A. DEFINISI/PENGERTIAN
B. PENYEBAB
Appendiksitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang
dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
1) Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid
submukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
2) Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada
appendiksitis akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli,
Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus.
3) Kecenderungan Familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik
dan letaknya yang memudahkan terjadi appendiksitis.
Appendiksitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor predisposisi yaitu :
a. Menurut kapita selekta kedokteran bahwa faktor yang tersering adalah
obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi oleh karena :
1. Hiperplasia dari folikel limpoid, ini merupakan penyebab yang
terbanyak.
2. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
3. Adanya benda asing yang keras seperti biji – bijian.
4. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari kolon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptokokus.
c. Faktor Sex
Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur
15 – 30 tahun (remaja dan dewasa). Ini disebabklan oleh karena
peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks.
1. Appendiks yang terlalu panjang.
2. Messo appendiks yang pendek.
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen apendiks.
4. Kelainan katup di pangkal apendiks.
C. EPIDEMIOLOGI/INSIDEN KASUS
D. PATHOFISIOLOGI
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
E. GEJALA KLINIS
Menurut Betz, Cecily, 2000 :
a. Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kana
bawah.
b. Anoreksia.
c. Mual.
d. Muntah (tanda awal yang umum, kurang umum pada anak yang
lebih besar).
e. Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
f. Nyeri lepas.
g. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
h. Konstipasi.
i. Diare.
j. Disuria.
k. Iritabilitas.
l. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4
sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas anamnesa
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya.
1) Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang
penting adalah :
1. Nyeri mula – mula di epigastrium (nyeri visceral) yang beberapa
waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
2. Muntah oleh karena nyeri visceral.
3. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
4. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.
3) Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
1) Leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama
pada kasus dengan komplikasi.
2) Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti, infeksi saluran kemih
atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama
dengan appendicitis.
4) Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi
komplikasi (misalnya peritonitis) tampak :
1) Scoliosis ke kanan.
2) Psoas shadow tak tampak.
3) Bayangan gas usus kanan bawah tak tampak.
4) Garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak.
5) 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak.
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai
adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.
c. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke
colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
komplikasi – komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya
dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda – tanda dari appendicitis. Selain itu,
juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila
terjadi abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan
secara langsung. Teknik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi
umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendix (appendectomy).
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1. Pre Operatif
a) Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.
b) Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c) Rehidrasi.
d) Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
e) Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil,
largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer
diberikan setelah rehidrasi tercapai.
f) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Intra Operatif
a) Apendiktomi.
b) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
c) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Post Operatif
a) Observasi TTV.
b) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah.
c) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,
selama pasien dipuasakan.
e) Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
f) Berikan minum mulai15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan
hari berikutnya diberikan makanan lunak.
g) Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2×30 menit.
h) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i) Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. DATA FOKUS
A. Data Subyektif
a. Pre Operatif
1) Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikalis kemudian
menjalar ke bagian perut kanan bawah.
2) Rasa sakit hilang timbul.
3) Mual dan muntah.
4) Diare atau konstipasi.
5) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan.
6) Rewel dan menangis.
7) Lemah dan lesu.
8) Suhu tubuh meningkat.
b. Post Operatif
1) Mengeluh sakit pada daerah luka operasi terutama bila
digerakkan.
2) Haus dan lapar.
3) Takut melakukan aktivitas.
4) Pendarahan.
B. Data Obyektif
a. Pre Operatif
1. Nyeri tekan titik Mc. Burney.
2. Bising usus meningkat, perut kembung.
3. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat.
4. Hasil lekosit meningkat 10.000 - 12.000 dan 13.000 UI bila
sudah terjadi perforasi.
5. Obstipasi.
b. Post Operatif
1. Luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen.
2. Bed rest / aktivitas terbatas.
3. Puasa dan infus.
4. Bising usus berkurang.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Pre Operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan, mual,
muntah, anoreksia.
3) Hipertermi berhubungan dengan respon sistemik dari inflamasi
gastrointestinal.
4) Ansietas berhubungan dengan proknosis penyakit rencana
pembedahan.
B. Intra Operatif
1) Risiko hipotermi berhubungan dengan suhu ruangan yang dingin.
2) Risiko perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan.
C. Post Operatif
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan
cairan yang tidak adekuat.
3) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pre Operasi
Diagnosa NOC NIC
1) Nyeri akut Tujuan : 1. Lakukan
berhubungan dengan Nyeri berkurang sampai pengkajian nyeri
inflamasi dan dengan hilang secara secara
infeksi. bertahap. komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
1. Mampu mengontrol karakteristik,
nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,
nyeri,mampu kualitas dan
menggunakan teknik non faktor
farmakologi untuk presipitasi.
mengurangi nyeri) 2. Kaji kultur yang
2. Melaporkan bahwa nyeri mempengaruhi
berkurang dengan respon nyeri.
menggunakan 3. Kontrol
manajemen nyeri lingkungan yang
3. Mampu mengenali nyeri dapat
(skala,intensitas, menpengaruhi
frekuensi, dan tanda nyeri seperti
nyeri) suhu ruangan,
4. Menyatakan rasa nyaman pencahayaan dan
setelah nyeri berkurang kebisingan.
4. Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
5. Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi.
6. Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyeri.
2) Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan kemampuan
kebutuhan tubuh nutrisi pasien adekuat. pasien untuk
berhubungan dengan NOC : Status Gizi, kriteria memenuhi
ketidakmampuan hasil : kebutuhan
mencerna makanan, 1. Mempertahankan berat nutrisi.
mual, muntah, badan. 2. Pantau
anoreksia. 2. Toleransi terhadap diet kandungan
yang dianjurkan. nutrisi dan kalori
3. Menunjukan tingkat pada catatan
keadekuatan tingkat asupan.
energi. 3. Berikan
4. Turgor kulit baik. informasi yang
tepat tentang
kebutuhan nutrisi
dan bagaimana
memenuhinya.
4. Minimalkan
faktor yang dapat
menimbulkan
mual dan
muntah.
5. Pertahankan
higiene mulut
sebelum dan
sesudah makan.
2. Post Operasi
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Catzel, Pincus. 1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta : EGC.
Dongoes, Marilyn. E.dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Johnson, Marion, dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis,
Missouri : Mosby Yearbook, Inc.
Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta :
Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis,
Missouri : Mosby Yearbook, Inc.
Nelson. 1994. Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2. Jakarta : EGC.
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta :
EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta :
EGC.
Gianyar, 14 Desember 2013
Mengetahui,
Pembimbing Praktek Ruang IBS Mahasiswa
Mengetahui
Pembimbing Akademik