Bacaan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

EKSPLORASI TANAMAN FITOREMEDIATOR ALUMINIUM (Al) YANG DITUMBUHKAN PADA LIMBAH IPA

PDAM TIRTA KHATULISTIWA KOTA PONTIANAK

Menurut Prasetyono (2011) dalam Haryati, dkk (2012) ion logam tidak sepenuhnya terakumulasi oleh
tanaman, karena ion logam dapat berpindah dari media tanam (limbah) melalui proses penguapan,
dimana ion tersebut berikatan dengan oksigen membentuk ion-ion baru. Hal tersebut terjadi karena
tingginya suhu yang berpengaruh pada kadar oksigen pada media tanam. Semakin tinggi suhu maka
kadar oksigen akan semakin berkurang. Oksigen ikut bereaksi dengan air pada media tanam dan akan
berikatan dengan ion logam. Begitu pula yang terjadi pada limbah IPAM PDAM, setelah dilakukan proses
fitoremediasi terjadi pengurangan volume limbah pada tiap wadah, hal ini dikarenakan adanya proses
penguapan yang dilakukan oleh masing-masing tanaman sehingga volume limbah pada masing-masing
wadah menjadi berkurang.

Haryati, M., et all. 2012. Kemampuan Tanaman Genjer (Limnocharis Flava (L.) Buch.) Menyerap Logam
Berat Timbal (Pb) Limbah Cair Kertas Pada Biomasaa dan Waktu Pemaparan Yang Berbeda. Jurusan
Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Surabaya. Vol. 1 : 131-138

Hanya saja setelah dilakukan proses fitoremediasi kemampuan tanaman dalam menyerap logam cukup
besar sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan perlahan tanaman
menunjukkan gejala fitotoksisitas yang menjadikan daun pada tanaman menguning dan akhirnya kering.
Biasanya gejala toksisitas diperlihatkan oleh ukuran daun yang menjadi lebih kecil dan warna daun
menjadi kuning. Hal ini menunjukkan adanya penghambatan terhadap pembentukan klorofil. Kehadiran
logam (khususnya logam Al) mengambil bagian terhadap terganggunya proses fotosintesis karena
terganggunya enzim yang berperan terhadap biosintesis klorofil (Singh, 1995 dalam Haryati, dkk., 2012).

Semakin banyaknya logam yang diserap oleh tanaman melati air mengakibatkan kemampuan menyerap
pada tanaman telah memasuki masa jenuh dan pada akhirnya tanaman tersebut tidak mampu lagi
menyerap logam sehingga mengakibatkan tanaman mengalami toksisitas yang cukup tinggi dan pada
akhirnya mati.

Salah satu penelitian menunjukkan bahwa tanaman genjer mampu mengakumulasi logam Pb melalui
akar dan menyebarkannya ke seluruh organ tubuhnya

BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN

Air olahan dari sistem lahan basah buatan ini pada tahap selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk
mengairi lahan pertanian. Air olahan ini sangat baik bagi keperluan irigasi karena didalamnya terkandung
nitrogen, fosfor, dan natrium yang bermanfaat sebagai nutrien bagi tanaman. Endapan tanah organik
yang terkumpul di bagian dasar kolam juga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah
pertanian. Selain itu biogas yang dihasilkan pada kolam anaerobik juga dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi (Puspita, dkk. 2005).

Lemm4
Air limbah dicirikan oleh variasi substansial dalam pH, dan mungkin memiliki ion logam berat yang
berbeda pada berbagai rentang konsentrasi. Selain itu, proses perawatan sebagian besar terjadi di sistem
alami tergantung pada aktivitas metabolisme tanaman, dan nilai pH air yang mungkin mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, pemilihan nilai pH optimal untuk penghapusan yang tergantung
pada metabolisme dan bioakumulasi polutan adalah parameter operasi diam-diam yang penting untuk
mencapai tingkat perawatan yang diminta.
Lemna adalah spesies tanaman yang cepat tumbuh dan mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi
perairan seperti pH, suhu dan cahaya. Tanaman mampu tumbuh di berbagai pH (3,5-10,5). Meskipun
rentang pH yang luas ini, rentang pH optimal untuk pertumbuhan adalah 4,5-7,5. S. Saygideger, ˘
Lemna gibba L. ve Lemna minor L. (Lemnaceae)’ nin morfolojik
anatomik, ekolojik ve fizyolojik özellikleri, Ekoloji ve C¸ evre 18 (1996) 8–11

Tanaman tersebut tumbuh, tetapi tingkat pertumbuhan menurun pada batas bawah atau batas atas dari
kisaran pH ini. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh kondisi air limbah
yang berbeda seperti pH (4.0-7,0) dan konsentrasi kromium (0,25-5,0 mgCr / L) pada serapan oleh Lemna
minor.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengolahan Sumber Daya Air dan Lingkungan. Kanisius :
Yogyakarta.

Pengaruh waktu dan pH dalam proses oksidasi biokimia pada limbah asli penyamakan kulit terhadap nilai
TSS menunjukkan semakin lama waktu tinggal suatu limbah maka akan semakin besar kesempatan
bakteri untuk berkembang biak untuk dapat menguraikan zat organik, sehingga dapat mengurangi
jumlah zat organik yang terkandung di dalam Biomassa semakin banyak terbentuk berbentuk endapan,
sehingga beningan semakin terlihat dan akan mengurangi nilai TSS

Meskipun tidak bersifat toksik, bahan tersuspensi


yang berlebihan dapat meningkatkan nilai kekeruhan yangakan
menghambatpenetrasi cahaya matahari ke dalam air dan berpengaruh pada
proses fotosintesis tumbuhan air (Effendi, 2003).
besi yang ada dalam air berbentuk ferro dan ferri, dimana bentuk.ferri akan mengendap dan tidak larut
dalam air serta tidak dapat dilihat dengan mata sehingga mengakibatkan air menjadi berwarna,berbau
dan berasa.

Air sungai dalam kondisi alami yang belum tercemar memiliki rentangan pH 6,5 – 8,5. Karena
pencemaran, pH air dapat menjadi lebih rendah dari 6,5 atau lebih tinggi dari 8,5. Bahan –
bahan organik biasanya menyebabkan kondisi air menjadi lebih aam. Kapur menyebabkan
kondisi air menjadi lebih asam. Kapur menyebabkan kondisi air menjadi lebih alakli (basa).
Jadi, perubahan pH air tergantung kepada bahan pencemarnya.
Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota
akuatik.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai pH
antara 7 – 8,5.

Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system respirasi organisme
akuatik,sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi,
organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut, 1992).

Selayaknya benda cair, air lindi ini akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Air lindi dapat
merembes ke dalam dan bercampur dengan air tanah, ataupun mengalir di permukaan tanah dan
bermuara pada aliran air sungai. Bisa dibayangkan, air lindi yang mengandung senyawa-senyawa
organik dan anorganik dengan konsenterasi sekitar 5000 kali lebih tinggi dari pada dalam air tanah,
masuk dan mencemari tanah atau air sungai.

Pescod (1973) mengatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen
dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan
menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2002). Selanjutnya beliau
menambahkan bahwa nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas
fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Menurut
Pohland dan Harper (1985) nilai pH air lindi pada tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar
antara 1,5 – 9,5.

Hal ini dikarenakan limbah tersebut dikontakkan dengan batuan kapur yang bersifat basa, dan batuan
sulfat yang berfungsi sebagai donor H+ belum berfungsi secara optimal di awal penelitian.

Nilai amonia memiliki hubungan dengan nilai pH perairan, yaitu makin tinggi pH air maka makin besar
kandungan amonia dalam bentuk tidak terdisosiasi (Wardoyo, 1975). Kadar amonia yang tinggi dapat
merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan
limpasan pupuk pertanian (Effendi, 2003).
pH untuk air terkontamasi adalah 8. Nilai ini menyatakan bahwa pH air bersifat alkalis, pH alkalis sangat
mendukung untuk terjadinya laju dekomposisi pada suatu perairan (Effendi, 2003).

7 umumnya akan banyak direpresentasikan kehadiran Ammonium (NH4), sedangkan bila pH bergerak ke
arah angka 8 maka akan didapati lebih banyak bentuk Ammonia (NH3) (20

Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi, karena mengandung bahan-bahan
polimer (makro molekul) dan bahan organik sintetik (Suprihatin 2002 in Sulinda, 2004).

TSS

Adapun hasil yang berfluktuasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor lingkungan proses juga harus
direkayasa dan dikendalikan. Faktorfaktor lingkungan utama yang mempengaruhi proses metanogenesis
adalah komposisi air limbah, suhu, pH, waktu tinggal hidrolik dan konsentrasi asam-asam volatil.
Produksi gas metana selama proses degradasi bahan organik dipengaruhi oleh jumlah dan komposisi air
limbah yang digunakan sebagai substrat

Wintolo, Marhento dan Rochman Isdiyanto, Prospek Pemanfaatan Biogas dari Pengolahan Air Limbah
Industri Tapioka, Skripsi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketengalistrikan, Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi, 12:103-112, 2011.

Pengaruh waktu fermentasi terhadap persentase penyisihan TSS adalah semakin lama waktu fermentasi
maka persentase penyisihan akan semakin besar. Dalam hal ini, persentase penyisihan TSS terbesar pada
hari ke-21 diperoleh pada perbandingan volume limbah cair industri tapioka dan air 100:0 (v/v) yaitu
89,851%.

Anda mungkin juga menyukai