Anda di halaman 1dari 23

PENYULUHAN GIZI BURUK

A. LATAR BELAKANG
Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau
ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan
1
gangguan fungsi pada tubuh . Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian
yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri
dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmic – kwashiorkor.

Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara


di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika,
Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk
adalah marasmik- kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825
juta orang yang menderita gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan 815 juta
diantaranya hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat pada
anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita). Prevalensi balita yang mengalami
gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan propinsi selama
tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data Susenas
(Survei Sosial dan Ekonomi Nasional) tahun 2005 memperlihatkan prevalensi
balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan
jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua
1,2
propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor


tersebut saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu
anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan
anak menderita penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat
dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan
akibat penyakit infeksi. Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk
yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang
memadai, dan sanitasi / kesehatan lingkungan kurang baik, serta akses
pelayanan kesehatan terbatas. Akar masalah tersebut berkaitan erat dengan
3
rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan keluarga.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala
klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya disertai
dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA), tuberculosis (TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO
menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi
buruk, 19% diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan
4
32% penyebab lainnya.

B. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan
gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya
disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA), tuberculosis (TB), serta penyakit infeksi lainnya ditambah
kurangnya perhatian ibu terhadap tumbuh kembang balita dan rendahnya
kesadaran ibu untuk membawa anak balitanya ke posyandu. Hal ini seperti
diungkapkan oleh Departemen Kesehatan RI (2007)” Saat ini baru sekitar
50% anak balita yang dibawa ke Posyandu. Hal ini juga terlihat pada data
yang diperoleh dari laporan bulanan Puskesmas Bara-Baraya tahun 2107
bahwa masih dari enam desa masih saja ditemukan kasus gizi buruk yaitu
masih ada enam kasus gizi buruk. Kasus gizi buruk ini ditemukan di
Posyandu belum lagi yang tidak membawa bayi dan balitanya ke Posyandu
yang diperkirakan masih sangat banyak.
.
C. PELAKSANAAN

Pelaksanaaan penyuluhan dilakukan bersamaan dengan hari imunisasi.


Para peserta dikumpulkan di ruang tunggu Puskesmas Bara-Baraya lantai dua untuk
memberikan penyuluhan mengenai Gizi Buruk. Setelah penyuluhan, terdapat pula
sesi konsultasi untuk penderita Gizi Buruk
D. EVALUASI
Setelah ibu-ibu mendapatkan informasi dari penyuluhan, diharapkan mereka dapat
melakukan mengikuti pola gizi seimbang bagi bayi dan balita dengan cara:
1. Mengetahui jenis-jenis gizi buruk
2. Megetahui tanda dan gejala gizi buruk
3. Mengetahui Cara menanggulangi dan mencegah gizi buruk

Makassar, Agustus 2017

Makassar, 8 Januari 2016


Peserta Pembimbing

dr. Della Fergina dr. Dahlia


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ETIOLOGI

Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis
besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang
kurang dan anak sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi
oleh faktor lain seperti sosial ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-
lain.4,5

A. Faktor utama penyebab gizi buruk pada anak2

1. Peranan diet
Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama
dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup
energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita
kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi esensialnya
seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Pola
makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya anak usia
tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk
usianya, sebaliknya anak telah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan
makanan yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi pada usianya. Selain
itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau keluarga dalam pemberian
makanan seperti berpantang makanan tertentu akan memberikan andil
terjadinya gizi buruk pada anak.

2. Peranan penyakit atau infeksi


Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan
makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang
erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara tertinggal
maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan
kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan adanya penyakit
infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kaitan
antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan, karena keduanya
saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan
menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada akhirnya memberikan
dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga memudahkan
terjadinya infeksi baru pada anak.

B. Faktor lain penyebab gizi buruk pada anak4,5

1. Peranan sosial ekonomi


Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah
sosial ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain
menunjukan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan
masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama masalah
kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi ketersedian makanan serta
keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat yang masih
menganut sistem bahwa orang tua harus lebih mendapatkan porsi makanan
yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka
harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya sedangkan anak-anak
hanya bermain dirumah sehingga tidak perlu mendapat asupan yang bergizi.
Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti poligami, seorang suami dengan
banyak istri dan anak membuat pendapatan suami tersebut tidak dapat
mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya tingkat
perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama mencari
nafkah untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang
menghidupi anaknya sebagai orang tua tunggal (single parrent).

2. Peranan kepadatan penduduk


Dalam kongresnya di Roma pada tahun 1974, World Food Organization
memaparkan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa
diimbangi dengan bertambahnya persediaan pangan maupun bahan
makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan.
Marasmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan
keadaan higiene yang buruk, contohnya dikota-kota besar yang laju
pertambahan penduduknya sangat besar akibat arus urbanisasi dan
tingginya angka kelahiran menyebabkan kepadatan penduduk yang semakin
meningkat. Pada akhirnya ketersediaan makanan yang ada tidak akan
mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan makanan masyarakat di daerah
tersebut.

PATOFISIOLOGI

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.


Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri
(host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh
terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa
jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi
asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi
kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua
tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan
merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan asupan energi dan protein.1
KLASIFIKASI

Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan sampai


usia lebih dari 20 tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat sederhana karena
hanya melihat % BB/U dan ada atau tidaknya edema. Terdapat kategori kurang gizi
ini meliputi anak dengan PEM sedang atau yang mendekati PEM berat tapi tanpa
edema, pada keadaan ini % BB/U berada diatas 60%.4

Tabel 1. Klasifikasi MEP berat menurut Wellcome Trust4


% BB/U Dengan edema Tanpa edema
60-80 Kwashiorkor Kurang Gizi
<60 Marasmus- kwashiorkor Marasmus

Tabel 2. Klasifikasi MEP berat menurut Gomez4


Klasifikasi % BB/U
Normal >90
Grade I ( Mallnutrisi Ringan) 75-89.9
Grade II ( Mallnutrisi sedang) 60-74.9
Grade III (Mallnutrisi Berat) <60

ANTROPOMETRI

Berat Badan
Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah
diukur dan diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat. Hasil
pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar Berat badan/ Umur (BB/U)
dan Berat Badan/ Tinggi Badan (BB/TB). Adapun interpretasi pengukuran berat
badan yaitu:4

BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan


dalam persentase:4
 > 120 % : disebut gizi lebih
 80 – 120 % : disebut gizi baik
 60 – 80 % : tanpa edema ; gizi kurang dengan edema ; gizi buruk
(kwashiorkor)
 < 60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema
(marasmus – kwashiorkor)

Tinggi Badan (TB)


Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan . Pengukuran berat
badan akan memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status
nutrisi dan pertumbuhan fisis anak. Seperti pada pengukuran berat badan, untuk
pengukuran tinggi badan juga diperlukan informasi umur yang tepat, jenis kelamin
dan baku yang diacu yaitu CDC 2000.4

Interpretasi dari dari TB/U dibandingkan standar baku berupa:4

 90 – 110 % : baik/normal
 70 – 89 % : tinggi kurang
 < 70 % : tinggi sangat kurang

Rasio Berat Badan menurut tinggi badan (BB/TB)


Rasio BB/TB bila dikombinasikan dengan beraat badan menurut umur dan
tinggi badan menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status
nutrisi karena ia mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antar
“wasting” dan “stunting” atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak
perempuan hanya sampai tinggi badan 138 cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi
badan 145 cm. Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya, karena adanya
percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah tidak
diperlukannya faktor umur, yang seringkali tidak diketahui secara tepat.3,4
BB/TB (%) = (BB terukur saat itu) (BB standar sesuai untuk TB terukur) x
100%, interpretasi di nilai sebagai berikut:4

 > 120 % : Obesitas


 110 – 120 % : Overweight
 90 – 110 % : normal
 70 – 90 % : gizi kurang
 < 70 % : gizi buruk

GEJALA KLINIS

Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian
besar, yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan
suatu kasus yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering
kali pada kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan
perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi berat tersebut. Marasmus
lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia satu tahun, sedangkan insiden
pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada usia satu hingga enam tahun. Pada
beberapa negara seperti di Asia dan Afrika, marasmus juga didapatkan pada anak
yang lebih dewasa dari usia satu tahun (toddlers), sedangkan di Chili, marasmus
terjadi pada bulan pertama kehidupan anak tersebutnya.1,2

Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh


kembang. Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama
sekali. Selain itu didapatkan penurunan aktifias fisik dan keterlambatan
perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan
ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air mata, lemak
subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga
memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan
halus, mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut
menyertai keadaan marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot
lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut
menghilang. Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau
sedikit meningkat. Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya
lemak subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong,
berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas.
Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang
dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan
penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik
atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan
menjadi berkurang.2,3

Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala


antara kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang
makanan sehari-harinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi
penurunan berat badan dibawah 60% berat badan normal seusianya, juga
memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan
kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiokor adalah rambut
menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna rambut
menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang khas pada
penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi tampak bercak
menyerupai petechiae yang lambat laun menjadi hitam dan mengelupas di
tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan dikelilingi batas-batas
yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga anemia ringan dikarenakan
kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi kekurangan protein, seperti zat
besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga ditemukan
kelainan biokimiawi seperti albumin serum yang menurun, globulin serum yang
menurun, dan kadar kolesterol yang rendah.2,4

DIAGNOSIS

Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk


mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan
anak serta riwayat penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan
berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan
kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak
subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir yang hilang
sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal sampai nantinya
menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus
dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu
biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung
menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu
makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang
air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.3,4

Ciri dari marasmus antara lain:3,4

- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus


- Perubahan mental
- Kulit kering, dingin dan kendur
- Rambut kering, tipis dan mudah rontok
- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
- Sering diare atau konstipasi
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
- Kadang frekuensi pernafasan menurun

Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi lainnya
yaitu kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa yang
dapat berpengaruh pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan sindroma
klinis akibat dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dengan masukan kalori yang
cukup. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini
terutama yang berada didaerah industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti
“anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi menghisap, gejalanya dapat
menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah
menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat
dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan
anak normal.3

Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain:3,4

- Perubahan mental sampai apatis


- Sering dijumpai Edema
- Atrofi otot
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Perubahan rambut dan kulit
- Pembesaran hati
- Anemia

PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik


bila penyebabnya diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan
prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
Beberapa diantaranya ialah:4,7

1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber
energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein
serta energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan
dan kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu
kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang
endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.
9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan
makanan
10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan
penduduk.

Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini

Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk


memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Tidak hanya dari
dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka
masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk
adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan “frekuen
feeding” ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet (
penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan
pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein
serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak. Pada
daerah endemis gizi buruk, diperlukan tambahan distribusi makanan yang
memadai.5,7
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining
atau deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi
buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan
di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-
turut tidak naik timbangan berat badannya untuk segera mendapat akses pelayanan
dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif.
Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari penyakit yang
dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun lingkungan. Pemuka
masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika membantu dalam pemberian
edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-
mitos yang salah pada pemberian makan pada anak.5,7
PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi


kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa
komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian
makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta
dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam dua fase.1,7,8,9

Pada fase initial, tujuan yan diharapkan adalah untuk menangani atau
mencegah hipoglikemia, hipotermi, dan dehidrasi. Tahap awal yaitu 24-48 jam per-
tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain
mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena.
Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose
5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg
BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam
berikutnya.1,2,8

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada
keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau
orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode
Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.

Semua anak, menurut guideline dari WHO, diberikan antibiotic untuk


mencegah komplikasi yang berupa infeksi, namun pemberian antibiotic yang
spesifik tergantung dari diagnosis, keparahan, dan keadaan klinis dari anak tersebut.
Pada anak diatas 2 tahun diberikan obat anti parasite sesuai dari protocol

Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak


memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan
penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori
yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg
BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-
angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein
3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi kalori tinggi
protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari.
Formula yang biasa diberikan dalam tahap ini adalah F-75 yang mengandung
75kcal/100ml dan 0,9 protein/100ml) yang diberika terus menerus setiap 2 jam.2,4,8

Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak


200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke
dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya
gejala defisiensi Vitamin A untuk mencegah terjadinya xeroftalmia karena pada
kasus ini kadar vitamin A serum sangat rendah. Mineral yang perlu ditambahkan
ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100
mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau magnesium
oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vitamin B (IC) dan 1 ml vit. C (IM),
selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.2,4,8

Fase rehabilitasi dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi yang
ada berhasil ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi kadar
gulanya untuk mengurangi osmolaritasnya. Jenis makanan yang memenuhi syarat
untuk penderita malnutrisi berat ialah susu dan diberikan bergantian dengan F-100.
Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.
Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk
bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara
bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di
atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan
cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.1,7,8

Tabel 1. Sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk1,7

No Tindakan Pelayanan Fase Stabilisasi Fase Rehabilitasi Fase


Tindak lanjut *)
H1-2H3-7 Minggu ke 3 - 6 Minggu ke
7 -26
1. Mencegah dan mengatasi
hipoglikemia
2. Mencegah dan mengatasi
hipotermia
3. Mencegah dan mengatasi
dehidrasi
4. Memperbaiki gangguan
keseimbangan elektrolit
5. Mengobati infeksi
6. Memperbaiki zat gizi mikro Tanpa Fe Dengan Fe
7. Memberikan makanan
untuk stabilisasi dan
transisi
8. Memberikan makanan
untuk tumbuh kejar
9. Memberikan stimulasi
tumbuh kembang
10. Mempersiapkan untuk
tindak lanjut di rumah

*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala
(1minggu/ kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.

Pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 2 fase yang harus dilalui yaitu
fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3
– 6), ditambah fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26) seperti tampak pada tabel
diatas.1,7
KOMPLIKASI

Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan


penyakit penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus
tidak segera dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah:4,6

1. Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe
marasmus-kwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan
pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat
menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya
penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan
tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan
bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak
dapat menutupnya mata karena proses fibrosis.

2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe
marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat
rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak
dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral
maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup mengandung vitamin A.

3. Tuberkulosis
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan
kekebalan tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah
satunya adalah mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman
mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis.
4. Sirosis hepatis
Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan lemak
pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak.
Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti
hepatitis yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan
malnutrisi berat.

5. Hipotermia
Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe
marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang
akan diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh.
Selain itu lemak subkutan yang tipis bahkan menghilang akan menyebabkan
suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu tubuh penderita.

6. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan
malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat
mempengaruhi tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga
dapat membahayakan penderitanya.

7. Infeksi traktus urinarius


Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak
bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh anak. Anak dengan malnutrisi
berat mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat
mempermudah terjadinya infeksi tersebut.

8. Penurunan kecerdasan
Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan
organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya
ialah otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena
kurangnya asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan
ini akan berpengaruh pada kecerdasan seorang anak yang membuat fungsi
afektif dan kognitif menurun, terutama dalam hal daya tangkap, analisa, dan
memori.
PROGNOSIS

Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian


dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi
prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani
secara cepat dan tepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan
penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan
terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi
pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih
besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi
pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak
yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang
lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan
kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih
tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan
dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi marasmus ini cenderung
lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak dan
pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak
berada dalam batas yang normal.1,4,7
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition (kekurangan energi dan


protein) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi negara-
negara tertinggal maupun negara berkembang seperti Indonesia dan lainnya.
Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita), dan
ibu yang sedang mengandung atau menyusui. Pada kondisi ini ditemukan berbagai
macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein
dalam tingkat yang bermacam-macam. Akibat dari kondisi tersebut, ditemukan
malnutrisi dari derajat yang ringan hingga berat. Pada keadaan yang sangat ringan
tidak ditemukan kelainan dan hanya terdapat pertumbuhan yang kurang sedangkan
kelainan biokimiawi dan gejala klinis tidak terlihat. Pada keadaan yang berat
ditemukan dua tipe malnutrisi, yaitu marasmus dan kwashiokor, serta diantara
keduanya terdapat suatu keadaan dimana ditemukan percampuran ciri-ciri kedua
tipe malnutrisi tersebut yang dinamakan marasmus-kwashiokor. Masing-masing
dari tipe itu mempunyai gejala-gejala klinis yang khas. Pada semua derajat maupun
tipe malnutrisi ini mempunyai persamaan bahwa adanya gangguan pertumbuhan
pada penderitanya. Untuk membedakan tipe ataupun derajat beratnyamalnutrisi
terdapat beberapa cara maupun klasifikasi, salah satunya menurut Gomez atau
Wellcome trust dan yang biasa dipakai sehari-hari menurut perhitungan
antropometri. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya malnutrisi pada anak,
terutama adalah peranan diet sehari-hari yang kurang mencukupi kebutuhan gizi
seimbang anak pada masa usia pertumbuhan, adanya penyakit penyerta yang
memperburuk keadaan gizi serta peranan sosial ekonomi yang mempunyai peranan
tinggi terutama kemiskinan dalam hal mempengaruhi status gizi seseorang. Gejala
klinis yang timbul pada kekurangan gizi tipe marasmus mempunyai gambaran yang
khas dalam hal membedakannya dengan kekurangan gizi tipe kwashiokor. Pada
tipe marasmus, gejala klinis yang lebih menonjol bahwa penderita terlihat wajahnya
seperti orang tua dan anak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
atrofi dari otot-ototnya. Sedangkan pada tipe kwashiokor, gejala klinis yang lebih
terlihat adalah penampilannya yang gemuk disertai adanya edema ringan maupun
berat dan adanya ascites dikarenakan kekurangan protein, disamping itu juga
terlihat perubahan warna rambut menjadi merah seperti rambut pada jagung serta
mudah dicabut. Pengobatan marasmus adalah dengan pemberian diet tinggi protein,
sedangkan pada malnutrisi tipe kwashiokor terutama dengan pemberian diet tinggi
protein disertai pemberian cairan untuk menanggulangi dehidrasi jika ada. Selain
itu juga diberikan vitamin A untuk mencegah terjadinya kebutaan pada matanya
dan pemberian mineral lain untuk membantu meningkatkan gizi penderita. Penyakit
ini mempunyai komplikasi dari yang ringan seperti infeksi traktus urinarius hingga
yang berat seperti tuberkulosis. Penatalaksanaannya dilakukan secara bersama-
sama dengan memperbaiki keadaan gizinya. Walaupun prognosisnya terlihat buruk
tetapi dengan penganganan yang cepat dan tepat dapat menghindarkan
penderitanya dari kematian.1,2,7,9

SARAN

Penyakit marasmus ini merupakan penyakit kekurangan gizi yang banyak


sekali terjadi di Indonesia dan terutama anak-anaklah yang banyak terkena kondisi
gizi buruk atau malnutrisi ini. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka akan
banyak sekali anak indonesia yang terhambat perkembangan dan pertumbuhannya
dalam menatap masa depannya, sehingga diperlukan usaha yang ekstra untuk
menanggulangi permasalahan tersebut, diantaranya adalah:4,7,9

1. Anak-anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sebaiknya


mendapatkan asupan gizi yang adekuat sesuai “gizi seimbang”, yaitu
kecukupan karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, mineral dan terutama
air.
2. Orang tua harus lebih memperhatikan asupan anak-anaknya apakah
makanan yang diberikan sudah mencukupi nutrisi yang dibutuhkan dalam
masa tumbuh kembangnya, selain itu orang tua sebaiknya memeriksakan
anak-anaknya ke pusat kesehatan terdekat seperti posyandu atau puskesmas
secara rutin untuk memantau tumbuh kembang anak-anaknya.
3. Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat melalui posyandu dan
puskesmas turut berperan serta aktif sebagai basis terdepan dalam usaha
meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama anak-anak dalam menuju
indonesia sehat di masa yang akan datang.
4. Pemerintah menggalakan kembali program Keluarga Berencana melalui
puskesmas-puskesmas yang tersebar di kota maupun di daerah tertinggal
untuk menekan tingkat pertumbuhan penduduk sehingga dengan rendahnya
pertumbuhan penduduk maka akan meningkatkan tingkat kesejahteraan
individu dan keluarga terutama anak-anak. Sehingga kasus gizi buruk pada
anak-anak dapat ditekan serendah-rendahnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, RM Kliegman, HB Jenson. Food Insecurity, Hunger, and


Undernutrition in Nelson Textbook of Pediatric 18th edition, 2004 : 225-232

2. Brunser Oscar. Protein Energy Malnutrition : Marasmus in Clinical Nutrition of


the Young Child, Raven Press, New York, 1985 : 121-154

3. Hay WW, MJ Levin, JM sondheimer, RR Deterding. Normal Childhood


Nutrition and its Disorders in Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics 18th
edition, 2005 : 283-311

4. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005 : 95-137

5. Nurhayati, soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein Energy


Malnutrition and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in Paediatrica
Indonesiana, 42th volume, December, 2002 : 261-266

6. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein Energy
Malnutrition and Urinary Tract Infectiont in Children in Paediatrica Indonesiana,
48th volume, May, 2008 : 166-169

7. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe


Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or Severe
Malnutrition, World Health Organization, 2004 : 80-91

8. Bernal, C.,Velasquez, C., Alcaraz &G., Botero, J. 2007. Treatment of Severe


Malnutrition in Children: Experience in Implementing the World Health
Organization Guidelines in Turbo, Colombia.http://journals.lww.com. Diakses
tanggal 9 Juni 2013

10. Reginald, A., Annan & Florence, M. 2011. Treatment of severe acute
malnutrition in HIV-infected children. http://www.who.int. Diakses tanggal 9 Juni
2013.

Anda mungkin juga menyukai