Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

TUGAS 1
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA
(Ekstrak Piper Nigrum L.)

KELAS : B
KELOMPOK 5
1. M. Shalhan Qaedi (201510410311124)
2. Sakinah Musa’ad (201510410311138)
3.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
1. TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida
dalam tanaman.

2. PRINSIP TEORI
A. Tanaman (Piper nigrum L.)
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Piperales
Ordo : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L.

Nama Daerah : Lada, Merica


Simplisia : Minyak atsiri mengandung felandren, dipenten,
kariopilen, limonene, alkaloida piperina dan kavisina
Penggunaan : Karminative, dan iritasi lokal
Kandungan
Mengandung minyak atsiri dan senyawa alkaloida piperina dan kavisina
(Materia Medica Jilid IV)
Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan rempah-rempah yang
terpenting dan tertua di dunia. Tanaman ini termasuk famili Piperaceae,
yang terdiri dari lebih kurang 12 genus. Lada atau yang sering disebut
merica memiliki nama ilmiah Piper nigrum L. adalah salah satu rempah
yang berbentuk biji-bijian kecil. Tumbuhan lada adalah tumbuhan
merambat dan memiliki daun tunggal berbentuk bulat telur berwarna hijau
pucat dan buram dengan ujung runcing yang tersebar dengan batang yang
berbuku-buku. Bunga lada tersusun dalam bentuk bunga majemuk dan
berkelamin tunggal tanpa memiliki hiasan bunga. Sedangkan buah lada
berbentuk bulat dengan biji yang keras namun memiliki kulit buah yang
lunak.

B. Senyawa (Alkaloida)
Alkaloida adalah senyawa heterosiklik yang mengandung struktur
basa nitrogen. Banyak distribusinya pada tumbuhan tetapi tidak banyak
pada hewan. Pada waktu yang lampau sebagian besar sumber alkaloid
adalah pada tanaman berbunga, angiosperma. Pada tahun-tahun berikutnya
penemuan sejumlah besar alkaloid terdapat pada hewan, serangga
organisme laut, mikroorganisme dan tanaman rendah. Karena alkaloid
sebagai suatu kelompok senyawa yang terdapat sebagian besar pada
tanaman berbunga,maka para ilmuwan sangat tertarik pada sistematika
aturan tanaman. Kelompok teretentu alkaloid dihubungkan dengan family
atau genera tanaman tertentu. Kebanyakan family tanaman yang
mengandung alkaloid yang penting adalah Liliaxea, Solanaceae, dan
Rubiaceae. Family tanaman yang tidak lazim yang mengandung alkaloid
adalah Papaverceae. Di dalam tanaman yang mengandung alkaloid,
alkaloid mungkin terlokasi (terkonsentrasi) pada jumlah yang tinggi pada
bagian tanaman tertentu. Pada bagian tertentu tanaman tidak mengandung
alkaloid tetapi bagian yang lain sangat kaya alkaloid. Namun ini tidak
berarti bahwa alkaloid yang terbentuk, dibentuk di bagian tanaman
tersebut. Alkaloida banyak terdapat pada daun, kuncup muda, akar, dan
juga pada getah yang diproduksi pada tabung getah dalam epidermis.
Simplisia yang sering digunakan akar, daun, buah biji, dan kulit.
(Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, 2007)
Tata nama
Penamaan alkaloida didasarkan pada nama species asal senyawa
alkaloida (Papaverin = Papaver somniferum) dan dapat juga didasarkan
pada kerja farmakologisnya (Emetin = emetic)
Terdapat pula senyawa alkaloida yang dianggap sebagai alkaloida lemah
(alkaloida minor), penamaan alkaloida minor tersebut didasarkan pada nama
senyawa alkaloida utamanya (Kinin = Kinidin)
Pada senyawa isomer penamaan alkaloida digunakan pseudo, iso, neo, epi,
alo, dan jarang sekali digunakan “nor” karena hanya terbatas pada alkaloida yang
rumus utamanya tidak tersubstitusikan. Pada uji alkaloida kali ini, penamaan
senyawa alkaloida didasarkan pada nama species asal senyawa alkaloida (Piperina
= Piper nigrum) (Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, 2007)
Klasifikasi

(1) Alkaloid sesungguhnya


Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukan aktifitas
phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung
nitrogen dalam cincin heterisiklis; diturunkan dari asam amino; biasanya terdapat
dalam tanaman sebagai garam asam organic. Beberapa perkecualian terhadap
“aturan” tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa
dan tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid quartener, yang bersifat agak
asam daripada bersifat basa.
(2) Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relative sederhana, dimana nitrogen
asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloid diperoleh
berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin
biologis sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh adalah mesakalin, ephedin,
dan N,N-dimetiltriptamin.
(3) Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari precursor asam amino. Senyawa
biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam kelas ini, yaitu
alkaloid stereoidal dan purin.

Sifat-sifat fisika
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan Kristal dengan titik
lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid berbentuk
amorf, dan beberapa seperti nikotin dan konini berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang
kompleks, spesies aromatic berwarna. Pada umumnya basa bebas alkaloid hanya
larut dalam pelarut organic, meskipun beberapa pseudoalkaloid dan protoalkaloid
larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.

Sifat-sifat kimia
Kebanyakan alakaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya
pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan
nitrogen bersifat melepaskan electron, sebagai contoh gugus alkil maka
ketersediaan electron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami
dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Dalam Hasil
dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah
isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung
dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa organic atau
anorganik sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya dalam perdagangan
alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya.
Struktur

(Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, 2007)


Golongan
 Turunan Feniletilamin : Adrenalin, Sympatol, Herba Epedra
 Inti pirol : Betonicin, Folia Nicotianae
 Inti piridin : Fructus Conii maculati, Fructus Piper
nigri
 Tropin : Folia Coca, Folia Belladonna
 Indol : Cortex Yohimbe, Cortex Rauwalfia
 Imidazole : Jaborandi, Histamin
 Basa Purin : Semen Cacao, Semen Colae
(Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, 2007)
Fungsi
 Sebagai analgetik dan narkotik (opium)
 Alkaloida jantung untuk mengubah kerja jantung namun sangat
beracun dalam pengobatan (Kinidin)
 Memperbaiki peredaran darah dan pernafasan (obat asma = lobelin ;
simpatikomimetik = efedrin)
 Sebagai kemoterapi dan antiparasit (Antimalaria = Kina ; Emetin =
Ipecacuanha)
 Sebagai stimulant uterus (Benzilisokinolin)
 Sebagai anastetik local (Cocain)
 Midriatika (Belladona)
(Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, 2007)

C. Cara identifikasi senyawa


Pereaksi yang serig digunakan adalah : Asam pikrat, Mayer K2 (HgI4),
Dragondorff K (BiI4), asam fosfo wolframat, asam fosfo molibdat, Kalium
Iodida, Platina Klorida
Reaksi Pengendapan
a. Golongan I
membentuk garam yang tidak larut
asam silikowolframat LP, asam fosfomolibdat LP, asam
fosfowolframat LP
b. Golongan II
membentuk senyawa kompleks bebas/endapan
Bouchardat LP dan Wagner LP
c. Golongan III
membentuk senyawa adisi yang tidak larut
Mayer LP, Dragondorff LP, Marme LP
d. Golongan IV
membentuk ikatan asam organik dengan alkaloida
Hager LP
Cara Kerja
 Serbuk simplisia ditambah 9 mL HCl 2N, panaskan selama 2 menit,
dinginkan kemudian disaring.
 Tambahkan 3 tetes filtrat pada kaca alroji, tambahkan 2 tetes Pereaksi
Wagner LP, jika tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung
alkaloida.
 Tambahkan Pereaksi Mayer LP, jika terbentuk endapan warna putih atau
kuning menggumpal yang larut dalam pelarut methanol dan dengan Pereaksi
Bochardat terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka
kemungkinan terdapat alkaloid.
 Kocok sisa filtrat dengan 3 mL pelarut NH4OH pekat dan 10 ml campuran
(eter : kloroform = 3:1)
 Ambil fase organic dengan menambahkan Natrium Sulfat anhidrat,
kemudian saring
 Uapkan filtrat, kemudian larutkan sisa filtrat dalam sedikit Asam Klorida
2N

Reaksi Warna
Cara Kerja
 Lakukan penyarian dengan campuran eter kloroform seperti pada cara
pengendapan
 Pindahkan beberapa mL filtrat pada cawan porselin, kemudian uapkan
 Tambahkan 1 sampai 3 tetes larutan percobaan (asam sulfat, asam nitrat,
Frohde LP, dan Erdmann LP)
(Materia Medica Jilid III)
Pemisahan KLT

Kromatografi lapis tipis adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana.
Pada Kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas serupa dalam hal fase diamnya
berupa lapisan tipis dan fase geraknya mengalir karena kerja kapiler. Perbedaannya
dalam sifat dan fungsi fase diam. Pada KLT, fase cair lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm)
yang terdiri dari bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan penyangga datar
yang biasanya terbuat dari kaca, tapi dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam.
Lapisan melekat kepada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya CaSO4
atau amilum (pati).

Pada KLT, zat penyerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan
pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata, umumnya digunakan lempeng
kaca. Lempeng yang umumnya dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka
dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorbsi, partisi atau kombinasi
kedua efek, tergantung dari jenis zat penyangga, cara pembuatan dan jenis pelarut
yang digunakan.

KLT dengan lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa
polar. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf
yang identik dan ukuran hampir sama, dengan menotolkan zat uji dan baku
pembanding pada lempeng yang sama. Perbandingan visual ukuran bercak yang dapat
digunakan untuk memperkirakan kadar secara semikuantitatif.

Titik tempat campuran ditotolkan pada ujung pelat atau lembaran disebut titik
awal dengan cara menempatkan cuplikan itu disana disebut penotolan. Garis depan
pelarut adalah bagian atas fase gerak atau pelarut ketika ia bergerak melalui lapisan,
dan setelah pengembangan selesai , merupakan tinggi maksimum yang diperoleh
pelarut. Perilaku senyawa tertentu di dalam sistem kromatografi tertentu dinyatakan
dengan harga Rf. Angka ini diperoleh dengan membagi jarak yang ditempuh oleh
bercak linarut dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan pelarut. Keduanya diukur
dari titk awal dan harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1.

Harga Rf

Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi lapis tipis sangat lazim


menggunakan harga Rf (Retordation Factor) yang didefinisikan sebagai:

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf (Sastrohamidjojo, 1985):

a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan


b. Sifat penjerap
c. Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap
d. Pelarut dan derajat kemurniannya
e. Derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana
f. Teknik percobaan
g. Jumlah cuplikan yang digunakan
h. Suhu
i. Kesetimbangan
3. BAHAN DAN ALAT
1) Ekstrak Piper nigrum
2) Etanol 1) Hotplate
3) Methanol 2) Plat KLT
4) HCl 2N 3) Beaker Glass
5) NaCl 4) Corong
6) Pereaksi Mayer 5) Tabung Reaksi
7) Pereaksi Wagner
8) NH4OH
9) Kloroform
10) Pereaksi Dragendorf
Prosedur Kerja

a) Preparasi sampel
1. Ekstrak sebanyak 0.9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5 ml HCL 2N,
dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit, sambal diaduk.
2. Setelah dingin ditambah 0.3 gram NaCl, diaduk rata kemudian disaring.
3. Filtrate ditambah 5 ml HCL 2N, filtrate dibagi tiga bagian dan disebut sebagai
larutan IA, IB, IC.
b) Reaksi pengendapan
1. Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah dengan pereaksi Wagner
dan larutan IC dipakai sebagai blanko.
2. Adanya kekeruhan atau endapan menunjukan adanya alkaloid.
c) Kromatografi lapis tipis (KLT)
1. Larutan IC ditambahkan NH4Cl pekat 28% sampai larutan menjadi basa, kemudian
diekstrasi dengan 5 ml kloroform (dalam tabung reaksi).
2. Filtrate (fase CHCL3) diuapkan sampai kering, kemudian dilarutkan dalam methanol
(1 ml) dan siap untuk pemeriksaan KLT.
Fase diam : Kiesel gel GF 254
Fase gerak : CHCL3 – Etil asetat (1:1)
Penampak noda : Pereaksi Dragendorff
3. Jika timbul warna Jingga menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak.
Skema Kerja

1. Preparasi sampel

Ekstrak
+ etanol Panaskan diatas
0,9 g
ad larut penangas air
+ HCl 2N

Filtrat ditambah
5ml HCl 2 N

Dingin,
tambahkan 0,3g
NaCl

Kemudian saring Filtrat dibagi menjadi


3

2.Reaksi Pengendapan

Larutan IA ditambah Larutan IB ditambah Larutan IC sebagai


pereaksi Mayer pereaksi Wagner blanko

3.KLT

Ekstraksi dengan
Larutan IC ditambah 5ml kloroform
NH4OH 28% pekat
sampai menjadi basa
Filtrate (fase CHCL3) Kemudian dilarutkan Siapkan
diuapkan sampai Chamber
dalam methanol (1 ml)
kering

Fase diam : Kiesel gel GF


254
Fase gerak : CHCL3 – Etil
Tunggu beberapa saat,
asetat (1:1)
Penampak noda : Pereaksi Jika timbul warna
Dragendorff jingga menunjukkan
adanya alkaloida dalam
ekstrak
4. FOTO HASIL

Setelah di eluasi diamati


dibawah sinar UV 365nm

a. Blanko
b. Mayer Keruh
c. wagner

Setelah dieluasi, diamati


dibawah sinar UV 254nm

Setelah diamati di semprot


dengan penampak noda
dragendorf
5. DATA ANALISA
1) Penimbangan bahan

Berat wadah
No. Jenis bahan ditimbang Berat wadah Berat bahan
+ bahan
1. Extrak Piper nigrum - - 0.3g

2) Uji pengendapan

No. Jenis Larutan Pereaksi Endapan


1. IA Mayer Keruh
2. IIA Wagner Keruh, orange
6. PEMBAHASAN
Dalam melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloid dalam tanaman. Maka
dari itu digunakan (Extrak Piper nigrum). Piper nigrum L. dapat dinyatakan sebagai
tanaman yang mengandung senyawa alkaloida, dikarenakan setelah penambahan
Pereaksi Mayer dan juga Pereaksi Wagner pada tabung 1A dan 1B menghasilkan
endapan atau kekeruhan yang biasa disebut sebagai senyawa adisi yang tidak larut.
Setelah extrak ditimbang sebanyak 0,9 gram. Selalu ditambhakan etanol ad larut.
Penambahan etanol sangatlah berpengaruh dalam penentuan keberadaan alkaloid. Jika
ditambahkan etanol terlalu sedikit, maka pembacaan akan senyawa alkaloid akan sulit. .
namun apbila penambahan etanol yg terlampau banyak maka akan memnurnkan
konsentrasi alkaloid. Maka dari itu ditambahkan etanol tetes demi tets. Sambil diaduk.
Apabila telah di dapatkan kelarutan yg cukup, maka langkah selanjutnya adalah
penambahan 5 ml HCl 2N sambil diaduk. Fungsi penambahan HCl ini adalah mengubah
alkaloid base menjadi garam. Lalu di letakkan diatas penangas air supaya mencampurkan
dan menghomogenkan alkaloid yg sedang diteliti agar mempermudah penelitian ditahap
selanjutnya., allu setelah itu cairan tersebut didinginkan dan ditambahkan NaCl.
Fungsinya adalah mengendapkan protein yang diduga dapat menyebabkan positive palsu.
Dalam penambahan NaCl ini akan terjadi salting out. Salting out adalah peristiwa adanya
zat terlarut tertentu memiliki kelarutan yang lebih besar dibanding dengan zat utama.
Maka akan terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Yaitu kelarutan minyak atsiri
dalam pelarut diatas akan turun bila kedalam etanol tersebut diatmbahkan larutan NaCl,
Untuk memisahkan endapan tersebut, maka disaring menggunakan kertas saring. Diambil
filtratnya dan ditambahkan 5 ml HCl 2N. Fungsinya adalah untuk menarik lagi alkaloid
yg berada dalam simplisia. Diaduk dengan menggunakan pengaduk lalu filtrat tersebut
dibagi menjadi 4 bagian. Dan diberikan label 1A, 1B, 1 C, dan 1 D (4 tabung reaksi)
Terbentuknya endapan pada uji Mayer, Wagner dan Dragendorff berarti dalam
ekstrak terdapat alkaloid. Tujuan penambahan HCl adalah karena alkaloid bersifat basa
sehingga diekstraksi dengan pelarut yang mengandung asam. Perlakuan ekstrak dengan
NaCl sebelum penambahan pereaksi dilakukan untuk menghilangkan protein. Adanya
protein yang mengendap pada penambahan pereaksi yang mengandung logam berat
(pereaksi Mayer) dapat memberikan reaksi positif palsu pada beberapa senyawa.
Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan
putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid. Pada pembuatan
pereaksi Mayer, larutan merkurium(II)klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi
membentuk endapan merah merkurium(II)iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan
berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat(II). Alkaloid mengandung atom
nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam (McMurry, 2004). Pada uji
alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi
dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-
alkaloid yang mengendap.

Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan
coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada
pembuatan pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan ion I- dari kalium iodida
menghasilkan ion I3 - yang berwarna coklat. Pada uji Wagner, ion logam K+ akan
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk
kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.

Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan terbentuknya
endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada
pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi
reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil
(BiO+)
Bi3+ + H2O > BiO+ + 2H+
Hal tersebut kemudian dibuktikan juga melalui analisa menggunakan KLT,
sebelum pentotolan ditambahkan larutan NH4OH hingga larutan bersifat basa, hal
tersebut bertujuan agar senyawa alkaloida mudah ditarik oleh kloroform dan dapat
diidentifikasi melalui metode KLT. Dalam hal ini, kloroform hanya berlaku sebagai
larutan penarik senyawa aktif yang terdapat pada Piper nigrum.
Kemudian fase kloroform dipisahkan dan diupkan agar kloroform mencapai nilai
minimal dan tersisa extrak Piper nigrum yang mengandung alkaloida. Kemudian larutan
tersebut ditotolkan pada plat dengan fase diam Kiesel gel GF 254. Kemudian dieluasi
menggunakan campuran (kloroform : etil asetat = 1:1). Setelah tereluasi sempurna plat
dikeringkan agar noda dapat nampak pada sinar UV. Setelah itu disemprot menggunakan
penampak noda Dragondorff.
Pada ekstrak Piper nigrum tersebut muncul beberapa noda dengan intensitas
warna orange yang semakin ke atas semakin pekat. Hal tersebut membuktikan bahwa
kandungan senyawa alkaloida pada Piper nigrum lebih banyak dibandingkan senyawa-
senyawa lainnya sehingga pada akhir eluasi senyawa alkaloida masih nampak sedangkan
senyawa lain mulai habis dan terjerap pada fase diamnya. Sehingga pada akhir eluasi
senyawa alkaloida bisa dianggap sebagai senyawa tunggal atau mungkin dengan senyawa
lain yang lebih kecil kuantitasnya pada tanaman Piper nigrum L.
Perhitungan Rf
Jarak eluasi : 8 cm
Noda 1 : 6,5 cm / 8 cm= 0.81
Noda 2 : 6 cm / 8 cm = 0.75
7. KESIMPULAN
Piper nigrum L. mengandung senyawa alkaloida, menunjukkan kekeruhan atau
adisi tidak larut/keruh dengan penambahan Pelarut Mayer dan Pelarut Wagner.
Piper nigrum L. mengandung senyawa alkaloida, menunjukkan noda berwarna
orange atau jingga dengan fase diam Kiesel Gel GF 254 dan fase gerak (kloroform : etil
asetat = 1:1)
8. PUSTAKA
Anonim. Budiya Tanaman Rempah, Obat dan Aromatika, “Tanaman Lada (Piper
nigrum L.)” https://umyiffahcollection.wordpress.com diakses 20 Maret 2018
Anonim. Senyawa Alkaloid http://www.academia.edu/8317508/Senyawa_Alkaloid
diakses 20 Maret 2018
Anwar,C. 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktroran Jendral Pendidikan Tinggi Proyek
Pendidikan Tenaga Guru
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008. Taksonomi Koleksi
Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat Citeurup, Jakarta: CV: Global Express
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta : Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan. Hlm 523
Gandjar, Ibnu Gholib, dkk. 2007. Konsep Dasar Kimia Analisis.. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Kusumardiyani, Siti. 1992. Kimia bahan Alam. Jakarta : Pusat Antar Universitas Bidang
Ilmu
Maghwal, M. dan T.K Goswani, 2012. Nutritional Constituent of Black Pepper as
Medicinal Molecules: A Review
Rajeev, P. dan S. Devasahayam. 2005. Black Pepper (Extension Phamplet). Indian
Institute of Spice Research. Kochi, Indian
Rukmana, Rahmat. 2003. Bertanam Salda dan Sawi. Kanisius: Yogyakarta
Sastrohamijdojo.1996. Sintesis bahan Alam.Yogyakarta: UGM Press
Sirait, Midian, 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung:ITB, hal. 54-73
Wiliamson 2002. Mayor Herbs of Ayurveda Churchill Livingstone. United Kingdom

Anda mungkin juga menyukai