Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Alat-Alat dan Proses Produksi Gula P.T. Cinta Manis


2.1.1. Stasiun Timbangan dan Cane Yard (Halaman Tebu)
Stasiun timbangan dan cane yard merupakan stasiun pendahuluan pada
semua pabrik gula. Pada pabrik gula Unit Usaha Cinta Manis terdapat 3
timbangan yang terdapat pada stasiun timbangan. Dari ke 3 timbangan tersebut
memiliki kegunaan dan fungsinya masing-masing dengan spesifikasi yang
berbeda-beda. Timbangan 1 dan 2 merupakan timbangan Bruto yang mempunyai
kapasitas 60 ton. Digunakan untuk menimbang tebu dan bahan tambahan (umum)
seperti kapur, asam phosfat, sulfur dll yang akan masuk dalam cane yard atau pun
pabrik. Kemudian timbangan 3 merupakan timbangan Tarra yang mempunyai
kapasitas 20 ton. Digunakan untuk menimbang truk atau alat transportasi lain
yang akan keluar dari cane yard atau pabrik.

(a) (b)
Gambar 2.1. (a) Timbangan bruto (b) Timbangan tarra.

Sebelum kendaraan pengangkut tebu masuk dalam stasiun timbangan,


kendaraan pengangkut di semprot terlebih dahulu pada bagian bawah kendaraan
menggunakan air guna mengurangi kotoran (tanah) yang akan ikut tertimbang dan
masuk dalam cane yard. Kendaraan pengangkut tebu ditimbang (bruto) dengan
tanpa pengendara di dalamnya guna menghindari penambahan berat pada
timbangan tebu yang dibawa. Berat tebu yang tertimbang secara otomatis masuk
dalam komputer yang telah diatur sebagai alat pencatat hasil timbangan berserta
kode kendaraan pengangkut dengan satuan kwintal. Untuk bahan tambahan
(umum) yang masuk, tertimbang dengan satuan kg. Setelah ditimbang maka
kendaraan pengangkut tebu masuk dalam cane yard untuk melakukan
pembongkaran tebu yang telah diangkut. Jika telah selesai maka kendaraan
pengangkut tebu kembali pada stasiun timbangan untuk ditimbang (Tarra) berat
kendaraan yang digunakan. Dengan sistem yang sama, maka diperoleh berat
kendaraan pengangkut tanpa tebu (kosong).
Hasil yang diperoleh digunakan untuk pembagi berat kotor tebu yang telah
tertimbang dan tercatat. Sehingga diperoleh berat bersih tebu yang dibawa dan
masuk oleh kendaraan pengangkut tersebut (Netto). Semua bahan yang melewati
stasiun timbangan akan ditimbang terlebih dahulu kecuali gula. Dalam stasiun
timbangan semua data hasil timbangan akan direkap per jam/per harinya. Pada
setiap kendaraan pengangkut yang membongkar muatan tebunya pada cane yard,
diambil 2 ikat tebu oleh petugas pada cane yard. Tebu yang diambil digunakan
untuk analisa Trash (%). Analisa trash terdiri dari Sogolan (tebu ruas ≤ 10 ruas),
Pucuk Tebu, Daduk (daun tebu), Tebu Mati, dan Tanah. Pada Unit Usaha Cinta
Manis toleransi trash maximal 5% pada setiap kendaraan pengangkut. Jika lebih
maka kendaraan pengangkut tersebut dikenakan pinalty berupa pengurangan
bobot tebu yang telah dibawa yaitu : Berat Tebu x (% Trash Kendaraan
Pengangkut – Max % Trash).
Pada cane yard Unit Usaha Cinta Manis menggunakan sistem FIFO dalam
proses kerjanya. Dimana tebu yang pertama masuk maka akan pertama pula di
giling. Cane yard Unit Usaha Cinta Manis memiliki kapasitas 4000 ton tebu.
Dalam cane yard terdapat tiga alat untuk membantu memasukkan tebu kedalam
meja gilingan tebu yaitu Cane Lifter, Tipler, dan Cane Stacker (grounded) yang
dioperasikan oleh operator. Cane lifter merupakan alat pembantu untuk
memasukkan tebu kedalam meja gilingan tebu yang diangkut oleh NCT kapasitas
dari cane lifter ini sebesar 4 ton . NCT ini merupakan sub kontrak antara
kontraktor dan Unit Usaha Cinta Manis dengan jumlah 24 unit Kemudian tipler,
yang digunakan untuk memasukkan tebu kedalam meja gilingan tebu yang
diangkut oleh truk besar maupun kecil. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat 3
tipler yang digunakan. Dua tipler besar yang dapat digunakan untuk truk besar
dengan kapasitas 20 ton serta satu tipler kecil yang digunakan untuk truk kecil
dengan kapasitas 15 ton. Selanjutnya cane stacker atau grounded dapat digunakan
oleh truk besar, truk kecil, dan NCT. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 1 unit
grounded dan 3 unit cane stacker.

(a) (b) (c)


Gambar 2.2. (a) Cane lifter (b) Tipler (c) grounded.

Terdapat 3 jenis potongan tebu yang masuk dalam cane yard yaitu
Manual, dimana tebu ditebang dan diangkut ke atas kendaraan pengangkut oleh
penebang secara manual dengan daya tahan tebu maksimal 30 jam pada cane
yard. Selanjutnya Semi Mekanis, dimana tebu ditebang oleh penebang dan
diangkut oleh mesin/traktor ke dalam kendaraan pengangkut dengan daya tahan
tebu maksimal 30 jam. Dan yang terakhir adalah dengan cara Mekanis, dimana
tebu di tebang dan diangkut oleh mesin/traktor dengan panjang potongan tebu 20 -
30 cm. Tebu hasil tebangan secara mekanis harus langsung digiling tanpa
menunggu terlebih dahulu pada cane yard karena lebih mudah rusak.
Selain dari 3 jenis potongan tebu diatas, biasanya terdapat tebu bakar yang
masuk pada cane yard. Tebu bakar ada, karena adanya unsur ketidaksengajaan
seperti terbakar dan lain-lain. Tebu bakar juga memiliki waktu maksimum pada
cane yard yaitu tidak lebih dari 24 jam. Jika lebih maka tebu bakar akan rusak
karena mikroba dan jamur.Cane yard merupakan aspek penting dalam kelancaran
proses produksi gula pada Unit Usaha Cinta Manis. Hal ini disebabkan karena
pada cane yard terdapat stok bahan baku/ tebu yang diatur jumlahnya sesuai
dengan kapasitas pabrik. Ada kalanya stok bahan baku/tebu pada cane yard
dilebihkan guna menangulangi terjadinya keterlambatan penebangan tebu dan
pengangkutan tebu menuju cane yard/pabrik. Sehingga pabrik tetap dapat
berproduksi dan tidak berhenti beroperasi. Cane yard beroperasi selama 24 jam
dengan 3 kali sift sebanyak 6 jam.

2.1.2. Stasiun Mill (Gilingan)


Tebu yang telah mengalami bongkar muat dari kendaraan pengangkut
pada cane yard, selanjutnya akan mengalami 2 proses, yaitu penumpukan sebagai
proses transisi dalam kegiatan pengantrian sebelum masuk pada meja tebu atau
langsung dimasukkan ke meja tebu tanpa proses penumpukan. Hal ini dilakukan
tergantung kondisi yang terjadi pada stasiun Mill (Gilingan).
Tebu yang telah masuk pada meja tebu akan di bawa oleh cane
carrieryang dijalankan oleh operator menuju ke mesin pemotong tebu (cane
preparation) dengan nilai Preparation Indeks (PI) 85%. Pada Unit Usaha Cinta
Manis terdapat 3 tahap pemotongan tebu (cane preparition) menjadi beberapa
ukuran. Tahap pertama, pemotongan menggunakan mesin Cane Cutter I dengan
hasil potongan tebu 30 cm Cane cutter I memiliki panjang rotor 1980 mm dengan
diameter rotor 1500 mm. Selain itu memiliki jumlah pisau 40 buah dengan jarak
antar pisau 520 mm yang digerakkan oleh turbin penggerak dengan kekuatan 298
kw. Pengecekan dan pembersihan secara berkala harus dilakukan pada cane cutter
I agar dapat menghasilkan potongan tebu sesuai dengan standar.
Hal ini dapat dilihat dengan pengujian nilai PI(preparation indeks) dari
potongan tebu yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai PI maka cane cutter I
bekerja dengan maksimal. Jika nilai PI menurun maka cane cutter I telah
mengalami penurunan kinerja yang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
yaitu telah tumpulnya pisau-pisau pemotong tebu pada cane cutter I. Sehingga
dibutuhkan penggantian secara berkala pada pisau-pisau cane cutter I agar selalu
dapat menghasilkan potongan sesuai standar. Kemudian masuk dalam mesin Cane
Cutter II dengan hasil potongan tebu 10 cm Cane cutter II memiliki panjang dan
diameter rotor yang sama dengan cane cutter I. Namun terdapat perbedaan pada
jarak antar pisau yaitu 120 mm dengan jumlah pisau yang sama. Cane cutter II
digerakkan oleh turbin penggerak dengan kekuatan 500 hp. Pengecekan dan
pembersihan secara berkala harus selalu dilakukan untuk menjaga nilai PI yang
dihasilkan dengan mengganti secara teratur pisau-pisau yang telah tumpul. Dan
yang terakhir menggunakan Semi Hammer Shredder (SHS) dengan hasil potongan
2,5 cm Semi hummer shredder memiliki panjang dan diameter yang sama dengan
CC I dan CC II. Memiliki jumlah pisau sebanyak 64 buah dengan jarak antar
hummer dan unfill 30 mm yang digerakkan oleh turbin penggerak dengan
kekuatan 800 ph. Pada SHS juga diperlukan adanya pengecekan dan
pembersiahan secara berkala agar menghasilkan nilai PI > 85 %. Pemotongan
bertahap ini bertujuan untuk mempermudah mesin giling untuk menggiling
potongan tebu sehingga mudah terekstrasi dan meminimumkan energi yang
digunakan untuk mesin penggiling tebu.

(a) (b)
Gambar 2.3. (a) Hasil potongan Cane preparation (b) Cane carrier mini.

Hasil potongan tebu pada mesin pemotong kemudian dibawa oleh cane
carrier mini dari cane preparation menuju mesin penggiling untuk digiling
danmenghasilkan nira mentah. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat 5 mesin
gilingdalam proses pemerahan nira. Gilingan 1 dan 5 yang terdiri dari 5 roda
penggilingdan gilingan 2,3, dan 4 terdiri dari 4 roda penggiling. Roll Mill
Berfungsi untuk menggiling potongan-potongan tebu dari stasiun pendahuluan
yang berupa serat-serat tebu agar nira dalam serat dapat terperah. Sehingga
dihasilkan nira mentah serta ampas sebagai bahan bakar boiler dengan pol rendah
dan zat kering tinggi. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat 5 set mill tandem
dengan dilengkapi roll-roll pengumpan. Unit pressure feeder terdapat pada mill
no. I dan V, serta unit four roll pada mill no. II, III, dan IV. Masing-masing roll
gilingan memiliki panjang 1980 mm dengan diameter 1000 mm. Dengan tinggi
grove 47 mm dan jarak antar grove 52 mm. Bahan shaft dibuat dari baja ASSAB
705. Setiap mesin gilingan digerakkan oleh turbin penggerak merek SNM dengan
daya 650 hp dan memiliki suhu 325ᵒC. Serta mempunyai inlet pressure 18 kg/cm2
dan back pressure 1,0 kg/cm2 dengan rated speed 4500 rpm.
Pada gilingan V terdapat penambahan air imbibisi dengan suhu 70-90ᵒC
yang berfungsi untuk melarutkan nira atau kandungan gula yang masih tersisa
pada ampas tebu. Jika suhu air imbibisi > 90ᵒC maka akan menyebabkan
terjadinya reduksi pada gula atau sukrosa dalam serat tebu dan melarutkan
senyawa-senyawa lain seperti zat lilin dll. Zat lilin yang terlarut akan
menyebabkan roll gilingan licin sehingga terjadi slip. Maka dibutuhkan
pengecekan berkala baik pada roll gilingan maupun air imbibisi yang diberikan
Adanya perbedaan jumlah roda penggiling ini memiliki fungsi yang berbeda. Pada
gilingan 1 diharapkan tebu yang digiling sebanyak mungkin nira keluar dari
potongan tebu, sedangkan pada gilingan 5 diharapkan sekering mungkin ampas
tebu yang dihasilkan dari gilingan. Gilingan 2, 3, dan 4 mempunyai fungsi yang
sama yaitu untuk mengektraksi nira dari potongan tebu sisa gilingan 1.

(a) (b)
Gambar 2.4. (a) Roda penggiling (b) Air imbibisi.

Pada proses penggilingan, ditambahkan Air Imbibisi dengan suhu 70-90ᵒC


sebanyak 30% berat tebu pada gilingan 5 yang bertujuan untuk mempermudah
pengeluaran nira yang tersisa pada potongan tebu yang digiling serta mencegah
terjadinya inversi (kerusakan) karena banyak nya mikroba yang mati pada suhu
tinggi. Namun penambahan air imbibisi dengan suhu tinggi (>90ᵒC) juga
mempunyai kekurangan yaitu dapat menyebabkan kerusakan sukrosa dan
melarutkan bahan-bahan non gula dalam nira (seperti zat lilin dll). Selain itu pada
gilingan 1 dan 5 terdapat proses penambahan bahan-bahan tambahan berupa
enzim amilase untuk mendegradasi amilum yang dihasilkan dari nira tebu hasil
gilingan sebanyak 20-25 ppm dan bioinsektisida serta susu kapur dengan
kekentalan 3ᵒBe. Larutnya bahan non gula (zat lilin) akan mengakibatkan roda
penggiling terjadi slip karena licin terlapisi oleh zat lilin.
Potongan tebu yang masuk pada gilingan 1 akan menghasilkan nira
gilingan 1 dan ampas gilingan 1 yang akan diteruskan sebagai bahan baku pada
gilingan 2. Ampas pada gilingan 2 akan diteruskan sebagai bahan baku gilingan 3.
Ampas gilingan 3 akan diteruskan sebagai bahan baku gilingan 4. Ampas gilingan
4 akan diteruskan sebagai bahan baku gilingan 5 dan ampas gilingan 5 akan
diangkut menuju stasiun Boiler dengan menggunakan bagasse carrier. Sebagian
dari jumlah bagasse yang dihasilkan tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar
boiler yang terdiri dari tiga unit dapur dan sebagian lagi digunakan untuk bahan
pencampur nira kotor pada stasiun pemurnian.
Diharapkan ampas yang dihasilkan mengandung pol < 2% dan Zat Kering
Ampas mencapai 49-50%. Nira hasil gilingan 5 dipompa dan dimasukkan kembali
sebagai pembasah ampas tebu pada gilingan 4. Nira hasil gilingan 4 dipompa dan
di masukkan kembali sebagai pembasah ampas tebu pada gilingan 3. Serta nira
hasil gilingan 3 di pompa dan dimasukkan kembali sebagai pembasah ampas tebu
pada gilingan 2. Sehingga semua nira hasil gilingan terkumpul pada tangki
pengumpulan nira gilingan 1 dan 2.

Gambar 2.5. Alur penggilingan.

Nira yang telah terkumpul dalam tangki penampung, dipompa menuju


Rotary Chvs. Rotary Chvs berfungsi untuk memisahkan nira dengan ampas yang
terbawa oleh nira. Nira yang telah tersaring dipompa menuju stasiun pemurnian.
Sedangkan ampas yang tersaring dimasukkan pada gilingan 2 untuk di giling
kembali. Stasiun mill (Gilingan) diharapkan dapat menghasilkan pol extraction
sebesar 3%. Untuk mencapai target maka dibutuhkan energi yang besar untuk
menjalankan mesin gilingan tersebut.

2.1.3. Stasiun Pemurnian (Purification)


Unit pemurnian ialah suatu unit proses yang bertujuan untuk memisahkan
bahan-bahan bukan gula baik yang terlarut maupun yang tidak larut kecuali gula
reduksi tanpa merusak gula. Nira hasil perahan pada unit mill bersifat keruh dan
bewarna cokelat karena adanya bahan terlarut maupun yang tidak terlarut. Proses
pemurnian nira yang digunakan pada Unit Usaha Cinta Manis ialah proses
sulfitasi dengan sistem penambahan susu kapur dan sulfitasi dengan sistem
penambahan gas SO2. Tahap yang dilakukan pada proses pemurnian meliputi
pemisahan kotoran penimbangan nira mentah + penambahan asam phosfat,
pemanasan I, defekasi (pre liming dan second liming), sulfitasi, pemanasan II,
pembuangan gas terlarut, pemisahan nira (jernih dan kotor), serta pembuangan
blotong. Parameter yang mempengaruhi pada proses pemurnian ialah nilai Harkat
Kemurnian (brix dan pol) serta pol blotong (%).
Nira mentah dari stasiun mill memiliki kadar kapur sebesar 320-360
dengan HK 780 dipisahkan menggunakan Sand Catcher yang Berfungsi untuk
memisahkan atau menangkap kotoran pada nira mentah seperti pasir dan ampas.
Terdiri dari 2 bagian yaitu bak pasir dan cyclon. Bak pasir mempunyai penjang
3000 mm dan lebar 1488 mm. Dengan tinggi 2000 mm dan volume 8,9 m3.
Selanjutnya cyclon memiliki diameter 800 mm dengan tinggi total 3135 mm.lalu
nira ditimbang menggunakan timbangan nira dengan kapasitasmaksimum 5 ton
yang memiliki suhu 40ᵒC. Prinsip kerja dari timbangan nira seperti bandul
sederhana. Dimana larutan nira akan masuk pada tabung nira kosong. Ketika
tabung nira penuh maka tabung akan turun karena berat nira yang tertampung.
Kemudian nira yang telah di timbang masuk dalam tangki penampung WJT
(weight juice tank) dan ditambahkan asam phosfat yang telah dilarutkan dengan
air (pengenceran 20 kali). Penambahan asam phosfat bertujuan untuk
meningkatkan kandungan asam phosfat dalam cairan nira. Nira mentah dari
stasiun mill memiliki kandungan asam phosfat sebesar 250 ppm. Sehingga
perluditambahkan larutan phosfat untuk meningkatkan kandungan phosfat
sebanyak 30-50 ppm dalam nira agar mencapai 300 ppm.

Gambar 2.6. Timbangan nira.

Larutan nira yang telah tercampur dengan asam phosfat dipompa menuju
juice heater I atau pemanas I dengan suhu 75ᵒC. Sumber panas yang digunakan
pada pemanas I adalah uap yang dihasilkan dari proses penguapan atau evaporasi.
Panas dialirkan dengan sistem Heat Exchanger secara konduksi dan konveksi
(Shell & tube heat exchanger) pada nira sehingga nira memperoleh panas dengan
suhu 75ᵒC. Pemanasan akan disertai dengan uap air. Maka air yang tidak
digunakan pada pemanas I (kondensat) akan dialirkan kembali untuk digunakan
dalam proses selanjutnya dan mengandung sedikit amoniak. . Unit Usaha Cinta
Manis memiliki juice heater I sebanyak 3 unit dengan luas permukaan 240 m2.
Sirkulasi sebanyak 12 kali dengan ID tubes 33 mm dan L tubes 5000 mm.
Memiliki diameter shell 1550 mm dan teb shell 9 mm dengan panjang 5000 mm.
Nira mentah dipanaskan sampai temperatur 75ᵒC. Juice heater menggunakan
sistem pemanasan heat exchanger berupa STHE (shell tube heat exchanger) yang
menghantarkan panas secara konduksi maupun konveksi. Pembersihan secara
berkala dilakukan pada setiap juice heater agar proses pemanasan dapat berjalan
dengan maksimal Tujuan dilakukan pemanasan pendahuluan dengan suhu 75ᵒC
adalah untuk mendukung proses penggumpalan koloid pada proses defekasi.
Gambar 2.7. Juice heater.

Setelah proses pemanasan I, nira dipompa menuju tangki proses defekasi


(penambahan susu kapur) dengan melalui 2 tahap, yaitu pre liming dan second
liming. Kapur dilarutkan terlebih dahulu dengan air panas sebelum di pompa dan
dimasukkan pada tabung pre liming dan second liming oleh operator melalui alat
pengatur pH. Larutan susu kapur ini memiliki konsentrasi mencapai 6,0-8,0ᵒ Be
dengan tujuan untuk membantu proses pengendapan koloid pada nira mentah.
Pada pre liming, pH nira dinaikkan menjadi 7,0-7,2 selama 3 menit Memiliki
diameter 2600 mm dengan tinggi 3500 mm serta diameter P.jiwa 1900 mm.
Dengan putaran 165 rpm, sedangkan pada second liming pH nira dinaikkan
menjadi 8,5-10,5 selama 30 detik agar tidak terjadi perubahan warna pada nira.
Kebutuhan kapur dalam proses defekasi ini mencapai 1,2-1,4 kg/ ton tebu.
Memiliki diameter 1500 mm dengan tinggi 2000 mm serta diameter P.jiwa 1100
mm. detik dengan putaran 165 rpm. Nira dari second liming menuju sulfur tower
untuk melalui proses sulfitasi. Proses sulfitasi adalah proses penambahan gas SO2
pada nira, yang dihasilkan dari proses pembakaran sulfur dengan menggunakan
Rotary SulfurFurnance (RSF) pada suhu < 400ᵒC Memiliki diameter 1500 mm
dengan tinggi 2000 mm serta diameter P.jiwa 1100 mm.. Proses sulfitasi ini
menggunakan metode Counter Current dengan Memiliki tinggi 7200 mm dan
diameter 1000 mm guna memperbesar waktu kontak agar reaksi lebih sempurna.
Nira disemprotkan langsung dari atas tabung sulfur tower agar kontak langsung
dengan gas SO2 dari bawah sulfur tower melalui 9 tray yang terdapat pada sulfur
tower. Gas yang tidak bereaksi dengan nira maka akan dikeluarkan melalui
saluran pembuangan. Semakin cepat gas yang dikeluarkan, maka semakin baik
pula nira yang dihasilkan dari proses sulfitasi.

(a) (b)
Gambar 2.8. (a) Pre liming dan Second liming (b) Sulfur tower.

Nira yang telah tersulfitasi memiliki pH 7,0 (netral) dan selanjutnya


ditampung pada tangki penampungan (drawing tank). Kebutuhan sulfur/belerang
untuk proses sulfitasi sebanyak 40 kg/100 ton tebu. Kemudian nira yang
tertampung pada drawing tank dipompakan kembali menuju pemanas II (juice
heater II) dengan suhu mencapai 105-110ᵒC guna proses pemanasan lanjut.
Pemanasan lanjut ini berfungsi untuk membantu proses pengendapan. Proses
pemanasan II berlangsung selama 30 detik dengan jumlah juice heater II
sebanyak 4 unit dengan luas permukaan 240 m2.
Sirkulasi sebanyak 12 kali dengan ID tubes 33 mm dan L tubes 5000 mm.
Memiliki diameter shell 1550 mm dan teb shell 9 mm dengan panjang 5000 mm.
Nira mentah dipanaskan sampai temperatur 110ᵒC. Juice heater II juga
menggunakan sistem pemanasan heat exchanger berupa STHE (shell tube heat
exchanger) yang. Uap panas yang digunakan pada pemanas II berasaldari uap nira
hasil proses penguapan pada evaporator. Nira hasil pemanasan II dialirkan pada
flash tank yang berguna untuk memisahkan gas yang larut dalam nira, guna
mempermudah proses pengendepan pada Clarifier.
Prinsip kerja flash tank adalah dengan sistem turbulen dan defleksi.
Dimana cairan nira ditabrakkan secara flash pada sebuah deflektor sehingga gas
akan naik dan keluar melalui lubang pembuangan. Nira dari flash tank memiliki
suhu 100ᵒC. Selanjutnya nira dialirkan pada feed box dan second box menuju
Single Tray Clarifier (STC). Main box digunakan untuk melihat sampel nira yang
mengendap pada STC. tangki STC Memiliki kapasitas sebesar 470 m3 dengan
diameter 10360 mm dan tinggi 5490 mm. Menggunakan motor dengan daya 1,5
kW, pada tanki STC ini nira mengalami proses pengendapan dengan adanya
penambahan flokulan. Flokulan berfungsi untuk menyelubungi koloid yang ada
pada nira agar lebih kompak dan mudah mengendap. Nira jernih nira encer hasil
pengendapan secara perlahan keluar dari STC dan masuk dalam proses penguapan
(evaporasi) dengan HK sebesar 825 dan suhu 95ᵒC serta memiliki kandungan
kapur 480-520. Sedangkan nira kotor dari STC bagian bawah dipompakan menuju
mud mixer (cyclon) dengan penambahan ampas halus/ bagasecylo.

(a) (b)
Gambar 2.9. (a) Flash tank (b) Feed box.

Nira kotor dan ampas halus dicampur hingga homogen yang selanjutnya
dialirkan pada (Rotary Vakum Filter RVF). RVF ini Memiliki filter area 52 m2
dengan diameter drum 3050 mm dan panjang drum5490 mm. Menggunakan
motor dengan daya 1,5 kW. Prinsip kerja RVF yaitu menggunakan sistem vakum
guna memisahkan nira tapis dengan blotong. Sistem vakum yang digunakan
melalui dua tahap yaitu low vakum, digunakan untuk menarik blotong agar
menempel pada permukaan RVF dengan entalpi sebesar 20-30 dan high vakum
yang digunakan untuk mengurangi kadar air serta gula yang terkandung dalam
blotong dengan entalpi sebesar 25-40. RVF dilengkapi dengan siraman air yang
berada diatas RVF berfungsi untuk mengurangi jumlah pol dari blotong. Pada
RVF menghasilkan blotong dan nira tapis. Blotong kemudian dibawa
menggunakan belt conveyor menuju tempat penampungan blotong yang nantinya
akan diangkut oleh truk penampung.

Gambar 2.10. Rotary vacuum filter.

Unit Usaha Cinta Manis memiliki 3 rotary vakum filter yang masing-
masing memiliki ketebalan blotong mencapai 0,5-1,0 cm. Selain blotong hasil
pemisahan dari RVF berupa nira tapis dengan HK sebesar 621 yang di pompakan
kembali menuju timbangan nira dan bercampur kembali dengan nira mentah yang
berasal dari stasiun mill.

2.1.4. Stasiun Evaporator (Penguapan)


Evaporator merupakan alat utama yang digunakan dalam stasiun
penguapan. Tujuan proses penguapan ialah untuk menguapkan air yang berada
didalam nira encer atau nira jernih. Nira encer dari stasiun pemurnian (juice
heater II) dipompa ke bejana penguapan/evaporator yang bekerja secara paralel
dan seri. Proses penguapan nira encer pada Unit Usaha Cinta Manis menggunakan
sistem Quadruple Effect, artinya dengan satu kali diberikan uap pemanas
mengalami empat kali proses penguapan. Dimana setiap 1 kg uap yang diberikan
untuk penguapan, maka dapat menguapkan 4 kg air yang terdapat pada nira encer.
Selain itu pemilihan sistem quadruple effect oleh Unit Usaha Cinta Manis
mempunyai maksud untuk menjaga kestabilan pasokan uap untuk evaporator dan
ketergantungan vakum yang digunakan sesuai dengan kapasitas uap yang dapat
dihasilkan oleh stasiun boiler dan lain-lain.
Gambar 2.11. Evaporator.

Unit Usaha Cinta Manis mempunyai 8 buah evaporator yang dibagi


menjadi 4 badan penguap yang terdiri dari Badan Penguap I (evaporator 1A, 1C,
dan 1D), Badan Penguap II (evaporator 1B dan 2), Badan Penguap III
(evaporator 3 dan 4), dan Badan Penguap IV (evaporator 5) yang mempunyai luas
penampang 1500 (5 buah evaporator) dan 1200 (3 buah evaporator). Nira encer
dari juice heater II dengan konsentrasi 11ᵒbrix masuk pada badan penguap I
secara paralel pada evaporator 1A, 1C, 1D kemudian melalui pipa-pipa calandria
nira dipanasi dengan uap bekas secara tak langsung dari stasiun mill dan power
house yang ditampung dalam LPSH dengan tekanan bejana 0,8-1,0 kg/cm3 dan
luas penampang 1500 m2LP.
Disini nira mendidih pada suhu 120ᵒC. Kemudian nira dari badan penguap
I mengalir ke badan penguap II secara seri pada evaporator 1B dan 2. Melalui
pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan uap nira badan penguap I secara tak
langsung. Nira mendidih pada suhu 80-100ᵒC dengan tekanan bejana 1,033
kg/cm3 dan luas penampang 1500 m2LP. Selain itu uap nira yang dihasilkan olah
badan penguap I untuk memanaskan nira pada badan penguap II, juga digunakan
untuk juice heater II dan stasiun masakan/proses. Nira badan penguap II mengalir
ke badan penguap III secara seri pada evaporator 3 dan 4. Melalui pipa-pipa
calandria nira dipanasi dengan uap nira badan penguap II secara tak langsung.
Nira mendidih pada suhu 70ᵒC dengan tekanan bejana 0,734 kg/cm3, dan luas
penampang 1200 m2LP serta memiliki tekanan vakum 15 cmHg pada evaporator
4. Uap nira hasil badan penguap II yang digunakan untuk memanaskan nira badan
penguap III, juga digunakan untuk juice heater I pada stasiun pemurnian.
Selanjutnya nira dari badan penguap III mengalirkan ke badan penguap IV
secara seri pada evaporator 5. Melalui pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan
uap nira badan penguap III secara tak langsung. Nira mendidih pada suhu 65ᵒC
dengan tekanan bejana 0,259 kg/cm3, dan luas penampang 1200 m2LP serta
memiliki tekanan vakum 64cmHg pada evaporator 5. Nira badan penguap IV
dikeluarkan melalui kondensor. Pada kondensor terdapat suatu alat yang disebut
ver clicker yang berfungsi sebagai sistem screen dengan memerangkap uap yang
mengandung gula. Nira yang keluar dari badan IV disebut nira kental. Nira kental
adalah nira yang mengandumg zat kering terlarut (brix) 64ᵒ brix.

(a) (b)
Gambar 2.12. (a) Kondensor (b) Sulfur tower.

Nira kental yang warnanya gelap sebelum diolah lebih lanjut pada stasiun
kristalisasi, dipucatkan dahulu warnanya dengan proses sulfitasi nira kental. Yaitu
dengan menghembuskan gas SO2 sehingga mencapai pH 5,6-5,8. Gas SO2 dapat
menyerap warna supaya dihasilkan gula yang putih. Nira kental yang telah
tersulfitasi kemudian dialirkan ke reaction tank dan tangki aerasi. Nira kental
yang dihasilkan akan berbuih dan dipisahkan pada alat yang disebut Talo Dora.
Pada talo dora nira kental dipisahkan dari busa dengan pompa berpengaduk
sehingga busa akan muncul kepermukaan dan terpisah masuk dalam tangki
penampungan busa nira kental (penambahan flokulan kationik).
Gambar 2.13. Talo dora.

Flokulan ditambahkan kembali pada talo dora untuk membantu proses


pemisahan busa yang tersisa dari proses sulfitasi dan lainnya dengan cara
dilarutkan dalam air. Busa (scum) nira kental yang tertampung pada tangki
selanjutnya dipompa kembali menuju tangki nira mentah dan nira kental akan
dialirkan menuju stasiun masakan untuk diproses lebih lanjut.

Gambar 2.14. Skema proses penguapan.

Setiap evaporator menghasilkan uap dan air. Air yang dihasilkan


dikeluarkan melalui tangki air kondensat. Air kondensat diuji pada setiap jam nya
untuk mengetahui kandungan gula yang terdapat didalamnya. Air kondensat yang
mengandung gula maka akan digunakan untuk kebutuhan proses. Sedangkan air
kondensat yang tidak mengandung gula digunakan untuk air kebutuhan stasiun
boiler. Dari 8 unit evaporator yang dimiliki oleh Unit Usaha Cinta Manis, hanya
dioperasikan sebanyak 7 unit. Hal ini disebabkan 1 unit evaporator akan dilakukan
skrap/jadwal pembersihan rutin untuk setiap unit evaporator. Skrap dilakukan
untuk membersihkan kotoran yang terbawa oleh nira dan tertinggal dalam
evaporator pada saat proses penguapan dengan air serta bahan asam (Karmand).
Skrap dibagi menjadi 2 jenis yaitu skrap cepat dan lambat. Skrap cepat hanya
membutuhkan waktu 1 hari dalam proses pembersihannya, sedangkan skrap
lambat membutuhkan waktu lebih dari 1 hari dan tergantung banyaknya kotoran
yang ada dalam evaporator. Bila tidak dilakukan skrap secara rutin maka akan
mempengaruhi proses penguapan nira pada evaporator.

Gambar 2.15. Tangki air kondesat.

2.1.5. Stasiun Kristalisasi (Masakan)


Zat gula yang terlarut didalam nira kental yang sudah dipucatkan, diolah
lebih lanjut di bagian kristalisasi atau dimasak dengan cara bertingkat. Tujuan dari
proses kristalisasi adalah agar kristal gula nantinya mudah dipisahkan dari
kotorannya dalam putaran sehingga diperoleh hasil kemurnian yang tinggi dan
mengubah gula serta larutan menjadi kristal, sehingga pengambilan gula dapat
diperoleh semaksimal mungkin dan sisa gula dalam tetes seminimal mungkin.
Tingkat masakan yang biasa dilakukan di Unit Usaha Cinta Manis adalah A, C,
dan D. Bejana masakan yang digunakan berupa vacuum pan dengan desain
calandria. Bahan pemanas yang digunakan dapat berupa uap bekas atau uap nira.
Adapun jumlah vacuum pan masakan yang digunakan adalah 4 vacuum
pan untuk masakan A (vacuum pan A, A1, A2, A3), 1 vacuum pan untuk masakan
C (vacuum pan C), dan 3 vacuum pan untuk masakan D (vacuum pan D, D1, D2).
Untuk masakan D, terdapat Crystallizer yang berfungsi sebagai palung pendingin
tempat berlangsungnya kristalisasi lanjutan. Setiap vacuum pan memiliki diameter
pan 5000 mm dengan diameter pan pemanas 101,6 mm OD. Tinggi pan pemanas
986 mm dengan luas penampang 280 m3. Selain itu setiap vacuum pan
mempunyai volume 50 m3 dengan suhu calandria dan suhu badan pan secara
berurutan 100- 110ᵒC dan 70ᵒC. Setiap vacuum pan A, C dan D memiliki waktu
masak yang berbeda-beda. Masakan A memiliki waktu masak 1,5-2 jam, masakan
C 2-3 jam dan masakan D 4-6 jam. Proses masak dapat dihentikan ketika telah
tercapai suatu ukuran kristal yang telah ditentukan pada setiap masakan.

Gambar 2.16. Vacuum pan.

Proses pada stasiun masakan berawal dari pembuatan bibit kristal pada
masakan D3, melalui penambahan fondan dan umpan utama bagi masakan D3
adalah stroop A. Jumlah stroop A yang ditambahkan sesuai dengan kebutuhan.
Hasil dari masakan D3 merupakan massecuite yang telah mengandung butiran-
butiran kristal yang nantinya akan diperbesar pada masakan D1. Sebelum
dijadikan sebagai bibitan bagi vacuum pan masakan lain, maka butiran-butiran
kristal disimpan dalam Receiver D (70ᵒC) dan dialirkan pada Crystallizer untuk
proses pengkristalan lebih lanjut dengan cara didinginkan dan dipanaskan secara
bergantian (50-62ᵒC) yang kemudian masuk Reheater untuk dipanaskan kembali
dengan suhu 55ᵒC. Setelah dipanaskan, butiran-butiran kristal nira kental
kemudian masuk dalam putaran LGF D dan menghasilkan gula D1(masakan D1)
dengan HK 91 dan tetes dengan HK 33. Hasil masakan D1 (gula D1) akan
mengalami putaran pada stasiun putaran 2 dan menghasilkan magma D dengan
HK 93. Untuk masakan D, umpan yang ditambahkan berupa stroop A (HK 68)
dan fondan, untuk vacuum pan D2 serta stroop C (HK 55) dan hasil dari vacuum
pan D2 untuk vacuum pan D1. Selanjutnya tekanan vacuum pan dinaikkan dari
kondisi normal hingga 62 cmHg. Kemudian dimasak hingga terbentuk butiran-
butiran kristal yang di ikuti dengan penambahan hasil vakum pan D1. Selanjutnya
dilakukan proses pemanasan dengan suhu 100-110ᵒC pada calandria dan
pemanasan dengan suhu > 70ᵒC pada badan vacuum pan selama 3-4 jam. Proses
pemasakan pada masakan D dihentikan ketika terbentuk butiran-butiran kristal
dengan ukuran ± 0,3 mm. Masakan D mempunyai konsentrasi zat kering terlarut
97ᵒbrix dan HK 58-60.

(a) (b)
Gambar 2.17. (a) Receiver (b) Crystallizer.

Kemudian untuk masakan C, umpan yang ditambahkan berupa stroop A


dan masakan dari gula D2 berupa magma D. Umpan yang telah bercampur
kemudian mengalami proses pemasakan berlangsung dengan suhu 100-110ᵒC
pada calandria dan pemanasan dengan suhu > 70ᵒC pada vacuum pan serta
tekanan 62 cmHg selama 2-3 jam. Selanjutnya butiran-butiran kristal masuk
dalam receiver C dan feed mixer C agar bahan lebih homogen. Setelah homogen
hasil masakan C akan mengalami proses putaran stasiun putaran LGF C sehingga
menghasilkan stroop C dan gula C(HK 94). Masakan C mempunyai konsentrasi
zat kering terlarut 94ᵒbrix dan HK 74-75. Proses pemasakan pada vacuum pan C
dihentikan ketika telah terbentuk butiran-butiran kristal dengan ukuran ± 0,6 mm.
Terakhir adalah masakan A, umpan yang ditambahkan adalah hasil gula C, nira
kental, dan klare SHS (HK 96) hasil dari proses putaran II pada masakan A serta
nira kental. Proses pada masakan A diawali dengan menarik magma C.
Selanjutnya ditambahkan nira kental (HK 80) serta klare SHS. Selanjutnya
dilakukan proses pemasakan hingga terbentuk butiran-butiran kristal dengan
ukuran 0,9-1,1 mm. Lama waktu memasak 1-2 jam, maka setelah itu hasil
masakan dialirkan ke receiver A, feed mixer A, serta stasiun putaran HGF (fore
worker) menghasilkan stroop A dan gula A (HK 98) serta stasiun putaran HGF
(after worker) untuk mendapatkan klare SHS dan GKP (Gula Kristal Putih).
Masakan A mempunyai konsentrasi zat kering terlarut 93ᵒbrix dan HK > 84.

2.1.6. Stasiun Finishing (Penyelesaian)


Stasiun penyelesaian/putaran merupakan bagian yang berfungsi untuk
memisahkan kristal gula dari larutannya baik stroop maupun molasses (tetes).
Berdasarkan fungsinya, stasiun penyelesaian/putaran dibagi dalam dua kelompok,
yaitu HGF (High Grade Centrifugal) dan LGF (Low Grade Centrifugal). Prinsip
kerja HGF dan LGF adalah denga menggunakan gaya centrifugal. Dengan adanya
gaya centrifugal maka stroop/ molasses akan terlempar ke dinding (screen) yang
memiliki ukuran lubang lebih kecil dari ukuran kristal sehingga kristal akan
tertahan pada screen dan stroop/ molasses akan menerobos lubang screen menuju
penampung untuk diproses ulang diunit kristalisasi, karena di dalamnya masih
terkandung gula. Masquite merupakan kristal gula yang bercampur dengan larutan
induknya. Untuk lebih menyempurnakan pemisahan kristal-stroop/molasses
ditambahkan air siraman berupa air panas dan untuk putaran produk atau HGF A
(curing A) diberikan steam untuk membantu pengeringan gula (kristal).

(a) (b)
Gambar 2.18. (a) High grade centrifugal (b) Low grade centrifugal.

Bagian utama dari HGF/LGF adalah sebuah basket yang berbentuk


silinder dan dirancang sedemikian rupa sehingga dengan adanya gaya centrifugal
akibat perputarannya maka akan membuat mascuite yang masuk ke alat putaran
ini akan mendapat gaya tekan ke dinding basket tersebut. Untuk mengeluarkan
stroop/molasses dari dalam basket, pada dinding basket diberi lubang-lubang yang
berderet sejajar. Untuk menahan agar kristal gula tidak ikut keluar bersama
stroop/molasses, pada dinding dalam basket diberi lapisan saringan. Lapisan
saringan ini ada yang satu lapis, yaitu: saringan working screen, adalah saringan
sesungguhnya dimana gula dan stroop/molasses dipisahkan pada saringan ini.

(a) (b)
Gambar 2.19. (a) Basket HGF (b) Basket LGF.

Bagian stasiun penyelesaian, terdiri dari beberapa bagian yaitu: palung


pendingin masakan (receiver & crystallizer), pemutaran gula (HGF & LGF),
pengeringan dan pendinginan gula, pengemasan dan penggudangan gula, serta
penampungan tetes. Dari hasil proses kristalisasi, baik pola masakan A, C, dan D
yang berupa kristal bercampur larutan induk (mascuite) A, C, dan D akan
mengalami urutan proses sebagai berikut:Yang pertama adalah pendinginan
masakan. Pendinginan masakan berlangsung pada Receiver, dimana mascuite A,
C, dan D yang sudah jadi kemudian diturunkan ke masing-masing palung
pendingin sesuai dengan tempat yang telah disediakan. Mascuite A dan C akan
mengalami pendinginan selama 1-2 jam, sedangkan untuk mascuite D akan
mengalami pendinginan selama 11-12 jam.
Proses pendinginan masakan bertujuan agar molekul sukrosa didalam
larutan induk dapat menempel lagi pada inti kristal yang ada, sehingga sisa
sukrosa/gula yang ada pada larutan induk seminimal mungkin. Terutama pada
masakan D dengan HK yang cukup rendah 58-60% dibutuhkan waktu yang relatif
lama untuk proses kristalisasi lanjutan pada palung pendingin. Larutan induk pada
masakan D disebut tetes, yang diharapkan mengandung sukrosa/gula serendah
mungkin dengan HK 32-33% sukrosa. Oleh karena itu, pada proses pendinginan
masakan D memerlukan perlakuan khusus yaitu: masakan D diturunkan terlebih
dahulu ke palung penampungan. Dari palung penampungan secara bertahap
diturunkan pada palung kristalisasi sebanyak 6 unit. Palung kristalisasi unit 1
sampai dengan unit 5 dilengkapi dengan elemen air dingin agar terjadi penurunan
suhu massecuite secara perlahan dengan rincian suhu yaitu sebagai berikut:
palung unit 1 (63ᵒC), palung unit 2 (59ᵒC), palung unit 3 (56ᵒC), palung unit 4
(53ᵒC), dan palung unit 5 (50ᵒC). Pada palung kristalisasi unit 6 dilengkapi dengan
elemen air panas agar suhu mascuite naik menjadi 54ᵒC untuk persiapan
pemutaran. Alat pemutar gula/putaran dibagi menjadi 2 tipe yaitu kontinue berupa
Low Grade Centrifugal (LGF), dibagi menjadi 2 jenis yaitu LGF untuk
massecuite C dan LGF untuk massecuite D. LGF C mempunyai diameter 1100
mm dan kecepatan putaran 1500 rpm.
Menggunakan screen dengan ukuran 0,06x2,7 mm dan digerakan motor
dengan daya 55 kW. Sedangkan LGF D terdiri dari 8 unit dengan diameter 1100
mm dan kecepatan putaran 2000 rpm serta kemiringan 30ᵒ. Menggunakan screen
dengan ukuran 0,06x27 mm dan digerakkan motor dengan daya 55 kW LGF
untuk pemutaran mascuite C yang diturunkan dari receiver C, akan menghasilkan
gula C/magma C (HK 94) dan stroop C (HK 55). LGF untuk pemutaran
massecuite D yang diturunkan dari crystallizer, akan menghasilkan gula D/magma
D(HK 93) dan tetes (HK 33). Kemudian diputar pada LGF D2 yang hasilnya
berupa gula D2 dan klare D. Kemudian alat pemutar discontinue berupa High
Grade Centrifugal (HGF), dimana dalam satu siklus terputus proses kerjanya
terdiri dari: pengisian (0-500 rpm), penyiraman (500-1000 rpm), dan pengsteaman
serta penyekrapan (1000-1500 rpm). HGF dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: HGF
fore worker dan HGF after worker.
Unit Usaha Cinta Manis memiliki 9 unit HGF yang terdiri dari 4 unit HGF
foreworker dan 5 unit HGF afterworker. Memiliki diameter 1320 mm dengan
tinggi 800 mm dan kecepatan putar 950 rpm. Menggunakan screen dengan ukuran
796x2135 mm dan digerakan oleh motor dengan daya 75 kW serta mempunyai
kapasitas 650 kg. , kemudian dilakukan penyiraman bahan menggunakan air
panas (500-1000 rpm), dan dilakukan pengsteaman pada bahan serta penyekrapan
(1000-1500 )HGF fore worker berfungsi untuk memutar mascuite A dari receiver
A, dan menghasilkan gula A/magma A (HK 98) serta stroop A(HK 68).
Sedangkan HGF after worker berfungsi untuk memutar magma A hasil dari
putaran HGF fore worker, dan menghasilkan gula SHS dan klare SHS (HK 96).
Tetes dari putaran mascuite D kondisinya sangat pekat atau kental, berwarna
hitam, mengandung zat kering terlarut ± 90%, sukrosa ± 27% tercampur dalam
bentuk senyawa organik dan an organik sehingga mudah terjadi reaksi fermentasi
yang dapat menyebabkan suhu menjadi tinggi serta mudah terbakar.
Untuk mengendalikan kenaikan suhu, biasanya tangki penampungan tetes
hanya berisi 50% agar adanya sirkulasi pada tanngki tetes. Unit Usaha Cinta
Manis memiliki 4 unit tangki penampung tetes dengan kapasitas masing-masing
yaitu, 2 unit tangki dengan kapasitas 4000 ton, 1 unit tangki dengan kapasitas
2000 ton dan 1 unit tangki pelayanan dengan kapasitas 150 ton. Selanjutnya
adalah pengeringan dan pendinginan gula produk. Gula produk/ gula SHS setelah
turun dari HGF after worker kondisinya masih cukup basah atau kadar airnya ±
2% maka perlu dilakukan proses pengeringan dan pendinginan agar kadar air
turun menjadi 0,02 %.
Prinsip kerja proses pengeringan dan pendinginan gula adalah gula SHS
dilewatkan terlebih dahulu pada Grashopper Conveyor (talang getar) yang
Memiliki kapasitas 25 ton/jam dengan panjang 16000mm dan lebar 750 mm.
Dengan tebal 250 mm dan daya motor sebesar 3,7 kW. Kemudian gula SHS
memasuki unit pengeringan dan pendingin dimana gula dihembuskan udara panas
dengan suhu 70ᵒC. Selanjutnya dihembuskan udara dingin supaya suhu gula turun
menjadi 38- 40ᵒC.

(a) (b)
Gambar 2.20. (a) Pengeringan & pendinginan (b) Talang getar.

Setelah mengalami proses pengeringan dan pendinginan kemudian gula


dilewatkan saringan getar dengan alat vibrating screen yang Memiliki kapasitas
12,5 ton/jam dengan lebar screen 900 mm dan panjang screen 3000 mm. Screen
mempunyai ukuran antara 9-23 mesh yang digerakkan dengan daya motor 2,2 kW
untuk sortasi. Sortasi ini dilakukan berdasarkan ukuran dari gula yang dihasilkan.
Ada 3 jenis ukuran gula yaitu normal dengan diameter ± 1mm dan halus serta
kasar. Gula halus dan kasar dilebur kembali dan dikembalikan kebagian masakan.
Gula yang telah tersaring dan tersortasi di vibrating screen kemudian dibawa
menggunakan belt conveyor yang Memiliki kapasitas 25 ton/jam dengan lebar belt
600 mm dan panjang 35000 mm. Digerakkan dengan daya motor 5,5 kW menuju
ke sugar bin (penampungan gula). Pada sugar bin, gula ditimbang dengan
kapasitas 50 kg per karung, dan dijahit serta ditumpuk dalam gudang gula.

2.1.7. Sugar Bin dan Storage


Gula produksi hasil putaran A melalui sugar conveyor dikirim menuju unit
pegepakan. Gula yang memenenuhi standar pengeringan dan ukuran kristalnya,
ditampung di dalam sugar bind, temperatur gula yang masuk ke dalam karung
penegepakan harus kurang dari 400C. Bila temperatur terlalu tinggi akan
menyebabkan perubahan kualitas gula selama dalam penyimpanan. Cara kerja
penimbangan dan penegepakan gula antara lain dilakukan dalam satu rangkaian
alat terdiri dari timbangan, mesin jahit, dan belt conveyor. Penimbangan dan
pengepakan dikerjakan oleh ± 4 orang yang masing-masing bertugas sebagai
berikut, satu orang bertugas menyiapkan karung (kantung pengemas), satu orang
memposisikan karung pada mulut timbangan (dari sug28 bind) untuk pengisian
gula, satu orang bertugas menjahit, dan satu orang bertugas memutus benang dan
membetulkan posisi karung jika salah pada belt conveyor.

Gambar 2.21. Proses penimbangan & pengepakan.

Adapun syarat karung yang digunakan antara lain bertipe circular tanpa
jahitan samping, lulus uji kekuatan dari BP Departemen Perindustrian, bebas dari
cacat, karung yang telah terisi gula dijahit dengan mesin jahit, karung plastik
kemasan gula pasir harus dilengkapi dengan kantung dalam yang terbuat dari
plastik polietilen, dan karung plastik tersebut adalah produksi dalam negeri. Alat
penimbang bekerja otomatis, bila karung dimasukkan dalam penjapit dan switch
disentuh maka pintu timbangan akan membuka dan gula yang sudah tertimbang
secara otomatis akan turun masuk ke dalam karung dengan berat 50 kg netto.
Karung yang telah terisi gula akan jatuh di atas belt conveyor mesin jahit menuju
mesin jahit untuk dijahit. Dari mesin jahit, gula dalam karung jatuh ke belt
conveyor untuk diangkut ke gudang gula.
Mesin timbangan ini memiliki torelansi 0,02 kg yang artinya bila
penimbangan lebih atau kurang dari 0,03 kg dari berat 50 kg netto maka power
kontrol akan menunjukkan error, sehingga petugas akan melihat bila penimbangan
salah dan perlu diperbaiki oleh petugas instrument. Adapun printer akan mencatat
jumlah penimbangan setiap 10 karung secara otomatis.Kapasitas pengepakan
dalam satu rangkaian alat timbangan dan mesin penjahit adalah kurang lebih 11 -
12 karung per menit atau tergantung dari jumlah gula yang dihasilkan. Diambil
contoh sebanyak ± 0,5 kg gula untuk dianalisa di laboratorium.
Fungsi atau maksud analisa tersebut untuk mengetahui warna, kadar air,
temperatur, dan kandungan belerang dari gula tersebut apakah memenuhi standar
sebagai gula produksi. Gula yang telah di kemas dalam karung kemudian
dialirkan melalui belt conveyor menuju gudang penyimpanan gula. Unit Usaha
Cinta Manis memiliki 2 gudang penyimpanan dengan panjang dan lebar masing-
masing gudang adalah 100 x 25 meter. Gudang ini memiliki kapasitas 10.000 ton
dengan tinggi tumpukan ± 50 karung.

Anda mungkin juga menyukai