ABSTRAK
Kemudahan kapal untuk melakukan bongkar muat barang dipengaruhi oleh tingkat ketenangan
perairan yang disebabkan oleh angin, arus, pasang surut serta gelombang laut. Untuk itu sangat diperlukan
perencanaan bangunan pelindung pantai yaitu pemecah gelombang yang diharapkan mampu untuk mengurangi
atau menghilangkan pengaruh tersebut. Lokasi penelitian adalah di Pelabuhan Kuala Tanjung yang terletak di
Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara dan secara administratif berada di Kabupaten Batubara dengan letak
geografis pada posisi 03022’15” LU dan 99027’57” BT. Penelitian ini dilakukan dengan merencanakan tata
letak, tipe, dan dimensi pemecah gelombang yang terbaik untuk digunakan di pelabuhan Kuala Tanjung dengan
menggunakan data gelombang, pasang surut, angin dan arus. Tipe pemecah gelombang yang dianalisa yaitu
pemecah gelombang dengan lapis pelindung bambu dan beton serta tetrapod dengan kemiringan struktur yang
berbeda-beda. Didalam perhitungan stabilitas unit lapis pelindung digunakan rumus Hudson yang akan
menghasilkan nilai berat butir batu pelindung. Hasil perhitungan diperoleh untuk alternatif I dengan kelandaian
cot = 1,5 berat material per 1 meter panjang adalah 192 kg untuk bambu dan beton dan 397 kg untuk tetrapod.
Alternatif II dengan kelandaian cot = 2, berat material per 1 meter panjang adalah 144 kg untuk bambu dan
beton dan 298 kg untuk tetrapod. Alternatif III dengan kelandaian cot = 3, berat material per 1 meter panjang
adalah 96 kg untuk bambu dan 198 kg untuk tetrapod. Pemecah gelombang yang cocok digunakan adalah
pemecah gelombang alternatif II dari material bambu dan beton dengan kemiringan cot = 2, karena memiliki
kelandaian yang lebih besar dari alternatif I. Selain itu karena memiliki berat material yang tidak terlalu besar
dibandingkan alternatif I yaitu sebesar 144 kg untuk bambu dan beton serta 298 kg untuk tetrapod, namun
penggunaan material pada struktur lebih sedikit dibandingkan alternatif III yaitu sebanyak 601 bambu per 10 m2
dan 84 buah tetrapod per 10 m2.
Kata Kunci : Pelabuhan, breakwater, gelombang, pasang surut, angin, dan arus
ABSTRACT
Ease of ships to load and unload the goods affected by the degree of tranquility waters caused by
wind, currents, tides and waves. It is indispensable for planning and building of coastal protection is the
breakwater is expected to be able to reduce or eliminate that influence. This research is located in Kuala Tanjung
Port on the East Coast of North Sumatra Province and administratively located in Batubara County with the
geography in the position 03022'15" LU and 99027'57" BT. This research was conducted with the planned layout,
type and dimensions of the breakwater is best for use in the port of Kuala Tanjung by using wave, tidal, wind
and currents data. Type of breakwater analyzed breakwater with armour layers of bamboo and concrete and
tetrapod with a slope of different structures. In the calculation of the stability of the armour layers used Hudson
formula that will produce the value of heavy stones. The calculations for the first alternative with slope of the
cot θ = 1.5 weight per 1 meter length was 192 kg of bamboo and concrete and 397 kg to tetrapod. Alternative II
with slope of the cot θ = 2, the weight of material per 1 meter length is 144 kg of bamboo and concrete and 298
kg to tetrapod. Alternative III with slope of the cot θ = 3, weight of material per 1 meter length is 96 kg to 198 kg
of bamboo and to tetrapods. Breakwaters that suit is the breakwaters with alternative II of bamboo and concrete
with a slope cot θ = 2, because it has slope greater than alternative I. In addition, because it has a weight of
material which is not too large compared to the first alternative that is equal to 144 kg for bamboo and concrete
and 298 kg for a tetrapod, but the materials used in the structure is less than the third alternative as many as 601
bamboo per 10 m2 and 84 units of tetrapod per 10 m2.
Pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan
fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran
(crane) untuk bongkar muat barang, gudang laut, dan tempat – tempat penyimpanan. Terdapat banyak pelabuhan
di Indonesia salah satunya adalah pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.
Pelabuhan Kuala Tanjung merupakan salah satu dari dua pelabuhan hubungan internasional yang dibangun oleh
pemerintah Indonesia sebagai pelabuhan pengumpul (hub port) internasional wilayah barat. Pelabuhan Kuala
Tanjung terletak di Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara dan secara administratif berada di Kabupaten
Batubara dengan letak geografis pada posisi 030 22’ 15” LU dan 990 27’ 57” BT yang terletak ±120 km
sebelah tenggara kota Medan.
Kemudahan kapal untuk melakukan bongkar muat barang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
perairan di pelabuhan yaitu tingkat ketenangan perairan baik itu yang disebabkan oleh angin, arus, pasang surut
serta gelombang laut. Kondisi air yang tidak tenang dapat menghambat efisiensi waktu kapal untuk berlabuh.
Untuk mengantisipasi kemungkinan buruk ini, maka sangat diperlukan perencanaan pembangunan bangunan
pelindung pantai yaitu pemecah gelombang (breakwater) yang diharapkan mampu untuk mengurangi atau
menghilangkan pengaruh angin, arus, pasang surut dan gelombang yang tinggi yang dapat mengganggu proses
berlabuhnya kapal dan kegiatan kapal lainnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gelombang
Gelombang merupakan faktor yang sangat penting di dalam perencanaan pelabuhan yang dibedakan
terhadap beberapa macam bergantung gaya pembangkitnya. Diantara macam – macam gelombang diatas,
gelombang yang paling penting diperhatikan dalam perencanaan pelabuhan adalah gelombang yang
dibangkitkan oleh angin dan pasang – surut. Gelombang merupakan faktor penting dalam penentuan tata letak
(lay out) pelabuhan, alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai, dan sebagianya.
2.2 Angin
Angin yang berhembus mengakibatkan permukaan air laut yang mulanya tenang menjadi timbul
riak air atau gelombang kecil. Dengan bertambahnya kecepatan dan durasi hembusan maka riak tersebut
akan menjadi semakin besar kemudian membentuk gelombang. Besaran angin diukur berdasarkan kecepatan
(intensitas) dan jumlah banyaknya suatu periode tertentu (frekuensi) menggunakan anemometer. Kecepatan
angin biasanya dinyatakan dalam satuan knot. Satu knot adalah panjang satu menit garis bujur melalui
khatulistiwa yang ditempuh dalam satu jam, atau 1 knot = 1,852 km/jam = 1,1507 mil/jam.
Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh kecepatan angin, lama hembusan
angin, arah angin, dan fetch, yaitu jarak dari mana angin berhembus. Angin yang berhembus diatas permukaan
air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut
sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil diatas permukaan
air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut akan semakin besar, dan apabila angin berhembus terus
akhirnya akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar pula
gelombang yang terbentuk.
= (2.4)
dengan :
Ir = bilangan Irribalen
= sudut kemiringan sisi pemecah gelombang
H = tinggi gelombang di lokasi bangunan (m)
Lo = panjang gelombang di laut dalam (m)
3. METODE PENELITIAN
Adapun kerangka pemikiran dalam kerangka kerja penelitian ini digambarkan pada bagan alir berikut :
4. HASIL DAN ANALISIS
4.1 Hidrografi Pelabuhan Kuala Tanjung
Pelabuhan Kuala Tanjung merupakan pelabuhan untuk menunjang kegiatan pabrik
aluminium PT. INALUM di Kabupaten Batu Bara. Pelabuhan ini dioperasikan sejak tahun 1981. Tidak semua
jenis kapal dapat merapat di dermaga Pelabuhan Kuala Tanjung. Survey pasang surut telah dilakukan di lokasi
studi pada rentang jarang yang tidak terlalu jauh yaitu 5 km. Terdapat 2 buah pengukuran pasang surut yaitu di
dermaga C Pelabuhan Kuala tanjung pada trestle INALUM dan yang kedua di muara Sungai Kuala Tanjung.
Hasil observasi pada Bulan Juli dan Agustus menunjukan bahwa tunggang pasang surut pada saat tersebut
adalah sekitar 3 m. Hasil peramalan menunjukan bahwa tunggang pasang adalah 3.56 m.
Tabel 4.1 Kecepatan Maksimum pada saat Spring Tide di Pelabuhan Kuala Tanjung
Max Speed
Current Sea depth
station Coordinate (m) 0,2 d 0,6 d 0,8 d
CM 1 3° 22'52.52.54" N 99° 20 1.3 1. 1.
28'56.65" S 3 2
CM 2 3° 21'20.00" N 99° 30'43.34" 22 0.870 0.580 0.580
S
CM 3 3° 23'44,23" N 99° 30'34,90" 20 1.172 0.913 0.817
S
CM 4 3° 23'44,23" N 99° 30'34,90" 18 0.740 0.578 0.569
S Sumber : LAPI ITB, 2011
Tabel 4.2 Kecepatan Maksimum pada saat Neap Tide di Pelabuhan Kuala Tanjung
Current Max Speed
station Coordinate Sea depth (m)
0,2 d 0,6 d 0,8 d
Analisis gelombang dilakukan dengan menggunakan metoda hindcasting berdasarkan data BMG
Belawan tahun 1992-2009. Berdasarkan analisis tersebut diprediksi pada umumnya gelombang di perairan
cukup kecil (calm > 74.4 %) dan kejadian bergelombang 25.6 % dimana gelombang dominan berasal
dari arah Timur Laut. Tinggi gelombang yang lebih dari 0.75 m adalah sekitar 1 %.
Tabel 4.3 Frekuensi Kejadian Gelombang di Pelabuhan Kuala Tanjung
Rekapitulasi Data Gelombang Tahunan
Lokasi : BMG Belawan – Kuala Tanjung
Tahun : 1992-2009
4.2.3 Arus
Kecepatan arus maksimum 1,5 knot dengan arah 1350 pada waktu air pasang dan 3150 pada waktu air
surut.
4.2.4 Cuaca
Suhu udara disekitar daerah pelabuhan berkisar antara 260C – 290C. Curah hujan rata – rata 41,544
mm pertahun dengan rata – rata 111 hari hujan pertahun. Hampir setiap bulannya terjadi hujan dimana musim
hujan berlangsung dari Bulan September s/d November. Bulan yang relatif kering adalah periode Bulan
Februari, Maret dan Juli.
4.2.5 Iklim
Keadaan iklim, curah hujan dari hari hujan yang cukup tinggi dan keadaan tanah yang subur, daerah
hiterland berpotensi sebagai daerah pertanian dan perkebunan. Menurut klasifikasi Smith Fergusson dan
Oldman, Kabupaten Batubara termasuk kategori btipe iklim B (basah) dan iklim E1.
4.2.6 Penglihatan
Jarak penglihatan mendatar di perairan ini umumnya baik, dapat mencapai lebih dari 10 km, kecuali
pada waktu hujan dan berkabut, penglihatan hanya mencapai kurang dari 5 km. Tekanan udara rata-rata adalah
1008 – 1012 mb.
dengan kriteria ketahanan kapal terhadap besar gelombang yang dapat dilihat pada Tabel 4.5 :
Tabel 4.5 Kriteria Ketahanan Kapal Terhadap Besar Gelombang
Ukuran Tinggi
Ukuran Kapal
Gelombang
Kapal : 1000 DWT Maks. 0,2 m
Barang
Kapal : (1000-3000) DWT Maks. 0,6 m
Padat
Kapal : (3000-15000) DWT Maks. 0,8 m
Umum
Kapal Ro/Ro (Roll and Roll Off) Maks. 0,2 m
Barang Kapal Tanker (ukuran 50.000 DWT)
Maks. 1,2 m
cair/gas
LASH (Lighter Aboard Ship)
Barang Khusus Kapal Peti Kemas Maks. 0,6 m
BACAT (Barge Aboard Catamaran)
Sumber : Perencanaan Pelabuhan (Soedjono Kramadibrata, 2002)
Berdasarkan hasil dari data ECMWF (European Center for Medium-Range Weather Forecasts)
diperoleh data gelombang signifikan (Hs) di pelabuhan Kuala Tanjung sebesar 1,69 meter dimana telah melebihi
ukuran gelombang maksimum yang mampu ditahan oleh kapal 20000 DWT – 40000 DWT. Oleh karena itu, di
pelabuhan Kuala Tanjung perlu dibangunnya pemecah gelombang yang dapat mengurangi tinggi gelombang di
kolam pelabuhan sehingga kapal dapat berlabuh dengan baik.
Pemilihan tipe pemecah gelombang yang digunakan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
ketersediaan material di atau di dekat lokasi pekerjaan, kondisi dasar laut, kedalaman air, fungsi pelabuhan, dan
ketersediaan peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan.
Pada pemecah gelombang sisi miring salah satu material utama yang banyak digunakan adalah batu
yang menjadi inti (core) struktur. Sedangkan pada pemecah gelombang sisi tegak material yang digunakan yaitu
beton kaison. Di lokasi pekerjaan banyak ditemukan material batu sehingga penggunaan pemecah gelombang
sisi miring lebih efektif untuk digunakan.
Selain itu kedalaman air juga penting terutama di dalam analisis stabilitas bangunan. Di daerah laut
dalam dimensi pemecah gelombang sisi miring menjadi besar yang berarti dibutuhkan bahan bangunan yang
sangat banyak sehingga harga bangunan menjadi mahal. Dengan demikian apabila kedalaman air besar
pemakaian pemecah gelombang sisi miring tidak ekonomis, dalam hal ini dipakai pemecah gelombang sisi
tegak. Kedalaman laut pada umumnya di pelabuhan Kuala Tanjung adalah ± 11 meter, kedalaman laut ini tidak
tergolong laut dalam.
4.4 Hasil
Berdasarkan data hasil perhitungan diperoleh :
H0 = Hs = 1,69 m
H = 1,46 m
T0 = 8,85 detik
T1 = 8,29 detik
L0 = 122,18 m
L1 = 107,15 m
Draft = 17 m
Alternatif 2 (cot = 2)
No Pemecah Gelombang Sisi Miring Bambu dan Beton Tetrapod
1 Berat Armour Rock W1 = 144 kg W1 = 298 kg
W2 = 14,4 kg W2 = 26,6 kg
W3 = 1,33 kg W3 = 1,33 kg
2 Tebal Lapis Pelindung t1 = 2,2 m t1 = 2,1 m
t2 = 1 m t2 = 0,7 m
3 Jumlah Butir Lapis Pelindung / m2 N1 = 608 bambu N1 = 84 buah
N2 = N1 N2 = 467 buah
4 Lebar Puncak B = 1,1 m B = 1,6 m
5 Elevasi Pemecah Gelombang 25,83 m 25,18 m
Alternatif 3 (cot = 3)
No Pemecah Gelombang Sisi Miring Bambu dan Beton Tetrapod
1 Berat Armour Rock W1 = 96 kg W1 = 198 kg
W2 = 9,6 kg W2 = 17,8 kg
W3 = 0,89 kg W3 = 0,89 kg
2 Tebal Lapis Pelindung t1 = 1,9 m t1 = 1,8 m
t2 = 0,9 m t2 = 0,65 m
3 Jumlah Butir Lapis Pelindung / m2 N1= 1306 bambu N1 = 137 buah
N2 = N1 N2 = 611 buah
4 Lebar Puncak B = 0,96 m B = 1,36 m
5 Elevasi Pemecah Gelombang 25,64 m 25,14 m
Perhitungan pemecah gelombang dibuat dengan tiga alternatif yang dibedakan dari kemiringannya
yaitu untuk cot = 1,5, cot = 2, dan cot = 3. Semakin landai pemecah gelombang maka semakin efektif
pemecah gelombang dalam mereduksi pengaruh gelombang yang datang.
Alternatif I dengan kelandaian cot = 1,5 menggunakan material yang paling sedikit karena memiliki
kelandaian paling kecil. Berat material per 1 meter panjang adalah 192 kg untuk bambu dan beton dengan
penggunaan bambu sebanyak 361 bambu per 10 m2 dan 397 kg untuk tetrapod dengan pengguaan tetrapod
sebanyak 69 buah per 10 m2. Alternatif 2 dengan kelandaian cot = 2, berat material per 1 meter panjang adalah
144 kg untuk bambu dan beton dengan penggunaan bambu sebanyak 608 bambu per 10 m2 dan 298 kg untuk
tetrapod dengan pengguaan tetrapod sebanyak 84 buah per 10 m2. Alternatif 3 dengan kelandaian cot = 3, berat
material per 1 meter panjang adalah 96 kg untuk bambu dan beton dengan penggunaan bambu sebanyak 1306
bambu per 10 m2 dan 198 kg untuk tetrapod dengan pengguaan tetrapod sebanyak 137 buah per 10 m2. Alternatif
terbaik yang paling memungkinkan untuk dilakukan adalah alternatif II karena memiliki berat material yang
tidak terlalu besar seperti alternatif I, namun penggunaan material pada struktur lebih sedikit dibandingkan
alternatif III sehingga lebih efektif dalam meredam gelombang dan arus laut serta lebih ekonomis dalam
pembangunan strukturnya.
5.2. Saran
a) Analisis finansial perlu dilakukan untuk menentukan alternatif mana yang sebenarnya lebih layak
digunakan.
b) Sedimentasi di sekitar pemecah gelombang perlu dikaji lebih lanjut agar tidak terjadi pendangkalan
dasar laut khususnya yang merupakan area alur pelayaran masuk dan keluarnya kapal.
c) Pemeliharaan perlu dilakukan pada tipe pemecah gelombang sisi miring karena kerusakan pada
strukturnya yang terjadi secara berangsur-angsur.
6. DAFTAR PUSTAKA
Ajay Rathod, Avinash Kolhatkar, 2014, Analysis Of Physical Characteristic Of Bamboo Fabrics, International
Journal of Research in Engineering and Technology, 3(8):21-25.
Asiyanto, 2008, Metode Konstruksi Bangunan Pelabuhan, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press): Jakarta.
Arafuru, 2015, Keunggulan dan Kelemahan Bambu Sebagai Bahan Bangunan, 10 September 2015, Dikutip 14
Februari 2016 dari http://arafuru.com/ furnitur/keunggulan-dan-kelemahan-bambu-sebagai-bahan-
bangunan. html.
Babak Kamali, Rosian Hashim, 2010, Bamboo Foundation Mat For Rubble Mound Breakwaters On Mud
Deposits, International Journal of the Physical Sciences, 5(9):1406-1410.
Chandra Andika B, Denny dkk, 2015, Analisis Gelombang Untuk Perencanaan Pelabuhan Hub – Internasional
Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara, Jurnal Oseanografi Jurusan Ilmu
Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 4(1):306-316.
CERC, 1984, Shore Protection Manual Volume I, US Army Coastal Engineering Research Center: Washington.
CERC, 1984, Shore Protection Manual Volume II, US Army Coastal Engineering Research Center: Washington.
Dhany, Rista Rama, 2014, 6 Juta Potong Bambu Jadi Penahan Gelombang di New Tanjung Priok, 15 Juli 2014,
Dikutip 14 Februari 2016 http://finance.detik.com/read/2014/07/15/093005/2637199/4/6-juta-potong-
bambu-jadi-penahan gelombang -di-new-tanjung-priok.
Fabio Dentale, Giovanna Donnarumma dkk, 2014, Numerical Wave Interaction With Tetrapods Breakwater, Int.
J. Nav. Archit. Ocean Eng, 6:800-812.
Febrian, 2012, Kolam Pelabuhan, 8 Februari 2012, Dikutip 21 Desember 2015, http://febrian-
tekniksipil.blogspot.co.id/2012/02/kolam-pelabuhan.html.
Febriansyah, 2012, Perencanaan Pemecah Gelombang (Breakwater) di Pelabuhan Merak, Tugas Akhir Jurusan
Teknik Sipil Fakuktas Teknik Universitas Indonesia: Depok.
Fujianto, 2015, Contoh Penulisan Daftar Pustaka yang Baik dan Benar Lengkap, 2 Januari 2015, Dikutip 25
Februari 2016 dari http://fujianto21-chikafe.blogspot.com/2015/01/contoh-penulisan-daftar-
pustaka.html.
James, 2014, Bangunan Pemecah Gelombang Laut, 25 Desember 2014, Dikutip Januari 2016 dari
http://jamesthoengsal.blogspot.co.id/p/breakwater.html.
Kamphuis, J. William, 2002, Introduction To Coastal Engineering And Management, World Scientific:
Singapore.
Kasmudjo, 2013, Rotan dan Bambu Kelapa, Kelapa Sawit, Nipah, Sagu, Cakrawala Media: Yogyakarta.
LAPI ITB, 2011, Laporan Kemajuan Masterplan Rencana Pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung, LAPI
ITB: Bandung.
LAPI ITB, 2012, Laporan Detail Desain Rencana Pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung, LAPI ITB:
Bandung.
N.R.K. Patnaik, K. Anil Kumar, 2015, Safety Of Coastal Structure as a Breakwater Structure, International
Journal of Research in Engineering and Technology, 4(1):53-55.
Pratikto, Widi Agus dkk, 1997, Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut, BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta.
Republik Indonesia, 2012, Lampiran Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 20 Tahun
2012 tentang Rencana Induk Pelabuhan Kuala Tanjung, Kementerian Perhubungan: Jakarta.
Sriyana, 2015, Formula Angka Stabilitas Unit Lapis Lindung Pemecah Gelombang Pada Kondisi Gelombang
Tak Pecah, Jurnal Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro: Semarang.
Vicinanza, Norgaard dkk, 2013, Wave Loadings Acting on Overtopping Breakwater for Energy Conversion,
Journal of Coastal Research, 65:1669-1674.
Wancik, 2009, Kelebihan dan Kekurangan Material (Bahan Bangunan), 28 Maret 2009, Dikutip 14 Februari
2016 dari https://wancik.wordpress.com/2009/03/28/kelebihan-dan-kekurangan-material-bahan-
bangunan/.
Wibisono, Dermawan, 2013, Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis & Disertasi, Penerbit Andy Yogyakarta:
Bandung.