Anda di halaman 1dari 5

Esai: Aku Generasi Unggul Kebanggaan Bangsa

Indonesia
Esai ini ditulis sebagai salahsatu syarat untuk aplikasi Program Beasiswa
Unggulan Kategori Masyarakat Berprestasi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Saya membuat aplikasi untuk program Batch 2 tahun 2017

Menisbatkan diri menjadi generasi unggul kebanggaan bangsa rasanya terlalu


berat. Tapi, setidaknya menjadi salahsatu penduduk yang berkesempatan
mendapatkan pendidikan tinggi merupakan sesuatu yang patut disyukuri.

Saya lahir dan besar di Pangalengan, salahsatu kawasan agropolitan di


Kabupaten Bandung. Di daerah saya, mengenyam gelar sarjana adalah suatu
kemewahan tersendiri melihat sebagian besar penduduk hanya lulus setingkat
SD (43.73%). Bahkan, masih ada masyarakat yang tidak pernah sekolah
(5,96%) yang jumlahnya lebih tinggi daripada yang bergelar sarjana dan
diploma (1,33%)1. Sebagai anak yang terlahir dari keluarga pra-sejahtera,
pencapaian ini tentu sangatlah besar.

Proses panjang wajib belajar 12 tahun ditutup klimaks dengan menerima


beasiswa di salah satu perguruan tinggi terbaik bersama 95 siswa terpilih
lainnya se-Jawa Barat. Bukan langkah yang mudah karena sebelumnya
memang tidak pernah terbesit untuk melanjutkan kuliah, apalagi ke PTN
favorit. Perjalanan menyelesaikan program sarjana saya lalui dengan berbagai
hambatan, baik finansial, fisik, maupun mental. Tetapi, itulah mungkin yang
menempa saya untuk lebih baik. Beberapa pengalaman berkesan saya tandai
sebagai salah satu pencapaian besar dalam hidup saya.

Tidak diterima di fakultas pilihan pertama tidak menjadikan saya hilang arah.
Saya akhirnya diterima di Program Studi Biologi, tanpa ekspektasi apapun.
Tekanan yang begitu besar di kelas bersama siswa-siswa terbaik di
sekolahnya masing-masing, menurunkan kepercayaan diri saya. Satu tahun
ditempa tekanan saya lalui perlahan-lahan hingga saya mulai menemukan
satu dua topik yang menarik dan mulai bisa membangun minat di Biologi.
Setelah kuliah saya mulai stabil di Semester 3, saya mulai aktif berkegiatan di
Himpunan Mahasiswa Biologi Nymphaea ITB. Berinteraksi dengan para
senior juga semakin mengasah minat saya di Biologi. Beberapa kali saya
terlibat di ekspedisi dan lomba di berbagai lokasi hutan, gunung, dan pantai
di Jawa Barat dan Jawa Timur. Melalui relasi dengan senior, saya juga
mendapatkan akses untuk melalukan Kerja Praktek di Freeport Indonesia,
Papua. Melalui kegiatan nongkrong di himpunan ide-ide untuk mengikuti
PKM muncul, hingga akhirnya berkesempatan mengikuti PIMNAS XXVII
2014. Pencapaian-pencapaian tersebut rasanya sangat sulit diraih jika saya
tidak keluar dari krisis kepercayaan diri di masa-masa awal kuliah.

Selain beraktivitas di himpunan, saya juga menyibukkan diri di kegiatan


akademik. Saya pernah menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah
(2012-2014). Pada salahsatu mata kuliah, saya diberi kepercayaan untuk
memimpin rombongan kuliah lapangan di Jawa Timur. Kejadian itu saya
tandai sebagai salah satu momentum terbaik saya dalam mengasah
kemampuan leadership sambil bekerja di bawah tekanan.

Karena mengambil topik skripsi yang jarang peminat, lumut, saya


berkesempatan bergabung dalam perwakilan Indonesia di workshop yang
diselenggarakan oleh LIPI, Ministry of Environment Japan, dan
ASEAN Centre for Biodiversity untuk peneliti-peneliti muda di bidang lumut
dan paku. Sebagian hasil penelitian S1 saya juga sempat saya presentasikan
di International Conference on Forests, Soil and Rural Livelihood ian a
Changing Climate 2014 di Nepal.

Pencapaian-pencapaian tersebut belum tentu diperoleh mahasiswa lain


sehingga mustahil jika saya tidak menandai hal tersebut sebagai bagian dari
kesuksesan terbesar dalam hidup. Pada akhirnya dapat menyelesaikan kuliah
dalam waktu 4,5 tahun dengan predikat cum laude, merupakan pencapaian
yang sangat besar. Melalui bidang ini, saya dapat menemukan benang merah
antara minat saya dengan permasalahan-permasalahan yang relevan dengan
wilayah tempat saya tinggal.

Realita versus Idealita


Lulus dengan memuaskan menjadikan ekspektasi saya sangat besar pada fase
kehidupan setelah lulus. Ekspektasi keluarga, pastilah berharap saya dapat
memperbaiki perekonomian keluarga setelah saya lulus, mencari pekerjaan
tetap, dan hidup bahagia. Tetapi, kondisi tersebut menjadi sulit ketika
ketersediaan lapangan kerja begitu terbatas dan terbentur dengan keinginan
untuk melanjutkan studi. Relitanya memang seorang sarjana biologi tidak
memiliki banyak pilihan ketimbang lulusan ilmu teknik, karena bidang
ilmunya belum tentu aplikatif. ‘Doktrin’ membangun daerah yang ditempa
sejak karantina beasiswa semakin mustahil saya impementasikan karena saya
belum dapat berbuat banyak. Tahun pertama setelah lulus saya putuskan
untuk bekerja membantu penelitian dosen pembimbing S1 saya.

Saya dilibatkan dalam proyek penelitian bersama World Agroforestry


Centre yang sedang menyusun instrumen tata kelola lansekap ramah emisi
guna menghadapi perubahan iklim. Saya melihat langsung mengikuti kajain
sebuah masalah yang kompleks dan multidispilin. Kontribusi kami waktu itu
sebatas membantu menyediakan data-data biofisik dari lapangan, di sebuah
lansekap di Sumatera Selatan. Selama beberapa bulan, kami keluar masuk
kebun karet dan hutan, tinggal di pemukiman masyarakat lokal. Bertemu
warga secara langsung serta LSM-LSM lokal dan luar negeri, memperkaya
wawasan saya tentang masalah-masalah lain yang tak kalah kompleks. Dari
sana, saya semakin menyadari bahwa menjadi sarjana biologi saja belum
cukup. Tanpa mengenyampingkan kontribusi kami dalam penelitian tersebut,
dampak yang diberikan rasanya masih kecil. Geliat saya untuk melanjutkan
studi menjadi semakin tinggi.

Selesai dengan penelitian, saya memutuskan untuk mengirim aplikasi


beasiswa untuk melanjutkan studi di luar negeri. Dengan nilai bahasa Inggris
yang pas-pasan dan tanpa memiliki Letter of Acceptance, saya
memberanikan diri melamar beasiswa. Dengan persiapan yang terbatas ketika
itu ekspektasi saya terlampau besar. Dua kali mencoba di dua lembaga
beasiswa berbeda, saya akhirnya menyerah. Tuntutan finansial memaksa saya
untuk mencari pekerjaan. Pekerjaan apapun, bahkan yang tidak sesuai dengan
minat dan latar belakang saya.

Singkat cerita, saya mendapatkan pekerjaan sebagai planner di Universal


McCann (UM) Jakarta, salahsatu media agencyterkemuka di Indonesia.
Berbekal kemampuan analisis data sewaktu skripsi dan proyek penelitian,
saya cukup cepat beradaptasi dengan pekerjaan. Ternyata ada hikmah lain,
mengambil pekerjaan ini malah memperkaya wawasan saya tentang ilmu
manajemen, komunikasi, media massa, marketing, korporasi, dunia digital,
media sosial, dan perilaku pasar.

Melalui beberapa pertimbangan, saya mencoba menyusun kembali minat


saya untuk melanjutkan studi dan mengundurkan diri dari pekerjaan. Ketika
itu saya juga ditawari pekerjaan untuk membantu penelitian salahsatu dosen
Biomanajemen, kesempatan baik untuk belajar hal baru sambil
mempersiapkan aplikasi studi pascasarjana. Berkaca pada realita dan sedikit
mengidentifikasi masalah di sekitar, saya memantapkan diri untuk
melanjutkan studi magister di Program Studi Biomanajemen ITB.

Saya bergabung dengan tim peneliti sains terapan yang masalah dan
dampaknya langsung bersinggungan dengan kepentingan berbagai pihak,
diantaranya dinamika industri agro nasional dan jejaring pangan kota
Bandung. Beberapa wawasan yang saya dapatkan di perusahaan periklanan
juga membantu saya memahami sedikit teori-teori ekonomi dan
perkembangan pasar yang dibahas dalam riset. Selain itu, berdiskusi langsung
dengan peneliti luar negeri yang menaruh minat pada sektor peternakan di
daerah saya, Pangalengan, semakin memantapkan saya untuk berkecimpung
di Biomanajemen. Latar belakang yang cukup di bidang Biologi, terutama
Ekologi, memberikan warna tersendiri pada sudut pandang saya dalam
memahami masalah-masalah Biomanajemen di daerah. Mungkin ini adalah
titik temu minat dan kontribusi saya untuk daerah.

Generasi Unggul Kebanggan Bangsa

Saya adalah anak yang tidak cukup beruntung karena dilahirkan dalam
kondisi yang tidak berkecukupan dan tidak memiliki banyak pilihan. Tetapi,
saya sangat beruntung mendapatkan kesempatan mencari dan memaknai
pencapaian-pencapaian melalui proses yang panjang. Namun, semua itu
menjadi sia-sia jika pada akhirnya tidak memberikan manfaat untuk orang
lain.
Meski bukan menjadi lulusan terbaik dengan pencapaian karir yang
cemerlang, saya masih sangat bersyukur masih dikarunia geliat untuk
meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Cerita-cerita ini
sebagian telah saya bagikan ke adik-adik kelas saya di daerah untuk
memotivasi mereka mengejar pencapaian yang lebih besar. Akses pendidikan
dan beasiswa yang semakin mudah serta wahana belajar dan wahana
aktualisasi diri yang semakin bervariasi seharusnya lebih mempermudah
adik-adik kelas saya mengembangkan diri melalui pendidikan tinggi. Karena
membangun daerah, apalagi membangun bangsa, tidak cukup seorang diri.
Pencapaian saya sebagai individu belumlah dapat berdampak banyak.

Generasi unggul tentu saja memiliki definisi yang beragam dan subjektif.
Kembali lagi, menisbatkan diri sebagai generasi unggul kebanggaan bangsa
Indonesia rasanya cukup berat. Tetapi, saya bisa menegaskan bahwa saya
adalah salahsatu pemuda yang sedang menyiapkan diri untuk berkontribusi
sesuai dengan kapasitasnya sebagai akademisi, karena generasi unggul
kebanggaan bangsa Indonesia tidak ada artinya tanpa memberikan manfaat
untuk orang lain di sekitarnya, sekecil apapun itu

Anda mungkin juga menyukai