Sebenarnya fenomena ini bukan terjadi di Indonesia saja tetapi juga terjadi
di banyak negara seperti yang diungkapkan oleh Geoffrey Spurling dari Universitas
Queensland, Brisbane, Australia dalam hasil analisis terhadap studi yang dilakukan
pada 58 negara mengungkapkan bahwa dalam menetapkan resep kepada pasien, para
dokter dipengaruhi oleh informasi yang diberikan oleh industri farmasi.4
Hal yang sama juga terjadi di Korea Selatan, dimana dari data Kementerian
Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan sejak november 2010 hingga Desember
2012 terdapat sekitar 8.000 orang dokter tertangkap tangan menerima sogokan atau
uang terimakasih dari industri farmasi karena kesetiaannya menggunakan atau
5
meresepkan obat dari industri farmasi tersebut. Tetapi hebatnya Kementerian
kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan ini berani menerapkan sanksi yang tegas
bagi dokter-dokter tersebut, mulai dari sanksi penangguhan surat izin berpraktek
hingga denda.
Kondisi yang seperti ini tentunya sangat berimbas kepada masyarakat, para
tenaga kesehatan yang menerima fee dari industri farmasi tertentu dalam
memberikan obat ke pasiennya tentunya sudah tidak objektif lagi sebab sebagai
pengganti fee tersebut si dokter harus meresepkan obat tertentu sebanyak yang
diinginkan oleh perusahaan farmasi tersebut. Bahkan untuk memenuhi target yang
diberikan perusahaan farmasi itu, si dokter terkadang memberikan obat dengan cara
yang tidak masuk diakal atau konyol misalnya memberikan antibiotika cair ke pasien
dewasa seperti yang diberitakan di tribun news beberapa waktu yang lalu.
Namun kita juga harus ingat bahwa tidak semua dokter yang berkelakuan
nakal seperti itu, kita harus tetap percaya dengan itikad baik dari dokter dan profesi
kesehatan lainnya karena masih banyak dokter yang benar-benar berjuang demi
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Seharusnya perjuangan
dokter-dokter seperti ini yang harus lebih di blow up sehingga dapat memicu
semangat para tenaga kesehatan lainnya untuk berjuang lebih gigih lagi dan bukan
hanya memberitakan hal-hal yang buruk semata.
Oleh karenanya dalam keadaan yang seperti ini, peran dan independensi
farmasis dalam menunaikan tugasnya sebagai benteng terakhir pemberian obat yang
rasional kepada masyarakat sangat diharapkan dan ditunggu oleh masyarakat.
Selain peran dari apoteker sendiri, peranan Ikatan Apoteker Indonesia dalam
melindungi dan meningkatkan pengetahuan para apoteker juga sangat penting
disamping tentunya peran pemerintah sbegai regulator sehingga masayarakat tidak
lagi mendapatkan obat yang tidak rasional lagi.
Sumber:
1. http://makassar.tribunnews.com/2014/11/21/cara-perusahaan-obat-menggaet-
dokter-dan-pasien
2. http://makassar.tribunnews.com/2014/11/21/usai-dugem-7-dokter-booking-
wanita-asing-untuk-sekamar
3. http://makassar.tribunnews.com/2014/11/21/bu-dokter-minta-cowok-dan-
uang-sekoper ).
4. http://health.kompas.com/read/2010/10/20/09264388/Ada.Konspirasi.Dokter.
dengan.Perusahaan.Farmasi )
5. http://internasional.kompas.com/read/2013/09/09/1014289/Terima.Sogok.Per
usahaan.Farmasi.8.000.Dokter.Terancam.Penalti?
utm_campaign=related&utm_medium=bp-kompas&utm_source=health&)
6. http://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacy-news/32-pharmaceutical-
information/118-peran-tenaga-kefarmasian.html