PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
TEMA:
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU
MELALUI SUTAINABLE PEDAGOGY IN
MATHEMATICS EDUCATION
ISBN: 978-602-97671-7-7
ii
______________________________________ Seminar Nasional Pendidikan Matematika
Tema : Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Sutainable Pedagogy in Mathematics Education
EDITOR
PENATA LETAK
DESAIN COVER
TEBAL BUKU
253 + x
PENERBIT
FKIP
Laman: http://matematika.fkip.unsyiah.ac.id/
Cetakan Pertama
ISBN: 978-602-97671-7-7
iii
______________________________________ Seminar Nasional Pendidikan Matematika
Tema : Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Sutainable Pedagogy in Mathematics Education
Tiada ucapan yang lebih pantas disampaikan kecuali puji dan syukur
kepada Allah S.W.T, karena hanya atas ridho-Nya kegiatan “Seminar Nasional
Pendidikan” sesuai dengan waktu yang direncanakan. Seminar ini akan menjadi
kegiatan rutin dimasa yang akan datang (setiap tahun) di FKIP Unsyiah.
Pada kesempatan yang baik ini, kami sampaikan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada Rektor Unsyiah, Dekan FKIP Unsyiah, para tamu undangan,
para donatur, dan seluruh peserta seminar, atas segala partisipasi dan bantuannya.
Rasa bangga dan terimakasih juga kami sampaikan kepada seluruh anggota
panitia yang telah bekerja keras, bahu membahu untuk menyukseskan acara ini.
Akhirnya kami mengucapkan selamat mengikuti seluruh rangkaian seminar,
semoga bermanfaat.
Ttd Ttd
iv
______________________________________ Seminar Nasional Pendidikan Matematika
Tema : Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Sutainable Pedagogy in Mathematics Education
Yang paling utama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah
SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya kita dapat bertemu di forum "Seminar
Nasional Pendidikan" dalam kondisi sehat jiwa dan raga. Tema seminar ini adalah
“Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Sutainable Pedagogy in Mathematics
Education”. Tema tersebut sangatlah urgen dan up to date saat ini dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya di Provinsi Aceh dan umumnya di
Indonesia.
Saya selaku ketua program studi begitu gembiranya melihat antusias para
panitia, dan para praktisi matematika, para alumni dan sarjanawan matematika
dari berbagai instansi beserta partisipasi dari gabungan beberapa jurusan PPG
SM-3T yang ikut ambil bagian dalam mensukseskan acara Seminar Nasional
Pendidikan Matematika (SemNaspendMat 2014).
Penelitian dan pengembangan yang terkait dengan dunia pendidikan harus
terus digalakkan dan dikomunikasikan kepada semua stakeholder. Karenanya,
upaya mengundang keynotespeaker, baik dari tingkat internasional dan nasional
pun kami tempuh untuk menyemarakkan Senimar Nasional ini.
Pada kesempatan ini saya juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada;
Rektor Unsyiah yang telah memberikan arahan dan berkenan membuka seminar
ini; Bapak Dekan FKIP Unsyiah, Ibu Prof. Dr. Munirah Ghazali, Ibu Prof. Dr.
Fatimah Saleh, dan Ibu Dr. Rahmah Johar, M.Pd. sebagai keynotespeaker pada
seminar ini. Saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada penyelenggara dan seluruh panitia yang terlibat dalam
merancang kegiatan tersebut, atas upaya kreatif yang cukup mendasar sehingga
pelaksanaannya cukup mengesankan.
Demikianlah sambutan saya, mudah-mudahan Seminar Nasional
Pendidikan Matematika kali ini berjalan dengan baik dan lancar serta memberikan
pemikiran-pemikaran segar bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di Aceh.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
Ketua Program Studi
Matematika FKIP Unsyiah
Ttd
v
______________________________________ Seminar Nasional Pendidikan Matematika
Tema : Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Sutainable Pedagogy in Mathematics Education
DAFTAR ISI
HAL
A. KATA PENGANTAR
vi
______________________________________ Seminar Nasional Pendidikan Matematika
Tema : Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Sutainable Pedagogy in Mathematics Education
vii
______________________________________ Seminar Nasional Pendidikan Matematika
Tema : Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Sutainable Pedagogy in Mathematics Education
viii
______________________________________ Seminar Nasional Pendidikan Matematika
Tema : Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Sutainable Pedagogy in Mathematics Education
ix
______________________________________ Seminar Nasional Pendidikan Matematika
Tema : Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Sutainable Pedagogy in Mathematics Education
x
Model-Model Pembelajaran Berdasarkan Kurikulum 2013
untuk Mengembangkan Kompetensi Matematis
dan Karakter Siswa
Rahmah Johar
Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Email: rahmahjohar@fkip.unsyiah.ac.id
Abstrak. Salah satu dasar perubahan kurikulum di Indonesia menjadi kurikulum 2013
adalah karena tuntutan untuk megembangkan kompetensi dan karakter siswa. Oleh
karena itu guru perlu merancang tahap-tahap pembelajaran yang mengacu pada model
pembelajaran inovatif, seperti Discovery Learning (DL), Problem-Based Learning
(PBL), dan Project-Based Learning (PjBL). Namun hal ini tidak mudah bagi sebagian
besar guru karena sudah terbiasa menerapkan tahap-tahap pembelajaran langsung
(Direct instruction), sehingga kompetensi matematis dan karakter siswa kurang
berkembang. Makalah ini membahas model Discovery Learning (DL), Problem-Based
Learning (PBL), dan Project-Based Learning (PjBL), contoh penerapannya dalam
pembelajaran matematika, untuk mengembangkan kompetensi matematis dan karakter
siswa.
Kata kunci : Discovery Learning (DL), Problem-Based Learning (PBL), dan Project-Based
Learning (PjBL), kurikukulm 2013, kompetensi matematis, karakter
1. Pendahuluan
Kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan proses
berkembangnya kualitas potensi peserta didik tersebut. Kurikulum 2013 dikembangkan
berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta
didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah; (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang
demokratis, bertanggung jawab. Dengan demikian, aspek karakter religious, karakter sosial,
pengetahuan, dan keterampilan menjadi fokus dari kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2014).
Untuk mencapai tujuan kurikulum 2013 di atas, Permendikbud No. 81A tahun 2013 mengatur
bahwa proses pembelajaran pada kurikulum 2013 hendaknya terdiri atas lima pengalaman
belajar yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan, yang disingkat dengan 5M. Pengalaman belajar ini dikenal dengan
pendekatan saintifik. Kemendikbud (2014) memperjelas bahwa model pembelajaran yang
diterapkan untuk melaksanakan pendekatan saintifik diantaranya adalah Discovery Learning
(DL), Problem-Based Learning (PBL), dan Project-Based Learning (PjBL).
Makalah ini membahas hakikat belajar matematik, penerapan DL, PBL, dan PjBL dalam
pembelajaran matematika dan kaitannya dengan pengembangan kompetensi matematis dan
karakter siswa.
2. Tinjauan Pustaka
Van de Walle (2007) menjelaskan bahwa matematika adalah ilmu tentang pola dan urutan.
Oleh karena itu mengerjakan matematika artinya menemukan dan mengungkap keteraturan
atau urutan. Pola tidak hanya terdapat pada bilangan dan persamaan, tetapi juga berada pada
setiap sesuatu di sekeliling kita. Dunia penuh dengan pola dan urutan: di alam, dalam seni,
dalam bangunan, dalam music, dan lain-lain. Pola dan urutan juga ditemukan dalam
perdagangan, sains, obat-obatan, pabrik, dan sosiologi. Matematika menyelidiki pola ini,
member arti, dan emnggunakannya dalam berbagai cara yang menarik, untuk memperbaiki dan
memperluas kehidupan kita. Sekolah harus membantu anak-anak dalam proses penyelidikan
tersebut.
Dikaitkan dengan ide Freudenthal sebagai tokoh Pendidikan Matematika Realistik, dia
menjelaskan bahwa dalam pendekatan realistik, matematika dipandang sebagai aktivitas
manusia. Maksudnya, matematika dipandang sebagai aktivitas menyelesaikan masalah,
mencari masalah, dan aktivitas dalam mengorganisasikan materi pelajaran. Masalah ini bisa
berasal dari realitas yang telah diatur/diorganisasikan sesuai dengan pola-pola matematika.
Dapat juga berasal dari diri sendiri atau orang lain, baru atau lama yang telah diorganisasikan
menurut ide baru untuk pemahaman yang lebih baik dalam konteks yang lebih luas (dalam
Gravemeijer, 1994). Jadi, belajar matematika dimaksudkan sebagai mengerjakan matematika,
dimana menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari sebagai bagian utamanya. Variasi
dari masalah kontekstual ini diintegrasikan dalam kurikulum dari awal. Oleh karena itu, fokus
utama pendidikan matematika bukan hanya hasil (produk), tetapi juga proses memperoleh hasil
(Johar, 2006).
Untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat menggunakan matematika dalam berbagai
konteks, asesemen internasional, yaitu PISA Program for International Student Assessment)
menilai kemampuan siswa berkaitan dengan literasi matematika (mathematics literacy),
sebagai akibat dari belajar matematiks. Literasi atau melek matematika didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang individu merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika
dalam berbagai konteks. Termasuk di dalamnya bernalar secara matematis dan menggunakan
konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika dalam menjelaskan serta memprediksi fenomena.
Dengan demikian literasi matematika membantu seseorang untuk mengenal peran matematika
dalam dunia dan membuat pertimbangan maupun keputusan yang dibutuhkan sebagai warga
negara (OECD, 2010).
Dengan demikian pengetahuan dan pemahaman tentang konsep matematika sangatlah penting,
tetapi lebih penting lagi adalah kemampuan untuk mengaktifkan literasi matematika itu untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari (Johar 2013).
Salah satu cara mewujudkan tujuan belajar matematika di atas adalah dengan menerapkan
model-model pembelajaran seperti yang disarankan oleh kurikulum 2013, yaitu Discovery
Learning (DL), Problem-Based Learning (PBL), dan Project-Based Learning (PjBL).
Istilah discovery learning (belajar penemuan) diungkapkan pertama kali oleh Bruner yang
berlawanan dengan reception learning (belajar penerimaan). Baik discovery learning maupun
rote learning bisa bermakna atau hafalan tergantung pada dikaitkan atau tidaknya pengetahuan
baru dengan struktur kognitif siswa (Kirschner, Sweller, and Clark (2004). Alfieri et. al (2011)
menjelaskan bahwa €many literature suggests that discovery learning occur whenever the
learner is not provided with the target information or conceptual understanding and must find
it independently and with only provided materials€. Maksudnya, banyak literatur menjelaskan
bahwa discovery learning terjadi ketika siswa bukan sebagai target informasi atau pemahaman
konseptual melainkan siswa yang menemukannya secara independen dengan menggunakan
material yang disediakan.
Kemendikbud (2014) menjelaskan bahwa prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery
Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam
bentuk final akan tetapi siswa sebagai siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin
diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau
membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk
akhir. Syah (2004) menjelaskan fase (syntax) model discovery learning adalah sebagai berikut.
1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
3. Data collection (pengumpulan data)
4. Data processing (pengolahan data)
5. Verification (pembuktian)
6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Contoh peneapan discovery learning berikut dikembangkan dari Buku Matematika Kelas VII
edisi revisi (Kemendikbud, 2014), sebagai berikut.
Apersepsi :
Mengingat kembali materi tentang bilangan ganjil, bilangan genap, siswa
diminta menyebutkan ciri-cirinya
Motivasi :
Memotivasi siswa dengan cara menunjukkan gambar berkaitan dengan
susunan benda-benda ciptaan Tuhan dan buatan manusia yang giat
menuntut ilmu.
???
Pola bilangan
Pola ke Banyaknya bola
x1x2
1 1
x2x3
2 3
x3x4
3 6
...
4 ...
...
5 ...
5. Verification Tuliskan dugaanmu tentang banyak bola, lalu diskusikan, mengapa banyak
(pembuktian) bola pada pola ke-n adalah Un = ½ x n x (n+1) dengan mengisi tabel pada
LKS
6. Generalization Siswa menarik kesimpulan tentang banyak bola pada suku ke-n
(menarik
kesimpulan/
generalisasi)
n+1
n
Pola ke- n adalah = × × ( + 1)
Dengan menggunakan rumus pola yang sudah ditemukan diatas, kita dapat
menentukan pola ke-10, yaitu = × 10(11) = 55
Mengkomunikasikan
Beberapa kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka, kelompok
lain menanggapi
Siswa mengerjakan soal tes individu
Penutup
Guru membimbing siswa menyimpulkan tentang pola bilangan
Setiap kelompok diberikan penghargaan berdasarkan keberhasilan
belajar kelompoknya.
Guru mengajukan pertanyaan refleksi, misalnya
- Bagaimana komentarmu tentang pelajaran hari ini?
- Aktivitas mana yang sudah dan belum kuasai?
- Bagaimana saranmu tentang proses pembelajaran berikutnya?
Guru menginformasikan bahwa pertemuan selanjutnya akan membahas
tentang menentukan pola bilangan lanjutan
Siswa mengerjakan tugas projek halaman 81 buku siswa (di rumah)
Pembelajaran diakhiri dengan penyampaian pesan moral berkaitan
dengan pola bilangan
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL)
Arends (2008) menyatakan bahwa Problem Based Learning (PBL), berusaha untuk
memandirikan siswa. Tuntutannya adalah guru mendorong dan mengarahkan siswa untuk
bertanya dan mencari solusi sendiri masalah nyata, dan siswa menyelesaikan tugas-tugas
dengan kebebasan berpikir dan dengan dorongan inkuiri terbuka. Problem Based Learning
(PBL) juga sering disebut Problem Based Instruction. Menurut Nur (2011) ciri khas
sebagai berikut.
1. Mengajukan pertanyaan atau masalah
PBL menekankan pada mengorganisasikan pembelajaran di sekitar pertanyaan-pertanyaan
atau masalah-masalah yang penting secara sosial dan bermakna secara pribadi bagi siswa.
Pelajaran diarahkan pada situasi kehidupan nyata, menghindari jawaban sederhana, dan
memperbolehkan adanya keragaman solusi beserta argumentasinya.
2. Berfokus pada interdisiplin
Meskipun PBL dapat berpusat pada mata pelajaran tertentu (sains, matematika, IPS)
namun solusinya menghendaki siswa melibatkan banyak mata pelajaran.
3. Penyelidikan otentik
PBL menghendaki siswa menggeluti penyelidikan otentik dan berusaha memperoleh
pemecahan nyata terhadap masalah nyata, seperti mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengupulkan dan menganalisis
informasi, melaksanakan eksperimen (jika diperlukan), dan membuat kesimpulan.
4. Menghasilkan karya nyata dan memamerkan
PBL menghendaki siswa menghasilkan produk dalam bentuk karya nyata dan
memamerkannya. Produk ini mewakili solusi-solusi mereka, misalnya skrip sinetron,
sebuah laporan, modul fisik, rekaman video, atau program komputer
5. Kolaborasi
Seperti pembelajaran kooperatif, PBL juga ditandai oleh siswa yang bekerja sama dengan
siswa lain.
Selain ciri yang di atas, PBL menurut Nur (2011) juga dimaksudkan untuk membantu siswa
berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar peran-peran penting yang biasa dilakukan
oleh orang dewasa.
Gallagher, Stephien, Sher & Workman (dalam Chin and Li-Gek, tanpa tahun) menjelaskan
bahwa PBL where students generate their own problems which are often realistic, ill-
structured and precede learning. Maksudnya, dalam PBL siswa membangun masalah mereka
sendiri yang realistik, ill-structured, dan mendahului materi pelajaran. Selanjutnya dijelaskan
bahwa ill-structured problems are those where (a) the initial situations lack all the information
necessary to develop a solution, (b) there is no single right way to approach the task of
problem solving, (c) as new information is gathered the problem definition change, and (d) the
students will never be 100% sure that they have made the correct selection of solution options.
Dalam pembelajaran guru harus terlebih dahulu menetapkan tujuan pembelajaran sehingga
tujuan itu dapat dikomunikasikan dengan jelas kepada siswa. Setelah guru menetapkan tujuan
kemudian guru harus merancang situasi masalah yang sesuai dengan materi. Situasi masalah
yang baik seharusnya autentik, mengandung teka-teki, dan tidak terdefinisikan dengan ketat,
memungkinan kerja sama, bermakna bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan kurikulum
(Johar, Hanum, dan Nurfadhilah, 2006).
Arends (2001) mengemukakan lima ciri utama pembelajaran berdasarkan masalah yaitu
pengajuan masalah atau pertanyaan, keterkaitannya dengan disiplin ilmu lain, penyelidikan
yang autentik, menghasilkan dan memamerkan hasil karya, dan kolaborasi. Arends (1997)
mengemukakan tahapan-tahapan/fase dalam PBL seperti pada tabel berikut :
Tabel 2. Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Tahap Tingkah Laku Guru
1. Orientasi siswa kepada Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
masalah yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya.
2. Mengorganisasi siswa untuk Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan
belajar tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
3. Membimbing penyelidikan Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
individual maupun kelompok sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
4. Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
menyajikan hasil karya karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
5. Menganalisis & mengevaluasi Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
proses pemecahan masalah terhadap penyelidikan mereka&proses-proses yg mereka
gunakan
Schneiderman et al dalam Edu Tech Wiki, membedakan PBL dengan PjBL sebagai berikut,
‚ project-based learning focuses mostly on a production model. Students start by defining the
purpose of creating the end-product, identify their audience, they research the topic, design the
product, do the project management, solve the problems that arise and finish the product
followed by a self-evaluation and reflection. So, the driving force is the end-product, but the
key to success is the skills acquired during it€s production. In that sense, Project-Based
Learning is a broader category than the Problem-based Learning. DEngan demikian dapat
disimpulkan bahwa PjBL lebih focus pada menghasilkan produk, sehingga PjBL lebih luas dari
PBL.
Lebih jelas, persamaan dan perbedaan Problem-based Learning dan Project-based Learning
dapat dilihat pada gambar berikut.
Kompetensi Matematika
Kompetensi matematika yang dimaksud dalam makalah ini adalah kemampuan yang
hendaknya dimiliki oleh siswa berdasarkan prinsip NCTM (2000), yaitu kemampuan
memecahkan masalah (problem solving), bernalar dan membuktikan (reasoning and proof),
berkomunikasi (communication), dan koneksi (connection)
Problem solving-it means solving the non-routine problem or context problem- is a primary
goal of mathematics teaching and learning and is considered to be the essence of mathematics
(NCTM, 2000). Maksudnya, problem solving sebagai soal non rutin atau masalah kontekstual
merupakan tujuan utama dalam pembelajaran matematika. Selanjutnya Sumarmo (2012)
menjelaskan bahwa Pemecahan masalah sebagai kegiatan yang meliputi:
a) Mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah
b) Membuat model matematik dari suatu masalah dan menyelesaikannya.
c) Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di
luar matematika
d) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa
kebenaran hasil atau jawaban
e) Menerapkan matematika secara bermakna
However, some students fail in solving problems typically defined as non-routine and teachers
encounter difficulties in supporting the development of the students€ problem-solving
competency (Kolovou, et al. 2009, Johar 2011). Maksudnya, beberapa siswa gagal dalam
menyelesaikan masalah non rutin dan guru berudaha membantu kesulitan siswa dengan
memberikan dorongan untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam memecahkan masalah.
The teacher has to play an active role in orchestrating productive whole-class discussions and
in selecting framing mathematics issues - context problem - as topics discussion (Gravemeijer,
2010, Gravemeijer and Cobb, 2006). The teacher not only asks the student to •explain your
strategy€but also •show how you got your answer€(van den Heuvel-Panhuizen, 1996).
Peressini (1999, 156) menyatakan bahwa penalaran matematika memainkan peranan yang
sangat penting dalam proses berpikir meliputi:
- mengumpulkan data
- membuat konjektur
- membangun generalisasi
- membangun argument
- menggambarkan (menvalidasi) konklusi logis tentang sejumlah ide dan keterkaitannya
Sumarmo (2012) menjelaskan bahwa secara garis besar penalaran dapat digolongkan dalam
dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai
penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati. Nilai
kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah. Beberapa kegiatan yang
tergolong pada penalaran induktif di antaranya adalah:
a) Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan
pada yang kasus khusus lainnya.
b) Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses
c) Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati
d) Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan: interpolasi dan ekstrapolasi
e) Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada
f) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur
Pada umumnya penalaran transduktif tergolong pada kemampuan berpikir matematik tingkat
rendah sedang yang lainnya tergolong berpikir matematik tingkat tinggi.
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai
kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya
bersama-sama. Penalaran deduktif dapat tergolong tingkat rendah atau tingkat tinggi. Beberapa
kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif di antaranya adalah:
a) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.
b) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen,
membuktikan, dan menyusun argumen yang valid
c) Menyusun pembukltian langsung, pembukltian tak langsung dan pem-buktian dengan
induksi matematika.
Kemampuan pada butir a) pada umumnya tergolong berpikir matematik tingkat rendah, dan
kemampuan lainnya tergolong berpikir matematik tingkat tinggi.
NCTM (2000) menjelaskan bahwa komunikasi adalah bagian yang esensial dari matematika
dan pendidikan matematika sebagai suatu cara membagi ide dan mengklarifikasi pemahaman.
Kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematik menurut NCTM (2000) dan Sumarmo
(2012) diantaranya adalah:
a) Menyatakan suati situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea,
atau model matematik
b) Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan
c) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika
d) Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis
e) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri
Kegiatan yang tergolong pada koneksi matematik menurut NCTM (2000) dan Sumarmo (2012)
diantaranya adalah:
a) Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur.
b) Memahamai hubungan antar topik matematika.
c) Menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehar-hari.
d) Memahami representasi ekuivalen suatu konsep.
e) Mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam represntasi yang ekuivalen.
Menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik di
luar matematika.
Respon guru sangat penting dalam mengembangkan karakter siswa. Respon yang bersifat
kritik yang merendahkan atau menjatuhkan siswa merupakan suatu hal yang harus dihindari.
Pemberian pujian merupakan suatu pemberian respon yang efektif, tetapi perlu diperhatikan
pemberian pujian tersebut haruslah sungguh-sungguh berarti bagi siswa. Pemberian pujian
yang berlebihan dan tidak pada tempatnya akan membuat pujian itu tidak bermakna bagi siswa
(Marliyah dkk, 2004). Pujian yang diberikan secara tepat akan membuat siswa termotivasi
untuk melakukan yang terbaik (Wright, 2002). Sebagai seorang guru (dalam
http://ideguru.wordpress.com/2010/04/11/ tips-menumbuhkan-percaya-diri-anak/) dijelaskan
bahwa guru perlu menahan diri untuk cepat-cepat turun tangan membantu anak melakukan
sesuatu. Membantu boleh-boleh saja, tapi tidak berarti mengambil alih atau langsung ikut
campur tangan tanpa dimintanya. Doronglah dia untuk tidak terlalu gampang mengatakan,
‚Saya tidak bisa,ƒ ‚Saya tak pernah akan bisa,ƒ atau ‚Saya memang bodoh.ƒ Dengarkan siswa
dan dorong dia untuk berpikir mandiri. Belajar mempertahankan diri sendiri memerlukan
kekuatan besar.
Untuk mendorong kreativitas siswa dalam matematika, guru perlu memberikan soal-soal
terbuka/open-ended (Johar dkk, 2006) dan soal yang berbentuk problem solving (Johar dan
Afrina, 2011).
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Discovery
Learning (DL), Problem-Based Learning (PBL), dan Project-Based Learning (PjBL), sangat
berpotensi untuk mengembangkan kompetensi matematika dan karakter siswa. Karakter yang
dimaksud seperti kreatif, memiliki rasa ingin tau, demokratis, percaya diri, kerjasama, dan
tanggung jawab. Selain itu kompetensi matematis siswa seperti kemampuan memecahkan
masalah (problem solving), bernalar dan membuktikan (reasoning and proof), berkomunikasi
(communication), dan koneksi (connection) juga dapat ditingkatkan.
Untuk itu, guru perlu memfasilitasi siswa dengan cara mendesain permasalahan dan aktivitas
agar dapat menerapkan model Discovery Learning (DL), Problem-Based Learning (PBL), dan
Project-Based Learning (PjBL) untuk meningkatkan
Daftar Pustaka
Arends, Richard I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: Mc Graw-Hill
Alfieri, L., Brooks, P. J., Aldrich, N. J., and Tenenbaum, H. R. (2011) Does Discovery-Based
Instruction Enhance Learning? Journal of Educational Psychology. Vol. 103. 1 p. 1-18.
Nur, Mohamad (2011) Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Pusat Sains dan
Matematika Sekolah.
Johar, Rahmah (2006) Pendidikan Matematika Realistik: Pendekatan Baru dalam Pembelajaran
Matematika dalam Jurnal €Wacana• FKIP Unsyiah, ISSN 0853-3571, Vol. 5 No. 1
Tahun 2006.
Johar, Rahmah; Hanum, Latifah; Nurfadhilah, Cut (2006) Strategi Belajar Mengajar. Modul.
FKIP Unsyiah.
Johar, Rahmah and Afrina, Marisa (2011) The Teachers€ Efforts to Encourage the Students€
Strategies to Find the Solution of Fraction Problem in Banda Aceh. Proceeding of
International Congress for School Effectiveness and Improvement. Cyprus, 4-7 Januari
2011.
Johar, Rahmah (2012). Upaya Guru Mengembangkan Karakter Siswa melalui Pembelajaran
Matematika dengan Pendekatan Realistik. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan
Terapan (SimanTap). Medan, 28-29 November 2012.
Johar, Rahmah (2013). Domain Soal Pisa untuk Literasi Matematika. Jurnal Peluang. Vol 1.
No. 1 Oktober 2012.
Kolovou, A., Van den Heuvel-Panhuizen, M., & Bakker, A. (2009) Non-Routine Problem
Solving Tasks in Primary School Mathematics Textbooks „ A Needle in a Haystack.
Mediterranean Journal for Research in Mathematics Education 8 (2), 31-69.
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston VA: NCTM
OECD (2010). PISA 2012. Mathematics Framework: Draft Subject to Possible revision after
the Field Trial.
Sumarmo, Utari (2012) Pendidikan Karakter serta Pengembangan Berfikir dan Disposisi
Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan dalam Seminar
Pendidikan Matematika di NTT tanggal 25 Februari 2012
Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.