Anda di halaman 1dari 29

1.

Pengertian
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, A. 2011). Cidera kepala
merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan
perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma tenaga dari luar
yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan
perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional (Judha &
Rahil, 2011).

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan


bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan (accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk di
pengaruhi oleh perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan
penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan
(Rendy, 2012) Jadi, cidera kepala ringan adalah cidera karena tekanan atau
kejatuhan yang di tandai denngan GCS 13-15 dan mengeluhkan pusing.

2. Etiologi

Penyebab cedera kepala terdiri dari kecelakaan kendaraan bermotor,


jatuh, kecelakaan industry, serangan dan yang berhubungan deangan
olahraga.Cidera kepala merupakan penyebab terbesar kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.

Klasifikasi Cedera Kepala :

Penentuan Keparahan Deskripsi


Ringan GCS 13-15
Sadar, membuka mata bila
dipanggil.Dapat terjadi kehilangan
kesadaran atau anamesia tetapi
kurang dari 30 menit dan
disorientasi.Tidak ada fraktur
tengkorak, tidak ada kontustia
cerebral, hematoma.
Sedang GCS 9-12
Kehilangan kesadaran, namun
masih menuruti perintah yang
sederhana atau anamesia lebih dari
30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
Berat GCS 3-8
Kehiangan kesadaran atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam dan juga
meliputi kontustio serebral,
laserasi atau hematoma
intracranial. Dengan perhitungan
GCS:
Eye : 2 atau 1
Motorik : 5 atau < 5
Verbal : nilai 2 atau 1

3. Patofisiologi

Cedera kepala dapat terjadi karena cedera kulit kepala, tulang


kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruh. Faktor yang
mempengaruhi cedera kepala adalah lokasi dan arah dari penyebab
benturan, kecepatan kekuatan yang datang, permukaan dan kekuatan yang
menimpa, kondisi kepala ketika mendapat benturan (Price dan Wilson,
2006).

Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus durameter) atau


truma tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus durameter).
Cedera kepala terbuka memungkinkan patogen lingkungan memiliki akses
langsung ke otak. Pada kedua jenis cedera kepala akan terjadi kerusakan
apabila pembuluh darah dan sel glia dan neuron hancur. Kerusakan otak
akan timbul apabila terjadi perdarahan dan peradangan yang menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial.

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap
yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera
pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun
oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme
cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer
yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah
sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat
benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi
terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar
saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi
solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak
lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak
memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang
berlawanan dari benturan (contrecoup).

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena


memar pada permukaan otak, laserasi substansia alba, cedera robekan atau
hemoragi. Sebagai akibatnya, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi cerebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.
Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Cedera kepala dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun


penyebab terseringnya adalah kecelakaan seperti kecelakaan lalu lintas.
Jika hal tersebut terjadi, akan mengakibatkan terjadinya trauma pada
kepala sehingga dapat menimbulkan perdarahan, baik perdarahan
intrakranial maupun perdarahan ekstrakranial. Perdarahan intrakranial
dapat menyebabkan terjadinya peningkatan TIK, akibat yang ditimbulkan
yaitu sakit kepala hebat dan menekan pusat reflek muntah di medulla yang
mengakibatkan terjadinya muntah proyektil sehingga tidak terjadi
keseimbangan antara intake dengan output. Selain itu peningkatan TIK
juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah
otak menurun. Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia
yang menyebabkan disfungsi serebral sehingga koordinasi motorik
terganggu. Disamping itu hipoksia juga dapat menyebabkan terjadinya
sesak nafas.

Pendarahan ekstrakranial dibagi menjadi dua yaitu perdarahan terbuka dan


tertutup. Perdarahan terbuka (robek dan lecet) merangsang pelepasan
mediator histamin, bradikinin, prostaglandin yang merangsang stimulus
nyeri kemudian diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus menuju ke
kortek serebri sampai nervus eferen sehingga akan timbul rasa nyeri. Jika
perdarahan terbuka (robek dan lecet) mengalami kontak dengan benda
asing akan memudahkan terjadinya infeksi bakteri pathogen. Sedangkan
perdarahan tertutup hampir sama dengan perdarahan terbuka yaitu dapat
menimbulkan rasa nyeri pada kulit kepala.

4. Manifestasi Klinis
a. Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak
tegap, kehilangan tonus otot.
b. Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia
disritmia).
c. Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
d. Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami ganggua
fungsi.
e. Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur,
disfagia)
f. Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi atau tingkah laku dan memori). Perubahan pupil
(respon terhadap cahaya simetris) deviasi pada mata, ketidakmampuan
mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman
dan pendengaran, wajah tidak simetris, refleks tendon tidak ada atau
lemah, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan,
kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh.
g. Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah
tidak bisa beristirahat, merintih.
h. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi, stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi).
i. Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi,
perubahan warna, adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau
hidung (css), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan
dalam regulasi tubuh.
j. Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang –
ulang.
k. Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
l. Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan
impulsif.
m. Mual, muntah, mengalami perubahan selera.
n. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus,kehilangan pendengaran. Perubahan dalam
penglihatan,seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, fotopobia, gangguan pengecapan dan penciuman.
o. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
p. Trauma baru atau trauma karena kecelakaan
q. Pada kontusio, segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematoma,
kesadaran mungkin hilang, atau bertahap sering dengan membesarnya
hematoma atau edema intestisium.
r. Respon pupil mungkin lenyap atau segera progresif memburuk.
s. Perubahan prilaku, kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik timbul dengan segera atau secara lambat.
t. Hematoma epidural dimanifestasikan dengan awitan yang cepat.
Hematoma ini mengancam hidup dan dikarakteristikkan dengan
detoriorasi yang cepat, sakit kepala, kejang, koma dan hernia otak
dengan kompresi pada batang otak.
u. Hematoma subdural terjadi dalam 48 jam cedera dan
dikarakteristikkan dengan sakit kepala, agitasi, konfusi, mengantuk
berat, penurunan tingkat kesadaran, dan peningkatan tik. Hematoma
subdural kronis juga dapat terjadi (price dan wilson, 2006).

5. Komplikasi

a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada
situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu,
setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus
lainya memasuki vegetative state atau mati penderita pada masa
vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya,
menjerit atau menjukan respon reflek.

b. Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.

c. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini
biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk
menyebar ke sistem saraf yang lain.

d. Kerusakan saraf
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada
nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau
kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan
terjadinya penglihatan ganda.

e. Hilangnya kemampuan kognitif


Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan
memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan
cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran.

f. Komplikasi lain :
 Kejang
 Pneumonia
 Perdarahan gastrointestinal
 Distrimia jantung
 Hidrochepalus
 Kerusakan control respirasi
 Inkotinensia bladder dan bowel
 Kebocoran
 Liquor cerebro spinal.
 Edema pulmonal
 Bocornya lcs
 gangguan mobilisasi
 Hipovolemia
 hiperthermia
 Infeksi

6. Pemeriksaan diagnostic/penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium
 Agd : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
perdarahan sub arakhnoid.
 Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam peningkatan tik atau perubahan mental.
b. Radiology
 CT-Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya
hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak.
 MRI : sama dengan CT-Scan
 Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral,
seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma.
 EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.
 Sinar-X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang
(fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan)
adanya fragmen tulang.
 Baer : mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
 Pet : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
 Screen toxicology : untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani
obat sehingga menyebabkan penurunan kesadan.
 Myelogram : dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya
bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.
 Thorax X-Ray :untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
c. Fungsi lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
sub arakhnoid.
d. Abgs: mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial, screen
toxicologi: untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadan.
e. Pemeriksaan fungsi pernafasan: mengukur volume maksimal dari
inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan
cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).

7. Penatalaksanaan Medis/Keperawatan

a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Kontusio ringan atau sedang biasanya diterapi dengan observasi
dan tirah baring.
2) Dilakukan pembersihan/debridement dan sel-sel yang mati
(secara bedah terutama pada cedera kepala terbuka)
3) Dilakukan ventilasi mekanis
4) Untuk cedera kepala terbuka diperlukan antibiotika
5) Dilakukan metode-metode untuk menurunkan tekanan
intrakranial termasuk pemberian diuretik dan anti inflamasi
6) Meningkatkan pencegahan terutama jatuh, dorong untuk
menggunakan alat pengaman seperti helm,sabuk pengaman
7) Lakukan pengkajian neurologik
 Fungsi serebral ( kesadaran, orientasi, memori, bicara )
 TTV ( TD, nadi)
 Pupil (isokor, anisokor)
 Fungsi motorik dan sensorik
8) Kaji adanya cedera lain, terutama cedera servikal. Jangan
memindahkan anak sampai kemungkinan cedera servikal telah
disingkirkan/ditangani. Tinggikan kepala tempat tidur sampai 30
derajat jika tidak terdapat cedera servikal.
9) Pantau adanya komplikasi
1. Pantau TTV dan status neurologist dengan sering
2. Periksa adanya peningkatan TIK
3. Periksa adanya drainase dari hidung dan telinga.

b. Penatalaksanaan Medis
1. Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi
penderita. Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan
berlebih. Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat
menyebabkan hyperglikemia yang berakibat buruk pada otak
yang cedera. Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah
nacl 0,9 % atau RL. Kadar natrium harus dipertahankan dalam
batas normal, keadaan hyponatremia menimbulkan odema otak
dan harus dicegah dan diobati.
2. Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati,
hiperventilasi dapat menurunkan PCO2 sehingga menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah otak. Hiperventilasi yang lama
dan cepat menyebabkan iskemia otak karena perfusi otak
menurun PCO2 < 25 mmHg, hiperventilasi harus dicegah.
Pertahankan level PCO2 pada 25 – 30 mmHg bila TIK tinggi.
3. Manitol diberikan dengan dosis 1 gram/kgBB bolus IV. Indikasi
penderita koma yang semula reaksi cahaya pupilnya normal,
kemudian terjadi dilatasi pupil dengan atau tanpa hemiparesis.
Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi
karena akan memperberat hypovolemia.
4. Barbiturat bermanfaat untuk menurunkan TIK. Tidak boleh
diberikan bila terdapat hypotensi dan fase akut resusitasi,
karena barbiturat dapat menurunkan tekanan darah.
5. Dapat diberikan alkaloid ergot (ergonovino) sebagai profilaksis.
6. Dapat diberikan phenothiazine.
7. Amitriptilin dan propanol untuk mengendalikan kecemasan
8. Menggunakan ergonovine amitriptilin dan propanol pada 100
pasien, 19 diperoleh perbaikan yang nyata, 24 perbaikan
sedang dan sisanya hanya sedikit perbaikan atau tidak ada
perubahan. Pemberian analgesic dapat mendukung, namun
harus dibatasi penggunaan hariannya.
9. Endemelasin (15 – 250 mg/hari) dan naproxen (1000 – 1500
mg/hari) berguna untuk menghindari ketergantungan terhadap
analgesik.
10. Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis
yang akurat, dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek
inhibisi terjadinya reaksi peroksidasi lipid. Dengan kata lain,
metilprednisolon bekerja dengan cara:
 Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi
fosfolipid dan komponen membran lain dari kerusakan.
 Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.
 Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
 Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.

8. Asuhan Keperawatan teoritis

Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap pasien cedera kepala di ruang gawat
darurat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: pengkajian primer (primary survey) dan
pengkajian sekunder (secondary survey). Data dapat diperoleh secara primer
(klien) dan secara skunder (keluarga, saksi kejadian/pengirim, tim kesehatan lain).
a. Primary survey:
1) Data subyektif:
 Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: nama, umur,
jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
 Keluhan utama: bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat,
apakah pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang
lain?
 Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam),
lokasi/tempat mengalami cedera.
 Mekanisme cedera: bagaimana proses terjadinya sampai pasien menjadi
cedera.
 Allergi (alergi): apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan (jenisnya), obat, dan lainnya.
 Medication (pengobatan): apakah pasien sudah mendapatkan pengobatan
pertama setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani proses
pengobatan terhadap penyakit tertentu.
 Past medical history (riwayat penyakit sebelumnya): apakah pasien
menderita penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah
penyakit tersebut menjadi penyebab terjadinya cedera?
 Last oral intake (makan terakhir): kapan waktu makan terakhir sebelum
cedera? Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk mempermudah
mempersiapkan bila harus dilakukan tindakan lebih lanjut/operasi.
 Event leading injury (peristiwa sebelum/awal cedera): apakah pasien
mengalami sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?

2) Data obyektif:
 Airway/c-spine: obstruksi jalan nafas berupa darah/muntahan, lidah jatuh
ke belakang, bunyi nafas (stridor, ronkhi, wheezing).
 Breathing/pernafasan: tachipnea, penggunaan otot bantu pernafasan,
dispnea sampai apnea, bisa berupa nafas chyene stokes, kusmaul,
sianosis, penurunan saturasi oksigen.
 Circulation/sirkulasi: perdarahan kulit kepala, perdarahan intra cranial,
pucat, akral dingin, crt lambat, denyut nadi lemah/tak teraba,
bradikardi/takikardi diselingi disritmia, hipotensi.
 Disability: kesadaran compos mentis atau menurun sampai koma, gcs
<15, reflek pupil terhadap cahaya (-), pupil an isokor, midriasis, tanda-
tanda lateralisasi (+).
b. Secondary survey
 Exposure: luka pada kulit kepala, edema, patah tulang tengkorak (terbuka,
tertutup), luka pada organ lain.
 Five intervention:
 monitor ekg: bradikardi/takikardia, disritmia, saturasi oksigen <90%
atau >90%.
 pruduksi urine: cukup, oliguria, an uria.
 ngt: muntah, cairan lambung (darah, hijau)
 Hasil laboratorium: penurunan hb, ph, pao2, sao2, peningkatan paco2,
gangguan elektrolit.
 Give comfort: nyeri kepala, pusing.
 Head to toe:
 kepala: luka terbuka, perdarahan, jejas, edema, fraktur.
 wajah: luka terbuka, nafas cuping hidung, perdarahan
hidung/telinga.
 Inspection back: selalu waspada terhadap adanya cedera pada tulang
belakang.
c. Primary survey
Primary survey merupakan deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi
yang mengancam yang bertujuan untuk mengetahui kondisi pasien yang
mengancam jiwa dan kemudian dilakukan tindakan life saving.

1) Airway
 Pada setiap cedera kepala harus selalu diwaspadai adanya fraktur servikal
 Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan
menggunakan teknik head tilt/chin lift/jaw trust, hati-hati pada korban
trauma
 Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
 Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
 Suctioning bila perlu
 Berikan oksigen sebanyak 10-12 liter/menit agar semua hemoglobin
mendapatkan oksigen.
 Cek saturasi oksigen (> 95% = normal)
2) Breathing
Amati pergerakan dinding dada, frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan
nafas atau tidak.

3) Circulatation
 Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
 Hentikan perdarahan eksterna dengan rest, ice, compress, elevation
(istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan)
 Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill time,
nadi, sianosis, pulsus arteri distal
 Gangguan circulation (syok) akan menyebabkan gangguan perfusi darah
ke otak yang akan menyebabkan kerusakan otak sekunder. Dengan
demikian syok dengan trauma kepala dilakukan penanganan dengan
agresif.
 Apabila pasien kekurangan cairan, berikan cairan kristaloid dan koloid
dengan perbandingan 3:1 hingga map pasien lebih dari sama dengan 95.
Kristaloid dan koloid diberikan dalam suhu 390c.
4) Susunan saraf pusat (disability)
 Cek kesadaran
 Adakah cedera leher
 Perhatikan cedera pada tulang belakang
5) Kontrol lingkungan (exposure/ environmental )
 Buka baju penderita lihat kemungkinan cedera yang timbul tetapi cegah
hipotermi/kedinginan
d. Secondary survey
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan
mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala
sampai kaki (head to toe) yang bertujuan untuk mendeteksi penyakit atau trauma
yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut.

e. Anamnesis :
Riwayat “ample” yang harus diingat yaitu :

A : alergi

M : medikasi (obat yang diminum sebelumnya)


P : past illness (penyakit sebelumnya)

L : Last Meal

E : event/environment (lingkungan yang berhubungan dengan kegawatan)

Pemeriksaan fisik :

1. Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh

a. Posisi saat ditemukan bahwa pada setiap cedera kepala harus selalu
diwaspadai adanya fraktur servikal
b. Nilai tingkat kesadaran dengan mengajak berbicara lalu hitung gcs pasien
c. Sikap umum dan keluhan untuk mengambil tindakan yang tepat
d. Cek adanya trauma ataupun kelainan
e. Observasi keadaan kulit
2. Periksa kepala dan leher

a. Rambut dan kulit kepala


Perlihatikan ada tidaknya perdarahan, pengelupasan, perlukaan,
penekanan

b. Telinga
Amati adanya perlukaan, darah, cairan

c. Mata
Perlukaan, pembengkakan, perdarahan, reflek pupil, kondisi kelopak
mata, adanya benda asing, pergerakan abnormal

d. Hidung
Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping hidung, kelainan anatomi akibat
trauma

e. Mulut
Perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka mulut/
tidak

f. Bibir
Perlukaan, perdarahan, sianosis, kering

g. Rahang
Perlukaan, stabilitas, krepitasi

h. Kulit
Perlukaan, basah/kering, darah, suhu, warna

i. Leher
Perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma, stabilitas
tulang leher

3. Periksa dada

Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri tekan,
perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas.

4. Periksa perut

Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi.

5. Periksa tulang belakang

Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot.

6. Periksa pelvis/genetalia

Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia.

7. Periksa ekstremitas atas dan bawah

Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak, denyut


nadi, warna luka.

8. Pemeriksaan neurologis
Dilakukan segera setelah status cardiovascular penderita stabil, pemeriksaan
terdiri dari :

 Gcs
 Reflek cahaya pupil
 Gerakan bola mata
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis kontraktur (terputusnya
jaringan tulang)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi/kongnitif,
terapi pembatasan kewaspadaan keamanan mis tirah baring, immobilisasi

c. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia, gangguan neurologis

d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan


nafas, ditandai dengan dispnea

e. Resiko kekurangan vole cairan berhubungan dengan perubahan kadar


elektrolit serum (muntah)

f. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan trauma jaringan


otak

g. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma, riwayat jatuh

h. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan


ruang untuk perfusi serebral, sumbatan aliran darah serebral

i. Resiko infeksi

j. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, gelisah,


involunter dan kejang

k. Ansietas

Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Nyeri Akut NOC : NIC :

Pengalaman sensori dan  Pain level  Lakukan pengkajian nyeri


emosional yang tidak  Pain control secara komprehensif
menyenangkan yang muncul  Comfort level termasuk lokasi,
akibat kerusakan jaringan yang karakteristik, furasi,
aktual atau potensial frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi
Setelah dilakukan tindakan
 Observasi reaksi nonverbal
keperawatan selama 2 x 2 jam.
dari ketidaknyamanan
Pasien tidak mengalami nyeri,
 Bantu pasien dan keluarga
dengan :
untuk mrncari dan
Kriteria Hasil menemukan dukungan

 Mampu mengontrol nyeri  Kontrol lingkungan yang

(tahu penyebab nyer, dapat mempengaruhi nyeri

mampu menggunakan seperti suhu rungan,

teknik nonfarmakologi pencahayaan dan

untuk mengurangi nyeri, kebisingan

mencari bantuan)  Kurangi faktor presipitasi

 Melaporkan bahwa nyeri nyeri

berkurang dnegan  Kaji tipe dan sumber nyeri


menggunakan manajemen untuk menentukan
nyeri intervensi

 Mampu mengenali nyeri  Ajarkan tentang teknik non


(skala, intensitas, frekuensi farmakologi : napas dalam,
dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi,
kompres hangat/dingin

2 Hambatan Mobilitas Fisik NOC NIC

Keterbatasan pada pergerakan  Join Movment : Active Exercise Therapy :


fisik tubuh atau satu atau lebih  Mobility Level Ambulantion
ekstremitas secara mandiri dan  Self care : ADLs  Monitoring vital sign
terarah  Transfer performance sebelum dan sesudah
Setelah dilakukan tindakan latihan dan lihat respon
keperawatan selama ... x 24 pasien saat latihan
jam. Pasien tidak mengalami  Kaji kemampuan pasien
hambatan mobilitas fisik, dalam mobilisasi
dengan  Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
Kriteria Hasil: ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
 Klien meningkat dalam
 Dampingi dan bantu
aktivitas fisik
pasien saat mobilisasi dan
 Mengerti tujuan dari
bantu penuhi kebutuhan
peningkatan mobilitas
ADLs pasien
 Memverbalisasikan
 Ajarkan pasien bagaimana
perasaan dalam
merubah posisi dan
meningkatkan kekuatan dan
berikan bantuan jika
kemampuan berpindah
diperlukan

3 Kerusakan Memori NOC NIC

Ketidakmampuan mengingat  Tissue perfusion Cerebral Neurologi Monitoring


beberapa iformasi atau  Acute Confusion Level
 Memantau ukuran pupil,
keterampilan perilaku  Environment Intrepretation bentuk simetri dan
syndrome impaired reaktivitas
 Memantau tingkat
Setelah dilakukan tindakan kesadaran
keperawatan selama ... x 24  Memantau tingkat
jam. Pasien tidak mengalami orientasi
kerusakan memori, dengan:  Memantau tren Glascow
Coma Scale
Kriteria hasil:
 Memonitoring memori
 Mampu untuk melaksanakan baru, rentang perhatian,
proses mental yang emori masa lalu, suasana
kompleks hati, mempengaruhi dan
 Orientasi kognitif: mampu perilaku
mengidentifikasi orang,  Memonitor tanda-tanda
tempat, dan waktu secara vital: suhu, tekanan
adekuat darah, denyut nadi,
 Konsentrasi: mampu focus pernafasan
pada stimulus tertentu
 Ingatan (memori): mampu
untuk mendapatkan kembali
secara kognitif dan
menyampaikan kembali
informasi yang disimpan
sebelumnya
 Kondisi neurologis:
kemampuan system saraf
perifer dan system saraf
pusat untuk menerima,
memproses dan memberi
respon terhadap stimulus
internal dan eksternal

4 Ketidak efektifan bersihan NOC Airway suction


Jalan Nafas
 Respiratory Status :  Pastikan kebutuhan oral/
Ketidakmampuan untuk Ventilation tracheal suctioning
membersihkan sekresi atau  Respiratory Status : Airway  Auskultasi suara nafas
obstruksi dari saluran Paten sebelum dan sesudah
pernapasan untuk suctioning
mempertahankan kebersihan  Informasikan pada klien
Setelah dilakukan tindakan
jalan napas. dan keluarga tentang
keperawatan selama ... x 24
suctioning
jam. Pasien tidak mengalami
 Minta klien nafas dalam
ketidak efektifan bersihan jalan
sebelum suction dilakukan
nafas, dengan :
 Berikan O2 dengan
menggunakan nasal untuk
Kriteria Hasil : memfasilitasi suction
nasotrakeal
 Mendemonstrasikan batuk
 Gunakan alat yang steril
efektif dan suara napas
setiap melakukan tindakan
yang bersih, tidak ada
 Anjurkan pasien untuk
sianosis dan dyspneu
istirahat dan napas dalam
(mampu mengeluarkan
setelah kateter dikeluarkan
sputum, mampu bernapas
dengan mudah, tidak ada dari nasotrakeal
pursed lips)  Monitor status oksigen
 Menunjukkan jalan napas pasien
yang paten (klien tidak  Ajarkan keluarga
merasa tercekik, irama bagaimana cara melakukan
napas, frekuensi pernapasan suction
dalam rentang normal,  Hentikan suction dan
tidak ada suara napas berikan oksigen apabila
abnormal) pasien menunjukkan
 Mampu mengidentifikasi bradikardi, peningkatan
dan mencegah faktor yang saturasi O2, dll.
dapat menghambat jalan
nafas
Airway Management

 Buka jalan napas, gunakan


teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan napas buatan
 Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
 Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
 Auskultasi suara napas,
catat adanya suara
tambahan
 Berikan bronkodilator bila
perlu
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi dan
status O2
5 Risiko Kekurangan Volume NOC NIC
Cairan
 Fluid balance Fluid management
Berisiko mengalami dehidrasi  Hydration
 Timban popok/pembalut
vascular, selular, dan  Nutritional Status : Food jika diperlukan
intraselular. and Fluid Intake
 Pertahankan catatan intake
dan output yang akurat
Setelah dilakukan tindakan  Monitor status hidrasi
keperawatan selama2x 2 jam . (kelembaban mukosa, nadi
Pasien tidak mengalami resiko adekuat, tekanan darah
kekurangan volume cairan, ortostatik), jika diperlukan
dengan :  Monitor vital sign
 Kolaborasikan cairan IV
Kriteria Hasil :
 Monitor asupan nutrisi
 Mempertahankan urine
 Berikan cairan IV pada
output sesuai dengan usia
suhu ruangan
dan BB, BJ urine normal,
HT normal
 Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal
 Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor
kulit baik.
 Membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan.
6 Risiko Ketidak Seimbangan NOC NIC
Suhu Tubuh
Setelah dilakukan tindakan  Kaji tanda dan gejala awal
berisiko terhadap kegagalan keperawatan selama ... x 24 hipotermia (seperti
untuk memelihara suhu tubuh jam. Pasien tidak mengalami menggigil, pucat, bagian
dalam batas normal risiko ketidakseimbangan suhu dasar kuku sianosis,
tubuh, dengan : pengisan ulang kapiler
lambat, piloereksi,
Kriteria Hasil
disritmia) dan hipertermia
a. Menunjukan (seperti tidak berkeringat,
termoregulasi : kelemahan, mual, dan
1) Peningkatan suhu muntah, sakit kepala,
tubuh delirium)
2) Penurunan suhu tubuh  Untuk orang dewasa,
3) Hipertermia lakukan pemeriksaan suhu
4) Hipotermia oral
b. Tidak memperlihatkan  Pantau dan laporkan tanda
berkeringat, menggigil dan atau gejala hipotermia serta
merinding hipertermia
c. Mempertahankan tanda-  Laporkan kepada dokter
tanda vital dalam batas jika hidrasi adekuat tidak
normal dapat dipertahankan

7 Risiko Perdarahan NOC NIC

Berisiko mengalami penurunan  Blood lose severenty Bleeding Precautions


volume darah yang dapat  Blood koagulation
 Monitor ketat tanda tanda
mengganggu kesehatan. Setelah dilakukan tindakan
perdarahan
keperawatan selama ... x 24 jam.
 Catat nilai HB dan HT
Pasien tidak mengalami resiko
sebelum dan sesudah
perdarahan, dengan :
terjadinya perdarahan
Kriteria Hasil  Monitor nilai lab
(koagulasi) yang meliputi
 Tidak ada hematuria dan
PT, PTT, trombosit
hematemesis
 Monitor TTV ortostatik
 Kehilangan darah yang
 Pertahankan bed rest
terlihat
selama perdarahan aktif
 Tekanan darah dalam batas
Bleeding Reduction
normal sistol dan diastole
 Tidak ada perdarahan  Indentifikasi penyebab
pervagina perdarahan
 Tidak ada distensi  Monitor trend tekanan
abdominal darah dan parameter
 Hemoglobin dan hemodinamik (CVP,
hematokrit dalam batas pulmonary capillary/artery
normal wedge preassure
 Plasma, PT, PTT dalam  line bleeding reduction:
batas normal wound/luka
 Lakukan manual preassure
(tekanan) pada area
perdarahan
 Gunakan ice pack pada
area perdarahan
 Lakukan pressure dressing
(perban yang menekan)
pada area luka
 Tinggikan ekstremitas
yang perdarahan
 Monitor ukuran dan
karakteristik hematoma
 Monitor nadi distal dari
area yang lukaatau
perdarahan
 Instrusikan pasien untuk
menekan area luka pada
saat bersin atau batuk
 Instruksikan pasien untuk
membatasi aktivitas
Bleeding reduction:
gastrointestinal

 Observasi adanya darah


dalm sekresi cairan tubuh:
emesis, feses, urine,residu
lambung dan drainase luka
 Kolaborasi dalam
pemberian terapi:
lactulose atau vasopressin

8 Risiko ketidak efektifan NOC NIC


perfusi jaringan otak
 Circulation status Peripheral Sensation
Beresiko mengalami  Tissue Prefusion : cerebral management (manajemen
penurunan sirkulasi jaringan sensasi perifer)
otak yang dapat menggangu
Kriteria Hasil  Monitor adanya daerah
kesehatan
tertentu yang hanya peka
 Mendemonstrasikan status
terhadap
sirkulasi yang ditandai
panas/dingin/tajam/tumpu
dengan
l
 Tekanan systole dan
 Monitor adanya paretese
diastole dalam rentang yang
 Instruksikan keluarga
diharapkan
untuk mengobservasi kulit
 Tidak ada tanda
jika ada isi atau laserasi
peningkatan tekanan
 Gunakan sarun tangan
intracranial (tidak lebih dari
untuk proteksi
15 mmHg)
 Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
 Kolaborasi pemberian
analgetik
 Monitor adanya
tromboplebitis

9 Risiko infeksi NOC NIC


Kontrol Infeksi
Mengalami peningkatan resiko Setelah dilakukan tindakan
 Bersihkan lingkungan
terserang organisme patogenik keperawatan selama 2x2 jam.
setelah dipakai px lain
Pasien tidak mengalami resiko
infeksi, dengan :  Pertahankan teknik isolasi
Kreteria Hasil  Batasi pengunjung bila
perlu
 Klien bebas dari tanda dan
 Instruksikan pada
gejala infeksi
pengunjung untuk
 Mendeskripsikan proses
mencuci tangan saat
penularan penyakit , faktor
berkunjung dan setelah
yang memengaruhi
berkunjun meninggalkan
penularan serta
px
penatalaksanaannya
 Gunakan sabun
 Menunjukkn kemampuan
antimikroba untuk cuci
untuk mencegahtimbunya
tangan
infeksi
 Cuci tangan setiap
 Jumlah leukosit dalam batas
sebelum dan sesudah
normal
tindakan kolaboratif
 Menunjukkan perilaku hidup
 Gunakan baju,sarung
sehat
tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
10 Risiko cedera NOC NIC

Beresiko mengalami cedera  Risk Control Environment Management


sebagai akibat kondisi Setelah dilakukan tindakan (Manajemen Lingkungan)
lingkungan yang berinteraksi keperawatan selama 2 x 2 jam.
 Sediakan lingkungan
dengan sumber adaptif an Pasien tidak mengalami resiko
yang aman untuk pasien
sumber defensive individu cedera, dengan :
 Identifikasi kebutuhan
keamanaan pasie, sesuai
dengan kndisi fisik dan
Kriteria Hasil
fungsi kognitif pasien
 Klien terbebas dari cedera dan riwayat penyakit
 Klien mampu menjelaskan terdahulu pasien
cara/metode untk  Sediakan tempat tidur
mencegah injuri/cedera yang nyaman dan bersih
 Klien mampu menjelaskan  Tempatkan saklar lampu
factor resiko dari di tempat yang mudah
lingkungan atau perilaku dijangkau pasien
personal
 Mampu memodifikai gaya
hidup untuk mencegah
injuri

11 Ansietas
NOC NIC
Perasaan tidak nyaman atau
kekawatiran yang samar  Kontrol ansietas (penurunan kecemasan)
 Level ansietas
 Jelaskan semua prosedur
 Coping
dan apa yang dirasakan
selama prosedur
Kriteria Hasil :  Pahami prespektif pasien
terhadap situasi stress
 Klien mampu  Temani pasien untuk
mengidentifikasi dan memberikan keamanan
mengungkapkan gejala dan mengurangi takut
cemas  Identifikasi tingkat
 Mengidentifikasi, kecemasan
mengungkapkan dan  Bantu pasien mengenal
menunjukkan tehnik untuk situasi yang
mengontrol cemas menimbulkan kecemasan
 Vital sign dalam batas  Dorong pasien untuk
normal mengungkapkan
Postur tubuh, ekspresi perasaan, ketakutan,
persepsi
wajah, bahasa tubuh dan
 Instruksikan pasien
tingkat aktivitas menggunakan teknik
menunjukkan relaksasi
Berikan obat untuk
berkurangnya kecemasan
mengurangi kecemasan

Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari perilaku keperawatan yang dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan dan diselesaikan. (Potter & Perry, 2005 )

Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi
dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap tindakan yang diberikan, Doenges
M.E, Moorhouse M.F, Geissler A.C, (2012)
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculpius

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, Jakarta:
EGC

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

NANDA,NIC-NOC.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.


Jakarta : MediAction

Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai