BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
proses respirasi. Hidung dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu hidung luar
dan hidung dalam. Hidung berbentuk piramid dan dibentuk oleh kerangka
tulang dan tulang rawan. Hidung terletak menonjol pada garis tengah di
antara pipi dengan bibir atas. Bagian puncak hidung disebut juga dengan
apeks nasi. Ujung atasnya yang sempit bertemu dengan dahi di glabela dan
disebut dengan radiks nasi. Kedua lubang hidung disebut nares dan
dipisahkan oleh sekat tulang rawan kulit yang disebut kolumela. Titik
pertemuan antara kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung.
Hidung bagian dalam terdiri dari septum nasi membagi kavum nasi
menjadi dua bagian. Septum dibentuk oleh penampang sagital yang terdiri
dari bagian tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh mukosa respiratori.
Leung, 2014).
a b
luas. Lipatan mukosa, silia, dan kelembaban di dalam rongga hidung akan
tersebut dialirkan ke saluran napas bagian bawah. Suhu udara yang melalui
hidung diatur berkisar 37oC. Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang
terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh rambut yang terdapat
di vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada
palut lendir dan partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin
kelompok yaitu anterior dan posterior. Sinus maksila, sinus frontal dan
sinus etmoid anterior merupakan kelompok anterior dan ostium dari sinus-
dari kavum nasi, lantai sinus adalah prosesus alveolaris dan dinding
2014)
Ukuran standar volume sinus maksila pada orang dewasa adalah sekitar 15
2014).
anatomi yang kompleks. Sinus etmoid terdiri dari sel-sel yang menyerupai
sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral tulang etmoid,
yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita
(Ballenger, 2013).
berlangsung cepat setelah usia tujuh tahun dan berhenti terbentuk pada
dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus
sfenoid. Sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa.
Pada saat ini, sinus frontal sangat lambat menginvasi os frontal dan sinus
ini memiliki bentuk serta ukuran yang bervariasi. Dinding anterior sinus
frontal terdiri dua buah tulang dan dinding posteriornya terdiri dari sebuah
13
antara meatus media dan kelompok sinus bagian anterior. Jika terjadi
terjadinya obstruksi ostium sinus, stasis silia dan infeksi sinus (Ballenger,
2013).
14
3. Sinusitis Kronis
a. Definisi
oleh Selvianti (2013) bahwa inflamasi yang terjadi pada kavum nasi
bagi suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa hidung dan sinus
paranasalis.
adanya dua atau lebih gejala dengan salah satu gejala harus mencakup
b. Etiologi
1) Faktor genetik/fisiologi
2) Faktor lingkungan
3) Faktor Struktural
c. Patofisiologi
jumlah sel goblet dan penurunan silia. Edema mukosa dan semua
Pada proses inflamasi, adhesi antara leukosit dan sel endotel sangat
sitokin seperti TNF-α dan IL-1 di tempat infeksi. Sitokin tersebut akan
pada fase inisial dimana sel epitel mukosa mengenali mikroba dengan
silia dan lendir yang dihasilkan menjadi lebih kental sehingga menjadi
2014). Pada kondisi ini jika pasien berespon terhadap terapi yang
sekret di dalam kavum sinus yang merupakan media yang sangat baik
19
untuk kolonisasi bakteri dan proses infeksi serta inflamasi akan terus
menurut EPOS 2012 yaitu obstruksi nasi atau kongesti, sekret dapat ke
arah anterior ataupun posterior yang disebut dengan post nasal drip,
Selain itu juga ada gejala lainnya seperti iritasi pada faring ataupun
laring yang sebabkan nyeri tenggorok, suara serak ataupun batuk dan
dapat pula disertai gejala berupa demam dan lemas (Fokkens, 2012)
kepala yang terang dan spekulum hidung untuk menilai kondisi rongga
konka dan sekret. Selain itu diperiksa juga sekret yang terdapat pada
hidung dan sinus paranasalis serta untuk evaluasi lanjut jika terapi
assay) untuk memeriksa sitokin dalam hal ini IL-8 yang terdapat dalan
e. Komplikasi
berhubungan secara langsung dengan vena pada dura. Pott puffy tumor
f. Penatalaksanaan
2012).
edema mukosa (Van den Berg 2011). Sejak ribuan tahun yang lalu cuci
24
hidung ini telah dipraktekkan sebagai bagian dari Hatha Yoga dimana saat
itu para ahli yoga melakukan pembersihan hidung sebagai bagian dari
pembersihan diri untuk meditasi yang lebih baik. Pada tahun 1931, Proetz
pertama kali menjelaskan metode dan larutan cuci hidung dalam sebuah
hidung untuk mengatasi nyeri kepala hingga saat ini cuci hidung
2013).
akan tetapi kejadian ini akan menjadi normal kembali setelah tiga minggu,
oleh karena kandungan lisosim yang terdapat pada palut lendir yang
sekret yang menumpuk dalam rongga hidung dan kavum sinus terlalu
banyak maka akan dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya sinusitis
larutan salin ini ditoleransi baik oleh pasien tanpa adanya efek samping
Gambar 2.4 Persiapan dan cara pencucian hidung dengan Salin isotonis
permukaan sel. Selain itu peningkatan Ca2+ juga diduga dipengaruhi oleh
pembilas zat-zat iritan dan alergen yang berada di dalam rongga hidung
oleh pasien. Larutan salin isotonis memiliki kandungan NaCl 0,9% dengan
komposisi natrium 3500 mg/L dan klorida 5500 mg/L dengan pH berkisar
terpapar oleh zat-zat iritan atau polusi udara akan terjadi perubahan pH
mukosa hidung menjadi 5,5-6,5 akibat inflamasi dan sebagai upaya untuk
(Beule, 2010).
kavum nasi dan inflamasi tidak terjadi (Bemstein, 2016). Seperti yang
dikutip oleh Bemstein, (2016) bahwa tindakan cuci hidung yang dilakukan
oleh (Bemstein, 2016) dikatakan bahwa waktu cuci hidung yang dilakukan
selama 10 hari dengan larutan salin isotonis NaCl 0,9% secara signifikan
yang dikutip oleh Kentjono, (2014) bahwa waktu yang ideal untuk
5. Kekambuhan sinusitis
a. Definisi Kekambuhan
beratnya gejala yang timbul secara akut dan tiba- tiba pada pasien,
c. Gejala kekambuhan.
Menurut Beule (2010). Gejala sinusitis kronik pada saat mengalami
kekambuhan ialah:
1) Naiknya produksi nasal discharge dan biasanya menjadi lebih
purulent.
2) Meningkatnya obstruksi nasal
3) Rasa nyeri pada muka / daerah sinus bertambah
4) Hyposmia yang bertambah parah.
d. Pencegahan Kekambuhan
Kekambuhan dapat dicegah sehingga pasien tidak perlu mengalami
perburukan gejala sinusitis kronik yang diakibatkan oleh
kekambuhan.Usaha pencegahan seperti irigasi nasal dengan
menggunakan salin, manajemen pada penyakit yang mengikuti,
menaikkan tingkat kebersihan untuk menjaga higienisitas sehingga
mencegah infeksi sekunder. Beule (2010).
Cuci hidung ini cara yang paling sehat. Prosedurnya memiliki prinsip
yang sama seperti mandi dan gosok gigi. Bisa dilakukan bukan hanya
untuk mengobati penyakit, tapi juga bisa juga untuk mencegah
penyakit. Minimal 1x/ hari 20 cc per lubang hidung selama 30 menit
dengan kecepatan 3 detik. Maksimalnya pun tidak ada, karena
prinsipnya cairan yang dimasukkan adalah larutan fisiologis aliran
cairan yang sama dengan cairan tubuh manusia. Prosedur ini hanya
tidak boleh pada orang yang tidak sadar ( pingsan) dan anak – anak
yang belum mengikuti perintah dengan baik, karena kwatirkan akan
terlalu banyak masuk saluran nafas.
Sinusitis
30
Gambar 2.5 Kerangka Teori Penelitian Pengaruh Cuci Hidung dengan NACL
0,9% terhadap Kekambuhan Sinusitis di Poli THT RSUD
Sanjiwani Gianyar
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS
DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: mempengaruhi
: tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Cuci Hidung dengan NACL 0,9
% terhadap Kekambuhan Sinusitis di poli THT RSUD
Sanjiwani Gianyar
B. Hipotesis
yaitu (Ha) adalah ada pengaruh Cuci Hidung dengan NACL 0,9 % terhadap
C. Definisi Operasional
32
Tabel 3.1 Definisi Operasional Pengaruh Cuci Hidung dengan NACL 0,9 %
terhadap Kekambuhan Sinusitis di poli THT RSUD Sanjiwani
Gianyar
33
BAB IV
METODE PENELITIAN
34
A. Rancangan Penelitian
rancangan pra-pasca dalam satu kelompok (One-group pra-post test), ciri tipe
2013).
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian Pengaruh Cuci Hidung dengan NACL 0,9 %
terhadap Kekambuhan Sinusitis di poli THT RSUD Sanjiwani
Gianyar
K O I OI
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3
34
35
Keterangan:
K : Subjek
O : Observasi sinusitis sebelum cuci hidung
I : Intervensi (cuci hidung dengan NACL 0,9 %)
OI : Observasi sinusitis setelah cuci hidung 0,9 %
1. Populasi
RSUD Sanjiwani.
2. Sampel
Adapun rumus yang digunakan rumus Slovin (Huesin, 2011) yakni ukuran
N
n=
1+ Ne2
Keterangan
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
N 50 50
n= = = = 44 reponden
2 2
1+ Ne 1 + 50 (0,05) 1.125
terjadinya drop out maka sampel ditambah 10% dari jumlah sampel
menjadi 48 responden.
dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang
37
umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan
sinusitis
penelitian.
C. Tempat Penelitian
datang ke poli THT dan belum adanya penelitian keperawatan yang berkaitan
38
sinusitis.
D. Waktu Penelitian
E. Etika Penelitian
sehingga peneliti harus memahami hak dasar manusia untuk menunjang tinggi
1. Informed concent
sajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
yang telah dikumpulkan dan dijamin kerahasiannya oleh peneliti dan hanya
1. Instrumen Penelitian
yang diberikan bernilai “1” jika jawaban item tidak, nilai “2” jika
jawaban item jarang, nilai “3” jika jawaban item sering. Tutorial
alat dan cara pengumpulan data yang baik sehingga data yang
dikumpulkan merupakan data yang valid, reliabel dan aktual. Oleh karena
penelitian perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu pada
tempat dan responden yang berbeda dengan tempat dan responden yang
diteliti.
a. Validitas
rhitung lebih besar dari rtabel berarti butir tersebut valid. Setelah
0,05 (Azwar, 2012). Hal ini berarti semua item pertanyaan adalah
b. Reliabilitas
bila fakta atau kenyataan hidup tanpa diukur atau diamati dalam
handal
1. Prosedur Administrasi
2. Prosedur Teknis
hak responden.
43
c. Lembar kuesioner diberikan pada saat pasien datang ke poli THT yang
belum diberikan cuci hidung dan saat kontrol yang sudah dilakukan
intervensi.
d. Semua data dicatat pada lembar atau format yang dibuat oleh peneliti.
H. Pengolahan Data
1. Editing
2. Coding
bernilai “1” jika jawaban item tidak, nilai “2” jika jawaban item jarang,
3. Data Entry
4. Data Cleaning
versi 17.0.
1. Analisa Univariat
tabel distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel yang bertujuan
sinusitis.
2. Analisa Bivariat
sinusitis sebelum dan setelah cuci hidung adalah Wilcoxon Signed Ranks
Test dengan tingkat kesalahan 5% yang merupakan alat uji non parametris
(Nursalam, 2013).