A. LATAR BELAKANG
Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau
ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan
1
gangguan fungsi pada tubuh . Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian
yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri
dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmic – kwashiorkor.
B. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan
gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya
disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA), tuberculosis (TB), serta penyakit infeksi lainnya ditambah
kurangnya perhatian ibu terhadap tumbuh kembang balita dan rendahnya
kesadaran ibu untuk membawa anak balitanya ke posyandu. Hal ini seperti
diungkapkan oleh Departemen Kesehatan RI (2007)” Saat ini baru sekitar
50% anak balita yang dibawa ke Posyandu. Hal ini juga terlihat pada data
yang diperoleh dari laporan bulanan Puskesmas Bara-Baraya tahun 2107
bahwa masih dari enam desa masih saja ditemukan kasus gizi buruk yaitu
masih ada enam kasus gizi buruk. Kasus gizi buruk ini ditemukan di
Posyandu belum lagi yang tidak membawa bayi dan balitanya ke Posyandu
yang diperkirakan masih sangat banyak.
.
C. PELAKSANAAN
ETIOLOGI
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis
besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang
kurang dan anak sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi
oleh faktor lain seperti sosial ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-
lain.4,5
1. Peranan diet
Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama
dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup
energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita
kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi esensialnya
seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Pola
makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya anak usia
tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk
usianya, sebaliknya anak telah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan
makanan yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi pada usianya. Selain
itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau keluarga dalam pemberian
makanan seperti berpantang makanan tertentu akan memberikan andil
terjadinya gizi buruk pada anak.
PATOFISIOLOGI
ANTROPOMETRI
Berat Badan
Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah
diukur dan diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat. Hasil
pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar Berat badan/ Umur (BB/U)
dan Berat Badan/ Tinggi Badan (BB/TB). Adapun interpretasi pengukuran berat
badan yaitu:4
90 – 110 % : baik/normal
70 – 89 % : tinggi kurang
< 70 % : tinggi sangat kurang
GEJALA KLINIS
Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian
besar, yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan
suatu kasus yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering
kali pada kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan
perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi berat tersebut. Marasmus
lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia satu tahun, sedangkan insiden
pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada usia satu hingga enam tahun. Pada
beberapa negara seperti di Asia dan Afrika, marasmus juga didapatkan pada anak
yang lebih dewasa dari usia satu tahun (toddlers), sedangkan di Chili, marasmus
terjadi pada bulan pertama kehidupan anak tersebutnya.1,2
DIAGNOSIS
Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi lainnya
yaitu kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa yang
dapat berpengaruh pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan sindroma
klinis akibat dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dengan masukan kalori yang
cukup. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini
terutama yang berada didaerah industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti
“anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi menghisap, gejalanya dapat
menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah
menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat
dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan
anak normal.3
PENCEGAHAN
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber
energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein
serta energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan
dan kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu
kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang
endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.
9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan
makanan
10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan
penduduk.
Pada fase initial, tujuan yan diharapkan adalah untuk menangani atau
mencegah hipoglikemia, hipotermi, dan dehidrasi. Tahap awal yaitu 24-48 jam per-
tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain
mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena.
Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose
5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg
BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam
berikutnya.1,2,8
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada
keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau
orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode
Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Fase rehabilitasi dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi yang
ada berhasil ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi kadar
gulanya untuk mengurangi osmolaritasnya. Jenis makanan yang memenuhi syarat
untuk penderita malnutrisi berat ialah susu dan diberikan bergantian dengan F-100.
Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.
Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk
bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara
bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di
atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan
cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.1,7,8
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala
(1minggu/ kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.
Pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 2 fase yang harus dilalui yaitu
fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3
– 6), ditambah fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26) seperti tampak pada tabel
diatas.1,7
KOMPLIKASI
1. Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe
marasmus-kwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan
pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat
menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya
penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan
tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan
bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak
dapat menutupnya mata karena proses fibrosis.
2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe
marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat
rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak
dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral
maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup mengandung vitamin A.
3. Tuberkulosis
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan
kekebalan tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah
satunya adalah mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman
mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis.
4. Sirosis hepatis
Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan lemak
pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak.
Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti
hepatitis yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan
malnutrisi berat.
5. Hipotermia
Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe
marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang
akan diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh.
Selain itu lemak subkutan yang tipis bahkan menghilang akan menyebabkan
suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu tubuh penderita.
6. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan
malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat
mempengaruhi tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga
dapat membahayakan penderitanya.
8. Penurunan kecerdasan
Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan
organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya
ialah otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena
kurangnya asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan
ini akan berpengaruh pada kecerdasan seorang anak yang membuat fungsi
afektif dan kognitif menurun, terutama dalam hal daya tangkap, analisa, dan
memori.
PROGNOSIS
SARAN
4. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005 : 95-137
6. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein Energy
Malnutrition and Urinary Tract Infectiont in Children in Paediatrica Indonesiana,
48th volume, May, 2008 : 166-169
10. Reginald, A., Annan & Florence, M. 2011. Treatment of severe acute
malnutrition in HIV-infected children. http://www.who.int. Diakses tanggal 9 Juni
2013.