Anda di halaman 1dari 2

Bagian 1

Pagi yang indah, mentari juga tidak terlalu terik memancarkan sinarnya. Hawa
dingin masih terasa menyelimuti sebuah desa kecil dilereng bukit. Warga mulai
disibukan dengan aktifitas rutin yang kebanyakan adalah petani. Beberapa warga juga
sudah menggiring bebek mereka kesawah, yang entah bagaimana semua bebek hafal
akan jalan pulang dengan sendirinya, tanpa harus ada komando dari tuannya.
Dari kejauhan tampak sesosok sederhana sedang meraut potongan bambu,
dengan apik dan trampil dia meraut potongan bambu yang sudah dibelah dua agar
kelihatan rapi, lalu menyusunya dengan teratur dan dililit tali. Ini adalah aktifitasnya
sehari-hari sebagai pengayam bilik bambu, semua orang selalu menggunakan jasanya
untuk membuat dinding bambu,karena kebanyakan rumah warga didesa tersebut
tergolong sederhana tapi tetap kelihatan bersih dan rapi.
Orang itu adalah Wak Tejo, beliau merupakan tokoh masyarakat di Desa
Kembang yang sangat dihormati warganya. Baik budinya, sopan tutur katanya, suka
menolong dan selalu menyelesaikan setiap perkara dengan kepala dingin secara adil,
dan merupakan sosok pejuang. Sebelum masuk waktu shalat Dzuhur, Ia merapikan
semua perkakasnya agar nantinya mudah mencarinya, anyaman bilik yang belum
terselesaikan Ia sandarkan di dinding rumahnya, lalu bergegas pergi kekali. Aliran air
kali yang jernih dan sejuk menyegarkan tenggorokannya, karna sumber air di Desa ini
masih asri dan belum tercemar. Selesai mengambil wudhu Wak Tejo melaksanakan
sholat dzuhur ditepian kali. Saat hendak pulang, Wak Tejo dikejutkan oleh teriakan
seorang warganya yang berlari dengan tergopoh-gopoh, ia menyampaikan bahwa
tentara Jepang sudah menyerang desa sebelah, dan beberapa warga di angkut untuk
dijadikan pekerja paksa dan anak gadis juga diculik. Sontak Wak Tejo kaget dan geram
mendengarnya, secepat inikah mereka menyerang desa, jika benar aku dan warga harus
mengumpulkan kekuatan dan menyusun strategi, pikir Wak Tejo.
Dari jauh Wak Tejo sudah melihat semua warga sudah berkumpul dihalaman
rumahnya karna menunggu kedatangannya. Ya, di Desa Kembang Wak Tejo dikenal
sebagai Komando mereka, karna beliau adalah TNI dengan pangkat Kopral. Wak Tejo,
tentara Jepang telah menyerah desa, apakah kita menyerang atau bagaimana?, salah satu
warga angkat bicara, beliau adalah teman seperjuangan Wak Tejo, tetapi bukan TNI.
Sabar, kita harus menyusun strategi, jangan gegabah karena nanti resiko terlalu besar
jadi hal ini harus kita rundingan dulu, ayo silahkan duduk, ajak Wak Tejo.

Bagian 2

Anda mungkin juga menyukai