TUGAS 1
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA
(Ekstrak Piper Nigrum L.)
KELAS : B
KELOMPOK 5
1. M. Shalhan Qaedi (201510410311124)
2. Sakinah Musa’ad (201510410311138)
3.
2. PRINSIP TEORI
A. Tanaman (Piper nigrum L.)
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Piperales
Ordo : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L.
B. Senyawa (Alkaloida)
Alkaloida adalah senyawa heterosiklik yang mengandung struktur
basa nitrogen. Banyak distribusinya pada tumbuhan tetapi tidak banyak
pada hewan. Pada waktu yang lampau sebagian besar sumber alkaloid
adalah pada tanaman berbunga, angiosperma. Pada tahun-tahun berikutnya
penemuan sejumlah besar alkaloid terdapat pada hewan, serangga
organisme laut, mikroorganisme dan tanaman rendah. Karena alkaloid
sebagai suatu kelompok senyawa yang terdapat sebagian besar pada
tanaman berbunga,maka para ilmuwan sangat tertarik pada sistematika
aturan tanaman. Kelompok teretentu alkaloid dihubungkan dengan family
atau genera tanaman tertentu. Kebanyakan family tanaman yang
mengandung alkaloid yang penting adalah Liliaxea, Solanaceae, dan
Rubiaceae. Family tanaman yang tidak lazim yang mengandung alkaloid
adalah Papaverceae. Di dalam tanaman yang mengandung alkaloid,
alkaloid mungkin terlokasi (terkonsentrasi) pada jumlah yang tinggi pada
bagian tanaman tertentu. Pada bagian tertentu tanaman tidak mengandung
alkaloid tetapi bagian yang lain sangat kaya alkaloid. Namun ini tidak
berarti bahwa alkaloid yang terbentuk, dibentuk di bagian tanaman
tersebut. Alkaloida banyak terdapat pada daun, kuncup muda, akar, dan
juga pada getah yang diproduksi pada tabung getah dalam epidermis.
Simplisia yang sering digunakan akar, daun, buah biji, dan kulit.
(Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, 2007)
Tata nama
Penamaan alkaloida didasarkan pada nama species asal senyawa
alkaloida (Papaverin = Papaver somniferum) dan dapat juga didasarkan
pada kerja farmakologisnya (Emetin = emetic)
Terdapat pula senyawa alkaloida yang dianggap sebagai alkaloida lemah
(alkaloida minor), penamaan alkaloida minor tersebut didasarkan pada nama
senyawa alkaloida utamanya (Kinin = Kinidin)
Pada senyawa isomer penamaan alkaloida digunakan pseudo, iso, neo, epi,
alo, dan jarang sekali digunakan “nor” karena hanya terbatas pada alkaloida yang
rumus utamanya tidak tersubstitusikan. Pada uji alkaloida kali ini, penamaan
senyawa alkaloida didasarkan pada nama species asal senyawa alkaloida (Piperina
= Piper nigrum) (Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, 2007)
Klasifikasi
Sifat-sifat fisika
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan Kristal dengan titik
lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid berbentuk
amorf, dan beberapa seperti nikotin dan konini berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang
kompleks, spesies aromatic berwarna. Pada umumnya basa bebas alkaloid hanya
larut dalam pelarut organic, meskipun beberapa pseudoalkaloid dan protoalkaloid
larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.
Sifat-sifat kimia
Kebanyakan alakaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya
pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan
nitrogen bersifat melepaskan electron, sebagai contoh gugus alkil maka
ketersediaan electron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami
dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Dalam Hasil
dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah
isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung
dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa organic atau
anorganik sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya dalam perdagangan
alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya.
Struktur
Reaksi Warna
Cara Kerja
Lakukan penyarian dengan campuran eter kloroform seperti pada cara
pengendapan
Pindahkan beberapa mL filtrat pada cawan porselin, kemudian uapkan
Tambahkan 1 sampai 3 tetes larutan percobaan (asam sulfat, asam nitrat,
Frohde LP, dan Erdmann LP)
(Materia Medica Jilid III)
Pemisahan KLT
Kromatografi lapis tipis adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana.
Pada Kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas serupa dalam hal fase diamnya
berupa lapisan tipis dan fase geraknya mengalir karena kerja kapiler. Perbedaannya
dalam sifat dan fungsi fase diam. Pada KLT, fase cair lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm)
yang terdiri dari bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan penyangga datar
yang biasanya terbuat dari kaca, tapi dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam.
Lapisan melekat kepada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya CaSO4
atau amilum (pati).
Pada KLT, zat penyerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan
pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata, umumnya digunakan lempeng
kaca. Lempeng yang umumnya dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka
dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorbsi, partisi atau kombinasi
kedua efek, tergantung dari jenis zat penyangga, cara pembuatan dan jenis pelarut
yang digunakan.
KLT dengan lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa
polar. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf
yang identik dan ukuran hampir sama, dengan menotolkan zat uji dan baku
pembanding pada lempeng yang sama. Perbandingan visual ukuran bercak yang dapat
digunakan untuk memperkirakan kadar secara semikuantitatif.
Titik tempat campuran ditotolkan pada ujung pelat atau lembaran disebut titik
awal dengan cara menempatkan cuplikan itu disana disebut penotolan. Garis depan
pelarut adalah bagian atas fase gerak atau pelarut ketika ia bergerak melalui lapisan,
dan setelah pengembangan selesai , merupakan tinggi maksimum yang diperoleh
pelarut. Perilaku senyawa tertentu di dalam sistem kromatografi tertentu dinyatakan
dengan harga Rf. Angka ini diperoleh dengan membagi jarak yang ditempuh oleh
bercak linarut dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan pelarut. Keduanya diukur
dari titk awal dan harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1.
Harga Rf
a) Preparasi sampel
1. Ekstrak sebanyak 0.9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5 ml HCL 2N,
dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit, sambal diaduk.
2. Setelah dingin ditambah 0.3 gram NaCl, diaduk rata kemudian disaring.
3. Filtrate ditambah 5 ml HCL 2N, filtrate dibagi tiga bagian dan disebut sebagai
larutan IA, IB, IC.
b) Reaksi pengendapan
1. Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah dengan pereaksi Wagner
dan larutan IC dipakai sebagai blanko.
2. Adanya kekeruhan atau endapan menunjukan adanya alkaloid.
c) Kromatografi lapis tipis (KLT)
1. Larutan IC ditambahkan NH4Cl pekat 28% sampai larutan menjadi basa, kemudian
diekstrasi dengan 5 ml kloroform (dalam tabung reaksi).
2. Filtrate (fase CHCL3) diuapkan sampai kering, kemudian dilarutkan dalam methanol
(1 ml) dan siap untuk pemeriksaan KLT.
Fase diam : Kiesel gel GF 254
Fase gerak : CHCL3 – Etil asetat (1:1)
Penampak noda : Pereaksi Dragendorff
3. Jika timbul warna Jingga menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak.
Skema Kerja
1. Preparasi sampel
Ekstrak
+ etanol Panaskan diatas
0,9 g
ad larut penangas air
+ HCl 2N
Filtrat ditambah
5ml HCl 2 N
Dingin,
tambahkan 0,3g
NaCl
2.Reaksi Pengendapan
3.KLT
Ekstraksi dengan
Larutan IC ditambah 5ml kloroform
NH4OH 28% pekat
sampai menjadi basa
Filtrate (fase CHCL3) Kemudian dilarutkan Siapkan
diuapkan sampai Chamber
dalam methanol (1 ml)
kering
a. Blanko
b. Mayer Keruh
c. wagner
Berat wadah
No. Jenis bahan ditimbang Berat wadah Berat bahan
+ bahan
1. Extrak Piper nigrum - - 0.3g
2) Uji pengendapan
Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan
coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada
pembuatan pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan ion I- dari kalium iodida
menghasilkan ion I3 - yang berwarna coklat. Pada uji Wagner, ion logam K+ akan
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk
kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.
Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan terbentuknya
endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada
pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi
reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil
(BiO+)
Bi3+ + H2O > BiO+ + 2H+
Hal tersebut kemudian dibuktikan juga melalui analisa menggunakan KLT,
sebelum pentotolan ditambahkan larutan NH4OH hingga larutan bersifat basa, hal
tersebut bertujuan agar senyawa alkaloida mudah ditarik oleh kloroform dan dapat
diidentifikasi melalui metode KLT. Dalam hal ini, kloroform hanya berlaku sebagai
larutan penarik senyawa aktif yang terdapat pada Piper nigrum.
Kemudian fase kloroform dipisahkan dan diupkan agar kloroform mencapai nilai
minimal dan tersisa extrak Piper nigrum yang mengandung alkaloida. Kemudian larutan
tersebut ditotolkan pada plat dengan fase diam Kiesel gel GF 254. Kemudian dieluasi
menggunakan campuran (kloroform : etil asetat = 1:1). Setelah tereluasi sempurna plat
dikeringkan agar noda dapat nampak pada sinar UV. Setelah itu disemprot menggunakan
penampak noda Dragondorff.
Pada ekstrak Piper nigrum tersebut muncul beberapa noda dengan intensitas
warna orange yang semakin ke atas semakin pekat. Hal tersebut membuktikan bahwa
kandungan senyawa alkaloida pada Piper nigrum lebih banyak dibandingkan senyawa-
senyawa lainnya sehingga pada akhir eluasi senyawa alkaloida masih nampak sedangkan
senyawa lain mulai habis dan terjerap pada fase diamnya. Sehingga pada akhir eluasi
senyawa alkaloida bisa dianggap sebagai senyawa tunggal atau mungkin dengan senyawa
lain yang lebih kecil kuantitasnya pada tanaman Piper nigrum L.
Perhitungan Rf
Jarak eluasi : 8 cm
Noda 1 : 6,5 cm / 8 cm= 0.81
Noda 2 : 6 cm / 8 cm = 0.75
7. KESIMPULAN
Piper nigrum L. mengandung senyawa alkaloida, menunjukkan kekeruhan atau
adisi tidak larut/keruh dengan penambahan Pelarut Mayer dan Pelarut Wagner.
Piper nigrum L. mengandung senyawa alkaloida, menunjukkan noda berwarna
orange atau jingga dengan fase diam Kiesel Gel GF 254 dan fase gerak (kloroform : etil
asetat = 1:1)
8. PUSTAKA
Anonim. Budiya Tanaman Rempah, Obat dan Aromatika, “Tanaman Lada (Piper
nigrum L.)” https://umyiffahcollection.wordpress.com diakses 20 Maret 2018
Anonim. Senyawa Alkaloid http://www.academia.edu/8317508/Senyawa_Alkaloid
diakses 20 Maret 2018
Anwar,C. 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktroran Jendral Pendidikan Tinggi Proyek
Pendidikan Tenaga Guru
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008. Taksonomi Koleksi
Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat Citeurup, Jakarta: CV: Global Express
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta : Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan. Hlm 523
Gandjar, Ibnu Gholib, dkk. 2007. Konsep Dasar Kimia Analisis.. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Kusumardiyani, Siti. 1992. Kimia bahan Alam. Jakarta : Pusat Antar Universitas Bidang
Ilmu
Maghwal, M. dan T.K Goswani, 2012. Nutritional Constituent of Black Pepper as
Medicinal Molecules: A Review
Rajeev, P. dan S. Devasahayam. 2005. Black Pepper (Extension Phamplet). Indian
Institute of Spice Research. Kochi, Indian
Rukmana, Rahmat. 2003. Bertanam Salda dan Sawi. Kanisius: Yogyakarta
Sastrohamijdojo.1996. Sintesis bahan Alam.Yogyakarta: UGM Press
Sirait, Midian, 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung:ITB, hal. 54-73
Wiliamson 2002. Mayor Herbs of Ayurveda Churchill Livingstone. United Kingdom