Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Belajar dari pengalaman pahit yang pernah dialami Indonesia pada masa

lalu, perekonomian Indonesia pada masa pra krisis dimana lebih menitikberatkan

pembangunan ekonomi yang mengarah pada perusahaan-perusahaan besar, hal ini

terbukti telah membawa perekonomian Indonesia ke jurang krisis yang semakin

mendalam. Demikian pula halnya pada waktu Indonesia mengalami krisis

moneter pada tahun 1997, dimana yang menyelamatkan perekonomian Indonesia

pada waktu itu adalah kontribusi yang terbesar berasal dari usaha kecil dan

menengah. Artinya usaha kecil dan menengah bisa dikatakan siap dan tahan

terhadap krisis ekonomi dan bisa menjadi katub pengaman bagi dampak krisis,

sebagai contoh dampak krisis seperti pengangguran dan pemutusan hubungan

kerja.

Keberadaan Usaha Kecil Menengah (UKM) sebagai bagian dari entitas

usaha nasional memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup

masyarakat melalui perluasan kesempatan kerja sehingga dapat menciptakan

lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya, cukup

terdiversifikasi dan memberikan kontribusi penting bagi ekspor serta pedangangan

Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Kementrian Koperasi dan UKM bersama

BPS menunjukkan bahwa proporsi pelaku UKM mencapai 99,98% dari total

seluruh pelaku usaha di Indonesia. Keberadaan UKM mampu menyerap tenaga

kerja nasional sebesar 96,28% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada.

1
Sedangkan kontribusi UMKM terhadap terciptanya Produk Domestik Bruto

(PDB) diatas 50%.

Usaha kecil dan menengah di Indonesia telah memainkan peran penting

dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung

pendapatan rumah tangga. Disamping itu, UKM juga merupakan salah satu

komponen utama dalam pengembangan ekonomi lokal yang mampu memberikan

kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Sektor ini cukup fleksibel

dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan

pasar.

Secara kasat mata, publik sudah mengetahui bahwa usaha kecil menengah

merupakan penampung angkatan kerja dominan. Akan tetapi, meski

keberadaannya penting, perhatian pemerintah dan masyarakat pada sektor ini

masih rendah. Hal ini terlihat dari karakteristik pelaku usaha kecil antara lain

“berpendidikan rendah, kurang modal, tidak terampil dan kurang berinovasi, dan

kurang memiliki daya saing, oleh karena itu masalah yang dihadapi pengusaha

kecil menengah lebih condong pada peningkatan kemampuan kompetensi

kewirausahaan, manajerial, inovasi dan peluang lebih besar dalam mendapatkan

dukungan permodalan (Sahabuddin, 2015).

Agar Usaha Kecil Menengah dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,

pemerintah perlu menumbuhkan iklim bagi UKM melalui penetapan peraturan

perundang-undangan dan kebijaksanaan, sebagaimana yang diatur dalam UU. No

20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil Menengah mengenai Penumbuhan Iklim

Usaha pada pasal 7 ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan

iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan

2
yang meliputi aspek : pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha,

kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang dan dukungan

kelembagaan.

Pemberdayaan UKM juga memerlukan keikutsertaan berbagai pihak

termasuk BUMN melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang

tercantum dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No : Per-05/MBU/2007

tanggal 27 April. PKBL merupakan program pembinaan Usaha Kecil dan

pemberdayaan kondisi lingkungan oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari

bagian laba BUMN. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal

sebesar 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan dan maksimal

2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Bina Lingkungan.

Bentuk program kemitraan berupa : 1) Pemberian pinjaman untuk modal

kerja dan/atau pembelian Aktiva Tetap Produktif, 2) Pinjaman khusus bagi UKM

yang telah menjadi binaan yang bersifat pinjaman tambahan dalam rangka

memenuhi pesanan dari rekanan usaha UKM Binaan, 3) Program pendampingan

dalam rangka peningkatan kapasitas UKM binaan dalam bentuk bantuan

pendidikan/pelatihan, pemagangan dan promosi. Sasaran program kemitraan ini,

yaitu dapat mengembangkan potensi pengusaha kecil sebagai mitra binaan agar

menjadi tangguh dan mandiri, meningkatkan taraf hidup masyarakat serta

mendorong tumbuhnya kemitraan antara PT Jasa Raharja (Persero) dengan

Pengusaha Kecil dan memberdayakan kondisi masyarakat disekitar wilayah usaha

kantor PT Jasa Raharja (Persero).

Menurut Hafsah (2004) banyak penelitian yang meneliti dampak program

kemitraan yang dilakukan BUMN terhadap pengembangan UKM. Namun,

3
penelitian hanya berfokus pada Program Kemitraan (PK) yang dilaksanakan

sebagai implementasi dari kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR)

perusahaan hanya sekedar memberikan permodalan kepada UKM, sering sekali

kurang menyentuh akar permasalahan komunitas yang sesungguhnya. Corporate

Social Responsibility (CSR) dianggap hanya semata-mata dilakukan demi

terciptanya reputasi perusahaan bukan demi perbaikan kualitas hidup komunitas

dalam jangka panjang.

Selanjutnya Indarti (2012) menyatakan mitra binaan belum memiliki

pengetahuan dan kemampuan untuk mengelola perusahaan secara modern,

lemahnya jiwa kewirausahaan, ketidak mampuan pemenuhan aspek pasar,

keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, ketidak mampuan informasi

sehingga sulit berkembang menjadi usaha dengan skala besar. Meskipun Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah telah menunjukkan peranannya dalam perekonomian

nasional, namun masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang

bersifat internal maupun eksternal. Hal ini diperkuat oleh kajian yang dilakukan

oleh Supriyanto (2006) menunjukkan sebagian besar UKM masih berpandangan

tradisional dalam pengelolaan usaha dan cenderung berfikiran jangka pendek.

Dari temuan tersebut terlihat adanya kesenjangan antara pengorbanan yang

dilakukan BUMN dengan sasaran yang diharapkan dari pengembangan UMKM

dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat dan pengembangan

entrepreneurship yang belum sepenuhnya bisa berjalan dengan optimal. Belum

terbinanya dengan baik semangat atau jiwa kewirausahaan dikalangan pengusaha

UKM yeng terlihat dari ketidak mampuannya dalam mengelola usaha dengan

baik, lemahnya kompetensi kewirausahaan yang dimiliki oleh para UKM,

4
lemahnya orientasi kewirausahaan, tidak memiliki daya saing, motivasi yang

kurang, takut mengambil resiko, dan lain sebagainya yang harusnya sikap seperti

itu tidak dimiliki oleh seorang entrepreneur. Seperti yang dikatakan oleh

Nitisusastro (2012) kelemahan UKM antara lain lemahnya kemampuan dan

keterampilan manajemen, kurangnya kompetisi dan daya saing dalam dunia

usaha, kurang berinovasi dan keterbatasan sumber daya.

Kondisi UKM ini menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut yang

fokus penelitian pada UKM mitra binaan BUMN untuk mengisi keterbatasan

penelitian terdahulu, meskipun penelitian sebelumnya telah melakukan penelitian

dengan objek yang sama namun fokusnya hanya di program CSR, namun belum

melihat aspek yang lebih dalam lagi berkaitan dengan masalah apa yang dihadapi

UKM karena UKM memiliki keterbatasan sumber daya yang berbeda-beda. Oleh

karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengisi gap empiris dalam konteks

UKM mitra binaan BUMN yang masih kurang mendapat tempat dalam penelitian

terdahulu.

Salah satu BUMN yang menjalankan program kemitraan tersebut adalah

PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Cabang Pekanbaru. Penelitian ini hanya

mengambil PT. Jasa Raharja (Persero) sebagai gambaran BUMN yang

menjalankan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), karena pola

penyaluran PKBL di BUMN adalah sama. Penyaluran dana kemitraan ini tersebar

di berbagai sektor perekonomian masyarakat, yaitu sektor industri, perdagangan,

pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, jasa dan lainnya. Keikutsertaan PT.

Jasa Raharja (Persero) dapat dinilai positif sebagai aset pembinaan. Berikut dana

5
yang dikucurkan untuk Program Kemitraan di PT. Jasa Raharja (Persero) kantor

cabang Pekanbaru seperti ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 1.1 : Jumlah Mitra Binaan dan Penyaluran Dana Usaha Kecil
Menengah (UKM) Mitra Binaan PT. Jasa Raharja (Persero)
Kantor Cabang Pekanbaru Tahun 2016 – 2018
Sektor & Tahun Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
Penyaluran Mitra Penyaluran Mitra Penyaluran Mitra Penyaluran
No
Sektor Binaan Dana (Rp) Binaan Dana (Rp) Binaan Dana (Rp)
1 Industri 10 100.000.000 15 115.000.000 -
2 Perdagangan 49 830.000.000 57 1.250.000.000 47 745.000.000
3 Pertanian - - - - - -
4 Perternakan - - 1 35.000.000 3 60.000.000
5 Perkebunan - - - - - -
6 Perikanan - - 2 25.0000.000 1 15.000.000
7 Jasa 19 420.000.000 26 425.000.000 19 435.000.000
8 Lain lain - - - - - -
Jumlah 78 1.350.000.000 101 1.850.000.000 70 1.255.000.000
Sumber : PT. Jasa Raharja (Persero)

Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat selama tahun 2016 – 2018 jumlah mitra

binaan dan penyaluran dana mengalami fluktuasi. Pada tahun 2016 – 2017 terjadi

kenaikan sebanyak 23 mitra binaan tetapi pada tahun 2017 – 2018 terjadi

penurunan sebanyak 31 mitra binaan.

Kenaikan jumlah mitra binaan dan penyaluran dana di tahun 2017 terjadi

karena laba yang diperoleh PT. Jasa Raharja pada tahun 2016 meningkat, dan

tingkat pembayaran angsuran pinjaman UKM lancar, namun di tahun 2017 terjadi

sedikit kemacetan pembayaran angsuran pinjaman kepada pihak PT. Jasa Raharja

sehingga kemacetan ini berdampak kepada penyaluran dana di tahun 2018.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, tingkat kemacetan dan tunggakan

pembayaran di tahun 2018 juga mengalami peningkatan. Ini menandakan bahwa

perkembangan Usaha Kecil Menengah mitra binaan PT. Jasa Raharja Pekanbaru

mengalami penurunan.

6
Guna mengantisipasi dan menghadapi permasalahan-permasalah di atas,

maka perlu dan penting sekali untuk memperhatikan kinerja usaha yang ada pada

UKM. Pengelola UKM memerlukan pemahaman lebih tentang makna pencapaian

kinerja usaha yang optimal. Kinerja usaha ini menjadi penting dikarenakan

dengan adanya kinerja usaha yang terukur dan tercatat dengan jelas, maka dapat

mengetahui perkembangan jalannya usaha yang dijalankan. Kinerja UKM dapat

diukur melalui tingkat pendapatan yang dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2 : Jumlah Pendapatan UKM Mitra Binaan Tahun 2016 - 2018
Sektor & Tahun Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
Penyaluran Mitra Pendapatan Mitra Pendapatan Mitra Pendapatan
No
Sektor Binaan (RP) Binaan (Rp) Binaan (Rp)
1 Industri 10 951.000.000 15 1.978.700.000 - -
2 Perdagangan 49 4.794.600.000 57 5.325.000.000 47 4.573.000.000
3 Pertanian - - - -
4 Perternakan - 1 150.000.000 3 544.900.000
5 Perkebunan - - - -
6 Perikanan - 2 421.500.000 1 288.000.000
7 Jasa 19 1.563.600.000 26 1.964.100.000 19 1.235.800.000
8 Lain lain - - - -
Jumlah 78 7.309.200.000 101 9.839.300.000 70 6.641.700.000
Sumber : PT. Jasa Raharja (Persero)

Berdasarkan Tabel 1.2 terlihat pendapatan UKM di tahun 2018 mengalami

penurunan dibandingkan tahun 2016 dan 2017. Hal ini menandakan kinerja UKM

di tahun 2018 masih rendah. Rendahnya kinerja UKM ini dikarenakan

ketidakmampuan untuk mengembangkan usahanya degan baik, masih lemahnya

pengetahuan mengenai akses pasar yang berdampak pada rendahnya pendapatan

yang dicapai, produk yang dihasilkan kurang inovasi dan rendahnya kemampuan

dalam membayar kewajiban jatuh tempo, sehingga masih banyak UKM mitra

binaan yang tidak menjalankan prinsip pengelolaan usaha secara benar. Hal

tersebut juga dikarenakan kecenderungan yang terjadi bahwa program kemitraan

tidak terimplementasikan secara serius sehingga mengakibatkan kinerja usaha

7
menjadi rendah dan berdampak pada penunggakan pengembalian pinjaman dana

kemitraan oleh mitra binaan.

Tambunan (2012) menyebutkan sulitnya usaha kecil menengah

meningkatkan kinerjanya disebabkan oleh berbagai faktor antara lain “kompetensi

kewirausahaan, orientasi kewirausahaan, sikap kewirausahaan, kekuatan modal,

kultur atau budaya bisnis, dan daya saing UMKM”.

Pratomo (2015) menyatakan kompetensi wirausaha merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi kinerja UKM. Kompetensi ini dasarnya terbagi dua

bagian. Pertama mencakup unsur-unsur yang berkaitan dengan latar belakang

pengusaha seperti sifat, kepribadian, sikap, citra diri, dan perasaan sosial. Kedua,

bagian yang melibatkan komponen yang biasanya dapat dipelajari dari teori dan

praktek seperti keterampilan, pengalaman dan pengetahuan. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa kompetensi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap

keunggulan bersaing dan kinerja UKM.

Rendahnya kompetensi kewirausahaan yang dihadapi oleh pelaku UKM

merujuk pada situs resmi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

(2005-2010) mengungkapkan sebagai berikut :

1) SDM yang terlibat dalam UKM belum banyak yang berkualifikasi

handal dan profesional, utamanya pula di bidang kewirausahaan.

Pengusaha pada umumnya belum memiliki kemampuan bagaimana

memunuhi permintaan pasar yang menuntut kestabilan mutu, jumlah

pesanan yang besar, layanan antar yang cepat dan tepat waktu.

2) Kemampuan dan agresivitas mengakses pasar para pengusaha UKM

masih terbatas.

8
3) Produk-produk UKM kebanyakan masih belum mempunyai daya

tembus kepasar dunia/ekspor.

4) Penguasaan teknologi dan wawasan orientasi mutu pada sebagian

besar pelaku usaha kecil menengah masih terbatas, termasuk daya

inovasinya. Teknologi produksi yang digunakan kebanyakan masih

tergolong sederhana/tradisional.

5) Kemampuan permodalan masih terbatas, dan kemampuan mengakses

sumber-sumber dana/permodalan juga terbatas, lemahnya kemampuan

dalam mengelola modal antara lain masalah kolateral, biaya promosi

penjualan (pameran, brosur, biaya pengujian, mutu, pengiriman sampel

dan sebagainya).

Rendahnya kompetensi kewirausahaan yang dimiliki oleh pelaku UKM

yang dilihat dari terbatasnya kapasitas UKM untuk mengakses permodalan,

lemahnya UKM untuk mengelola keuangan, teknologi informasi, pasar dan faktor

produksi lainnya. Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan kendali

mutu disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan

teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan sehingga para pelaku UKM

tidak mampu bersaing dengan para pesaingnya sehingga menyebabkan kinerja

UKM yang terjadi dalam penelitian Baron (2003).

Sedangkan dalam penelitiaan Sembiring (2012) menyatakan walaupun

UKM lebih mampu bertahan menghadapi krisis, kelompok usaha ini menghadapi

berbagai permasalahan yang mendasar yang menyebabkan rendahnya kinerja dan

perkembangan usaha tersebut. Permasalahan yang dihadapi UKM pada umumnya

adalah kurangnya kompetensi kewirausahaan yang dimiliki oleh pemilik usaha

9
maupun karyawannya. Kompetensi yang dimiliki sebagai acuan awal tentang

bagaimana cara memulai usaha berdasarkan pengetahuan, baik pengetahuan

formal maupun informal, serta bagaimana mencapai keberhasilan berwirausaha

dengan memanfaatkan jaringan usaha, bagaimana kemampuan untuk mengelola

modal yang ada.

Lupiyoadi (2007) menyatakan dari banyaknya masalah yang dihadapi oleh

UKM yang menunjukkan kelemahan kinerja usaha yang dampaknya sangat

dirasakan dalam perkembangan atau kemajuan dan kelangsungan usaha

disebabkan oleh kompetensi yang dimiliki sangat terbatas, kurang memiliki

kemampuan dalam perencanaan, pengorganisasian, pengerahan sumber daya

fungsi kontrol yang tidak berjalan dengan baik, sehingga pada akhirnya keputusan

yang diambil memiliki banyak kelemahan.

Menurut Jones & George (2003) secara umum kompetensi dapat dibagi

atas kompetensi yang terkait dengan conceptual skill, human skill dan tehnical

skill. Kinerja UKM sekarang dan mendatang tergantung pada kompetensi

pemimpin yang efektif dikombinasikan dengan kompetensi tenaga kerjanya.

Identifikasi kompetensi akan memungkinkan UKM memenuhi kepentingan masa

datang. Kompetensi demikian dibutuhkan oleh semua pimpinan baik pimpinan

usaha besar, pimpinan usaha menengah maupun pimpinan usaha kecil.

Kompetensi karyawan tetap diperlukan, tetapi kompetensi pemilik sebagai

pimpinan lebih dominan menentukan keberhasilan usaha bisnis.

Fenomena yang diamati terkait kompetensi kewirausahaan UKM Mitra

Binaan PT. Jasa Raharja Pekanbaru, yaitu : (1) UKM memiliki keterbatasan

dalam mengakses informasi pasar, keterbatasan jangkauan pasar, keterbatasan

10
jejaring kerja, dan keterbatasan mengakses lokasi usaha yang strategis, kurang

memiliki informasi yang lengkap dan rinci terkait pasar mana saja yang bisa

ditembus oleh produk/jasa yang dihasilkan. (2) UKM memiliki keterbatasan

dalam mengelola keuangan, sulit untuk memisahkan keuangan pribadi dengan

keuangan perusahaan, (3) keterbatasan kemampuan untuk mengakses sumber-

sumber dana/permodalan. UKM sangat sulit untuk memenuhi kriteria 5-C

(character, condition of economy capacity to repay, capital, collateral) yang

merupakan aturan/mekanisme baku perbankan dalam penyaluran kredit untuk

membiayai usaha dan permodalan sehingga mereka sangat sulit untuk bankable

dalam jangka panjang.

Kelemahan demikian hampir merata dialami oleh sektor ini, akibatnya

usaha kecil menengah kurang maksimal dalam mencapai hasilnya dan kurang

memiliki daya saing. Bila dilihat lebih jauh, akar permasalahan di atas berawal

dari ketidak mampuan sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi atau

lemahnya kompetensi yang dimiliki oleh sumber daya usaha kecil menengah

termasuk kompetensi pimpinannya.

Selain dituntut untuk memiliki kompetensi kewirausahaan agar dapat

bertahan dan unggul dalam persaingan, seorang pengusaha juga harus memiliki

orientasi kewirausahaan. Porter (1980) menyatakan orientasi kewirausahaan

sebagai strategi benefit perusahaan untuk dapat berkompetisi secara lebih efektif

di dalam market place yang sama. Orientasi kewirausahaan mengacu pada proses,

praktik, dan pengambilan keputusan yang mendorong ke arah input baru dan

mempunyai tiga aspek kewirausahaan, yaitu (a) selalu inovatif, (b) bertindak

secara proaktif, dan (c) berani mengambil resiko. Inovatif mengacu pada suatu

11
sikap wirausahawan untuk terlibat secara kreatif dalam proses percobaan terhadap

gagasan baru yang memungkinkan menghasilkan metode produksi baru sehingga

menghasilkan produk baru, baik pasar sekarang atau pasar yang akan datang.

Meskipun demikian, potensi yang dimiliki UKM tidak diimbangi dengan

kemampuan untuk bersaing. Tambunan (2012) mengungkapkan suatu fakta

bahwa daya saing yang rendah dari UKM menyebabkan kelompok ini mengalami

kesulitan dalam meningkatkan outputnya. Beberapa peneliti menjelaskan bahwa

ketidakmampuan UKM dalam meningkatkan daya saing dan kinerjanya

disebabkan karena UKM memiliki berbagai keterbatasan, seperti kurangnya

kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan, kurang cekatan dalam

peluang-peluang usaha, kurangnya kreativitas dan inovasi dalam mengantisipasi

berbagai tantangan lingkungan. Beberapa hasil penelitian dari literatur

kewirausahaan menunjukkan bahwa orientasi kewirausahaan lebih signifikan

mempunyai kemampuan inovasi dari pada yang tidak memiliki kemampuan

dalam kewirausahaan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Silviasih (2016) menyatakan orientasi

kewirausahaan sebagai orientasi untuk menjadi yang pertama dalam hal inovasi di

pasar, memiliki sikap untuk mengambil resiko, dan proaktif terhadap perubahan

yang terjadi dipasar. UKM yang memiliki orientasi kewirausahaan yang kuat akan

memiliki kemampuan untuk melakukan inovasi lebih kuat dibandingkan

perusahaan lain. UKM yang memiliki orientasi kewirausahaan yang kuat, akan

lebih berani untuk mengambil resiko dan tidak cuma bertahan pada strategi masa

lalu. Pada lingkungan dinamis seperti saat ini, orientasi kewirausahaan jelas

merupakan hal yang penting bagi kelangsungan hidup perusahaan mampu

12
meningkatkan kinerjanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Valeria

(2013) menyatakan orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap kinerja

bisnis. Namun penelitian Silviasih, dkk (2016) menyatakan orientasi

kewirausahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja usaha.

Orientasi wirausaha yang ada pada UKM Mitra Binaan PT. Jasa Raharja

Kantor Cabang Pekanbaru juga belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan

minimnya keberanian mereka untuk pengambilan resiko dalam membuat atau

mengeluarkan desain hasil pemikiran sendiri untuk produk mereka yang akan

disebar ke pasaran. Hal ini jelas akan mengganggu kinerja usaha mereka, karena

mereka tidak memiliki keunggulan yang menjadi daya saing dibanding produk

lain.

Guna pencapaian kinerja UKM yang optimal dalam persaingan usaha,

UKM dituntut untuk memiliki orientasi yang jelas dalam kegiatan usahanya.

Orientasi tersebut dapat berupa hal yang mengarah ke kewirausahaan, orientasi ke

pasar, atau inovasi dan lain sebagainya yang jelas-jelas harus memiliki daya saing

tersendiri dibandingkan dengan produk yang sejenis dari UKM di daerah lain.

Dengan selalu berubahnya selera konsumen, maka perubahan pola usaha

UKM pun perlu untuk melakukan segala adaptasi agar tidak ditinggalkan

konsumennya. Oleh karena itu, diantara banyak faktor atau variabel yang

mempengaruhi kinerja usaha, penelitian ini akan memfokuskan pada variabel

orientasi kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan apakah benar variabel-

variabel tersebut dapat mempengaruhi kinerja usaha pada UKM.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor Yang

13
Mempengaruhi Kinerja UKM Mitra Binaan PT. Jasa Raharja Kantor Cabang

Pekanbaru”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan maka untuk mempermudah

analisis penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh dan signifikan kompetensi kewirausahaan dan

orientasi kewirausahaan terhadap kinerja UKM?

2. Bagaimana pengaruh dan signifikan kompetensi kewirausahaan terhadap

kinerja UKM ?

3. Bagaimana pengaruh dan signifikan orientasi kewirausahaan terhadap

kinerja UKM?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah penelitian yang telah diuraikan di atas,

maka penelitian bertujuan :

1. Untuk mengetahui pengaruh dan signifikan kompetensi kewirausahaan

dan orientasi kewirausahaan terhadap kinerja UKM.

2. Untuk mengetahui pengaruh dan signifikan kompetensi kewirausahaan

terhadap kinerja UKM.

3. Untuk mengetahui pengaruh dan signifikan orientasi kewirausahaan

terhadap kinerja UKM.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu manfaat praktisi dan

manfaat teoritis.

14
1) Manfaat Teoritis

Untuk manfaat teoritis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah wawasan dan pengetahuan penulis. Serta melengkapi bahan

referensi penelitian selanjutnya dalam rangka menambah khasanah

akademi sehigga berguna untuk pengembangan ilmu. Disamping itu,

penelitian ini merupakan salah satu wujud dari aplikasi teori serta

penerapan ilmu manajemen strategi yang telah penulis dapatkan selama

perkuliahan.

2) Manfaat Praktisi

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan

pertimbangan masukan bagi manajemen PT. Jasa Raharja dalam

mengambil kebijakan untuk peningkatan mitra binaan UKM.

15

Anda mungkin juga menyukai