Anda di halaman 1dari 25

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.Dilar
Umur : 77 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Rt.16 Rw.04 pesudukuh-selorejo-bagor
Pekerjaan : Tani
Agama : Islam
Suku : Jawa-Indonesia
Tanggal MRS : 01 juni 2012
Tanggal pemeriksaan : 01 juni 2012

II. ANAMNESIS
 Keluhan Utama
Perut terasa kaku
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan perut terasa kaku sudah 5 hari ini.
Pasien juga mengeluh lehernya terasa kaku susah untuk dibuat menoleh
maupun menunduk, mulutnya juga kaku tapi masih bisa dibuka. Pasien
mengeluh tidak bisa makan 3 hari ini, hanya bisa minum air saja. Pasien
juga sering mengalami kejang. 1 bulan yang lalu pasien terkena duri
bambu di telapak kaki kanannya saat bekerja, tapi tidak dirasa oleh pasien,
sekarang sudah tidak ada luka yang terlihat, pasien lupa dimana tepatnya
tempat lukanya.
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit asma (-)
- Riwayat hipertensi (+)
- Riwayat diabetes melitus (-)
 Riwayat Imunisasi
Pasien tidak ingat pernah imunisasi apa saja

1
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS :
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : composmentis
GCS : 4-5-6
Vital Sign : TD : 170/90 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,2 oC
RR : 24 x/menit
 Kepala Leher
Anemis (-), ikterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-)
Pembesaran KGB (-)
Kaku kuduk (+)
Trismus (+) 3 cm
 Thorak
Inspeksi : bentuk simetris, jejas (-)
Palpasi : pergerakan nafas simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : Pulmo : vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : opistotonus (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : perut kaku seperti papan
Perkusi : tympani (+)
 Ekstremitas
Akral hangat (+), oedema (-)

2
STATUS NEUROLOGIS
 Nervus I : indra penciuman normal
 Nervus II : visus tidak dilakukan, melihat warna normal
 Nervus III, IV, VI : kedudukan bola mata simetris,
pergerakan bola mata normal, pupil bulat isokor
3mm/3mm, reflek cahaya +/+
 Nervus V : sensorik (+), motorik (+)
 Nervus VII : kerutan dahi (+), tinggi alis simetris
 Nervus VIII : tidak dilakukan
 Nervus IX, X : suara normal, sulit menelan (+), bising usus (+)
 Nervus XI : memalingkan kepala (-), mengangkat bahu (-)
 Nervus XII : kedudukan lidah di tengah,
kekuatan lidah menekan bagian dalam pipi (+)

STATUS LOKALIS
 Trismus (+) 3cm
 Kaku kuduk (+)
 Opistotonus (+)
 Perut kaku seperti papan
 Port D’Entry : plantar pedis dextra

PHILIP SCORE
 Masa inkubasi
5 : <48 jam
4 : ≥ 5 hari
3 : 6-10 hari
2 : 11-14 hari
1 : >14 hari

3
 Port d’entry
5 :internal / umbilikal
4 : leher, kepala, dinding tubuh
3 : ekstremitas superior
2 : ekstremitas inferior
1 : tidak diketahui
 Imunisasi
10 : tidak ada
8 : mungkin ada / ibu dapat
4 : > 10 tahun yang lalu
2 : <10 tahun
0 : proteksi lengkap
 Faktor yang memberatkan
10 : penyakit atau trauma yang membahayakan jiwa
8 : keadaan yang tidak langsung membahayakan jiwa
4 :keadaan yang tidak membahayakan jiwa
2 : trauma atau penyakit ringan
1 : ASA (derajat status penderita)

Total score : 15 (sedang)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksan Hematologi
Tgl 19-06-2012
Leukosit : 9830 / ul
Trombosit : 374000 / ul
Hb : 12,1 g/dl
LED : 36 mm/jam
PT : 12 detik
APTT : 29 detik

4
 Pemeriksaan Kimia darah
SGOT : 174,1 U/L
SGPT : 50,8 U/L
Glukosa acak : 86 mg/dl
Urea : 56,7 mg/dl
Creatinin : 1,23 mg/ dl
Urid acid : 6,7 mg/dl

V. RESUME
Pasien laki-laki umur 31 tahun, datang dengan keluhan perut terasa
kaku sudah 5hari ini. Leher dan mulut juga terasa kaku. Pasien hanya bisa
minum air. Kadang-kadang pasien kejang. 1 bulan yang lalu pasien terkena
duri bambu di telapak kaki kanannya saat bekerja. Luka sudah tidak terlihat
lagi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Trismus (+), kaku kuduk (+),
opistotonus (+), perut kaku seperti papan, port d’entry plantar pedis dextra
tapi sudah tidak terlihat bekas luka. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
trombosit, SGOT, SGPT, dan ureum mengalami peningkatan.

VI. DIAGNOSIS
Tetanus generalisata hari

VII. TERAPI
Infus RL : D5% 2:1
Infus PZ drip Diazepam 2 ampul / 24jam 14tpm
Injeksi Metronidazole 3x500mg
Injeksi Penisilin prokain 3x1,2 juta unit
Injeksi Tetagam 3000 IU IM bokong kanan kiri
Injeksi Ketorolac 3x30 mg
Injeksi Ranitidin 2x1
Diit susu

5
VIII. PROGNOSIS
Ad Sanam : bonam
Ad Vital : dubia ad bonam
Ad fungsional : bonam

IX. RIWAYAT PERKEMBANGAN PASIEN SELAMA PERAWATAN


Tanggal 2 juli 2012
S : pasien mengeluh pusing dan sering kejang
O : KU : cukup, kesadaran : composmentis, GCS : 4-5-6
Vital sign : TD : 160/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,2 oC
RR : 20 x/menit
 Kepala Leher
Anemis (-), ikterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-)
 Thorak
Inspeksi : bentuk simetris, jejas (-)
Palpasi : pergerakan nafas simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi: Pulmo : vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : opistotonus (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : perut kaku seperti papan
Perkusi : tympani (+)
 Ekstremitas
Akral hangat (+), oedema (-)

6
STATUS LOKALIS
 Trismus (+) 3cm
 Kaku kuduk (+)
 Opistotonus (+)
 Perut kaku seperti papan
 Port D’Entry : plantar pedis dextra
A : Tetanus generalisata hari ke-6
P : Infus RL : D5% 2:1
Infus PZ drip Diazepam 2 ampul / 24jam 14tpm
Injeksi Metronidazole 3x500mg
Injeksi Penisilin prokain 3x1,2 juta unit
Injeksi Ketorolac 3x30 mg
Injeksi Ranitidin 2x1
Bila kejang ekstra injeksi diazepam 1 ampul
Diit susu

Tanggal 3 juli 2012


S : pasien mengeluh pusing dan masih sering kejang
O : KU : cukup, kesadaran : composmentis, GCS : 4-5-6
Vital sign : TD : 150/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36 oC
RR : 20 x/menit
 Kepala Leher
Anemis (-), ikterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-)
 Thorak
Inspeksi : bentuk simetris, jejas (-)
Palpasi : pergerakan nafas simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi: Pulmo : vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

7
 Abdomen
Inspeksi : opistotonus (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Palpasi : perut kaku seperti papan
Perkusi : tympani (+)
 Ekstremitas
Akral hangat (+), oedema (-)

STATUS LOKALIS
 Trismus (+) 3cm
 Kaku kuduk (+)
 Opistotonus (+)
 Perut kaku seperti papan
 Port D’Entry : plantar pedis dextra
A : Tetanus generalisata hari ke-7
P : Infus RL : D5% 2:1
Infus PZ drip Diazepam 2 ampul / 24jam 14tpm
Injeksi Metronidazole 3x500mg
Injeksi Penisilin prokain 3x1,2 juta unit
Injeksi Ranitidin 2x1
Diit susu

Tanggal 4 juli 2012


S : pasien sudah bisa makan, mulut tidak terlalu kaku, pusing (-), kejang (-)
O : KU : cukup, kesadaran : composmentis, GCS : 4-5-6
Vital sign : TD : 150/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,4 oC
RR : 20 x/menit
 Kepala Leher
Anemis (-), ikterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-)

8
 Thorak
Inspeksi : bentuk simetris, jejas (-)
Palpasi : pergerakan nafas simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi: Pulmo : vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : flat, opistotonus (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : perut kaku seperti papan
Perkusi : tympani (+)
 Ekstremitas
Akral hangat (+), oedema (-)

STATUS LOKALIS
 Trismus (+) 4cm
 Kaku kuduk (+)
 Opistotonus (+)
 Perut kaku seperti papan tapi sudah berkurang tidak seperti
sebelumnya
 Port D’Entry : plantar pedis dextra
A : Tetanus generalisata hari ke-8
P : Infus RL : D5% 2:1
Infus PZ drip Diazepam 2 ampul / 24jam 14tpm
Injeksi Metronidazole 3x500mg
Injeksi Penisilin prokain 3x1,2 juta unit
Injeksi Ranitidin 2x1
Diit makan alus

9
Tanggal 5 juli 2012
S : pasien sudah bisa membuka mulut dengan bebas, perut masih kaku
O : KU : cukup, kesadaran : composmentis, GCS : 4-5-6
Vital sign : TD : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36 oC
RR : 20 x/menit

 Kepala Leher
Anemis (-), ikterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-)
 Thorak
Inspeksi : bentuk simetris, jejas (-)
Palpasi : pergerakan nafas simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi: Pulmo : vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : flat,opistotonus (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : perut kaku seperti papan
Perkusi : tympani (+)
 Ekstremitas
Akral hangat (+), oedema (-)

STATUS LOKALIS
 Trismus (-)
 Kaku kuduk (+)
 Opistotonus (+)
 Perut kaku seperti papan
 Port D’Entry : plantar pedis dextra
A : Tetanus generalisata hari ke-9

10
P : Infus RL : D5% 2:1
Infus PZ drip Diazepam 2 ampul / 24jam 14tpm
Injeksi Metronidazole 3x500mg
Injeksi Penisilin prokain 3x1,2 juta unit
Injeksi Ranitidin 2x1
Diit makan alus

Tanggal 6 juli 2012


S : pasien belum BAB 5 hari, kejang (-), perut terasa kaku, bisa membuka
mulut dengan bebas
O : KU : cukup, kesadaran : composmentis, GCS : 4-5-6
Vital sign : TD : 170/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,3 oC
RR : 20 x/menit
 Kepala Leher
Anemis (-), ikterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-)
 Thorak
Inspeksi : bentuk simetris, jejas (-)
Palpasi : pergerakan nafas simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi: Pulmo : vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : flat, opistotonus (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : perut kaku seperti papan
Perkusi : tympani (+)
 Ekstremitas
Akral hangat (+), oedema (-)

11
STATUS LOKALIS
 Trismus (-)
 Kaku kuduk (-)
 Opistotonus (-)
 Perut kaku seperti papan
 Port D’Entry : plantar pedis dextra
A : Tetanus generalisata hari ke-10
P : Infus RL : D5% 2:1
Infus PZ drip Diazepam 2 ampul / 24jam 14tpm
Injeksi Metronidazole 3x500mg
Injeksi Penisilin prokain 3x1,2 juta unit
Injeksi Ranitidin 2x1
Diit makan lunak

Tanggal 7 juli 2012


S : kejang (-), perut masih terasa kaku
O : KU : cukup, kesadaran : composmentis, GCS : 4-5-6
Vital sign : TD : 150/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5 oC
RR : 20 x/menit
 Kepala Leher
Anemis (-), ikterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-)
 Thorak
Inspeksi : bentuk simetris, jejas (-)
Palpasi : pergerakan nafas simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi: Pulmo : vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

12
 Abdomen
Inspeksi : flat, opistotonus (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : perut kaku seperti papan
Perkusi : tympani (+)
 Ekstremitas
Akral hangat (+), oedema (-)

STATUS LOKALIS
 Trismus (-)
 Kaku kuduk (-)
 Opistotonus (-)
 Perut kaku seperti papan
 Port D’Entry : plantar pedis dextra
A : Tetanus generalisata hari ke-11
P : Infus RL : D5% 2:1
Terapi oral : Cefixime 2x1
Diazepam 3x1
Asam mefenamat 500mg 3x1
Ranitidine 3x1
Diit makan lunak

Tanggal 9 juli 2012


S : kejang (+) jarang, perut masih terasa kaku, pasien sudah bisa duduk dan
berjalan
O : KU : cukup, kesadaran : composmentis, GCS : 4-5-6
Vital sign : TD : 100/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,5 oC
RR : 20 x/menit

13
 Kepala Leher
Anemis (-), ikterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-)
 Thorak
Inspeksi : bentuk simetris, jejas (-)
Palpasi : pergerakan nafas simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi: Pulmo : vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : flat, opistotonus (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : perut kaku seperti papan
Perkusi : tympani (+)
 Ekstremitas
Akral hangat (+), oedema (-)

STATUS LOKALIS
 Trismus (-)
 Kaku kuduk (-)
 Opistotonus (-)
 Perut kaku seperti papan
 Port D’Entry : plantar pedis dextra
A : Tetanus generalisata hari ke-12
P : Infus RL : D5% 2:1
Terapi oral : Cefixime 2x1
Diazepam 3x1
Asam mefenamat 500mg 3x1
Ranitidine 3x1
Diit makan lunak

14
Tanggal 10 juli 2012
S : nyeri perut (-),gangguan menelan (-)
O : KU : cukup, kesadaran : composmentis, GCS : 4-5-6
Vital sign : TD : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5 oC
RR : 20 x/menit
 Kepala Leher
Anemis (-), ikterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-)
 Thorak
Inspeksi : bentuk simetris, jejas (-)
Palpasi : pergerakan nafas simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi: Pulmo : vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : flat, opistotonus (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : soepel
Perkusi : tympani (+)
 Ekstremitas
Akral hangat (+), oedema (-)

STATUS LOKALIS
 Trismus (-)
 Kaku kuduk (-)
 Opistotonus (-)
 Perut soepel (-)
A : Tetanus generalisata hari ke-13
P : Aff infus
Diit ML

15
Terapi oral : Cefixime 2x1
Diazepam 3x1
Asam mefenamat 500mg 3x1
Ranitidine 3x1
Dpasien diijinkan pulang

16
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani yang ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat.(5) Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik
yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang
diproduksi oleh Clostridium tetani.(6,7)
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890,
diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin,
yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan
mengaktivasi derivat tersebut bisa menjadi pencegah dari tetanus.

B. ETIOLOGI
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif Clostridium tetani. Bakteri
ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada tinja
manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut.
Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, biasanya masuk
kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun
luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum). Jika bakteri
tersebut menginfeksi luka seseorang, selanjutnya akan memasuki tubuh penderita
tersebut, dan mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. (1,2)

C. PATOGENESIS
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada
beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara : (1,9)
1) Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat
pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
2) Karekteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi
dari refleks synaptik di spinal cord.
3) Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside.

17
4) Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System
(ANS) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti
takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.

Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia


mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal
dan menginhibisi terhadap batang otak.
Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif bila lingkungannya
memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut dan kemudian mengeluarkan
eksotoksin. Kuman tetanusnya sendiri tetap berada pada luka, tidak ada
penyebaran kuman. Kuman ini membentuk dua macam eksotoksin yaitu
tetanolisin dan tetanospasmin.
Tetanolisin dalam percobaan dapat menghancurkan sel darah merah, tetapi
tidak menimbulkan tetanus secara langsung, melainkan menambah optimal
kondisi lokal untuk berkembangnya bakteri. Tetanospasmin terdiri atas protein
yang bersifat toksik terhadap sel saraf. Toksin ini diabsorbsi oleh end organ saraf
diujung saraf motorik dan diteruskan melalui saraf sampai sel ganglion dan
susunan saraf pusat. Bila telah mencapai susunan saraf pusat dan terikat pada sel
saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan lagi.
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending
bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran
terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat
bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan
jaringan/sistem lymphatic.(1)

D. GEJALA KLINIS

18
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari) atau lebih lama
(3 hari atau beberapa minggu ).(9)
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis,yaitu: (1)
1) Localited tetanus (Tetanus Lokal)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah
merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan,
bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progresif dan biasanya menghilang
secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam
bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus
ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara
terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2) Cephalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi
berkisar 1 –2 hari, yang berasal dari otitis media, luka pada daerah muka dan
kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.
3) Generalized tetanus (Tetanus umum)
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi
yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara
diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50 %),
yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan
kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan
menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus yakni spasme otot-otot muka,
opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari
laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas,
sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine, dan pendarahan didalam
otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi bisa mencapai 40 oC.
Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan
dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan
hanya berdasarkan gejala klinis.

19
4) Neonatal Tetanus
Biasanya disebabkan infeksi Clostridium tetani, yang masuk melalui tali
pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan
oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan
alat yang telah terkontaminasi spora Clostridium tetani, maupun penggunaan
obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional
yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal
tetanus.

Karakteristik dari tetanus:


 Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari
 Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya
 Setelah 2 minggu kejang mulai hilang
 Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher,
kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena
spasme otot masetter
 Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk
 Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat
 Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai
dengan ekstensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik
 Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).

E. DIAGNOSIS

20
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat,
berupa :
1) Gejala klinik: kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus
2) Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan
3) Kultur: Clostridium tetani (+)
4) Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

F. DIAGNOSIS BANDING
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, dapat dijumpai dari
pemeriksaan fisik, laboratorium test, dimana cairan serebrospinal normal dan
pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK
sedikit meninggi, serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot tubuh , risus
sardonicus dan kesadaran yang tetap normal.

G. PROGNOSIS
Prognosis tetanus diklasikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :
1) Ringan, bila tidak adanya kejang umum (generalized spasme)
2) Sedang, bila sekali muncul kejang umum
3) Berat, bila kejang umum yang berat sering terjadi.
Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makin
pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.

Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek
atau pun lebih panjang. Prognosa tetanus neonatal jelek bila:
1. Umur bayi kurang dari 7 hari
2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang
3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam
4. Dijumpai muscular spasm.
Case Fatality Rate (CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus neonatorum
> 60%.(1,2)
H. PENATALAKSANAAN

21
a. Penatalaksanaan umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetanus,
menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan
bantuan pernafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sebagai
berikut:
 Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan
nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H 2O2,
dalam hal ini penatalaksanaan terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam
setelah pemberian ATS dan antibiotika dan sekitar luka disuntik ATS.
 Diet cukup kalori dan protein, bentuk
makanan tergantung kemampuan
Membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat
diberikan personde atau parenteral.
 Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, sinar
 Oksigen, pernafasan buatan dan tracheostomi bila perlu
 Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit

b. Obat-obatan
1) Antibiotika
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM.
Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit
/KgBB/12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif
terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti
tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline
intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/24 jam,
dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani,
bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi
pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.(8,10)

22
2) Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG)
dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak
boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti
complementary aggregates of globulin", yang mana ini dapat mencetuskan
reaksi alergi yang serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin,
yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara
pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200
cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus
sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa
(20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar.(8,9)

3) Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat
suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT
harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

4) Anti kejang dan kaku otot


Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik
yang hebat, muscular dan laryngeal spasme beserta komplikasinya.
Dengan penggunaan obat-obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan
kejang dapat diatasi. Berikut obat-obatan yang dapat dipakai :
 Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg BB/ 4jam (IM)
 Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM)
 Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM)
 Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM)

23
I. KOMPLIKASI

Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasme, kekakuan


otot-otot pernafasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan
atelektase serta kompresi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain
itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure.(11)

J. PENCEGAHAN
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan
ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus
bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak
terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ianya sembuh dikarenakan toksin
yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang pembentukkan
antitoksin (kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat,
walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam
konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui sejak
Clostridium tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang
berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini
diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya
belum pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam
serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada
beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama
kali. Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan
mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada
beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana
dengan baik. Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid
merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan
dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan,
dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau DT). (10)

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Adams. R.D,et all : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205
1207.
2. Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15th, Nelson, W.B.Saunders
Company, 1996, 815 -817.
3. Feigen. R.D : Tetanus .In : Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E , eds. Nelson
Textbook of pediatrics, ed. 13 th, Philadelphia, W.B Saunders Company, 1987, 617-
620.
4. Gilroy, John MD, et al :Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982, 229-230.
5. Harrison: Tetanus in :Principles of lnternal Medicine, volume 2, ed. 13 th,
McGrawHill. Inc,New York, 1994, .577-579.
6. Hendarwanto: llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 1987, 49-
51.
7. Hamid,E.D, Daulay, AP, Lubis, CP, Rusdidjas, Siregar H : Tetanus Neonatorum in
babies Delivered by Traditional Birth Attendance in Medan, Vol. 25, Paeditrica
Indonesiana, Departement of Child Health, Medical School University of lndonesia,
Sept-Okt 1985, 167 -174.
8. Krugman Saaul, Katz L.. Samuel, Gerhson AA, Wilfert C ; Infectious diiseases of
children, ed. 9 th, St Louis, Mosby, 1992, 487-490.
9. Lubis, CP: Management of Tetanus in Children, Paeditricaa Indonesiana, vol.33,
Depart. Of Child Health, Medical School, University of Indonesia, Sept-Okt 1993,
201-208.
10. Lubis, CP :Tetanus Neonatorum dan anak, Diktat Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Peny.
lnfeksi, bag II, Balai Penerbit FK USU, Medan, 1989, 21-40.
11. Menkes, JH: Textbook of child Neurology, in Tetanus Neonatorun, ed. 3 th, Lea and
Frebringer, Philadelphia, 1985, 521-522.

25

Anda mungkin juga menyukai