Nyeri dada merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada sebagian besar fasilitas
kesehatan. Dengan banyaknya variasi penyebab nyeri dada, yang bervariasi dari keluhan yang
mengacam jiwa sampai dengan nyeri karena otot, dokter di fasilitas kesehatan harus dapat
mentriase pasien nyeri dada dengan akurat sehingga jika ditemukan kecurigaan SKA dapat
dievaluasi dengan cepat dan pengobatan definitif segera dilakukan.
Pada sebagian besar pasien tanpa riwayat PJK (Penyakit Jantung Koroner) sebelumnya,
nyeri dada bukan merupakan suatu kegawatan. Oleh sebab itu, triase yang efektif dapat dilakukan
dengan anamnesa sesuai target untuk menyingkirkan gejala yang berkaitan dengan SKA. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan seperti berikut ini :
Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan ini, jika dicurigai adanya diagnosis SKA, harus
dilakukan pemeriksaan EKG 12 sadapan dalam waktu 10 menit. Jika Tabel 6. Kriteria Risiko
Tinggi dan Rendah Terhadap Kematian atau Infark Miokard Akut (IMA) belum ada fasilitasnya
maka pasien harus segera dirujuk ke fasilitas terdekat yang memungkinkan. EKG 12 sadapan
merupakan hal utama dalam triase pasien dengan menentukan stratifikasinya pada salah satu dari
kelompok di bawah ini:
a. Elevasi segment ST atau onset baru LBBB Spesifitas tinggi terhadap adanya STEMI
b. Depresi segment ST Indikasi kuat adanya iskemia
c. Non diagnostik atau EKG normal
Pada pasien dengan faktor risiko positif, penilaian ulang EKG dan petanda biokimia
merupakan indikasi. Petanda jantung saat ini merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
elevasi dan stratifikasi pasien dengan APTS/NSTEMI. Pemilihan petanda biokimia tersebut
tergantung pada onset dan lamanya nyeri dada. Penyelenggara kesehatan harus merujuk setiap
pasiennya yang dicurigai SKA dengan keluhan dada tidak enak dan petanda biokimia positif ke
fasilitas kesehatan lainnya dimana terapi definitif dapat segera dimulai.
Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu
dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah
mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan
fungsi jantung. Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau >
0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok berkas (BBB) dan
anamnesis dicurigai adanya IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi
dengan :
- terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun
dan tidak ada kontraindikasi.
- angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga memungkinkan. PTCA
primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau bila syok kardiogenik atau bila ada
kontraindikasi terapi trombolitik
b. Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T), diberi terapi anti-
iskemia, maka segera dirawat di ICCU
c. EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD. Perhatikan
monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim
jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:
- EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk evaluasi stress test
atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU).
- EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien di rawat di ICCU.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tanggal 17 Maret 2011, Seorang pasien Tn D usia 41 tahun datang ke UGD RSHS pukul
12.00 WIB dengan keluhan rasa tidak nyaman di dada kiri.
Penderita mengeluh rasa tidak nyaman di dada kiri sejak ± 11 jam SMRS., hilang timbul,
selama ±30 menit, hilang dengan istirahat. Tidak ada keringat dingin atau pun perasaan seperti
ditekan, tidak ada mual-muntah atau nyeri ulu hati. Tidak ada penjalaran rasa nyeri ke punggung,
lengan maupun leher, Penderita masih bisa bermain voli dan badminton diantara rasa tidak nyaman
di dada. Tidak ada sesak nafas, panas badan atau dada berdebar.
Keluhan serupa juga dirasakan 2 minggu SMRS, berobat ke RS di Purwakarta dikatakan ada
penyakit jantung, dan mendapat terapi tromboaspilet, clopidogrel, ranitidin, dan fasorbid.
Kemudian pasien berinisiatif sendiri memeriksakan diri ke RS Harapan Kita dan dikatakan tidak
ada penyakit jantung. Penderita kemudian dikonsulkan ke bagian psikiatri dan mendapat obat
Alprazolam.
Riwayat darah tinggi diketahui 2 tahun yang lalu, TD tertinggi 190/… pasien minum obat
noperten, amlodipin, tromboaspilet, fasorbid, tapi tidak minum obat teratur. Riwayat kencing
manis tidak ada, Riwayat kolesterol tinggi tidak ada. Didapatkan riwayat merokok sejak muda
sudah berhenti 4 tahun ini. Tidak ada riwayat sakit jantung pada keluarga.
Disability : A:4,M:6,V:5
Kepala Konjungtiva anemis, sclera tak ikterik, PCH (-) SPO (-)
Leher JVP 5+2 cm H2O, HJP (-), kelenjar getah bening tak teraba
Cor Ictus cordis tak tampak, teraba di intercostal space V LMCS, Batas
kanan LSD atas ICS III, kiri ICS V LMCS
Bunyi jantung S1, S2 normal, S3 (-), S4 (-), murmur (-)
Pulmo VF kiri=kanan, sonor kiri=kanan VBS kiri=kanan, VR kiri=kanan,
ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen Tidak ada memar, perut datar, distensi abdomen (-), hepar tidak
teraba, bising usus (+)
Ekstremitas Akral hangat, clubbing -/-, sianosis -/-, CRT < 2 detik
Kreatinin 1,27
Rontgen CRT 50%, segmen aorta tidak melebar, segmen pulmonal tidak menonjol,
apex tertanam, pinggang jantung (+), kranialisasi (-), corakan brankovaskular
normal, infiltrate (-)
Kesan : tidak didapatkan kardiomegali, tidak didapatkan bendungan paru
Hasil : Irama sinus, axis Normal, QRS rate 78 x/mnt, gel P 0,03”, 0,1 mv , PR interval 0,14’’ QRS
duration 0.08”, ST segmen isoelektrik. Q pathologis (+) di lead III, T inverted (-)
BAB IV
PEMBAHASAN