pemeriksaan Slit Lamp
Silia Silia
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Conjungtiva tarsus Conjungtiva tarsus
Papil (-), folikel (-) Papil (-), folikel (-)

Conjungtiva bulbi : Injeksi siliar (-), Conjungtiva bulbi : Injeksi siliar (-),
injeksi konjungtiva (-), hiperemis (-) injeksi konjungtiva (-), hiperemis (-)
Kornea : Edema (-), infiltrat pungtata Kornea : Edema (-), infiltrat pungtata
(-) (-)
Bilik mata depan : normal Bilik mata depan: normal
Iris : Kripta iris normal Iris : pembuluh darah (+)
Lensa : Jernih Lensa : Jernih
Tekanan Intra Okuler
Palpasi : N N
Tonometer Schiotz : 11,3 mmHg 57.0 mmHg
Funduskopi
VISUAL FIELD
Konfrontasi Sama dengan pemeriksa Menyempit

Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 155 Cm
Berat badan 50 Kg
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 80 kali/menit
Suhu 36,70C
Pernapasan 20 kali/menit

Diagnosis : Glaukoma neuvaskular OD


Diffrential Diagnosa :
- Rubeosis iridis

Anjuran Pemeriksaan :
- slit lamp
- funduskopi
- gonoskopi
- perimetri
Pengobatan :
- Cendo timolol 0,5% ED 2 dd gtt 1 ODS
- Glaukon tablet 3x1
- Cithocilin 1000 mg tablet 1x1

Prognosis : OD OS
Q Quo ad vitam : bonam bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Lensa
3.1.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, vaskular, tidak berwarna dan
hampir transparan sempurna. Lensa tidak mempunyai asupan darah ataupun
inervasi syaraf, dan bergantung sepenuhnya pada akuos humor untuk
metabolisme dan pembuangan. Lensa terletak di belakang iris dan di depan
korpus vitreous. Posisinya ditopang oleh Zonula Zinni, terdiri dari serabut-
serabut kuat yang melekat ke korpus siliaris. Diameter lensa adalah 9-10 mm
dan tebalnya bervariasi sesuai dengan umur, mulai dari 3,5 mm (saat lahir)
dan 5 mm (dewasa). Lensa dapat membiaskan cahaya karena memiliki indeks
refraksi, normalnya 1,4 di sentral dan 1,36 di perifer. Dalam keadaaan
nonakomodatif, kekuatannya 15-20 dioptri (D).6
Struktur Lensa terdiri dari Kapsul yang tipis, transparan, dikelilingi
oleh membran hialin yang lebih tebal pada permukaan anterior dibanding
posterior. Lensa disokong oleh serabut zonular berasal dari lamina
nonpigmented epithelium pars plana dan pars plikata daripada korpus siliaris.
Zonular ini masuk ke dalam Lensa di regio ekuator. Diameter serabut adalah
5-30 m. Epitel berada tepat di belakang kapsul anterior Lensa terdapat satu
lapisan sel epitel. Di bagian ekuator, sel ini aktif membelah dan membentuk
serabut .
Gambar 1. Anatomi mata
1. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan
transparan tersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel
lensa. Kapsul ini mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk
lensa pada saat akomodasi. Bagian paling tebal kapsul berada di
bagian anterior dan posterior zona preekuator, dan bagian paling tipis
berada di bagian tengah kutub posterior.
2. Serat Zonula
Lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar.
Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada
bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa.
3. Epitel Lensa
Tepat dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel
epitel. Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang
dilakukan sel-sel lainnya, seperti sintesis DNA, RNA, protein dan
lipid. Sel-sel tersebut juga dapat membentuk ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan menuju
equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.
4. Nukleus dan korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk
dan akan menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah
lensa. Serat-serat yang baru akan membentuk korteks dari lensa.

Lensa baru sepanjang kehidupan. Nukleus pada bagian sentralnya terdiri


serabut-serabut tua. Terdiri beberapa zona berbeda, yang menumpuk ke bawah
sesuai dengan perkembangannya. Korteks pada bagian perifer terdiri dari
serabut-serabut lensa yang muda.6

Gambar 2. Anatomi Lensa


Enam puluh lima persen Lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit
sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium
lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.

3.1.2Fisiologi Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.
Supaya hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai
dengan sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa
disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa
terutama kurvatura anterior.

Gambar 3. Akomodasi lensa: (kiri) saat melihat jauh, (kanan) saat


melihat dekat

Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot


siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter
anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini,
daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan
terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot
siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa
yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi
oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan
lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa
perlahan-lahan akan berkurang.

Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi


Akomodasi Tanpa akomodasi
M. Silliaris Kontraksi Relaksasi
Ketegangan serat Menurun Meningkat
zonular
Bentuk lensa Lebih cembung Lebih pipih
Tebal axial lensa Meningkat Menurun
Dioptri lensa Meningkat Menurun
Gambar 4. Perubahan saat akomodasi lensa

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :


1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung.
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
3. Terletak di tempatnya.
4. Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
5. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,
6. Keruh atau apa yang disebut Katarak.
7. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa dapat merefraksikan cahaya karena indeks refraksinya, secara
normal sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang
berbeda dari aqueous dan vitreous humor yang mengelilinginya. Pada keadaan
tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi 15-20 D dari sekitar 60 D
seluruh kekuatan refraksi bola mata manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan
refraksi diberikan oleh udara dan kornea.
Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa
lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis
bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung
secara perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat
dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang
tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang
jernih dan tampak sebagai “grey reflex” atau “senile reflex”, yang sering
disangka katarak, padahal salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi
kurang elastis dan daya akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut
presbiopia, pada orang Indonesia dimulai pada umur 40 tahun. Lensa orang
dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan
berat.6

3.1.3 Metabolisme Lensa


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium
dan kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium
dibagian anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar
Natrium lebih tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar ion natrium masuk secara difusi
bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan didalam
oleh Ca-ATPase.7
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose,
juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase
adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah
menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase.7

3.2 Glaukoma Neovaskular

3.2.1 Defenisi

Glaukoma neovaskuler merupakan glaukoma sekunder sudut tertutup yang


terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
anyaman trabekula sehingga menyebabkan terjadinya gangguan aliran humor
akuos dan peningkatan tekanan intraokuler.8
Glaukoma neovaskular terjadi apabila terdapat proliferasi pembuluh darah
baru pada permukaan iris, hingga mencapai struktur sudut bilik mata depan dan
menghalangi aliran humor akuos melewati anyaman trabekulum. Retina yang
hipoksia dan memiliki sirkulasi kapiler yang buruk diyakini menjadi hal yang
memungkinkan terjadinya glaukoma neovaskular ini.8

3.2.2 Epidemiologi
Insidensi terjadinya glaukoma neovaskular hampir sepertiga dari kasus
tersebut terdapat pada pasien dengan retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya hal
tersebut sering dihubungkan dengan pasien yang telah menjalani tindakan bedah
mata. Angka kejadian glaukoma ini dilaporkan sekitar 25% – 42 % setelah
tindakan bedah mata.9
Tingkat kejadian dari penyebab glaukoma neovaskular tertinggi adalah
oklusi vena retina sentralis dengan prevalensi 36%, diikuti retinopati diabetik
proliferatif dengan 32 % dan oklusi arteri karotis dengan 13%.9,10

3.2.3 Etiologi
Pada tahun 1963 mulai digunakan istilah glaukoma neovaskular, yang
merupakan suatu diagnosis dengan karakteristik ditemukannya pembuluh darah
5
baru pada iris yang memicu peningkatan tekanan intraokular. Terdapat tiga
penyebab yang sering terjadi pada glaukoma neovaskular yaitu diabetes mellitus,
oklusi vena sentralis retina, dan obstruksi arteri karotis. Pada 79% kasus
glaukoma neovaskular umumnya terjadi retinopati diabetika proliferatif, akan
tetapi apabila terdapat tidak adanya perfusi kapiler yang luas juga dapat
menyebabkan terjadinya retinopati diabetika non proliferatif.11

3.2.4 Patofisiologi
Glaukoma neovaskular dalam perjalanan penyakitnya secara klinis akan
terlihat membran fibrosa yang berkembang sepanjang pembuluh darah yang
terbentuk. Membran tersebut mengandung miofibroblas yang memiliki
kemampuan berkontraksi. Kontraksi miofibroblas menarik lapisan pigmen
posterior dari epitel iris anterior, yang akan menyebabkan terjadinya ektropion
uvea, dan menarik iris perifer ke sudut bilik mata depan dan menyebabkan sinekia
perifer anterior, dan pada akhirnya menghambat aliran keluar humor akuos dan
meningkatkan tekanan intraokular.10
Teori yang paling banyak diterima tentang patogenesis terjadinya
glaukoma neovaskular adalah adanya iskemik retina yang akan melepaskan faktor
angiogenik yang berdifusi kedepan mengikuti aliran humor akuos dan
menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada iris dan sudut bilik mata
depan. Faktor angiogenik ini menurut penelitian yang telah dilakukan diketahui
memiliki kemampuan menstimulasi proliferasi endotel kapiler, neovaskularisasi
kornea, dan neovaskularisasi retina. Neovaskularisasi yang tampak pada
pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan
sintesis growth factor, salah satu faktor angiogenik yang diketahui paling banyak
berperan adalah vascular endothelial growth factor (VEGF), dimana ditemukan
dengan konsentrasi yang meningkat 40-100 kali dari normal pada humor akuos
pasien dengan glaukoma neovaskular. Sedangkan kelemahan dinding vaskular
terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan
penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya terbentuklah penonjolan pada
dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga
tampak sebagai mikro aneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Bercak
perdarahan pada retina yang dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda
yang melayang-layang pada pengelihatan.10

Gambar 2.1 GAmbaran retina pada penderita DM


Teori tentang adanya faktor angiogenik tersebut dapat menjelaskan
beberapa keadaan yang terjadi pada glaukoma neovaskular, antara lain mengenai
gambaran awal rubeosis iridis yang terjadi pada pinggiran pupil, yang bisa
dijelaskan karena substansi yang berdifusi dari retina menuju bilik mata depan
melalui pupil dan memiliki konsentrasi tertinggi pada daerah tersebut. Teori
tersebut juga dapat menjelaskan mengapa rubeosis iridis dan glaukoma
neovaskular lebih sering terjadi setelah operasi ekstraksi katarak dan vitrektomi.
Lensa dan vitreus merupakan barier mekanis yang menghalangi terjadinya difusi
dari substansi angiogenik, dan humor vitreus juga diketahui mengandung inhibitor
endogen terhadap angiogenesis. Lensa dan vitreus dapat mengurangi iskemik
retina dengan cara mencegah keluarnya oksigen dari segmen posterior menuju
segmen anterior. Selain hal tersebut, vitrektomi dan pembedahan katarak
menyebabkan inflamasi,yang kemudian akan menstimulasi terjadinya
neovaskularisasi.10, 11
Hipoksia, walaupun diyakini sebagai pemicu utama dari angiogenesis,
faktor lain juga memiliki peranan dalam pembentukan pembuluh darah abnormal.
Inflamasi dan hipoksia seringkali timbul bersamaan hingga menginisiasi
pembentukan pembuluh darah baru. Mediator inflamasi seperti angiopoetin-1 dan
angiopoetin-2 sekarang telah diketahui memiliki peranan dalam pembentukan
pembuluh darah baru dan remodeling, sejalan dengan peranan dalam proses
inflamasi.10, 11
Penyebab dari neovaskularisasi iris antara lain:11
a. Iskemik retina :
Retinopati diabetik, oklusi vena retina sentralis, oklusi arteri retina sentralis,
oklusi arteri carotis, retinal detachment, retinopati sickle sel, retinoshisis.
b. Inflamasi :
Uveitis kronik, endoftalmitis, sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, sympathetic
ophthalmic.
c. Tumor :
Melanoma iris / koroidal, limfoma ocular, retinoblastoma
d. Penyinaran.
Oklusi vena sentralis retina merupakan salah satu penyebab terjadinya
glaukoma neovaskular dimana terjadi penyempitan lumen vaskular dan trombosis
sebagai efek dari proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya
akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina
akan menyebabkan vena berkelok-kelok apabila oklusi terjado parsial, namun
apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus
sehingga mengganggu tajam pengelihatan mata penderita. Apabila terjadi
perdarahan luas, maka tajam pengelihatan mata penderita dapat sangat buruk,
sehingga dapat terjadi kebutaan. Perdarahan yang luas ini biasanya dapat terjadi
pada pasien retinopati diabetik dengan oklusi vena sentralis, karena banyaknya
dinding vaskular yang lemah.10

3.2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis glaukoma neovaskular dibagi menjadi dua tahap yaitu
tahap awal (rubeosis iris dan glaukoma sekunder sudut terbuka) dan tahap lanjut,
yang gambaran klinis nya antara lain:10
1. Tahap awal (rubeosis iridis):
Ditandai dengan tekanan intraocular yang normal, adanya sedikit
neovaskularisasi, kapiler yang berdilatasi pada pinggiran pupil, terdapat
neovaskularisasi pada iris (irregular, pembuluh darah tidak tumbuh secara
radial dan biasanya tidak pada stroma iris), terdapat neovaskularisasi pada
sudut bilik mata depan (bisa terjadi dengan atau tanpa neovaskularisasi iris),
reaksi pupil jelek,dan terjadi ektropion uvea. Gejala yang timbul bisa berupa
nyeri pada periokular atau periorbita karena iskemia.
2. Tahap awal (glaukoma sekunder sudut terbuka) :
Ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intraokular, neovaskular iris yang
akan berlanjut menjadi neovaskular pada sudut bilik mata, adanya proliferasi
jaringan neovakular pada sudut bilik mata, dan terdapatnya membran
fibrovaskular (yang berkembang sirkumferensial melewati sudut bilik mata,
dan memblock anyaman trabekular). Gejala yang timbul adalah visus kabur
namun mata tidak merah dan tidak nyeri. Stadium ini bisa terjadi antara 8 – 15
minggu .
3. Tahap lanjut (glaucoma sekunder sudut tertutup) :
Pada tahap ini, glaukoma sekunder sudut tertutup ditandai dengan beberapa hal
berikut ini, yaitu : nyeri hebat yang akut, sakit kepala, nausea dan atau muntah,
fotopobia, penurunan tajam penglihatan (hitung jari hingga lambaian tangan),
peningkatan tekanan intraocular (> 60 mm Hg), injeksi konjungtiva, edema
kornea, hifema, flare akuos, penutupan sudut bilik mata akibat sinekia, rubeosis
yang sudah lanjut, neovaskularisasi retina dan atau perdarahan retina.

Tanda tahap awal dalam perjalanan glaukoma neovaskular adanya


gambaran proliferasi vaskular pada batas pupil. Neovaskularisasi pada iris ini
kemungkinan sulit untuk dideteksi pada tahap awal. Slit lamp biomicroscopy
dapat menunjukkan gambaran berliku-liku, adanya tumpukan acak dari pembuluh
darah pada permukaan iris, berdekatan dengan batas pinggir pupil. Tumpukan ini
semakin gelap jika pada iris yang gelap dan lebih jelas pada iris yang terang. 6
Karakteristik progresifitas neovaskularisasi yang terjadi yaitu dari batas
pinggir pupil menuju ke sudut dari pupil yang tidak berdilatasi, tetapi dapat juga
tidak terjadi neovaskularisasi pada sudut pupil. Sebagai perkembangan proliferasi
vaskular, biomicroscopy dari bilik mata depan menunjukkan sel-sel dan flare.
Gonioscopy menunjukkan pembuluh darah baru yang tumbuh dari arteri
sirkumferensial dari badan siliaris ke permukaan iris dan ke permukaan dari
dinding sudut.10,11
Pembuluh darah melewati sudut bilik mata dan tumbuh terus melewati
korpus silier dan sclera spur’s menuju anyaman trabekulum, yang memberikan
gambaran flush kemerahan. Tahap awal pada neovaskularisasi segmen anterior,
tekanan intraokular biasanya normal. Pembuluh darah baru kemudian membentuk
membran fibrovaskular yang menyebabkan timbulnya glaukoma sekunder sudut
terbuka, yang memiliki karakteristik adanya kontraksi dari membran
fibrovaskular, yang mendorong iris perifer mendekati anyaman trabekulum dan
menyebabkan bermacam derajat dari sinekia yang akan menyebabkan penutupan
sudut bilik mata.11
Uvea ektropion dan hifema seringkali terjadi. Ektropion uvea disebabkan
traksi radial sepanjang permukaan iris, yang mendorong lapisan pigmen posterior
iris di sekitar pinggir pupil menuju permukaan iris anterior. Pada tahap ini, pasien
biasanya menunjukkan onset yang dramatik dari nyeri yang sekunder hingga
adanya peningkatan tekanan intraokular. Pasien biasanya akan mengalami
penurunan penglihatan yang parah (hingga menghitung jari), bersamaan dengan
terjadinya edem kornea dan inflamasi bilik mata depan.10,11

3.2.6 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


a. Pemeriksaan tekanan bola mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan
tonometer. Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer Schiotz dan
tonometer aplanasi Goldman. Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat
dilakukan tanpa alat disebut dengan tonometer digital, dasar pemeriksaannya
adalah dengan merasakan lenturan bola mata (ballotement) dilakukan penekanan
bergantian dengan kedua jari tangan.1,7

b. Gonioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik
sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata
seperti benda asing.1,7 Tes ini juga dipakai untuk membedakan antara glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Sudut kamera anterior dibentuk oleh
taut antara kornea perifer dan iris, yang diantaranya terdapat jalinan trabekula.
Konfigurasi sudut ini, yakni apakah lebar (terbuka), sempit atau tertutup,
menimbulkan dampak penting pada aliran keluar humor akueous. Dengan
gonioskopi ini juga dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris di bagian perifer
ke depan (peripheral anterior sinechia).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di
dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat
digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360
derajat.1

c. Pemeriksaan lapang pandang


Berbagai cara untuk memeriksa lapang pandang pada glaukoma adalah
layar singgung, kampimeter dan perimeter otomatis. Penurunan lapang pandang
akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena gangguan ini dapat terjadi akibat
defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus,
tetapi pola kelainan lapangan pandang, sifat progresivitasnya dan hubungannya
dengan kelainan-kelainan diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini.2

d. Uji lain pada glaukoma


a. Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik
15-20 mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.1,7
b. Uji Minum Air
Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien
disuruh minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15
menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama
menunjukkan pasien menderita glaukoma.1,7
c. Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat
glaukoma simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau deksametason
0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien
berbakat glaukoma maka tekanan bola mata akan naik setelah 2 minggu.1,7
d. Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh,
selama 3 hari biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal
adalah antara 2-4 mmHg, sedang pada glaukoma sudut terbuka variasi dapat
mencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai keadaan patologik.
e. Uji Kamar Gelap
Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien
dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90 menit
tekanan bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka akan menunjukkan
hasil yang positif, naik 8 mmHg.1,7
f. Uji provokasi pilokarpin
Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin
1% selama 1 minggu 4 kali sehari kemudian diukur tekanannya.

3.2.7 Diagnosa
Diagnosis glaukoma neovaskular ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang jelas dan teliti. Dari anamnesa
ditemukan keluhan seperti mata merah, nyeri, lakrimasi dan penglihatan kabur
yang berlangsung mendadak. Evaluasi riwayat medis terhadap faktor resiko
seperti DM, hipertensi dan PJK sangat penting untuk membantu menegakkan
diagnosis. Dari pemeriksaan fisik khususnya pemeriksaan fisik mata dengan
menggunakan slit-lamp dan gonioscopy dapat terlihat adanya injeksi silier, edema
kornea, flare, hifema, pupil miosis dan neovaskularisasi di iris dan COA.
Pemeriksaan penunjang yang dipakai seperti pemeriksaan laboratorium kimia
darah untuk melihat profil gula darah dan lipid.10
Pemeriksaan dengan fluorescent angiography dan fluorophotometry dapat
melihat gambaran neovaskularisasi iris dan COA yang ditandai dengan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah di batas pupil dan terlihatnya
pembuluh darah di permukaan iris dan COA akibat terhambatnya aliran darah
sekitar pupil oleh pigmen hitam iris. Perlahan pembuluh darah iris akan melintasi
corpus ciliare dan sklera dan menutup trabekulum yang menyebakan terjadinya
hambatan aliran cairan aquos humour dan peningkatan TIO.10
Diagnosis sebaiknya cepat ditegakkan untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut seperti terbentuknya keratopathy bula, glaukoma, iris
bombe, uvea ektropion, dekomensasio kornea, katarak dan ptisis bulbi yang
berakibat dengan kebutaan.10
3.2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari glaukoma neovaskular merupakan upaya yang harus
dilakukan untuk mengontrol faktor resiko, mencegah terjadinya perburukan, dan
komplikasi lebih lanjut serta mengurangi rasa tidak nyaman jika terjadi serangan
yang akut dan bila telah terjadi penurunan daya penglihatan. Penatalaksanaan
dapat dilakukan dengan terapi farmakologik dan bedah.10
Terapi farmakologik yang diberikan seperti kortikosteroid topikal dan
midriatikum/sikloplegik dipakai untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada mata
terutama pada serangan yang akut, mencegah terjadinya sinekia dan melepaskan
perlengketan jika telah tejadi sinekia. Penggunaan ß-blocker, α-agonis dan
inhibitor untuk mengurangi produksi dari cairan aquos. Terapi farmakologik lain
diberikan untuk mengontrol faktor resiko seperti pemberian obat hipoglikemia
dan hipolipodemik.10,12
Terapi pembedahan yang dipakai dengan regresi pembuluh-pembuluh
baru, fotokoagulasi lasser pan-retina atau PRP (Panretinal Photocoagulation)
untuk mengurangi pembentukan neovaskularisasi di iris dan mencegah terjadinya
sinekia anterior dan posterior serta untuk menurunkan TIO yang meningkat. Cara
tindakan pembedahan yang dilakukan dengan beberapa ribu bakaran laser dengan
jarak teratur diberikan diseluruh retina untuk mengurangi rangsangan angiogenik
dari daerah-daerah iskemik. Pada daerah sentral yang dibatasi oleh diskus dan
cabang-cabang pembuluh darah temporal tidak dikenai, yang memiliki resiko
besar kehilangan pengelihatan adalah pasien dengan ciri-ciri resiko tinggi. Jika
pengobatan ditunda hingga ciri tersebut muncul, PRP harus dilakukan tanpa
penundaan lagi. Panretinal criotheraphy dipakai jika teknik PRP tidak
memberikan hasil yang memuaskan dan jika media penglihatan keruh,
goniophotocoaglation jika terjadi neovaskularisasi iris dan sebelum terbentuknya
sinekia anterior.10,12
Teori terbaru menyebutkan digunakannya agen farmakologik anti-
angiogenik (VEGF) yang bertujuan mengurangi atau mencegah terjadinya
neovaskularisasi, seperti bevacizumab (avastin, genentech). Pemberian obat
diaplikasikan secara topikal. Pemberian obat dilaporkan memiliki onset kerja
cepat (48 jam), namun obat ini memiliki waktu paruh yang singkat sehingga
gejala kekambuhan besar terjadi. Obat anti VEGF tampak menjanjikan untuk
mengurangi insidensi kekambuhan perdarahan retina pasca operasi.12

3.2.9 Prognosis
Prognosis glaukoma neovaskular ditentukan berdasarkan derajat berat
ringannya penyakit yang mendasarinya, waktu pengenalan penyakit (diagnosis)
dibuat, riwayat operasi dan respon terhadap agen farmakologik yang diberikan.
Prognosis glaukoma neovaskular pada umumnya buruk. Kontrol yang tidak baik
terhadap penyakit yang mendasarinya, diagnosis yang terlambat dibuat, tidak
responnya terhadap terapi farmakologik dan bedah akan memperburuk prognosis
dari glaukoma neovaskular.12
BAB IV

ANALISA KASUS

Telah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap seorang pasien laki-


laki berusia 57 tahun dengan keluhan pengelihatan mata sebelah kanan mulai
kabur dan sulit melihat sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri
kepala beberapa bulan terakhir yang dirasakan terus-menerus disertai dengan
gambaran pelangi apabila melihat cahaya. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada
bola mata kiri. Pasien mengaku sudah diberi obat tetes tapi os lupa nama obatnya
namun keluhan tidak berkurang. Awalya pasien mengeluhkan pandangan mata
kiri seperti berasap saat bangun tidur. Riwayat mual dan muntah disangkal. Pasien
memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus.
Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai mata dengan visus menurun,
tekanan intraokular meningkat, iris terdapat pembuluh darah.

Pasien berusia >40 tahun. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
pasien dengan glaukoma biasanya terjadi pada usia 40 tahun atau lebih. Penyebab
terjadinya glaukoma neovaskular dapat diakibatkan oleh diabetes melitus, oklusi
vena sentralis retina, dan obstruksi arteri karotis. Terjadinya kelainan mata pada
seorang penderita diabetes melitus sering menjadi komplikasi serius, kelainan
yang disebabkan oleh diabetes ini dapat berupa retinopati diabetika. Glaukoma
neovaskular biasanya terjadi pada retinopati diabetika proliferatif, dengan angka
kejadian hampir mencapai 79% dari seluruh kasus.
Pasien mengeluhkan penurunan pengelihatan. Mekanisme utama
penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus, yang
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Apabila telah terjadi kerusakan pada sawar
retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid, dan protein, edema, serta
perdarahan intraretina. Selanjutnya terjaddi oklusi kapiler retina yang
mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi
hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi menimbulkan akumulasi
debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan
oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati diabetik non
proliferatif. Hiposia oklusi akan merangsang pembentukan saraf yang baru dan ini
merupakan tanda patognomik retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi
perdarahan luas, maka tajam pengelihatan mata penderita dapat sangat buruk,
sehingga dapat terjadi kebutaan. Perdarahan yang luas ini biasanya dapat terjadi
pada pasien retinopati diabetik dengan oklusi vena sentralis, karena banyaknya
dinding vaskular yang lemah.
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus. Diabetes mellitus umumnya
merupakan penyebab terbanyak glaukoma neovaskular. Sekitar sepertiga dari
semua kasus glaukoma neovaskular disebabkan oleh diabetes mellitus dan
biasanya bilateral. Timbulnya glaukoma neovaskular berhubungan dengan
lamanya menderita diabetes dan dapat juga dipengaruhi oleh penyakit lain seperti
hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Longe JL (2006) The Gale Encyclopedia of Medicine, 3rd edn., USA: Gale
2. Mosby (2008) Mosby's Medical Dictionary, 8th edn., USA: Elsevier.

3. Vaughan & Asbury s, Glaucoma Neovascular. Glaukoma. Dalam


Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2007. Hal 212-29
4. Kingman S (2004) Glaucoma is second leading cause of blindness
globally, Available at:
http://www.who.int/bulletin/volumes/82/11/feature1104/en/index1.html
(Accessed: 22nd May 2013).
5. Cook C, Foster P (2012) 'Epidemiology of glaucoma: what's new?', Can J
Ophthalmol, 47(3), pp. 223-6 [Online]. Available at:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22687296 (Accessed: 22nd May 2013).
6. Tsai James C. Oxford American Handbook of Ophthalmology. New York:
Oxford University Press; 2011
7. American Academy of Ophthalmology. Anatomy in Lens and Cataract.
Section 11. Basic and Clinical Science Course; 2007
8. Yan MO, Duker JS. Opthalmology, 3rd edition. England: Mosby Elsevier,
2009.1178-81
9. Yan MO, Duker JS. Opthalmology, 3rd edition. England: Mosby Elsevier,
2009.1178-81
10. Ilyas S, Tanzil m, editor. Glaukoma. Dalam Sari Ilmu Penyakit mata. Ed 3.
Jakarta: balai Penerbit FKUI. 2006. Hal 212-18
11. Bertamian M. Glaucoma Neovascular in Clinical Guied to Glaucoma
Management. Elsevier Inc. 2004:263-269.
12. Vaughan & Asbury s, Glaucoma Neovascular. Glaukoma. Dalam
Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007

Anda mungkin juga menyukai