Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja
1. Pengertian remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa Latin yaitu adolescene yang berarti

to grow atau grow maturity.Remaja sebagai periode pertumbuhan antara

masa kanak-kanak dan dewasa (Ali M,2014).

Menurut Rumini,2008 definisi remaja sendiri dapat ditinjau dari tiga

sudut pandang, yaitu :

a) Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11-12

tahun sampai 20-21 tahun.

b) Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik

dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual.

c) Secara psikologis, remaja merupakan masa dimana individu mengalami

perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral,

diantara masa anak-anak menuju masa dewasa.

2. Batasan Remaja
Menurut Setiyaningrum E (2014) masa remaja adalah masa peralihan

dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

aspek/fungsi, menggunakan istilah puber dengan pembagian :

a) Tahap pra puber : wanita 11-13 tahun; pria 14-16 tahun

b) Tahap puber : wanita 13-17 tahun; pria 14-17 tahun 6 bulan

c) Tahap pasca puber : wanita 17-21 tahun, pria 17 tahun 6 bulan-21 tahun.

11
Untuk Indonesia batasan usia remaja 11-24 tahun dengan

pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut (Sarwono SW,2013) :

a) Usia 11 tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda seksual

sekunder mulai tampak (kriteria fisik).

b) Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil

baliq, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi

memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).

c) Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan

jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erik

Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual

(menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget)

maupun moral (Kohlberg) (kriteria psikologis).

d) Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi

peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih

menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh

sebagai orang dewasa (secara adat/tradisi), belum bisa memberikan

pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan kata lain usia 24 tahun belum

dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun

psikologis, masih dapat digolongkan remaja.

3. Tahapan Perkembangan Remaja


Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap

yaitu (Kumalasari,2012) :

a) Masa remaja awal (10-13 tahun), dengan ciri khas antara lain:

(1) Lebih dekat dengan teman sebaya

12
(2) Ingin bebas

(3)Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai

berpikir abstrak

b) Masa remaja tengah (14-16 tahun), dengan ciri khas antara lain :

(1) Mencari identitas diri.

(2) Timbulnya keinginan untuk kencan.

(3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam.

(4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.

(5) Berkhayal tentang aktifitas seks.

c) Masa remaja akhir (17-19 tahun), dengan ciri khas antara lain :

(1) Pengungkapan identitas diri

(2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

(3) Mempunyai citra jasmani dirinya

(4) Dapat mewujudkan rasa cinta

(5) Mampu berpikir abstrak.

4.Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan adalah hal-hal yang harus dipenuhi atau

dilakukan oleh remaja dan dipengaruhi oleh harapan sosial. Adapun tugas

perkembangan pada remaja adalah sebagai berikut (Rumini,2008)

a) Menerima keadaan dan penampilan diri, serta menggunakan tubuhnya

secara efektif.

b) Belajar berperan sesuai dengan jenis kelamin (sebagai laki-laki atau

perempuan).

13
c) Mencapai relasi yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya, baik

sejenis maupun lawan jenis.

d) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

e) Mencapai kemandirian secara emosional terhadap orangtua dan orang

dewasa lainnya.

f) Mempersiapkan karier dan kemandirian secara ekonomi.

g) Menyiapkan diri (fisik dan psikis) dalam menghadapi perkawinan dan

kehidupan keluarga.

h) Mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual untuk hidup

bermasyarakat dan untuk masa depan (dalam bidang pendidikan atau

pekerjaan).

i) Mencapai nilai-nilai kedewasaan.

5. Perkembangan fisik

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat.

Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-

ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih

lanjut mengenai kedua hal tersebut (Yuanita S,2011)

a) Ciri-ciri seks primer

(1) Remaja laki-laki

Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah

mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja

laki-laki usia antara 10-15 tahun.

14
(2) Remaja perempuan

Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi),

menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin

perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang

banyak mengandung darah.

b) Ciri-ciri seks sekunder

Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut :

(1) Remaja laki-laki

(a) Lengan dan tungkai kaki bertambah panjang dan membesar

(b) Bahu melebar, pundak dan dada bertambah besar, pinggul

menyempit

(c) Pertumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan,

dan kaki

(d) Tulang wajah memanjang dan membesar

(e) Tumbuh jakun, suara menjadi besar

(f) Penis dan Buah zakar membesar

(g) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal

(h) Produksi keringat menjadi lebih banyak

(2) Remaja perempuan

(a) Lengan dan tungkai kaki bertambah panjang

(b) Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar

danmenonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara

menjadi lebih besar dan lebih bulat.

15
(c) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-

poribertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringatmenjadi

lebih aktif.

(d) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada

pertengahandan menjelang akhir masa puber, sehingga

memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.

(e) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

B. Perilaku
1. Pengertian Perilaku

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Dimana perilaku manusia terjadi melalui proses

(Notoatmodjo S,2010) :

Stimulus Organisme Respons

Teori Skinner ini disebut teori : “S-O-R”( Stimulus-Organisme-Respons).

Berdasarkan teori “SOR” tersebut, maka perilaku manusia dapat

dikelompokan menjadi dua, yakni:

a) Perilaku tertutup (Covert Behavior) Respon seseorang terhadap stimulus.

Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelasoleh

orang lain.

b) Perilaku terbuka (Overt Behavior) Repon seseorang terhadap stimulus

Dalam bentuk tindakannya atau terbuka. Respon terhadap stimulus

tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan

16
mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Skinner dalam Notoatmodjo

(2010) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan

antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon, respon

dibedakan menjadi dua respon (Notoatmodjo S,2010) :

(1) Respondent response atau reflexive respon, ialah respon yang

ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relativetetap.

Responden respon (Respondent behaviour) mencakup juga emosi

respondan (emotionalbehavior).

(2) Operant responsatau instrumental respon adalah respon yang timbul

dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini

disebut reinforsing stimuli atau reinforcer.

Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh

beberapa factor baik dari dalam maupun dari luar individu. Aspek-aspek

dalam diri individu yang sangat berperan/berpengaruh dalam perubahan

perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan

yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta

pengalaman masalalu. Motivasi adalah dorongan bertindak untuk

memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan

dalam bentuk tindakan.

Dalam Notoatmodjo (2010) Perilaku ditentukan oleh 3 faktor :

a) Faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor yang dapat

mempermudah terjadinya suatu perilaku.

17
b) Faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors) meliputi semua

karakter lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang

mendukung atau memungkinkan terjadinya suatu perilaku.

c) Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang

memperkuat terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman atau

kelompok sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para

pejabat pemerintahan daerah atau pusat.

2. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respons seseorang

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit,

dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti

lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan kesehatan. Menurut

Notoatmodjo (2010) secara garis besar perilaku kesehatan dikelompokkan

menjadi dua, yaitu :

a) Perilaku sehat (healthy behavior), mencakup perilaku-perilaku (overt

dan covert behavior) dalam mencegah masalah atau peyebab masalah

kesehatan (perilaku preventif), dan perilaku dalam upaya peningkatan

kesehatan (prilaku promotif).

b) Perilaku sakit disebut juga (health seeking behavior). Perilaku ini

mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang yang terkena

masalah kesehatan untuk terlepas dari masalah kesehatan tersebut.

3. Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis (Soetjiningsih,2015).

18
Menurut Notoadmodjo (2010), perilaku seksual yang sehat dan adaptif

dilakukan ditempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum.

Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang

dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hokum

maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

Menurut Sekarini L (2012) perilaku seksual meliputi empat tahap :

a) Bersentuhan (touching) mulai dari berpegangan tangan sampai

berpelukan

b) Berciuman (kissing) mulai dari ciuman singkat sampai berciuman bibir

dengan mempermainkan lidah

c) Bercumbuan (petting) menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh

pasangan dan mengarah pada pembangkitan gairah seksual

d) Berhubungan intim (intercourse)

Perilaku seksual yang sering ditemukan pada remaja dan dampak dari

perilaku seksual tersebut dapat berupa (Rasmiani E,2013) :

a) Berfantasi

Berfantasi adalah perilaku membayangkan dan mengimajinasikan

aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.

Jika dibiarkan terlalu lama, maka kegiatan produktif menjadi teralih

kepada kegiatan memanjakan diri. Tidak puas dengan sekedar berfantasi,

aktivitas seksual ini bisa berlanjut ke kegiatan lainnya seperti masturbasi,

berciuman dan aktivitas lainnya. Jika hanya sekedar berfantasi pelaku

tidak beresiko terkena penyakit.

19
b) Berpegangan tangan

Aktivitas ini memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan

seksual yang kuat, namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba

aktivitas seksual lainnya (hingga kepuasan seksual dapat tercapai).

Umumnya jika berpegangan tangan, maka muncul getaran-getaran

romantik atau perasaan aman dan nyaman. Berpegangan tangan juga

merupakan bentuk pernyataan afeksi atas perasaan sayang berupa

sentuhan.

c) Cium Kering

Cium kering merupakan sebuah aktivitas seksual berupa sentuhan

pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir. Perilaku ini dapat berlanjut

dengan berkembangnya imajinasi atau fantasi seksual. Aktivitas ini

menimbulkan perasaan “sayang” jika diberikan pada moment tertentu

bersifat sekilas, serta menimbulkan keinginan untuk melanjutkan bentuk

aktivitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati.

d) Cium Basah

Ciuman basah merupakan aktivitas seksual berupa sentuhan bibir

dengan bibir. Aktivitas ini menjadikan jantung lebih berdebar-debar dan

menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan

seksual hingga tak terkendali. Orang akan mudah melakukan aktivitas

seksual yang dapat berlanjut secara tidak disadari seperti cumbuan,

petting (bersentuhan/saling menggesekkan alat kelamin dengan atau

tanpa pakaian), bahkan sampai hubungan intim.

20
Resiko dari perilaku ini adalah tertularnya virus atau bakteri dari

lawan jenis. Penyakit tuberkolosis, hepatitis b dan infeksi tenggorokan

juga mudah masuk. Secara psikologis ciuman basah ini dapat

meningkatkan keinginan untuk mengulang perbuatan tersebut secara

terus menerus (ketagihan).

e) Meraba

Kegiatan meraba bagian-bagian sensitif rangsangan seksual

(erogen), seperti payudara, leher, paha atas, vagina, penis dan pantat. Bila

kegiatan ini dilakukan maka seseorang akan terangsang secara seksual,

sehingga mendorong untuk melakukan aktivitas seksual lebih lanjut

seperti senggama. Bagi sebagian orang meraba adalah tindakan yang

menyenangkan sehingga menimbulkan kegiatan untuk mengulangi

perbuatan tersebut. Tapi bagi sebagian yang lain menganggap ini adalah

tindakan pelecehan dari pasangannya.

f) Berpelukan

Aktivitas ini membuat jantung berdegup lebih kencang, sehingga

dapat menimbulkan perasaan aman, nyaman dan tenang serta

menimbulkan rangsangan seksual (terutama jika mengenai daerah

erogen).

g) Masturbasi

Masturbasi adalah pemanipulasian alat kelamin untuk pemuasan

seksual, biasanya dengan tangan, tanpa melakukan hubungan intim,

dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Bagi laki-laki,

masturbasi adalah merangsang penis dengan mengusap dan menggosok-

21
gosoknya. Sedangkan pada perempuan, masturbasi biasanya dilakukan

dengan cara mengusap-ngusap dan menggesek-gesek daerah kemaulan

teruama klitoris dan vagina.

Perilaku ini dapat menimbulkan infeksi terutama jika menggunakan

alat yang membahayakan seperti benda tajam dan benda-benda lain yang

tidak steril. Selain menyebabkan infeksi, masturbasi juga dapat

menyebabkan lecet jika dilakukan dengan frekuensi tinggi. Energi fisik

dan psikis pun terkuras, biasanya orang menjadi mudah lelah, sulit

berkonsentrasi, malas melakukan aktivitas lain karena berfikir terus

menerus kearah fantasi seksual (Kusmiran E,2012).

h) Oral

Perikaku seksual secara oral adalah memasukkan alat kelamin

kedalam mulut lawan jenis. Perilaku ini tidak lazim menurut masyarakat

Indonesia karena tidak sesuai dengan hukum agama dan norma

masyarakat. Oral sex dapat meningkatkan resiko terkena penyakit radang

tenggorokan dan percernaan (Rasmiani E,2013).

i) Petting

Petting adalah keseluruhan aktivitas nonintercourse/senggama

(hingga menempelkan alat kelamin). Masih banyak remaja yang

mengaggap penting tidak akan menyebabkan kehamilan. Pada perilaku

ini dapat menyebabkan kehamilan, karena cairan sperma yang keluar

pada saat terangsang pada laki-laki juga sudah mengandung sperma

(meski dalam kadar terbatas). Bagi perempuan, petting dapat

menyebabkan robekannya selaput dara (Rasmiani E,2013).

22
j) Intercouse / Senggama

Intercouse atau Senggama adalah aktivitas dengan memasukkan

alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan. Banyak resiko yang

diakibatkan dari hubungan seksual pranikah, dari perasaan bersalah dan

berdosa terutama pada saat melakukan.

Pertama kali, ketagihan, infeksi menular seksual, HIV dan AIDS

serta kehamilan yang beresiko dikeluarkan dari sekolah, merusak nama

baik keluarga, pernikahan dini, aborsi dan kematian (Rasmiani E,2013).

Perilaku seksual sering ditanggapi sebagai hal yang berkonotasi

negatif, yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Contohnya

antara lain mulai dari berdandan, mejeng, mengerlingkan mata, merayu,

menggoda, bersiul (Rumini,2008).

Aktifitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya

memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan

organ kelamin atau seksual melalui berbagai perilaku. Misalnya

berfantasi, masturbasi, cium pipi, cium bibir, petting, berhubungan intim

(Rumini,2008).

4. Perilaku Seksual Pranikah Remaja


Perilaku seksual pranikah remaja adalah segala tingkah laku seksual

yang didorong oleh hasrat seksual lawan jenisnya, yang dilakukan oleh

remaja sebelum mereka menikah (Sekarrini,2012)

Remaja menurut Soetjiningsih (2015) berkembang tidak dalam

isolasi, tetapi dalam lingkungan yang luas yaitu keluarga, sekolah, teman-

teman sebaya dan lingkungan tempat tinggalnya.

23
Menurut Sarwono (2013) faktor yang mempengaruhi perilaku seksual

remaja adalah:

a) Perubahan hormonal.Perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat

seksual (libido seksualitas) remaja.

b) Penundaan usia kawin.Penyaluran libido tidak dapat segera dilakukan

karena penundaan usia kawin.

c) Norma agama. Norma agama yang berlaku dimana seseorang dilarang

untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah.

d) Media masa. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin

menolak akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media massa,

khususnya masalah seksual yang tidak di dapatkan secara lengkap dari

orang tua.

e) Orang tua itu sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena

sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan

anak dan tidak terbuka terhadap anak.

f) Gender, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang

makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat akibatnya

berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga wanita sejajar

dengan pria.

Penelitian yang dilakukan oleh Soetjiningsih (2015) terhadap 398

siswa SMA di kota Yogyakarta usia 15-18 tahun, faktor-faktor hubungan

orangtua-remaja, self esteem, tekanan negatif teman sebaya, religiusitas dan

eksposur media pornografi memiliki pengaruh signifikan baik langsung

24
maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah remaja (Depkes

RI,2009).

Menurut hasil penelitian Fadila tahun 2012 pada mahasiswa semester

lima STIKes X Jakarta Timur, proporsi responden berisiko perilaku seksual

pranikah yaitu berciuman bibir 53,%, meraba-raba dada 18,4%, kegiatan

meraba-raba kelamin 7,7%, menggesek-gesek kelamin 5,7%, hubungan

seksual 6,5%. Dan perilaku seksual yang tidak berisiko yaitu berpacaran

sebesar 94,3%, kegiatan berpegangan tangan 90,8%, berangkulan 80,1%,

berpelukan 69,3% dan berciuman pipi 73,9%.

5. Dampak Perilaku Seksual Pranikah Remaja


Menurut Fahroly MR (2014) perilaku seksual pranikah dapat

menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai

berikut :

a) Dampak psikologis

Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja

diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah

dan berdosa.

b) Dampak Fisiologis

Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut diantaranya

dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

c) Dampak sosial

Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan

sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja

25
perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi

tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut

d) Dampak fisik

Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2013) adalah

berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan

frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi

antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat

menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan

risiko terkena PMS dan HIV/AIDS (Yuanita S,2011).

C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja


1. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan adalah hasil penginderaan

manusia (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan terdiri dari 6

tingkatan yaitu :

a) Tahu (know)

b) Memahami (comprehension)

c) Aplikasi (aplication)

d) Analisis (analysis)

e) Sintesis (Synthesis)

f) Evaluasi (evaluation)

Pendidikan seks menurut Sarwono (2013), sebagaimana pendidikan

lain pada umumnya, mengandung pengalihan nilai-nilai dari pendidik ke

subjek-didik. Dengan demikian informasi tentang seks tidak diberikan

“telanjang”, melainkan diberikan secara “kontekstual”, yaitu berkaitan

26
dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat; apa yang terlarang,

apa yang lazim dan bagaimana cara melakukannya tanpa melanggar aturan.

Remaja yang telah mendapat pendidikan seks cenderung tidak sering

melakukan hubungan seks, tetapi mereka yang belum pernah mendapatkan

pendidikan seks cenderung lebih banyak mengalami kehamilan yang tidak

dikehendaki (Fahroly,2014).

Tujuan dari pendidikan seksual untuk memberikan pengetahuan dan

mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan

norma agama, sosial dan kesusilaan (Rumini,2008).

Dari hasil penelitian Fajrin tahun 2013 di SMAN 1 Koto Sungai Lasi

dari 174 responden di dapatkan 63,2% responden berpengetahuan tinggi dan

36,8% berpengetahuan rendah. Dimana responden yang berperilaku seksual

beresiko lebih tinggi terdapat pada tingkat pengetahuan yang rendah

(26,6%), dibandingkan dengan responden yang mempunyai tingkat

pengetahuan tinggi (11,8%).

2. Sikap

Menurut Saputra I (2014) Sikap merupakan kesiapan atau keadaan

siap untuk timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku. Sikap merupakan

penentu dalam tingkah laku manusia, sebagai reaksi sikap selalu

berhubungan dengan dua hal yaitu “like” atau “dislike”(senang atau tidak

senang, suka atau tidak suka). Mengacu pada perbedaan individu

(pengalaman, latar belakang, pendiddikan dan kecerdasan).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap objek atau stimulus, manifestasinya tidak dapat langsung

27
dilihat tapi hanya mampu di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaiannya reaksi

terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari

(Notoatmodjo,2010).

Menurut Neucomb,dalam Notoatmodjo (2010) sikap merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan

motif tertentu. Sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau

aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi

tertutup. Tingkatan sikap terdiri dari :

a) Menerima (receiving)

b) Menanggapi (responding)

c) Menghargai (valuing)

d) Bertanggung Jawab (responsible)

Menurut Notoatmodjo (2010) sikap memiliki komponen yang terdiri

dari 3 komponen pokok yaitu :

a) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya

bagaimana keyakinan,pendapat atau pemikiran seseprang terhadap objek.

b) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya

bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek.

c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), sikap merupakan

komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Dari penelitian Kitting (2004) yang diambil dari Sekarrini, didapatkan

remaja yang setuju perempuan boleh melakukan hubungan seksual sebelum

menikah lebih sedikit (6,25% laki-laki dan 8,47% perempuan) dibandingkan

28
dengan yang setuju laki-laki boleh melakukan hubungan seksual sebelum

menikah (8,33% laki-laki dan 10,7% perempuan).

Menurut Kumalasari I (2012) remaja yang setuju dengan pernyataan

hubungan seksual boleh dilakukan karena akan menikah lebih besar

(25,63% laki-laki dan 10% perempuan) dibandingkan yang setuju karena

saling mencintai (20% laki-laki dan 8% perempuan).

Hasil penelitian Sekarrini di SMK Kesehatan Bogor tahun 2011, sikap

responden yang paling banyak berpendapat sangat tidak setuju (63,4%)

bahwa film yang mengandung pornografi perlu di jual bebas. Sedangkan

responden yang paling banyak berpendapat tidak setuju (44,6%) bahwa

ciuman, belaian, dan pelukan dari seorang pacar adalah ungkapan sayang.

Responden yang paling banyak berpendapat setuju (38,4%) bahwa

perempuan dan laki-laki harus menunggu dewasa dan menikah dulu

sebelum melakukan hubungan seksual. Sedangkan responden yang paling

banyak berpendapat sangat setuju masing-masing (51,8%) tentang

perempuan dan laki-laki harus menunggu dewasa dan menikah dulu

sebelum melakukan hubungan seksual dan tindakan aborsi/pengguguran

kandungan adalah dosa.

Menurut hasil penelitian Fajrin tahun 2013 di SMAN 1 Koto Sungai

Lasi dari 174 responden di dapatkan 61,5% siswa memiliki sikap positif

terhadap perilaku seksual dan 38,8% siswa memiliki sikap negatif terhadap

perilaku seksual. Dimana responden yang berperilaku seksual beresiko lebih

tinggi pada responden dengan sikap negatif (29,9%), dibandingkan dengan

responden yang mempunyai sikap positif (9,3%).

29
3. Media
Media digolongkan kedalam empat macam yaitu media antar pribadi,

media kelompok, media publik dan media massa.Ruben (1992) dalam

Mugniesyah editor Vitalaya (2010) membedakan media komunikasi

membagi media ke dalam empat kategori yaitu sebagai berikut (Zhurri

F,2013).

a) Media intrapersonal, yaitu alat-alat yang digunakan untuk memperluas

kemampuan-kemampuan komunikasi intrapersonal. Contohnya, tape

recorder, video, cermin dan catatan harian (diary).

b) Media antarpribadi, yaitu alat-alat yang digunakan untuk memperluas

kemampuan antarpribadi atau media komunikasi yang membantu dalam

pertukaran informasi antara dua atau beberapa orang. Contohnya, surat,

telepon, telepon genggam, dan e-mail.

c) Media kelompok dan organisasi, yaitu alat-alat yang digunakan untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan komunikasi kelompok dan

organisasi. Contohnya, telepon, interkom, pajer, dan komputer.

d) Media massa, meliputi teknologi yang mampu memperbanyak,

menggandakan, atau menguatkan pesan-pesan untuk didistribusikan ke

sejumlah banyak khalayak. Contohnya, televisi, radio, surat kabar,

majalah, buku dan internet.

Menurut Santrock JW (2013) Fungsi media bagi remaja adalah :

a) Hiburan, yaitu : remaja menggunakan media untuk hiburan yang

menyenangkan dari kesibukan keseharian.

30
b) Informasi, yaitu : media bagi remaja untuk mendapatkan informasi

terutama topik yang enggan dibicarakan orang tua dirumah seperti

seksualitas.

c) Sensasi, remaja cenderung mencari sensasi dari media yang memberikan

rangsangan terus menerus dan baru yang menarik bagi remaja.

d) Menanggulangi kesulitan, dengan menggunakan media dapat mengurangi

kelelahan dan ketidakbahagiaan bagi remaja seperti mendengarkan musik

dan menonton televisi.

e) Model peranan berdasarkan jenis kelamin, media memberikan model

peranan bagi pria maupun wanita serta mempengaruhi sikap dan perilaku

remaja terhadap gender.

f) Jati diri budaya orang muda, media bagi remaja memberikan banyak

perasaan terhubung dengan jaringan budaya, teman sebaya dan jenis-

jenis nilai yang menarik yang disampaikan media yang berorientasi

remaja.

Maraknya penyebaran media informasi dan rangsangan seksual

melalui media massa dengan teknologi canggih seperti internet, majalah,

televisi, musik dan video menjadi salah satu penyebab dari perilaku seksual

yang dilakukan oleh remaja. Hal ini didukung oleh karakter remaja yang

cenderung ingin tahu dan mencoba hal yang baru serta selalu ingin meniru

apa yang dilihat dan didengarnya.

Akses terhadap media massa untuk remaja wanita sama halnya dengan

remaja pria. Media yang paling diakses para remaja adalah televisi (88%

wanita dan 85% pria) menonton televisi paling sedikit sekali seminggu.

31
Media cetak (20% remaja wanita dan 19% pria) membaca surat kabar atau

majalah paling sedikit sekali seminggu. Mendengarkan radio (wanita 28%

dan pria 29%) mendengarkan radio paling sedikit sekali seminggu.

Secara keseluruhan, 8-9% dari wanita dan pria mempunyai akses

terhadap ketiga media paling sedikit sekali seminggu. Perbedaan dalam

akses terhadap media massa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan remaja,

remaja dengan tingkat pendidikan leebih tinggi cenderung mempunyai akses

lebih banyak terhadap ketiga media (Soetjiningsih,2015).

Menurut hasil dari KRR SDKI tahun 2012, remaja yang umur 15-24

tahun yang mengakses media massa paling sedikit sekali seminggu,

menonton televisi 85% laki-laki dan wanita 88%. Mendengarkan radio 29%

laki-laki dan wanita 28%. Membaca surat kabar/majalah 19% laki-laki, dan

wanita 20%.

4. Peran Teman Sebaya


Menurut Santrock (2013) sebaya adalah orang dengan tingkat usia

dan kedewasaan yang kira-kira sama berfungsi sebagai sumber informasi

dan perbandingan tentang dunia luar selain keluarga. Dalam kehidupan,

setiap individu memiliki kelompok dan umumnya setiap individu memiliki

kelompok teman sebaya. Individu bergabung dengan kelompok teman

sebaya umumnya pada saat remaja.

Selanjutnya, Santrock (2013) menyatakan salah satu ciri khas

kehidupan masa remaja ditandai oleh adanya perkembangan dalam

persahabatan baik secara kualitas maupun kuantitas. Semakin dekat remaja

dengan teman kelompoknya akan semakin besar pengaruhnya terhadap

kehidupan remaja itu sendiri. Kondisi yang demikian dapat membentuk

32
pribadi remaja menjadi lebih berkembang, artinya dengan tergabungnya

remaja dalam kelompok teman sebaya menjadikannya lebih mandiri atau

bertanggung jawab. Adapun, teman sebaya ini dapat membawa pengaruh

negatif terhadap remaja. Pengaruh negatif tersebut tergantung kepada

pribadi remaja itu sendiri.

Pengaruh teman sebaya meningkat saat masa remaja karena mereka

mencari kemandirian dari kendali orang tua. Keinginan remaja untuk

mendapat persetujuan dari teman sebaya dan takut mengalami penolakan

dari lingkungan mempengaruhi keputusan mereka. Kelompok teman sebaya

bagi remaja berfungsi sebagai model bagi perilaku remaja sendiri (Azinar

M,2013).

Menurut Azinar (2013) persahabatan pada remaja memiliki 6 fungsi :

a) Kebersamaan. Persahabatan memberikan para remaja teman akrab,

yang bersedia menghabiskan waktu bersama-sama dalam

beraktivitas.

b) Stimulasi. Persahabatan memberikan pada remaja informasi-

informasi yang menarik, kegembiraan, dan hiburan.

c) Dukungan fisik. Persahabatan memberikan waktu, kemampuan-

kemampuan, dan pertolongan.

d) Dukungan ego. Persahabatan menyediakan harapan atau dukungan,

dorongan umpan balik yang dapat membantu remaja untuk

mempertahankan dirinya sebagai individu yang mampu, menarik

dan berharga.

33
e) Perbandingan sosial. Persahabatan menyediakan informasi tentang

bagaimana cara berhubungan dengan orang lain.

f) Keakraban dan perhatian. Persahabatan memberikan hubungan

yang hangat, dekat, dan saling percaya dengan individu yang lain.

Menurut Santrock (2013) Pengaruh negatif dari kelompok teman

sebaya dapat berasal dari aspek konformitas di kelompok, konformitas yang

negatif akan membuat remaja terlibat dalam perilaku yang negatif seperti

menggunakan bahasa gaul, mencuri, merusak, menggunakan narkoba,

melakukan hubungan seks, dan lain sebagainya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Linda Suarni (2009), ada

pengaruh perilaku teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja baik

secara langsung sebesar (20.2%) maupun secara tidak langsung (14.24%).

Dan menyatakan bahwa 46.8% teman sebaya responden berisiko terhadap

kehamilan tidak diinginkan (KTD), penyakit menular seksual, HIV dan

AIDS, dan diantaranya 93.1% pernah melakukan kissing, 78.4% necking,

31.9% petting, 32.2% oral seks, 19.3% anal seks, 45.4% pernah melakukan

intercourse (Azinar M,2013).

Dari hasil penelitian Fajrin tahun 2013 di SMAN 1 Koto Sungai Lasi

dari 174 responden di dapatkan peran teman sebaya terhadap seksual positif

51,1% dan 48,9% teman sebaya berperan negatif terhadap seksualitas.

Dimana responden yang berperilaku seksual beresiko lebih tinggi pada

teman sebaya yang berperan negatif (27,1%), dibandingkan responden

dengan teman sebaya yang berperan positif (7,9%).

34
Hasil penelitian Sekarrini pada remaja di SMK Kesehatan Bogor

tahun 2011 tentang topik yang jarang dibicarakan dengan teman sebaya

adalah mengenai perkembangan seks (pubertas) yaitu sebanyak 5%, alat

kontrasepsi dan Infeksi Menular Seksual (IMS) masing-masing sebanyak

4%. Sedangkan topik diskusi yang paling sering dibicarakan <3kali/minggu

yaitu tentang pacaran (52%), sedangkan topik diskusi yang paling sering

dibicarakan 3kali/minggu yaitu tentang hamil dan menghamili sebanyak

(67%), sedangkan topik diskusi yang paling sering dibicarakan

>3kali/minggu yaitu tentang mentruasi atau mimpi basah (Rasmiani

E,2013).

5. Keyakinan/Religius
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan agama sebagai

“ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan

kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

pergaulan manusia serta lingkungannya, dari sini kita melihat adanya

dimensi iman, ibadah, moralitas didalamnya. Religiusitas merupakan

penghayatan agama seseorang yang menyangkut simbol, keyakinan, nilai

dan perilaku yang didorong oleh kekuatan spiritual (Minah,2012).

Masalah agama pada remaja sebenarnya terletak pada tiga hal, yaitu :

pertama, keyakinan dan kesadaran beragama. Keyakinan dan kesadaran

beragama harus ditumbuhkan sejak anak masih kecil, dengan cara

membiasakan perbuatan-perbuatan terpuji seperti kasih sayang kepada

saudara dan kepada yang lain sesama manusia, sopan-santun, jujur, taqwa,

sabar, tawakal, dan sebagainya. Pada masa remaja kebiasaan-kebiasaan

35
yang telah ditanamkan diwaktu kecil akan mengalami tantangan dengan

adanya pemikiran rasional dan adanya kenyataan hidup orang dewasa yang

dilihatnya amat bertentangan dengan keyakinan yang telah ia terima

(Minah,2012).

Kedua, pelaksanaan ajaran agama secara teratur. Terutama sekali

harus dibina disiplin menjalankan ajaran agama semenjak anak usia dini,

sehingga dimasa remaja kebiasaan itu mudah berkembang. Disiplin dalam

agama timbul oleh tiga hal, yaitu : pertama, pengaruh dan contoh dari orang

tua yang juga disiplin menjalankan ajaran agamanya. Kedua, menanamkan

rasa kesadaran iman didalam hati remaja, sehingga remaja merasa takut

kepada Tuhan jika meninggalkan syari’at agamanya dan berbuat kejahatan.

Ketiga, pengaruh lingkungan. Pemuda-pemuda diorganisir dalam kegiatan-

kegiatan agama, sehingga mereka sendiri berpartisipasi didalam mengurus

semua kegiatan dan acara-acara agama. Kesadaran, disiplin dan mendarah

dagingnya ajaran agama, akan membawa kepada perubahan sikap dan

tingkah laku remaja kearah positif dan produktif (Minah,2012).

Ketiga, perubahan tingkah laku karena agama. Agama itu sebenarnya

pendidikan, dan ajaran agama dapat dikatakan alat pendidikan yang bisa

mengubah tingkah laku manusia kearah yang diinginkan atau diridhoi

Tuhan. Tingkah laku yang perlu ditumbuhkan kepada remaja ialah berbuat

sesuatu adalah karena Tuhan, karena keinginan Tuhan, karena

mengharapkan ridha Tuhan semata. Kuat lemahnya keyakinan remaja

kepada Tuhan amat banyak bergantung kepada situasi lingkungan. Jika

pengaruh-pengaruh negatif lebih dominan, maka motif berbuat baik karena

36
Tuhan akan dikalahkan. Pemahaman tingkat agama menunjukkan bahwa

kemampuan remaja dalam memahami dan mengetahui tentang agama. Oleh

karena itu, masalah komitmen beragama atau religiusitas adalah masalah

yang sangat individual dan pribadi. Dengan demikian, remaja sangat perlu

meningkatkan keimanan dan ketaqwaan mereka sesuai dengan agama yang

dianutnya, karena pemahaman agama yang dimiliki remaja dapat juga

mempengaruhi mereka dalam berperilaku (Minah,2012).

37
D. Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang telah diuraikan, maka dikembangkan suatu kerangka

teori. Green dalam Notoatmodjo yaitu:

Faktor Predisposisi
(predisposing factors)
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Keyakinan/religius
5. Norma-norma

Faktor Pendukung
(enabling factors)
1. Informasi media massa
Perilaku
2. Sarana dan prasarana
kesehatan

Faktor Pendorong
(reinforcing factors)
1. Peran keluarga
2. Teman sebaya
3. Guru
4. Petugas Kesehatan

Gambar2.1
Kerangka Teori Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual
Menurut L. Green (2003)

38

Anda mungkin juga menyukai