Disusun oleh :
dr. Anik Oktafiani
Dokter Intersip periode 2018-2019
Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat
juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu
banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil.
Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
Sampai saat ini etiologi dan patogenesis dari BPH belum diketahui secara
pasti, tetapi secara umum telah diketahui bahwa BPH hanya dapat timbul pada pria
yang berusia tua dan mempunyai testis yang berfungsi normal dimana hormon
androgen diduga mempunyai peran yang sangat penting. Namun demikian sampai
saat ini terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan mengenai etiologi dan
patogenesis dari BPH, yaitu Dihidrotestosteron (DHT).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia
50 tahun (50-79tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang.
Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah
dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian
bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian
bermanifes dengan gejala klinik.
Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran
kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari
tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan
yang paling berat yaitu operasi.
BAB II
PRESENTASI KASUS
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA
I.1 Identitas
Nama : Tn. AR
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Batu Merah, Kalimantan Selatan
Tanggal masuk : 3 Juli 2018
No. CM : 0720xx
I.2 Anamnesis
Autoanamnesis
A. Keluhan utama : Buang air kecil tidak lancar
B. Keluhan tambahan: Buang air kecil harus mengedan, sering tidak
tuntas, pancaran buang air kecil melemah, terasa sakit
saat buang air kecil dan sering terbangun pada malam
hari.
C. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RSUD Balangan dengan keluhan buang air kecil
tidak lancar sejak 6bulan SMRS. Pasien sering mengedan saat pertama
akan buang air kecil, tetapi air kencing yang keluar tidak lancar dan
pancaran air kencing yang lemah. Pasien harus menunggu untuk memulai
kencing. Setelah buang air kecil pasien sering merasa tidak terpuaskan dan
pancaran air kencing saat akhir menetes. Pasien sering terbangun saat
malam hari untuk buang air kecil, hingga 3-4 kali dalam semalam. Pasien
juga mengeluhkan nyeri pada saat buang air kecil. Riwayat demam,
kencing bercampur darah, nyeri di pinggang disangkal oleh pasien
E. Status Urologi
Regio Costovetebralis
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, tanda radang (-),
hematom (-), massa tumor (-)
Palpasi : Massa tumor (-), ballotemen ginjal (-), nyeri tekan
costovetebral (-)
Perkusi : Nyeri ketok (-)
F. Regio Suprapubic
Inspeksi : Kesan cembung, tidak tampak massa tumor
Palpasi : Nyeri tekan (-)
G. Pemeriksaan penunjang
Darah Hasil Satuan Nilai Normal
Rutin
HB 11.1 g/dl 14-18
AE 3.60 Juta/mm3 4.5-6.2
AL 27200 mm3 4000-10000
HCT 29.9 % 42-54
AT 194.000 mm3 150-450ribu
I.4 Resume
Laki-laki 64 tahun, mengeluh buang air kecil tidak lancar sejak 6 bulan
SMRS. Ditemukan gejala obstruksi berupa mengedan saat awal kencing, rasa tidak
puas saat kencing, kencing yang menetes saat akhir kencing dan pancaran air kencing
yang lemah. Ditemukannya gejala iritatif berupa nyeri saat kencing, sering terbangun
dimalam hari karena ingin buang air kecil, pasien merasakan lebih sering kencing, dan
seperti tidak dapat menahan kencing.
Pemeriksaan Fisik
- Rectal Toucher
Spincter ani baik, Mukosa rectum licin, Rectum tidak kolaps, Massa pada recti (-)
Pemeriksaan prostat :
Teraba masa arah jam 11 sampai 2, pole atas tidak teraba, sulcus prostat tidak teraba,
Permukaan rata, konsistensi padat kenyal, ukuran ±2x1 cm, nyeri tekan (-). Sarung
tangan : Tidak ada darah/lendir yang menempel pada jari
I.7 Terapi
Pre op
Pro open prostatektomi e.c BPH
Informed concent
Konsul anestesi
Puasakan
IVFD RL 20tpm
Injeksi premediaksi pycin 3x750mg
Post op
IVFD RL 20tpm
Infus Paracetamol 3x1gr
Injeksi pycin 3x750mg
Atur irigasi agar lancar
I.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
I. Definisi
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan
dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena
mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran
pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan
bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan
lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung
jaringan kelenjar.
Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi
epitel thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga
keseluruhan epitel tampak menyerupai epitel berlapis.
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis
inferior (cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a.
mesenterium inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat
yang kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang
menuju ke kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus
dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
Fisiologi
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan
cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan
cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat
dibawah pengaruh Androgen Bodiesdan dapat dihentikan dengan pemberian
Stilbestrol.
III. Epidemiologi
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki dan
insidennya berdasarkan dari umur.
IV. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim
aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya
hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian
estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain
ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat
menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan
menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol
pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi
penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan
penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan
hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen
oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua
bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan
bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
V. Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya
gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik
ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan
mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine
(obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot
polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor.
Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot
polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari
stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh
komponen mekanik.
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi
uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk
mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan
berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase
penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk
ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin
tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua
muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini
jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
VII. Diagnosis
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Colok Dubur / Digital Rectal Examination (DRE)
2. Adakah asimetri
4. Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba
biasanya besar prostat diperkirakan < 60 gr.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urine mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
pada saluran kemih
Faal ginjal memantau kadar kreatinin serum untuk mengetahui komplikasi
ke ginjal
PSA
Kadar PSA tinggi menggambarkan pertumbuhan volume prostat yang cepat
d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan
bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda
dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya
hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke
tulang dari carsinoma prostat.
2. Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis
2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh
adanya indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar
prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata
kail atauhooked fish
3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi vesica urinaria
4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.
4. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau
pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat
memberikan gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria
atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter,
atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi
keterangan mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra
pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.
e. Pemeriksaan Lain
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin
ditentukan oleh :
daya kontraksi otot detrusor
tekanan intravesica
resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan
puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan,
laju pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya
sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin
lemah pancaran urin yang dihasilkan.
IX. Penatalaksanaan
Jika gejala masih ringan, sebaiknya dilakukan pengamatan lebih lanjut.
Pada keadaan tidak dapat buang air kecil (berarti sumbatan sudah total), maka
pertolongan pertama yang dilakukan adalah pemasangan kateter.
Terapi Konservatif Non Operatif
Alpha blockers
• Terdapat jenis alpha blocker non selektif dan selektif (terhadap alpha-1
reseptor)
Terapi Operatif
Open Prostatektomi
Digunakan pada: BPH yang cukup besar (< 80-100 cm3 atau berat
inkontinensia urin
Indikasi metode TURP adalah gejala sumbatan yang menetap, progresif akibat
pembesaran prostat, atau tidak dapat diobati dengan terapi obat lagi
Komplikasi:
Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi
retrograd, dan striktura uretra.
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang
pada kasus ini, didapatkan diagnosis pasien menderita BPH.
Dasar diagnosis ini adalah berdasarkan anamnesis pada tanggal 3Juli 2018 di bangsal
melati seorang laki-laki 64 tahun, mengeluh buang air kecil tidak lancar sejak 6 bulan SMRS.
Ditemukan gejala obstruksi berupa mengedan saat awal kencing, rasa tidak puas saat kencing,
kencing yang menetes saat akhir kencing dan pancaran air kencing yang lemah.
Ditemukannya gejala iritatif berupa nyeri saat kencing, sering terbangun dimalam hari karena
ingin buang air kecil, pasien merasakan lebih sering kencing, dan seperti tidak dapat menahan
kencing. Sesuai dengan teori yang ada dan masuk dalam kriteria BPH.
Pada pemeriksaan prostat dalam kasus ini teraba masa arah jam 11 sampai 2, pole
atas tidak teraba, sulcus prostat tidak teraba, Permukaan rata, konsistensi padat kenyal, ukuran
±2x1 cm, nyeri tekan (-). Sarung tangan : Tidak ada darah/lendir yang menempel pada jari.
Pada hiperplasia prostat akan teraba prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan
rata, asimetri dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas
atas semakin sulit untuk diraba. Pada perabaan prostat harus diperhatikan konsistensi pada
pembesaran prostat kenyal, adakah asimetri , adakah nodul pada prostat, apakah batas atas
dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan <
60 gr.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus ini didapatkan anemia dan terdapat
infeksi dimana hasil hemoglobin 11.1 g/dl dan angka leukosit 272000mm3. Pada pemeriksaan
penunjang lainnya juga diperlukan pemeriksaan PSA (prostat spesific antigen), kadar PSA
tinggi menggambarkan pertumbuhan volume prostat yang cepat. Selain itu sebaiknya
dilakukan pemeriksaan penunjang lain seperti USG untuk mengetahui besar atau volume
kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk
melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual
urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti batu,
tumor, dan divertikel.
Pada kasus ini dilakukan tindakan prostatectomy,biasanya digunakan pada BPH yang
cukup besar (< 80-100 cm3 atau berat >60 gr ) disertai dengan batu buli-buli multipel,
divertikula yang besar. Perbaikan klinis yang terjadi sebesar 85-95%. Komplikasi: striktur
dengan batu buli multipel. Perbaikan klini yang terjadi sebesar 85-95%. Komplikasi
seperti striktur uretra dan inkontinensia urin.
DAFTAR PUSTAKA