Anda di halaman 1dari 7

Naskah Lomba Penulisan

SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949,


PENENTU SEJARAH KEMERDEKAAN RI
(Pewarisan Nilai Perjuangan SO 1 Maret 1949 untuk
Membentuk Karakter Generasi Muda)

Oleh : Gita Purwati


Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Angkatan Tahun 2013
Universitas Lampung

I.Latar Belakang

Mempelajari dan memahami perjalanan sejarah bangsa, sangat penting dalam


pembangunan bangsa Indonesia, baik fisik maupun spiritual. Dengan mengetahui dan memahami
perjalanan sejarah bangsanya, diharapkan tumbuh cinta tanah air. Itulah sebabnya, di setiap
negara di mana pun berada, pada setiap jenjang pendidikan selalu dikenalkan sejarah perjalanan
bangsanya masing-masing. Begitu pula untuk bangsa Indonesia, melalui pelajaran sejarah di
sekolah-sekolah pembelajaran sejarah diberikan, menyangkut masa sebelum kemerdekaan atau
jaman kerajaan, perang kemerdekaan, dan setelah kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945.
Seperti diketahui, negara dan bangsa Indonesia telah melalui perjalanan yang sangat
panjang. Sejak jaman kerajaan di Nusantara, kemudian masuknya penjajah Tiongkok, Portugis,
Belanda dan Jepang, memberikan gambaran, bagaimana pengalaman bangsa Indonesia yang
berada di sekitar 17.000 Pulau, dalam mengelola kehidupannya. Dengan berbekal sejarah
tersebut, seharusnya bangsa Indonesia tidak perlu takut bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang
terlebih dahulu mencapai kemajuan, baik secara ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi, dan
kehidupan sosialnya masyarakatnya. Karena sudah terbukti, bahwa Bangsa Indonesia selalu bisa
melalui masa-masa krisis--yang bisa menghancurkan eksistensi negara dan bangsa Indonesia—di
masa yang akan datang.
Dalam kerangka berpikir, bahwa mempelajari dan memahami sejarah merupakan bagian
strategis dalam membangun cinta tanah air, penulis akan membahas masalah tersebut dengan
mengkaji peristiwa Serangan Oemoem 1 Maret 1949 dalam perpekstif Pewarisan Nilai-nilai
Perjuangan SO 1 Maret 1949 untuk Membentuk Karakter Generasi Muda. Penulis memandang
penting tema tersebut, karena untuk selalu mengingatkan kepada kita semua sebagai generasi
penerus bangsa, agar selalu memahami bahwa Kemerdekaan 17 Agustus 1945 bukanlah
pemberian bangsa asing, melainkan diperoleh dengan perjuangan bersenjata untuk mengusir
penjajah dengan mengorbankan jiwa dan harta (Buku Pelajaran IPS SMA kelas XI Tahun 2013).

II.Sejarah SO 1 Maret 1949


Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949 seperti diketahui dipimpin oleh Letnan Kolonel
Soeharto yang menjadi Komandan Wehrkreise III KotamYogyakarta. SO 1 Maret 1949 yang
kemudian pernah difilmkan dengan judul “Janur Kuning” menjadi titik strategis dalam perang
mempertahankan Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Seperti ditulis dalam buku Sejarah Perang
Kemerdekaan 1945, SO 1 Maret 1949 telah memaksa Belanda untuk kembali ke meja
perundingan. Keberhasilan SO 1 Maret 1949 yang melibatkan ribuan prajurit TNI dan rakyat,
berhasil menguasai Kota Yogyakarta dalam waktu sekitar 6 jam. Berita keberhasilan SO 1 Maret
1949 inilah yang tersiar ke luar negeri, sehingga berhasil membongkar kebohongan pernyataan
Belanda yang mengatakan telah menguasai Republik Indonesia secara menyeluruh.
Menengok ke belakang, setelah RI menyatakan Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Belanda
tidak serta-merta mengakuinya. Kemerdekaan tersebut disebut sebagai pemberontakan atas
kekuasaan Belanda di Nusantara. Dengan berbagai cara, menggunakan diplomasi Internasional
dan kekuatan senjata, Belanda ingin tetap bercokol di Nusantara. Kalau toh Belanda pergi dari
Indonesia, namun tetap akan menjadikan Indonesia sebagai negara merdeka sebagai bagian
integratif Kerajaan Belanda. Untuk mendukung pendudukannya, Belanda melakukan tindakan
militer yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer I Belanda dan Agresi Militer II Belanda.
Agresi Militer tersebut memiliki tujuan melumpuhkan pemerintah RI, TNI, dan menguasai
wilayah Republik Indonesia kembali. Aksi militer Belanda nyaris berhasil, karena berhasil
menangkap Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Perdana Menteri Sjarir, dan para
pejabat pemerintah RI lainnya. Bahkan, Ibukota RI yang dipindahkan ke Kota Yogyakarta pun
telah dikuasai pula.
Agresi Militer Belanda itu harus diakui menjadi sangat strategis bagi Belanda, karena
mampu menguasai wilayah-wilayah strategis di Indonesia. Namun, TNI yang dipimpin Jenderal
Soedirman tidak menyerah begitu saja. Jenderal Soedirman memilih menyingkir ke hutan dan
melakukan perang gerilya. Gerakan Jenderal Soedirman diikuti oleh para pejuang lainnya di
seluruh wilayah Indonesia. Sehingga upaya Belanda untuk menguasai Indonesia secara penuh
pun tidah berjalan dengan mulus. Dalam menghadapi Agresi Militer Belanda tersebut, Jenderal
Soedirman mengeluarkan Perintah Kilat No 1/P.B/D/1948 seperti tertulis di Wikipedia Bahasa
Indonesia, Ensiklopedia Bebas, bahwa 1. Kita telah diserang. 2. Pada tanggal 19 Desember 1948
Angkatan Perang Belanda menyerang kota Yogyakarta dan lapangan terbang Maguwo. 3.
Pemerintah Belanda telah membatalkan persetujuan gencatan senjata. 4. Semua Angkatan Perang
menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk menghadapi serangan Belanda. Dengan adanya
Perintah Kilat tersebut, basis-basis perang gerilya pun dibentuk. Yakni, dengan melakukan
konsolidasi pasukan, sehingga bisa terus-menerus melakukan perlawanan terhadap tentara
Belanda.
Perintah Kilat tersebut kemudian dilanjutkan dengan adanya Siasat No 1 yang
dikeluarkan pada 9 November 1948 yang berisi : 1) Tidak akan melakukan pertahanan linier, 2)
Memperlambat kemajuan serbuan musuh serta bumi hangus total 3) Membentuk kantong di
setiap distrik onder distrik militer yang mempunyai pemerintahan gerilya dengan sebutan Wehr
Kreise dan mempunyai pusat di beberapa daerah pegunungan, 4) Tugas pasukan yang berasal
dari daerah federal untuk menyusup kembali ke daerah asalnya dan membentuk kantong-kantong
sehingga Pulau Jawa menjadi satu medan gerilya besar. Salah satu Wehrkreise yang strategis
adalah Wehrkreise III di Kota Yogyakarta yang dipimpin oleh Letkol Soeharto. Seperti halnya
wilayah lain, perang gerilya dilakukan terhadap posisi-posisi Belanda. Penghadangan patroli
tentara Belanda sering terjadi di berbagai wilayah di Pulau Jawa.
Wehrkreise III dibagi menjadi sub-sub wehrkreise. Yang meliputi SWK 101 di Kota
Yogyakarta, SWK 102 Daerah Bantul, SWK 103 Daerah Godean, SWK 104 Daerah Sleman,
SWK 105 Daerah Gunungkidul, dan SWK 106 Daerah Kulonprogo. Kemudian dilakukan
perintah penyerangan Kota Yogyakarta pada 29 Desember 1948. Serangan dilakukan pada
malam hari untuk menghancurkan kekuatan musuh sebanyak-banyaknya, merampas senjata
musuh, dan membumi hanguskan tempat-tempat yang dianggap penting. Hanya saja, serangan
terhadap posisi Belanda walaupun berhasil, tetapi tidak mengurangi posisi politik Belanda di
Indonesia. Karena Belanda menyebutkan serangan militer tersebut dilakukan oleh para
pemberontak atau ekstrimis. Lebih ironis lagi, aksi militer Indonesia disebut sebagai pengganggu
keamanan dan aksi para perampok.
III. SO 1 Maret 1949 Membuka Mata Dunia
Seperti disebutkan berbagai literature berbagai serangan gerilya yang dilancarkan TNI
bersama rakyat tidak memiliki pengaruh politik terhadap posisi Belanda di Indonesia. Beberapa
perundingan diplomasi malah menekan para perunding yang mewakili Indonesia. Sebut saja
perundingan Linggarjati pada bulan November tahun 1946, yang akhirnya memutuskan, Belanda
mengakui Republik Indonesia de facto di seluruh Jawa-Madura-Sumatera. Pemerintah Belanda
mengakui RI akan bersama-sama membentuk negara Indonesia yang berdaulat, berdemokrasi,
dan bersifat Negara Indonesia Serikat (NIS). NIS harus terselenggara sebelum 1 Januari 1949.
Tapi Belanda justru melakukan pengingkaran terhadap hasil perundingan Linggarjati dengan
melakukan aksi sepihak, seperti disebutkan di atas melakukan Aksi Militer I dan Aksi Militer II
Belanda. Rupanya langkah ini dilakukan Belanda yang sudah tidak sabar menghadapi
perundingan dengan Indonesia dan juga harus menghadapi perang gerilya. Belanda
mengharapkan dengan ditangkapnya pimpinan Pemerintah RI, akan melumpuhkan RI secara
keseluruhan. Reaksi sebaliknya justru ditunjukkan, kekuatan militer Indonesia malah melakukan
konsolidasi untuk berperang melawan Belanda.
Setelah dilakukan serangan beberapa kali, ternyata tidak melemahkan posisi diplomasi
Belanda dan nafsu Belanda untuk menguasai RI, disusunlah upaya aksi militer yang strategis dan
mematikan. Penulis yang pernah mengunjungi Monumen Yogya Kembali di Kota Yogyakarta
pada saat tour sejarah Mahasiswa Universitas Lampung, cukup jelas kronologi SO 1 Maret 1949
dilakukan. SO 1 Maret 1949 dikatakan sebagai upaya untuk memberikan informasi kepada dunia
Internasional, bahwa Republik Indonesia masih ada dan masih memiliki kekuatan militer. Untuk
itu harus dilakukan serangan terhadap posisi strategis Belanda di Kota Yogyakarta. Serang
militer ini harus disusun sedemikian rupa sehingga mampu menduduki Kota Yogyakarta—yang
berarti mengalahkan tentara Belanda.
Melalui buku panduan yang diberikan kepada pengunjung, SO 1 Maret 1949 yang
memang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 mampu menduduki Kota Yogyakarta selama 6
jam. Yang tidak kalah penting, keberhasilan SO 1 Maret 1949 ini diketahui dunia Internasional
melalui siaran radio dan wartawan asing yang sedang berada di Kota Yogyakarta. Dengan
demikian, Belanda yang sudah mengumumkan kepada dunia Internasional, jika Republik
Indonesia dan angkatan perang berhasil dilumpuhkan, telah dipatahkan. Kebohongan Belanda
akhirnya mendorong PBB untuk menekan Belanda kembali ke meja perundingan.
SO 1 Maret 1949 dipimpin langsung oleh Letkol Soeharto. Serangan dilakukan dengan
perencaan yang matang dan sama sekali tidak diketahui oleh Belanda. Bekerjasama dengan
Sultan Hamengku Buwono IX, diputuskan serangan akan dilakukan pada pukul 06.00. Jam
tersebut dipilih, karena pada saat yang bersamaan Belanda membunyikan sirene untuk menandai
berakhirnya jam malam bagi penduduk Yogyakarta. Posisi-posisi Belanda di tengah Kota
Yogyakarta menjadi incaran SO 1 Maret 1949. Belanda yang tidak menduga adanya serangan
militer yang disebut melibatkan tidak kurang 2.000 pasukan tersebut, benar-benar melumpuhkan
Kota Yogyakarta. Ratusan pejuang dan juga militer di pihak Belanda berjatuhan. Lebih dari itu,
SO 1 Maret 1949 menjadi titik terendah bagi kekuasaan Belanda di Indonesia.
Komisi Tiga Negara (KTN) yang dibentuk Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa
Bangsa yang terdiri dari Belgia (ditunjuk Belanda), Australia (ditunjuk RI) dan Amerika Serikat
yang memang bertugas menjadi jembatan untuk perundingan Belanda-RI, serta-merta memiliki
informasi yang lengkap tentang situasi di Indonesia. Setelah informasi menyebar di dunia
Internasional, Belanda pun mendapatkan tekanan dari Amerika Serikat, Inggris, India, Mesir,
Burma, dan Rusia untuk bersedia kembali ke meja perundingan. Inilah yang dimaksud, mengapa
SO 1 Maret 1949 Membuka Mata Dunia, karena mampu membongkar kebohongan Belanda
terhadap penguasaannya di Republik Indonesia.
Selanjutnya pasca SO 1 Maret 1949 dilakukan kembali perundingan melalui Konferensi
Meja Bundar di Den Haag Belanda. Pada tanggal 7 Mei 1949 terjadi perjanjian yang dikenal
dengan perjanjian Roem-Royen. Isi perjanjian berbunyi : Sesuai dengan Resolusi Dewan
Keamanan PBB Indonesia menyanggupi untuk menghentikan perang gerilya, dan turut serta
dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda dengan maksud mempercepat penyerahan
kedaulatan RI dari tangan Belanda. Disepakati, Belanda menyetujui pembentukan satu panitia
bersama di bawah pengawasan PBB. Juga pemerintah Belanda setuju pemerintah RI harus bebas
dan leluasa melaksanakan jabatan dalam daerah meliputi Yogyakarta, menyetujui adanya
Republik Indonesia sebagai sebuah Negara, dan membebaskan pemimpin pemerintahan dari
tahanan politik yang ditangkap melalui Agresi Militer Belanda. Maka sejak tanggal 24 Juni 1949,
dimulailah penarikan mundur tentara Belanda dari Yogyakarta. Belanda pun akhirnya menyerah
berkat adanya SO 1 Maret 1949.
IV.Makna SO 1 Maret 1949 Untuk Masa Sekarang
Berdasarkan uraian SO 1 Maret 1949 di atas, penulis memandang perlu mempelajari
bagaimana SO 1 Maret 1949 dilakukan. Diyakini bahwa SO 1 Maret 1949 menjadi titik strategis
dalam sejarah Republik Indonesia. Pertanyaannya, apakah tanpa adanya SO 1 Maret 1949 kita
akan tetap sebagai negara merdeka? Apabila kita melihat sejarah perang kemerdekaan RI,
penulis tetap meyakini, bahwa pertempuran akan terus berlangsung di wilayah Republik
Indonesia, karena rakyat dan juga para pejuang sudah merasakan bagaimana penderitaan pada
saat Belanda bercokol menguasai Republik Indonesia.
Secara konstitusi juga disebutkan, bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa,
sehingga kemerdekaan Republik Indonesia adalah mutlak harus dimiliki walaupun harus
mengorbankan harta dan nyawa. Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari rangkaian peristiwa
SO 1 Maret1949 dan perang-perang melawan penjajah pada masa sebelumnya. Pelajaran tersebut
meliputi : pentingnya membela dan berkorban untuk tanah air, kemerdekaan adalah mutlak harus
diperjuangkan dan direbut, serta tidak takut menghadapi bangsa asing walaupun memiliki
kekuatan bersenjata jauh lebih kuat dibandingkan Indonesia. Selain itu, dengan adanya persatuan
dan kesatuan, maka kita akan memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mengalahkan musuh yang
mencoba melakukan penjajahan terhadap negara dan bangsa Indonesia.
Sebagai generasi penerus bangsa, maka kita wajib mewarisi nilai-nilai perjuangan dengan
mengisi kemerdekaan secara sungguh-sungguh, baik untuk kepentingan kemajuan bangsa,
negara, dan secara individu membangun jatidiri yang bersedia berkorban untuk kepentingan
negara dan bangsa. Sebagai bagian dari bangsa yang besar, kita harus mampu menjadi motor
bagi kemajuan bangsa Indonesia, yang berdaulat, mandiri, sejahtera, adil dan makmur. Memang
tidak mudah di tengah tuntutan jaman yang sangat individualistik, kita harus berpikir untuk
kepentingan masyarakat. Sebab itu, marilah kita belajar sejarah bangsa Indonesia, para pejuang
yang telah berkorban untuk memperjuangkan Kemerdekaan RI, tidak pernah menuntut balas jasa
dari bangsa dan negara. Mereka ikhlas berjuang untuk negara dan bangsanya.
V. Kesimpulan

Ada pun kesimpulan dari tulisan tentang SO 1 Maret 1949 ini meliputi :

1. SO 1 Maret 1949 memiliki nilai strategis dalam sejarah Kemerdekaan Republik


Indonesia, untuk itu sebagai generasi penerus bangsa harus memiliki pengetahuan dan
pemahaman mengenai makna SO 1 Maret 1949 untuk mendorong kemajuan bangsa.
2. Letnan Kolonel Soeharto memiliki peran strategis dalam pelaksanaan SO 1 Maret 1949,
karena dengan kepemimpinannyalah SO 1 Maret 1949 dapat berhasil. Sehingga sebagai
bangsa yang besar kita harus memberikan penghargaan yang tinggi untuk Letnan Kolonel
Soeharto, apalagi seperti diketahui Soeharto kemudian menjadi Presiden RI dan
memimpin pembangunan Indonesia.
3. Hendaknya nilai-nilai perjuangan SO 1 Maret 1949 dijadikan momentum penting untuk
meningkatkan semangat cinta tanah air dan nasionalisme bagi bangsa Indonesia,
khususnya di kalangan generasi muda.

Daftar Pustaka

-Buku Pelajaran IPS SMA kelas XI tahun 2013


-Buku Panduan Monumen Yogya Kembali di Kota Yogyakarta
-Buku Sejarah Perang Kemerdekaan Republik Indonesia
-Perjalanan Sang Jenderal Besar Soeharto tahun 1921-2008, Kholid O. Santoso
-Wikipedia tentang Serangan Oemoem 1 Maret 1949

BIODATA PENULIS
Nama : Gita Purwati
Pendidikan : Jurusan Geografi angkatan 2013 Universitas Lampung
Alamat : Jln. Hi. Komarudin, Perumahan Glora Persada Blok E1 No 16 Rajabasa
Bandar Lampung
Telp/HP : 085788905712

Anda mungkin juga menyukai