Anda di halaman 1dari 12

Kelainan pada Saluran Bilier :

SALURAN BILIER 1. Batu empedu


-----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
Teori terjadinya batu :
 Supersaturasi : empedu terlalu pekat  pengendapan  batu
 Nidus (inti) : terbentuk dari epitel desquamasi, bakteri, benda asing.
Anatomi : Jika nidus diselimuti endapan empedu  batu
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit
hepar dan disekresi oleh hepar ke dalam Terbanyak jenis batu kolesterol, bersifat radiolusen. Sedang pada kandung
canaliculi biliaris. Canaliculi ini akan kemih bersifat radioopak, karena mengandung kalsium yang bersifat menyerp
bermuara pada ductus biliaris sinar X. Lokasi batu pada vesica felea (cholelithiasis) atau duktus choledocus
interlobularis. Duktus-ductus ini akan (choledocolithiasis).
membentuk duktus hepaticus dextra dan Predisposisi terjadinya batu : 3F
sinistra. Kedua duktus ini akan  Female (wanita)
membentuk Duktus Hepaticus Comunis,  Forty (diatas 40 tahun)
duktus ini bersatu dengan duktus  Fatty (gemuk)
cysticus (dari vesica felea) membentuk
ductus Choledochus. Ductus ini bersama  Cholelithiasis
ductus pankreaticus mayor (Wirsungi)
Klinis :
bermuara kedalam papilla duodeni mayor
 Sakit perut kanan atas (hipokondrium kanan)
(papila Vater) di duodenum pars
 Dispepsia
descendens. Pada muara ini terdapat
 Kolik  menetap, hilang timbul, mual, muntah
Spincter Oddi. Ductus hepaticus
 Ikterik ringan
comunis dengan ductus choledochus
Akibat sumbatan batu pada collum vesika velea sehingga terbentuk
disebut Common Bile Duct ( CBD) .
kantong Hartmann yang mendesak CBD  MIRIZZI’S Syndrome
Empedu mengandung garam empedu,
pigmen empedu (bilirubin), lechitin,
colesterol dan elektrolit. Jumlah cairan Diagnosis :
sehari 500-100 cc/hari. Vesica felea  USG  Akurasi 95%, tampak gambaran :
merupakan suatu kantong yang berfungsi @ Akustic Shadow  batu empedunya
memekatkan dan menyimpan empedu. @ Double Layer  edema dinding fesica felea
Dibagi menjadi 4 bagian : fundus ,
corpus, infundibulum dan collum. Dari  Kolangiografi (oral, iv)
collum berlanjut menjadi ductus cysticus. Syarat : - kandung empedu sehat
Infundibulum menonjol seperti kantong - ductus cysticus baik
disebut kantong HARTMANN. - bilirubin < 3
Vesica felea diperdarahi oleh a. cystica
cabang a.hepatica dekstra. Ada suatu  PTC  d.biliaris  melihat anatomi di proksimal sumbatan
daerah yang dibentuk oleh ductus  ERCP  papila vater  melihat anatomi di distal sumbatan
cysticus, CBD, dan cabang a.cysticus  Scintigraphy  anatomi dan fungsi biliar/ letak kebocoran
disebut TRIGONUM CALOT, daerah  CT Scan  tidak khas
ini penting untuk identifikasi a.cysticus
dan ductus cysticus pada tindakan
Cholecystektomi.
Komplikasi : Terapi :
 Kolik  Operasi eksplorasi bilier  open or laparaskopi
 Keganasan akibat iritasi kronis, calcified gall bladder 20% ca vesika Tindakan setelah batu diambil, maka CBD dapat langsung tutup primer
felea atau pasang drainase temporer ( t-tube)
 Kolesistitis  trauma mukosa kandung empedu oleh batu
 Adhes  Fistel  Gall stone Ileus  Perforasi  peritonitis  By pass ke duodenum (koledokoduodenostomi laterolateral) atau
 Mucocele / hidrops  sumbatan pada leher kadung empedu jejenum (koledocoyeyenostomi Roux en Y )
 Empyema Dilakukan bila ada striktur di duktus koledokus distal atau di papilla
vater yang sulit untuk didilatasi atau sfingterotomi
Terapi :
 Non Operatif  batu jenis kolesterol, berlangsung 2 bulan
 Operatif :  Kista Koledokus
 Cholecystectomi  kandung empedu & batu diambil Penyakit traktus biliaris biasanya jarang pada usia anak-anak. Kista biliaris dapat
 Cholecystostomi hanya batu terjadi pada ekstra hepatal, intrahepatal, atau pada keduanya. Kista ini terdapat
pada CBD dan harus dilakukan pengambilan karena berpotensi menjadi
Indikasi Operasi ganas.
- Batu simtomatik Tahun 1723 Vater dan Ezler mendiskripsikan suatu keadaan abnormal pada
- Batu A-simptomatik : anatomi traktus biliaris, di mana terjadi pelebaran dari duktus koledokus. Mc
- diameter > 2 cm meningkatkan resiko kolesistitis Whoter pada tahun 1924 melaporkan yang pertama kali tentang eksisi kista
- Kegananasan koledokus disertai anastomosis duktus hepatis kommunis dengan duodenum

 Choledocolithiasis Anatomi dan klasifikasi.


Batu terletak pada CBD atau ekstrahepatal. Jenisnya : Todani dkk, membuat suatu klasifikasi berdasarkan gambaran kolangiografi,
- Batu primer  biasanya jumlah banyak menjadi 5 tipe sbb :
- Batu sekunder  batu di CBD sedikit biasanya ada batu 1. Tipe I
divesika felea Merupakan dilatasi konsentris dari CBD/CHD. Ini merupakan tipe yang
paling banyak terjadi ( 90 % kasus ), biasanya berhubungan dengan anomali
Klinis : sistem pankreatikobiliaris. Tipe ini dibagi menjadi 3 sub tipe, yaitu :
 Ikterus obstruktif IA : Kistik/Sakular dilatasi CBD
 Kolangitis intermitten IB : Fokal Segmental dilatasi CBD
 Kolik IC : Diffus atau silidris dilatasi CBD
 Post kolesistektomi
2. Tipe II  divertikel yang keluar dari CBD atau CHD, (kira-kira 3 % kasus )
Diagnosis :
 Ikterus (bilirubin serum meningkat), alkali phospatase meningkat, 3. Tipe III
dapat dibedakan dengan keganasan. Alkali pospatase terdapat pada Koledokele, merupakan suatu dilatasi kistik pada CBD bagian distal, di mana
sel pelapis saluran empedu. dinding CBD herniasi ke dalam duodenum.
Pada koledokolithiasis kerusakan epitel tidak banyak shingga kadar
alkali sekitar 300 IU/ltr, sedang pada keganasan epitel banyak 4. Tipe IV
hancur sehingga alkali meningkat sampai ribuan . N: 40-100 IU/ltr IV A  Multipel ekstra hepatik dan intra hepatik kiste
IV B  Multiple ekstra hepatik kiste.
 AL meningkat
 USG  akurasi < 80% 5. Tipe V  Single atau multipel intra hepatik kista
Patologi Terapi
Dinding biasanya menebal oleh karena proses inflamasi dan fibrosis. Pada tipe Prinsipnya menjamin penyaluran empedu bejalan lancar secara anatomi dan
III tampak gambaran mukosa duodenum. Pada bayi dan anak biasanya fisiologi.
didapatkan gambaran obstruksi komplet atau hampir komplet pada bagian distal. Drainase interna dari kiste ke duodenum dipopulerkan oleh Gross dan
Pada pasien dewasa biasanya bagian distal masih patent. Pada kasus tanpa Fonkalsurd sebagai suatu cara pembedahan yang aman dan efektif.
komplikasi, gambaran hepar biasanya masih normal. Kadang pada kasus dengan Komplikasi yang terjadi biasanya rekuren kolangitis, kolelithiasis,
inflamasi yang ringan didapatkan fibrosis pada periportal hepar. pankreatitis dan striktura anastomosis, yang memerlukan tindakan re-operasi.
Rox-en-y cysto-jejunostomy dikembangkan untuk mengurangi kolangitis,
Patofisiologi merupakan tindakan yang populer dan efektif.
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya kista koledokus masih merupakan suatu
perdebatan. Beberapa kemungkinan adalah karena kelemahan dinding secara Kasai dan Ishida (1970) melaporkan hasil yang memuaskan dengan cara eksisi
kongenital, abnormalitas pada mukosa, dan obstruksi kongenital. Todani pada kiste. Sekarang umumnya setuju bahwa kiste koledokus memerlukan eksisi
tahun 1984 menganalisis dari ERCP, menyebutkan bahwa kebanyakan pasien komplet. Secara hati-hati kiste didiseksi dari arteri dan vena hepatika. Bagian
mempunyai anomali pada sistem pankreatikobiliaris, di mana duktus distal pada retropankreas harus dieksisi secara komplet untuk mencegah
pankreatikus utama bermuara pada CBD pada tempat yang agak jauh dari timbulnya malignansi dari sisa-sisa residual kiste. Tehnik operasi yang hati-hati
spingter Oddii, sehingga memungkinkan refluk enzim pankreas ke CBD dan diperlukan untuk mencegah injury terhadap duktus pankreatikus.
mengiritasi dinding sehingg dilatasi. Kelainan ini terjadi kira-kira pada 96 % Follow up post operasi dilakukan tiap 3 bulan pada tahun pertama, dan kemudian
pasien anak. Tipe II terjadi bisanya karena ruptur CBD pada masa prenatal. setiap tahun. Pada setiap datang diperiksa fungsi hepar, amilase serum, dan USG
hepar dan pankreas.
Gambaran Klinis
Kista Koledokus terjadi lebih banyak pada wanita dari pada pria ( 4 : 1 ). Kira-
kira 18 % terjadi pada umur < 1 th, dan 60 % pada umur < 10 th. Pada bayi 2. Radang
umur 1 – 3 bulan mempunyai gambaran klinis seperti atresia biliaris. Kiste  Kolesistitis
terlihat pada 2 % bayi dengan obstruksi jaundice. Pada dewasa manifestasi klinis Merupakan radang pada vesika felea yang disebabkan oleh faktor
bervariasi. predisposisi :
Klinis berupa TRIAS KLASIK ALONSO: - Batu yang menyebabkan obstruksi
1. Abdominal pain - Tumor di dalam saluran empedu atau tumor ekstra duktus bilier yang
2. Massa yang teraba pada perut kanan atas menekan saluran bilier
3. Jaundice,
Dibagi menjadi :
Epigastric pain merupakan simptom yang terbanyak disusul dengan panas dan - Akut  obstruksi collum vesika fellea atau obstruksi duktus sistikus
jaundice terjadi pada 25 % kasus. Gejala tersebut bisa terjadi secara berulang. - Kronis  hampir akibat batu
Komplikasi yang kadang terjadi (jarang) misalnya obstruksi biliaris, hipertensi
porta, rekuren pankreatitis dan bilier peritonitis. Hidrops Kolesistitis
Terjadi akibat sumbatan total di collum vesika fellea sehingga tidak ada
Diagnosis aliran sekresi vesika fellea. Lama kelamaan debris dan sel2 radang
o USG diabsorbsi oleh vesika fellea kembali sehingga cairan akan menumpuk dan
o ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography) jarang berwarna bening.
dilakukan pada bayi dan anak, oleh karena invasive dan potensial terjadi Terapi :
komplikasi kolangitis dan pankreatitis. PTC (Percutaneus Transhepatic - Konservatif  antibiotika, anti inflamasi, diet rendah lemak
Cholangiography), merupakan prosedur yang invasive juga. Intravena - Operatif  kolesistektomi
Cholangiography dengan Computer Tomografi juga jarang dilakukan.
o Prosedur bedah yang bisa dilakukan untuk diagnosis adalah Cholangiography
Operatif.
 Kolangitis Faktor Prognostik / Mortalitas Operasi :
Merupakan peradangan pada Saluran bilier akibat adanya obstruksi. 1. AL > 10.000 mmk
Akut Supuratif 2. Suhu > 38 C
Keadaan dimana banyak terdapat pus, dimana merupakan indikasi 3. Usia > 55 tahun
untuk spoed laparotomi. Tanda TRIAS CHARCOT : 4. Keganasan
1. Demam 5. Albumin serum < 3,5 gr%
2. Ikterik 6. GOT/GPT > 100
3. Menggigil 7. Alkali Phospatase serum > 100
8. Bilirubin Total > 10 gr%
Sklerosing kolangitis  peradngan seluruh dinding saluran bilier
dimana saluran menjadi keras dan menyempit Penilaian Score Mortalitas:
7 – 8 : 100 % pasien meninggal
Terapi : AB, Steroid, drainase 6 : 85 % pasien meninggal
5 : 70 % pasien meninggal
4 : 16 % pasien meninggal
3. Ikterus obstruksif
1 - 3 : 0 % pasien meninggal
Akibat sumbatan saluran bilier, akan terjadi kolestasis. Operasi dapat dilaksanakan bila pasien mempunyai Score dibawah 4
Tanda-tanda :
 Bilirubin total (serum) > 3 gr%
 Pelebaran saluran bilier (USG) 4. Trauma
Tumpul
Penyebab : Dapat menimbukan ruptur bilier  peritonitis bilier.
 Ektrahepatal  koledocolithiasis, kolelithiasis, keganasan Tindakan dilakukan drainase dulu setelah membaik baru direpai
 Intrahepatal  sklerosing kolangitis, keganasan (hepatoma)
Tajam  Akibat iatrogenik. Biasanya dilakukan repair langsung
Komplikasi :
 Infeksi  kolangitis, sepsis, peritonitis
 Kerusakan hati  sirosis 5. Neoplasma
Kolangiokarsinoma (Klatskin Tumor)
Terapi : Lokasi sering pada proksimal duktus hepatikus kanan atau kiri
 Drainage
- Interna Karsinoma Vesika Felea  St awal diterapi kolesistektomi dan reseksi hati
Mengalirkan empedu ke duodenum (by pass) / yeyenum (Roux-en Y) Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan batu kandung empedu
bersifat permanen di antaranya adalah iritasi, radang atau infeksi kandung empedu, empyema,
perforasi kandung empedu, gallstone ileus, sindrom Mirizzi’s ataupun
- Eksterna degenerasi ke arah tumor / neoplasma pada kandung empedu
Mengalirkan empedu keluar tubuh dngan menggunakan T-tube Hubungan yang erat antara batu kandung empedu dengan tumor kandung
bersifat temporer empedu telah diketahui, meskipun patogenesis yang pasti masih belum
diketahui. Insidensi terjadinya tumor kandung empedu pada pasien batu
 Operatif : kandung empedu pada literatur adalah berkisar antara 1-5% (Wagman, 2004).
- Kuratif (batu diambil) Insidensi tumor kandung empedu pada wanita lebih besar daripada pria,
- Paliatif (hilangkan penyebab) dengan rasio lebih kurang 2 : 1 (Wagman, 2004 ).
Tumor pada saluran empedu, termasuk kandung empedu, sebenarnya penyebaran langsung ke hepar. Sering terlihat invasi langsung dari tumor ke
merupakan kasus yang relatif jarang, namun merupakan masalah yang serius struktur di sekitarnya seperti gaster, duodenum, hati, pankreas, khususnya
karena menurut angka statistik di beberapa negara menunjukkan kenaikan pada kasus-kasus yang sudah lanjut (Roslyn, 1999 ; Wagman, 2004).
insidensi yang signifikan. Jika tumor ini dapat ditemukan pada stadim awal
mempunyai prognosis yang baik, tetapi jika ditemukan pada stadium lanjut Penggolongan stadium tumor ganas kandung empedu berdasarkan TNM :
mempunyai prognosis yang buruk (Roslyn, 1999 ; Synder, 2003). Usia Stadium
tengah terjadinya tumor adalah 73 tahun (Wagman, 2004). Faktor 0 : Tis N0 M0
keturunan / ras berperan dalam tumor kandung empedu, dengan frekwensi 5 IA : T1 N0 M0
– 6 kali populasi normal pada orang Mexico, Alaska dan Hispanic. IB : T2 N0 M0
Telah banyak dibahas di literatur tentang hubungan antara batu kandung IIA : T3 N0 M0
empedu dengan terjadinya tumor kandung empedu, meskipun patogenesis IIB : T1-3 N1 M0
yang pasti masih belum diketahui. Diduga bahwa adanya batu mengakibatkan III : T4 anyN M0
iritasi kronis pada dinding kandung empedu, kalsifikasi dinding kandung IV : anyT anyN M1
empedu, porcelaine gallbladder (dihubungkan dengan insidensi keganasan
sebesar 20%), yang berlanjut pada metaplasi, displasi, dan neoplasma. Batu Tumor Primer (T)
empedu yang berukuran lebih dari 2,5 cm merupakan faktor resiko Tx : Tumor primer tidak dapat diakses
Polip kandung empedu juga diduga merupakan faktor predisposisi terjadinya T0 : Tak ada bukti tumor primer
tumor kandung empedu. Polip yang merupakan faktor resiko adalah polip Tis : Karsinoma insitu, displasia high grade
dengan ukuran diameter lebih dari 1 cm (Roslyn, 1999 ; Dept of Surg USC, T1a : Tumor menginvasi lamina propria
2004). Typhoid carrier juga merupakan faktor resiko terjadinya tumor T1b : Tumor menginvasi lamina muskularis
kandung empedu dengan mekanisme yang belum jelas (Wagman, 2004). Satu T2 : Tumor menginvasi jaringan ikat perimuskuler, tak ada invasi ke liver
pasien tumor kandung empedu pada penelitian ini merupakan typhoid carrier T3 : Tumor menembus serosa/ peritoneum visceral, atau invasi langsung ke
yang pernah dirawat dua kali di rumah sakit karena typhoidnya. Adanya liver atau salah satu organ atau struktur di dekatnya, seperti lambung,
kelainan kromosom atau genetik juga telah diteliti, di antaranya adalah duodenum, kolon, pankreas, omentum, atau saluran empedu ekstra
adanya mutasi pada onkogen BCL2 yang berhubungan dengan fungsi hepatal.
diferensiasi dan penurunan progresivitas tumor, dan mutasi pada P53 yang T4 : Tumor menginvasi vena porta, atau arteri hepatika, atau menginvasi ke
berperan dalam proses programe cell death atau proses apoptosis dan beberapa organ atau struktur di dekatnya.
pencegahan invasi tumor ke perineural.
Secara histologis, hampir semua tumor kandung empedu adalah ganas, Regional Limfonodi (N)
adenokarsinoma (85%), sisanya (15%) adalah skuamous sel karsinoma, Nx : Limfonodi regional tidak dapat diakses
campuran antara skuamous dan glanduler, anaplastik, karsinoid, GIST, atau N0 : Tidak ada metastase ke limfonodi regional
tumor metastase dari tempat lain, misalnya dari metastase karsinoma paru ( N1 : Terdapat metastase ke limfonodi regional
Barnes, 2002 ; Machado, 1998 ; Kibler, 2004). Sering tumor kandung
empedu teridentifikasi intraoperatif, yaitu ditemukan massa atau penebalan Metastase Jauh (M)
dinding kandung empedu yang melekat erat ke hati atau jika ditemukan lesi Mx : Metastase Jauh tidak dapat diakses
polipoid yang teraba atau terlihat menonjol ke dalam lumen kandung M0 : Tidak ada metastase jauh
empedu. Terdapat pula tumor kandung empedu yang ditemukan secara “tidak M1 : Terdapat metastase jauh
sengaja” oleh ahli patologi anatomi pada kasus pengangkatan kandung
empedu atas indikasi lainnya, misalnya batu kandung empedu (Kiran, 2001 ; Catatan : Klasifikasi ini tidak termasuk sarkoma dan tumor karsinoid.
Roslyn, 1999). Ekstensi langsung tumor ke hapar, kolon, duodenum, saluran empedu,
Penyebaran tumor kandung empedu pertama kali adalah ke sistem dinding abdomen atau diafragma tidak dimasukkan sebagai metastasis.
lokoregional, kemudian baru mengadakan metastase jauh. Pada pasien yang
dioperasi pengangkatan kandung empedu karena dicurigai adanya masa Gejala / keluhan tumor kandung empedu pada stadium awal, biasanya tidak
tumor yang terbatas pada kandung empedu, intraoperatif ditemukan adanya ada. Pada stadium yng lebih lanjut, gejalanya mirip dengan penyakit kandung
penyebaran limfatik di hilus hepar sebesar 25%, dan 70% sudah mengalami empedu yang lain, seperti nyeri pada perut kwadran kanan atas, mual,
muntah, intoleransi makanan tinggi lemak, nafsu makan menurun, ikterik / dipakai adalah 5-FU, Capecitabine (Xeloda), Gemcitabine (Gemzar), dan
kuning, dan penurunan berat badan. Gejala-gejala yang tidak spesifik ini Cisplatin. Biasanya 5-FU, Capecitabine, dan Gemcitabine diberikan
mengakibatkan terlambatnya perhatian klinis untuk mendiagnosis tumor bersama Leucovorin. Agen kemoterapi lainnya yang masih terus diteliti,
kandung empedu, sehingga berperan dalam rendahnya angka terapi kuratif di antaranya adalah oxaliplatin, docetaxel dan doxorubicin. Juga sedang
pada pasien (Barnes, 2002 ; Kiran, 2001 ; Roslyn, 1999 ; Wagman, 2004). diteliti tentang hepatic arterial chemoterapy dengan menggunakan agen
Tanda klinis pada tumor kandung empedu yang dapat ditemui berupa nyeri floxuridine (Murr, 2004 ; Wagman, 2004).
tekan pada perut kwadran kanan atas, massa pada perut kwadran kanan
atas, hepatomegali, ikterus, leukositosis, anemia, peningkatan enzim ALP - Radioterapi ajuvan,
> 100, dan ascites. Hasil pemeriksaan laboratoris pada tumor kandung Biasanya hanya dipakai pada terapi paliatif. Belum ada informasi yang
empedu bersifat non spesifik (Barnes, 2002 ; Kiran, 2001 ; Roslyn, 1999 ; lengkap mengenai terapi ini.
Wagman, 2004).
Prognosis tumor kandung empedu tergantung pada ;
Untuk menegakkan diagnosis tumor kandung empedu sering dilakukan - Stadium.
pemeriksaan penunjang berupa USG, CT-scan, MRI, ERCP, maupun PTC. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada kanker kandung empedu yang
Pada pemeriksaan USG didapatkan penebalan dinding kandung empedu dan terbatas pada mukosa adalah 83%, yang sudah menembus seluruh
kadang dapat memperlihatkan penyebaran tumor ke hilus hepar maupun ketebalan dinding adalah 33%, yang sudah menyebar ke limfonodi atau
penyebaran metastase ke hepar. Pemeriksaan CT scan dan MRI lebih baik metastase adalah 0 – 15%.
daripada USG dalam mencari adanya penyebaran ke limfonodi hilus hepar,
ke hepar, maupun ke struktur-struktur lain yang berdekatan. ERCP dan - Tipe terapi.
Transhepatic cholangiography sangat membantu untuk diagnosis, terutama Angka ketahanan hidup juga berbeda secara signifikan pada pasien
pada pasien dengan klinis ikterus, untuk menentukan dimana lokasi dengan reseksi kuratif, dengan reseksi paliatif, dan dengan terapi non
sumbatannya dan adanya keterlibatan hepar. Sering tumor kandung empedu reseksi (unresectable). Angka ketahanan hidup juga meningkat dengan
teridentifikasi intraoperatif, yaitu ditemukan massa atau penebalan dinding pemberian kemoterapi dan terapi suportif.
kandung empedu yang melekat erat ke hati atau jika ditemukan lesi polipoid
yang teraba atau terlihat menonjol ke dalam lumen kandung empedu (Kiran,
2001 ; Roslyn, 1999).

Terapi operatif tumor kandung empedu adalah berdasarkan perluasan lokal


dari tumornya. Tumor yang hanya menginvasi mukosa, menembus stratum
muskularis, tapi tidak menginvasi serosa, hanya membutuhkan terapi
operatif kolesistektomi saja. Tumor yang sudah mengenai atau menembus
serosa atau menginfiltrasi hepar, disamping pengangkatan tumornya di
kandung empedu, juga harus dilakukan reseksi gallbladder bed (segmen IV
dan V hepar) dan limfadenektomi porta hepatis. Penyebaran pada limfonodi
sekitar kandung empedu masih merupakan kondisi yang kuratif, sedang
penyebaran pada limfonodi sekitar duktus koledokus menunjukkan kondisi
paliatif (Wagman, 2004).
Terapi lanjutan berupa :
- Kemoterapi ajuvan.
Penelitian di Jepang menunjukkan terapi dengan 5-FU dan mitomycin-C
menghasilkan angka ketahanan hidup (survival) yang lebih baik pada
pasien tumor kandung empedu yang dilakukan terapi kolesistektomi.
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien yang diberi kemoterapi
adalah 26% dibanding 14% pada pasien yang hanya mendapat terapi
kolesistektomi dan observasi saja. Agen kemoterapi yang biasanya
Icterus Obstruksi
Sering juga terjadi gangguan pembekuan darah yang disebabkan adanya gangguan
----------------------RD-Collection 2002 ekskresi empedu di usus, tidak ada vitamin K yang diserap, sehingga terjadi
gangguan gamma-karboksilasi faktor II, VII, IX, XI, yang membutuhkan vitamin K.
Adanya gangguan fungsi hati karena obstruksi bilier, akan mengakibatkan gangguan
Ikterus adalah istilah umum untuk pewarnaan kuning pada kulit, membran detoksikasi endotoksin oleh hati, dengan akibat terjadinya endotoksemia yang
mukosa, atau sklera yang disebabkan berbagai macam gangguan. Warna kuning meracuni ginjal sehingga mengakibatkan gagal ginjal.
pada sklera ini disebabkan begitu banyaknya elastin pada sklera yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap bilirubin. Manifestasi klinis dari ikterus merupakan akibat Metabolisme Bilirubin
peningkatan bilirubin pada plasma, suatu metabolik normal dari hemoglobin. Kadar Bilirubin adalah pigmen kuning kemerahan dengan struktur C33H36O6N4. jumlah
normal bilirubin pada plasma darah adalah pada kisaran 0,2 sampai 1 mg/dL. Warna total produksi bilirubin perhari adalah 300 mg. Sebagian besar bilirubin ini
kuning/ikterus terlihat pada sklera bila kadar bilirubin mencapai nilai di atas 2,5 merupakan hasil pemecahan eritrosit tua yang berumur 100 –120 hari pada sistem
mg/dL. Warna kuning pada kulit dan membran mukosa baru akan terlihat bila kadar retikuloendotelial. Sebagian kecil lainnya merupakan hasil dari sumber
bilirubin mencapai nilai 5-6 mg/dL. noneritropoietik hasil metabolisme dari enzim-enzim dan protein-protein yang
Pada umumnya ikterus terbagi menjadi ikterus prehepatal, hepatal, dan post mengandung heme, dan juga dari eritropoietik yang tidak efektif pada sumsum
hepatal. Ada juga yang membagi menjadi ikterus hemolitikus, ikterus hepatoseluler, tulang.
dan ikterus obstruktif. Selain itu ada pembagian medical jaundice dan surgical
jaundice.
Yang termasuk dalam medical jaundice adalah ikterus pada hemolisis, defek Sistem Retikuloen
dotelial Globin
transport, penyimpanan dan eksresi bilirubin, dan penyakit yang menyebabkan
kerusakan sel-sel hati. Yang termasuk dalam surgical jaundice adalah stasis bilier Destruksi sel darah
karena penyakit / kerusakan parenkim hepar, atau obstruksi mekanis saluran bilier 80 - 85%
intrahepatal maupun ekstrahepatal. Dalam perspektif bedah, sistem pembagian yang Merah tua
paling bermanfaat untuk pedoman terapi adalah dengan membedakan apakah Hemoglobin Heme
kelainannya di hati (baik itu karena peningkatan produksi bilirubin atau penurunan
kemampuan ekskresi) atau obstruksi pada saluran bilier ekstrahepatal.
Beberapa proses jinak maupun ganas dapat mengakibatkan obstruksi mekanis aliran Heme oxygenase
empedu. Penyebab ikterus obstruktif yang sering terjadi adalah batu pada duktus Metabolisme
koledokus (koledokolitiasis), tumor pada kaput pankreas, dan kolangiokarsinoma. protein dan enzim
Biliverdin
Kemudian yang relatif jarang adalah striktur koledokus, striktur/stenosis ampulla yang mengandung
Vateri, stenosis spingter Oddi, sindrom Mirizzi’s, impaksi parasit / cacing ascaris, heme di hati
Sumsum Tulang Biliverdin
kista koledokus, kista / pseudokista pankreas, sklerosing kolangitis, dan lain-lain.
Pada prinsipnya ikterus obstruktif disebabkan adanya gangguan aliran empedu di reductase
Destruksi eritrosit
dalam duktus hepatikus atau duktus koledokus. Jadi penyebabnya dapat pada eritropoiesis
merupakan pendesakan dari luar dinding duktus, seperti pada tumor kaput pankreas, in efektif Bilirubin
kista / pseudokista pankreas, atau tumor / massa pada hillus hepatis; dapat
berasal dari dinding duktus itu sendiri, seperti pada striktur koledokus, sklerosing
kolangitis, maupun tumor dinding duktus (kolangiokarsinoma); dapat berasal dari
sumbatan di dalam lumen duktus, seperti pada batu saluran empedu, adanya impaksi
parasit atau cacing, dan yang sangat jarang dapat berupa invaginasi gaster ke 15 - 20%
duodenum seperti dilaporkan Marijata (2005). Bilirubin non konjugasi (disebut juga Bilirubin I atau Bilirubin indirek) mempunyai
Pada ikterus obstruktif dapat timbul komplikasi berupa kolangitis asenderen yang afinitas yang tinggi terhadap albumin, yang akan mengikatnya secara reversibel.
ditandai dengan Charcot’s triad, yaitu nyeri pada abdomen kanan atas, ikterus, dan Metabolisme bilirubin mempunyai tahapan – tahapan, yaitu di hati, usus halus, dan
demam. Dapat berkembang menjadi abses hati. Kematian dapat mencapai 20% pada ginjal. Metabolisme bilirubin di hati melalui 3 fase : pengambilan, konjungasi, dan
orang tua. ekskresi. Bilirubin I akan dilepaskan oleh albumin dari ikatannya pada membran
plasma sel – sel hati (hepatosit).
Kemudian di dalam hepatosit bilirubin akan diikat oleh ligandin dan dibawa ke 2. Pemeriksaan Fisik
retikulum endoplasma yang akan mengubahnya menjadi larut dalam air. Enzim Pasien datang dengan ikterus perlu diperiksa secara menyeluruh dengan penekanan
glukoronil transferase akan mengkatalisis konjungasi antara bilirubin dengan asam pada daerah tertentu. Tempat pertama dimana peningkatan bilirubin dapat dideteksi
glukoronat (uridine diphosphate glucoronic acis, suatu derivat glukosa) untuk adalah di sklera, sebagai hasil afinitas elastin pada bilirubin yang biasanya bisa
membentuk bilirubin monoglukoronid (BMG) dan bilirubin diglukoronid (BDG) terlihat bila kadar bilirubin mencapai 2,5 mg/dL. Kuning pada kulit dan membran
dengan enzim yang sama. Baik BMG maupun BDG akan disekresikan kedalan mukosa tidak terlihat, kecuali bila kadar bilirubin sudah melebihi 6 mg/dL. Pada
kanalikuli biliaris dan dieksresikan ke empedu, dengan 85 % BDG dan 15 % BMG. penyakit hati kronis bisa didapatkan hepatosplenomegali, spider angioma, erytema
Dengan begitu bilirubin pada keadaan terkonjugasi dan larut dalam air memasuki palmaris, ginekomastia dan ascites. Pembesaran hati yang berbenjol-benjol
saluran bilier dan mengalir ke duodenum. merupakan karakteristik pada karsinoma hati (primer atau sekunder). Suara bruit
Bakteri yang ada pada usus halus bagian distal / anal mengubah bilirubin pada hati biasanya terjadi pada karsinoma hepatoseluler. Pasien dengan obstruksi
terkonjugasi menjadi urobilinogen dan stercobilinogen, yang kemudian akan diubah maligna pada duktus koledokus distal sering mempunyai kandung empedu yang
menjadi urobilin dan stercobilin yang memberi warna coklat pada tinja. Pada membesar, distensi dan mudah dipalpasi (Courvoisier’s gallbladder).
persentase kecil urobilinogen akan direabsorbsi di ileum terminal dan kolon dan
diekskresikan lewat ginjal. Ketiadaan urobilinogen pada urine menunjukkan adanya 3. Pemeriksaan Laboratorium
obstruksi bilier komplit, sedangkan peningkatan kadarnya di dalam urine dapat Pemeriksaan laboratorium, di samping didapatkan peningkatan kadar bilirubin,
berasal daari peningkatan produksi bilirubin, seperti pada hemolisis. Tinja akolik dapat ditemukan juga disfungsi hati dan trauma seluler akut pada sel-sel hati,
terjadi bila bilirubin tidak terdapat pada usus untuk diubah menjadi urobilinogen dan sehingga didapatkan peningkatan pada liver function test. Serum alkali pospatase
stercobilin. Karena bilirubin nonkonjugasi terikat pada albumin, maka tidak dan gamma Glutamil Transferase akan meningkat secara patognomonis pada
diekresikan lewat urine. Sebaliknya bilirubin terkonjugasi larut dalam air dan tidak obstruksi bilier, dimana derajat peningkatannya sesuai dengan berat dan lama
terikat protein, oleh karena itu difiltrasi glomerulus dan diekskresikan melalui urine. obstruksinya. Alkali pospatase diproduksi oleh sel-sel kanalikuli biliaris sebagai
respon dari peningkatan tekanan hidrostatik intraduktal, dan merupakan penanda
Diagnosis Ikterus Obstruktif yang spesifik dan muncul awal pada obstruksi bilier. Serum transaminase (aspartat
1. Anamnesis dan alanin) juga meningkat pada kelainan yang melibatkan saluran bilier, karena
Informasi yang penting untuk menuju diagnosis dapat diperoleh dari anamnesis yang adanya trauma pada sel-sel hati (mengganggu integritas membran sel hati), sehingga
teliti. Banyak pasien ikterus datang berobat setelah anggota keluarganya melihat transaminase dalam sitoplasma sel hati dapat keluar ke sistemik melalui membran
perubahan kuning pada sklera/kulit penderita. Anamnesis tentang pemakaian obat- sel yang rusak.
obatan atau makanan tertentu misalnya wortel atau tomat dalam jumlah yang banyak Lekositosis dengan netrofilia sering terlihat pada kasus kolesistitis atau kolangitis
yang dapat menimbulkan warna kuning pada kulit, jangan dilupakan. Umur akut, walaupun bukan merupakan temuan yang spesifik, karena peningkatan lekosit
penderita, jenis kelamin, gejala gatal, nyeri, penurunan berat badan, merupakan data ini dapat berasal dari proses infeksi atau inflamasi di mana saja di seluruh tubuh
yang penting untuk menyusun diferensial diagnosis yang baik. ataupun di dalam rongga abdomen.
Keterangan mengenai warna urine dan tinja dapat membantu mengklasifikasikan Penurunan kadar albumin sering ditemui pada pasien dengan keganasan, tak
masalah sebagai nonconjugated atau conjugated bilirubinemia. Waktu terjadinya terkecuali keganasan saluran bilier (kolangiokarsinoma) maupun Ca kaput pankreas.
ikterus pada usia yang sangat muda bisanya merujuk pada kelainan herediter / Penanda tumor seperti CA 19-9 dan CEA dapat membantu menegakkan diagnosis
kongenital pada metabolisme bilirubin di hati. Gejala penyerta seperti anoreksia, keganasan ini, walaupun sifatnya tidak spesifik. Pada pemeriksaan imunohistokimia
lekas lelah, merujuk pada proses kronik pada parenkim hati seperti pada abses hati dapat pula ditemukan mutasi ataupun abnormalitas onkogen K-ras pada kodon 12
pyogenik. Nyeri perut mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi akut . Juga didapatkan kelainan P53 yang merupakan gen yang mengatur apoptosis.
seperti pada hepatitis akut atau obstruksi bilier ekstrahepatal. Ikterus yang berat Pada urinalisis didapatkan peningkatan bilirubin terkonjugasi (bilirubinuria) dan
dengan tidak ada nyeri akut merupakan karakteristik pada obstruksi neoplastik penurunan / tidak adanya urobilinogen pada urine. Pada pemeriksaan tinja dapat
khususnya jika disertai penurunan berat badan. Gatal sangat sering muncul sebagai ditemukan tinja akolik (dempul), tidak didapatkan pewarnaan dari sterkobilin. Pada
gejala ikterus obstruktif, tetapi biasanya tidak muncul pada anemia hemolitik. Urine keganasan juga dapat ditemukan adanya perdarahan samar pada tinja (ocult blood
yang gelap menunjukkan conjungated hiperbilirubinemia dan tinja akolik test).
menunjukkan obstruksi bilier komplit. Prognostik faktor yang dipakai untuk meramalkan mortalitas operasi sebagian juga
berasal dari hasil pemeriksaan laboratorium, seperti hitung lekosit, albumin,
AST/ALT, alkali pospatase, dan bilirubin total. 11.
Biasanya dijabarkan sebagai berikut : b. CT Scan (Computed Tomographic Scanning)
- AL > 10.000 CT scan abdomen lebih inferior dibanding USG dalam mendiagnosis batu empedu,
- Suhu > 38°C tetapi lebih superior dibanding USG dalam pemeriksaan pasien dengan obesitas dan
- Usia > 55 th banyaknya gas dalam sistem usus. Penggunaan CT scan terutama adalah untuk
- Keganasan menilai status saluran ekstrahepatal dan struktur – struktur di dekatnya. CT scan
- Albumin serum < 3,5 g% merupakan perangkat diagnostik pilihan pada keganasan vesika felea, keganasan
- AST/ALT > 100 saluran empedu ekstrahepatal, dan keganasan kaput pankreas. CT scan dapat
- Alkali Phospatase serum > 100 berperan sebagai bagian dari perangkat diagnostik dalam penegakan ikterus
- Bilirubin total > 10 g% obstruktif. CT scan juga dapat menilai stadium tumor dengan menunjukkan adanya
keterlibatan limfonodi dan vaskuler. Jadi CT scan lebih baik dalam penilaian
Mortalitas operasinya : stadium dan operabilitas tumor.
-1 – 3 : 0%
-4 : 16% c. ERCP (Endoscopic Retrograd Cholangio Pancreaticography)
-5 : 70% Dengan menggunakan endoskopi, duktus koledokus dapat dikanulasi melalui papilla
-6 : 85% duodeni mayor, dan kolangiografi dapat dilakukan dengan fluoroskopi. Prosedur ini
-7 – 8 : 100% membutuhkan sedasi. Keuntungan ERCP adalah bisa mendapatkan visualisasi secara
langsung daerah ampulla dan akses ke duktus koledokus distal, dengan
kemungkinan intervensi terapeutik. Jika didapatkan batu pada duktus koledokus,
4. Pemeriksaan Pencitraan sfingterotomi dan ekstraksi batu dengan Dormia basket dapat dilakukan. Di tangan
Pemeriksaan pencitraan yang sering dilakukan adalah USG, USG-endoskopi, CT- ahli yang berpengalaman, angka kesuksesan tindakan ini mencapai 90%. Komplikasi
scan, ERCP, HIDA-scan, MRI, MRCP dan PTC. tindakan ini adalah pankreatitis dan kolangitis pada 5% pasien.

a. USG (Ultrasonografi) d. PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography)


Pemeriksaan ultrasonografi adalah pemeriksaan yang pertama kali dilakukan pada Saluran empedu intrahepatik dapat diakses perkutan dengan jarum kecil dengan
pasien dengan kelainan pada saluran empedu. Pemeriksaan ini bersifat non invasif, tuntunan fluoroskopi. Melalui guide wire, kateter dimasukkan. Dari kateter ini,
tidak nyeri, tidak menimbulkan resiko radiasi pada pasien, dan dapat dilakukan pada kolangiografi dapat dilakukan, bahkan intervensi terapeutik dapat dilakukan, seperti
pasien – pasien dengan segala kondisi (baik s/d jelek). Pemeriksaan ini tergantung menginsersikan drain bilier dan stenting. PTC sangat berguna pada striktur duktus
kepada ketrampilan dan pengalaman operatornya. Organ-organ di sekitarnya dapat koledokus dan tumor karena dapat menunjukkan kondisi anatomis di proksimal
diperiksa pada saat yang sama. Pasien yang gemuk, pasien dengan obesitas, dan kelainan. Resiko tindakan ini adalah perdarahan, kolangitis, leakage empedu.
pasien dengan distensi usus mungkin sulit untuk diperiksa dengan ultrasonografi.
Saluran empedu ekstrahepatal dapat terlihat dengan baik dengan ultrasonografi, e. Radioisotop Scanning
kecuali pada saluran empedu retroduodenal. Dilatasi duktus hepatilus / koledokus Sintigrafi bilier merupakan perangkat evaluasi yang non invansif untuk hati, vesica
pada pasien ikterus obstruktif menegakkan adanya obstruksi sebagai penyebab felea, duktus bilier, dan duodenum, baik informasi anatomis dan fungsional. Dimetil
ikterusnya. Sering tempat obstruksi, dan kadang penyebabnya, dapat diketahui Iminodiacetic Acid (HIDA) yang dilabel dengan 99Technetium diinjeksikan
dengan USG. Batu kecil pada duktus koledokus sering tertanam di distal saluran di intravena. Zat ini akan dibersihkan oleh sel-sel Kupffer di hati dan dieksresikan ke
belakang duodenum, sehingga sulit untuk dideteksi. Dilatasi duktus koledolus pada empedu. Pengambilan zat ini di hati dapat dideteksi dalam 10 menit, sedang
USG, normal diameter biasanya kurang dari 8mm, batu – batu kecil pada vesika kandung empedu, duktus biliaris dan duodenum akan tampak dalam 60 menit.
felea, dan adanya manifestasi klinis ikterus, dapat dijadikan asumsi bahwa pada Pengisian vesika felea dan CBD dengan penundaan atau tidak ada pengisian di
duktus koledokus terdapat batu yang menyebabkan obstruksi. Tumor pada ampulla duodenum mengindikasikan obstruksi daerah ampulla Vateri. Sensitifitas dan
Vateri mungkin sulit untuk didiagnosa dengan USG, kecuali yang sudah menyebar spesifisitas pemeriksaan ini sekitar 95%. 1,2,12.
ke supraduodenal. Ultrasonografi dapat mengevaluasi invasi tumor ke porta hepatis,
suatu petanda klinis untuk resektabilitas tumor ampulla Vateri. Untuk ikterus
obstruktif ultrasound mempunyai sensitifitas 70 – 95 % dan spesifisitas 80 – 100 %.
f. MRI (Magnetic Resonance Imaging) Pada tes awal ultrasonografi dapat mencari adanya batu di kandung empedu, juga
Memberikan informasi anatomi hati, vesika felea dan pankreas seperti pada CT scan. dapat menunjukkan ukuran/kaliber duktus koledokus. Karena batu pada duktus
Dalam mendeteksi koledokolitiasis, mempunyai sensitivitas 95% dan spesifisitas koledokus mempunyai tendensi untuk bergerak ke bawah, ke arah distal duktus
89%. Penggunaan MRI dengan teknik terbaru menggunakan kontras, akan koledokus, penampakannnya pada ultrasonografi dapat terhalang oleh gas usus
meningkatkan keakuratan gambaran anatomik saluran empedu dan saluran pankreas, (duodenum), tetapi adanya dilatasi duktus koledokus > 8 mm pada ultrasonografi
seperti pada pemeriksaan MRI dengan metode MRCP (Magnetic Resonance pada pasien dengan batu empedu, ikterus, dan nyeri bilier sangat patut diduga
Cholangiopancreatography). adanya koledokolitiasis. ERCP merupakan baku emas pada diagnosis
koledokolitiasis, dengan keuntungan adanya kemungkinan tindakan terapetik pada
g. Endoskopik Ultrasound saat diagnosis. Keberhasilan diagnosis mencapai 90 %, dengan morbilitas kurang
Membutuhkan endoskop khusus dengan ultrasound pada ujungnya. Hasilnya dari 5 % (cholangitis dan pankreatitis). Endoskopik ultrasonografi dan PTC kurang
tergantung kepada operator, tapi merupakan pemeriksaan imaging yang non invasif sensitif dan jarang dilakukan pada koledokolitiasis.
pada saluran empedu dan struktur-struktur di sekitarnya. Berguna pada evaluasi Pada pasien yang dicurigai adanya batu di duktus koledokus, pre operatif ERCP atau
tumor saluran empedu dan resektabilitasnya. Endoskop ultrasound ini mempunyai intra operatif cholangiografi dapat memperlihatkan batu tersebut. Jika pada ERCP
lubang biopsi, yang memberi akses untuk biopsi tumor dengan tuntunan ultrasound. terlihat batu, sfingterotomi dan ekstraksi batu koledokus dapat dilakukan, diikuti
dengan laparoskopik kolesistektomi. Eksplorasi duktus koledokus secara
laparoskopik juga dapat dilakukan pada koledokolitiasis, dengan akses dari duktus
sistikus atau lewat duktus koledokus.
Penyebab tersering ikterus obstruktif Eksplorasi CBD secara terbuka bisa dilakukan jika laparoskopi tidak
1. Koledokolitiasis memungkinkan. Jika dilakukan koledokotomi, T.tube (atau NGT) harus diletakkan
Merupakan penyebab tersering obstruksi saluran bilier ekstrakepatal. Batu bisa pada tempatnya sebagai drainase. Pada kasus impaksi batu pada ampulla yang sulit
tunggal atau multipel, besar atau kecil. Lebih kurang 10% dari pasien kolelitiasis, diambil, biasanya terdapat pelebaran duktus koledokus sampai mendekati 2 cm
mempunyai batu di duktus koledokus. Sekitar 20 – 25 % pasien di atas 60 tahun diameternya, sehingga koledokoduodenostomi atau Roux-en-Y koledokojejunostomi
dengan batu empedu simptomatik mempunyai batu pada duktus koledokus dan mungkin menjadi pilihan terbaik.
kandung empedu. Sebagian besar batu koledokus pada negara barat terbentuk di
dalam kandung empedu dan bermigrasi melalui duktus sistikus ke duktus koledokus. 2. Tumor kaput pankreas
Batu ini diklasifikasikan sebagai batu koledokus/koledokolitiasis sekunder, sebagai Adenokarsinoma adalah neoplasma tersering pada pankreas. Kaput pankreas
lawan dari batu primer, yang terbentuk secara langsung di duktus koledokus. Batu merupakan bagian pankreas yang paling sering terkena + 60 – 70 %. Karsinoma
sekunder biasanya batu koleterol, sedangkan batu primer biasanya berwarna coklat pankreas merupakan tumor yang relatif jarang, di Amerika merupakan 2 % dari
dan berhubungan dengan stasis bilier dan infeksi yang sering terlihat pada populasi kasus keganasan yang baru muncul, tapi merupakan 5 % dari penyebab kematian
di Asia. Penyebab stasis bilier yang mengakibatkan terbentuknya batu primer di karena keganasan dan menduduki peringkat kelima sebagai penyebab kematian
antaranya adalah striktur saluran bilier, stenosis papilla, tumor, ataupun batu setelah kanker pulmo, payudara, prostat, kolorektal dan ovarium. Pembedahan
sekunder yang sudah terbentuk sebelumnya. Koledokolitiasis bisa tanpa gejala dan merupakan satu-satunya terapi kuratif. Penyebab karsinoma pankreas tidak
sering ditemukan tanpa sengaja. Dapat pula menyebabkan obstruksi, baik komplit diketahui. Faktor resikonya adalah merokok, pankreatitis kronis, diabetes mellitus.
atau inkomplit, atau dapat bermanifestasi dengan kolangitis atau pankreatitis. Nyeri Mutasi onkogen K-ras didapat pada 75 % pasien. Terdapat juga over ekspresi C-erb
yang dapat terjadi sifatnya hampir sama dengan nyeri kolik pada impaksi batu di B-12, HER2/neu, dan Bcl-2. Kerusakan tumor supressor gen P53 juga didapat pada
duktus sistikus. Pemeriksaan fisik bisa normal, tetapi nyeri tekan ringan pada 50 % pasien. Karsinoma pankreas biasanya berkembang tanpa gejala pada awalnya,
epigastirum atau regio kanan atas sering ditemukan. Mual, muntah, dan ikterus juga dan sebagian besar pasien sudah mempunyai stadium yang lanjut pada saat
sering ditemukan. Gejala – gejala ini dapat bersifat intermitent, seperti nyeri dan diagnosis. Sekitar 70 % tumor berkembang di kaput pankreas, sebuah lokasi yang
ikterus yang disebabkan adanya batu yang mengalami impaksi temporer pada sering menimbulkan striktur pada bagian intrapankreatik dari duktus koledokus dan
ampulla tetapi sering terlepas lagi, berlaku seperti ‘ball valve”. Batu yang relatif menimbulkan ikterus. Adanya warna kuning pada sklera dan kulit disertai urine yang
kecil dapat melewati ampulla secara spontan dengan akibat hilangnya gejala dan gelap seperti kola/teh dan tinja yang pucat/akolik. Gatal merupakan gejala yang
tanda klinis yang ada. Tetapi dapat juga batu menjadi impaksi komplit, lazim. Pada tumor yang kecil tidak ada rasa sakit, tapi pada tumor yang sudah besar
mengakibatkan ikterus berat yang progresif. dapat menginvasi persarafan retroperitoneal dan mengakbatkan nyeri perut dan back
Peningkatan serum bilirubin, alkali pospatase, dan transaminase sering didapatkan, pain. Penurunan berat badan sering didapatkan. Diabetes didapat pada 20 % pasien.
tetapi pada sepertiga kasus, hasil tes fungsi hati adalah normal.
Pada 15 % pasien, terdapat distorsi duodenum menimbulkan gejala seperti obstruksi inferior dibanding Whipple standar. Pada kasus-kasus tertentu dapat dilakukan total
gastrik outlet. Kadang gejala pankreatitis akut karena sumbatan tumor pada kaput ini pankreatektomi atau parsial pankreatektomi.
merupakan tanda/gejala yang pertama kali muncul. Oleh karena itu, pada pasien Terapi ajuran kemoterapi dan radioterapi untuk karsinoma pankreas masih
dengan akut tanpa penyebab yang jelas, apakah itu batu empedu atau alkohol, ERCP kontroversial. Agen kemoterapi yang biasa dipakai adalah 5 Fluorouracil.
sangat membantu untuk menyingkirkan lesi anatomis karsinoma kaput pankreas ini. Pada kasus yang lanjut, dimana tumor sudah unresectable, dan tindakan yang
Tumor pada korpus dan kauda pankreas tidak secara khas mengenai duktus diambil adalah paliatif. Untuk tatalaksana obstruksi bilier dapat dilakukan surgical
koledokus dan jarang bergejala ikterus. Pada pemeiksaan klinis didapatkan kuning by pass, endoscopic stenting, dan transhepatic stenting. Sten palstik yang dipakai
pada sklera dan kulit, kandung empedu mengalami pembesaran dan dapat teraba biasanya berukuran 7-10 French yang mempunyai median patency 4 bulan. Stent
pada regio kanan atas (Courviosier’s sign). Tumor kaputnya sendiri jarang bisa metal lebih mahal, tetapi mempunyai median patency yang lebih lama, melebihi
diraba. Pada stadium lanjut kadang ditemukan limfadenopati pada supraklavikula median survival pada kelompok pasien paliatif ini. Pada penelitian RCT, tindakan
kiri (Virchow’s Node), asites, karsinosis dengan teraba tumor pada omentum. Pada bedah mempunyai morbiditas dan mortalitas dini yang lebih besar dibanding
ultrasonografi dapat terlihat massa pankreas yang hipoekhoik dibanding dengan stenting. Tapi pada stenting mempunyai angka kegagalan jangka panjang yang lebih
jaringan pankreas normal di sekitarnya, disertai pelebaran duktus pankreatikus, tinggi. Keduanya tetapi tidak berbeda dalam hal survival. Pasien dengan angka
duktus biliaris dan dilatasi vesika felea (Courvoisier Gallbladder). CT Scan harapan hidup lebih dari 6 bulan atau yang membutuhkan gastrojejunostomi untuk
merupakan alat bantu diagnostik pilihan bila tumor kaput pankreas dicurigai. obstruksi duodenum mungkin lebih baik diterapi bedah. Pasien dengan metastace
Sebaiknya dipakai kontras per oral atau intravena. Suatu area inhomogen pada kaput yang luas, karsinosis, asites, terapi terbaik dengan stenting.
pankreas dan pelebaran saluran bilier dapat terlihat. Pelebaran saluran bilier dapat Obstruksi duodenum terjadi pada 10-20 % (15%) pasien karsinoma pankreas. Terapi
intra maupun ekstra hepatal, dan saluran bilier yang mengalami pelebaran dapat utama dengan gastrojejunostomi baik dengan laparoskopi atau bedah terbuka. Pada
tiba-tiba berhenti pada daerah dimana merupakan pertemuannya dengan massa penelitian RCT, pada pasien dengan resiko rendah untuk terjadi obstruksi gastric
tumor. Pelebaran duktus pankreatikus dan vesika felea juga dapat terlihat. outlet, tidak ada perbedaan yang bermakna pada survival pada pasien dengan atau
Keunggulan CT scan adalah jika sudah terjadi metastase tumor ke limfonodi, tanpa gastrojejunostomi. Tetapi osbtruksi gastric outlet kemudan terjadi pada banyak
metastase ke hati atau organ-organ di sekitarnya, asites, trombosis pembuluh darah pasien tanpa gastrojejunostomi yang akhirnya memerlukan tindakan bedah. Oleh
pada daerah tumor, biasanya dapat dilihat. Kadang tumor kaput pankreasnya sendiri karena itu disarankan untuk melakukan gastrojejunostomi profilaksi pada pasien
mungkin tidak terlihat, tapi adanya tanda-tanda tersebut di atas mengarahkan ke tumor laparotomi. Tidak ada penelitian adekuat yang membandingkan keunggulan
diagnosis tumor kaput pankreas. bedah terbuka dengan laparoskopi pada tindakan gastrojejunostomi by pass ini.
Tindakan bedah merupakan satu-satunya tindakan yang potensial kuratif untuk
karsinoma pankreas. Untuk lesi pada kaput pankreas, ada empat tindakan bedah 3. Kolangio Karsinoma
utama yaitu : Kolangio karsinoma adalah adenokarsinoma dari duktus bilier intra maupun ekstra
- standard Whipple pancreaticoduodenectomy hepatal, merupakan tumor yang jarang yang timbul dari epitel saluran bilier. Sekitar
- pylorus preserving pancreaticoduodenectomy 2/3 terletak pada percabangan duktus hepatikus. Reseksi bedah merupakan satu-
- total pancreatectomy satunya tindakan yang bersifat kuratif, tetapi celakanya sebagian besar pasien sudah
- regional pancreatectomy mempunyai stadium yang lanjut pada saat diagnosis, oleh karena itu tindakan
paliatif untuk drainase bilier dan mencegah gagal hati dan kolangitis sering
Operasi standar untuk keganasan periampuller yang dikenal sebagai Whipple merupakan satu-satunya tindakan yang bisa diambil. Sebagian besar pasien dengan
prosedur dipopulerkan oleh Whipple di Amerika pada tahun 1935. Pada operasi ini penyakit yang unresectable akan meninggal dalam satu tahun ke depan
kaput pankreas, duodenum, kandung empedu, duktus koledokus distal Insidensi kolangiokarsinoma pada otopsi sekitar 0,3 %. Rasio laki-laki : perempuan
(intrapankreatik), antrum, direseksi secara en-block beserta limfonodi di sekitarnya. adalah 1,3 : 1. Usia terpapar diantara 50 sampai 70 tahun ( usia pertengahan ).
Kemudian dilakukan rekonstruksi pankreaticojejunostomi, koledokoyeyunostomi, Faktor resiko kolangiokarsinoma adalah sklerosing kolangitis , stasis bilier, batu
dan gastroyeyunostomi. saluran bilier, diet nitrosamin, kista koledokus, hepatolitiasis, biliary-enteric
Traverso dan Longmire pada tahun 1978 melakukan preservasi pilorus pada anastomosis dan infeksi saluran bilier oleh Clonorchis sinenssis, Opisthorcchis
Whipple prosedur dengan tujuan untuk mempertahankan fungsi gaster dan felineus, dan tifoid carrier.
menurunkan angka ulkus pada anastomose. Kondisi yang tidak menguntungkan Lebih dari 95 % kanker saluran bilier adalah adenokarsinoma. Secara morfologis
yang bisa muncul adalah batas reseksi tumor yang tidak adekuat pada proksimal terbagi menjadi noduler (tersering), schirrous, infiltrasidifus, dan papiller. Secara
duodenum. Belum ada penelitian RCT yang membandingkan tehnik ini dengan anatomis terbagi menjadi distal, proksimal, dan perihiler. Intrahepatik
Whipple standar, tapi dari beberapa studi kasus, terlihat bahwa tehnik ini tidak lebih kolangiokarsinoma diterapi seperti karsinoma hepatoseluler dengan hepatektomi jika
memungkinkan. Sekitar 2/3 kolangiokarsinoma terletak di perihiler, yang dikenal Dekompresi bilier non operatif dapat dilakukan pada pasien yang inresectable saat
sebagai Klatskin tumor. penilaian diagnosis. Perkutaneus drainase biasanya dilakukan pada tumor yang
Gejala klinis yang sering muncul pada kolangiokarsinoma adalah ikterus yang proksimal. Untuk tumor distal, drainase interna dengan endoskopi sering merupakan
painless. Pruritus, nyeri ringan epigastrium, nafsu makan menurun, lemah dan berat pilihan. Pada drainase interna dan eksterna ini terdapat resiko kolangitis yang cukup
badan menurun bisa muncul. Simpton kolangitis muncul pada 10 % pasien tinggi, disamping resiko sumbatan drainasenya/stent. Walaupun melalui tindakan
kolangiokarsinoma, tetapi biasnya muncul setelah adanya manipulasi sistem bilier. bedah terbuka mempunyai keberhasilan potensi drainase yang lebih tinggi dan
Kecuali ikterus, pada pemeriksaan fisik biasnya normal. Kadang-kadang pasien yang resiko kolengitis yang lebih rendah, intervensi operasi ini tidak dianjurkan pada
asimptomatik ditemukan mempunyai kolangiokarsinoma pada saat ditemukan pasien dengan metastasis.
peningkatan kadar alkalifosfatase dan γGT. Test pertama kali biasanya dengan USG Tidak ada bukti yang nyata tentang manfaat kemoterapi ajuvan pada
dan CT scan. Pada tumor perihiler didapatkan pelebaran saluran bilier intrahepatal kolenagiokarsinoma. Radioterapi ajuvan juga tidak terbukti meningkatkan kualitas
tetapi dengan normal atau kolaps kandung empedu dan duktus bilier distal dari hidup maupun harapan hidup/survival pada pasien yang dilakukan reseksi tumornya.
tumor. Tumor bilier distal menunjukkan dilatasi pada saluran bilier intrahepatal, Pada pasien yang unresectable sering diterapi dengan 5 FU atau kombinasi 5 FU
ekstrahepatal dan kandung empedu. USG dapat menentukan level sumbatan dan dengan mitomycin-C dan Deksorubicin, tetapi respon ratenya rendah, sekitar 10 %
dapat menyingkirkan adanya batu sebagai penyebab ikterus obstruktif. Biasanya dan 30 %. Kombinasi radioterapi dengan kemoterapi mungkin lebih efektif daripada
sangat sulit untuk memvisualisasikan tumornya sendiri pada USG maupun CT scan terapi tunggal untuk tumor yang unresectable, tapi belum ada bukti RCT yang
standar. Saluran bilier ditentukan dengan kolangiografi. Dengan PTC dapat menunjang, begitu pula dengan interstitiel brachyterapi dengan Iridium 192 yang
menunjukkan perluasan tumor ke arah proksimal, yang merupakan faktor yang dikombinasi dengan radiasi eksterna masih dalam penelitian.
sangat penting untuk menentukan resektabilitas tumor. ERCP digunakan untuk Sebagian besar pasien dengan perihiler kolangiokarsinoma datang dengan stadium
evaluasi tumor di bagian distal. Untuk evaluasi adanya keikutsertaan vaskuler, lanjut yang unresectable. Pasien yang unresectable ini mempunyai survival antara 5
angiografi celiac mungkin diperlukan. MRI juga dapat digunakan sebagai sampai 8 bulan. Penyebab kematian tersering adalah gagal hati dan kolangitis. Untuk
pemeriksaan yang non invasif untuk menentukan anatomi saluran bilier, limfonodi, yang resectable, angka harapan hidup 5 tahun adalah sekitar 10-30%, dan untuk
dan keterlibatan vaskuler, juga pertumbuhan tumor itu sendiri. pasien yang margin bebas tumor bisa mencapai 40 5. Mortalitas operasi pada
Pasien harus menjalani operasi eksplorasi jika mereka tidak mempunyai tanda-tanda perihilar kolangiokarsinoma sekitar 6-8 %. Pasien dengan distal kolangiokarsinoma
metastasis atau tumor yang unresectable. Bagaimanapun juga, walau dengan lebih sering resectable sehingga mempunyai prognosis yang lebih baik. Angka
semakin canggihnya perangkat bantu diagnostik USG, CT Scan, MRI, lebih dari ½ harapan hidup 5 tahun untuk yang resectable adalah sekitar 30-50% dan median
yang menjalani operasi eksplorasi ternyata mempunyai keterlibatan pada survival 32-38 bulan.
peritoneum, metastase pada limfonadi atau hepar, atau sudah locally advanced Resiko rekurensi setelah reseksi tumor sangat ditentukan oleh negativitas margin
disease yang tidak memungkinkan reseksi. Pada pasien-pasien ini, bypass untuk reseksi dan kebersihan dari limfonodi yang positif tumor. Terapi untuk rekurensi
dekompresi bilier dan kolestektomi untuk mencegah terjadinya kolestitis akut harus adalah paliatif untuk gejala yang ada, terapi bedah tak dianjurkan.
dilakukan. Untuk kolangiokarsinoma perihiler yang enresectable, Roux-en-Y
kolangiojejunostomi ke saluran-saluran bilier segmen II atau segmen III atau ke
duktus hepatikus kanan dapat dilakukan. Untuk reseksi kuratif, lokasi tumor dan
perluasan lokalnya sangat menentukan luas reseksi. Tumor perihiler yang mengenai
bifurkasio dan duktus koledokus proksimal (Bismuth-Corlette tipe I dan II) tanpa
invasi vaskuler, merupakan kandidat untuk eksisi lokal tumor, dengan
limfadenektomi portal, kolesistektomi dan eksisi koledokus, dan bilateral
hepatikojejunostomi. Jika tumor mengenai duktus hepatikus kanan atau kiri,
(Bismuth-Corlette tipe IIIa atau IIIb) maka lobektomi kanan atau kiri harus
dilakukan. Seringkali reseksi lobus kaudatus diperlukan karena perluasan langsung
tumor.
Kolangiokarsinoma sebelah distal lebih sering bersifat resectable. Biasanya diterapi
dengan pylorus preserving pankreatoduodenektomi (Whipple Prosedur). Untuk yang
unresectable pada eksplorasi, Raoux-en-Y hepatojejunostomi, kolesistektomi, dan
gastrojejunostomi untuk mencegah obstruksi gastrik outlet harus dikerjakan.

Anda mungkin juga menyukai