Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik dan lancar.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu
tugas mata pelajaran sejarah dari Ibu Reni Kusreni, S.Pd selaku guru
mata pelajaran sejarah kelas XI IPA 1.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan, baik mengenai materi, mutu, penggunaan
bahasa maupun cara penyajiannya. Maka saya mohon saran dan kritik yang
sifatnya membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga penulisan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan apabila terdapat kata-kata yang kurang
berkenan di hati saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Bandung, 12 Juni 2013

Penyusun

i
MAKALAH SEJARAH

KILAS BALIK
PERISTIWA G30S/PKI

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUHAMMAD AZZAM KAMIL PULUNGAN


KELAS : XI IPA 1
NO. ABSEN : 28

SMAN 1 MARGAHAYU
SEMESTER 2
2013
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang


terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai
pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah
3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan
serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan
petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota.
Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan
artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta
anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno
menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi
dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan
bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-
posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi
Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan
hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan
Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang
dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara
kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan
pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor

1
menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan
korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri
Zhou Enlai menjanjikan 100.000 pucuk senjata jenis chung,
penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung
Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya
G30S.
Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat
dari tawaran perdana mentri RRC, mempunyai ide tentang Angkatan
Kelima yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Tetapi petinggi
Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa
curiga-mencurigai antara militer dan PKI.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha
memprovokasi bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan
polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI juga menginfiltrasi
polisi dan tentara denga slogan "kepentingan bersama" polisi dan
"rakyat". Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk
Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit
menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-
sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua
pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara"
subjek karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak
merampas tanah yang bukan hak mereka atas hasutan PKI. Bentrokan-
bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik
tanah.
Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang
menyatakan bahwa petani berhak atas setiap tanah, tidak peduli
tanah

2
siapapun (milik negara = milik bersama). Kemungkinan besar PKI
meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat dan
partai komunis menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada
rakyat.

Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-


perusahaan karet dan minyak milik Amerika Serikat. Kepemimpinan
PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Pada
waktu yang sama, jenderal-jenderal militer tingkat tinggi juga
menjadi anggota kabinet. Jendral-jendral tersebut masuk kabinet
karena jabatannya di militer oleh Sukarno disamakan dengan
setingkat mentri. Hal ini dapat dibuktikan dengan nama jabatannya
(Menpangab, Menpangad, dan lain-lain).
Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para
petinggi militer di dalam kabinet Sukarno ini, tetapi mereka
terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan
bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis
"rakyat".
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan
bersenjata di mana ia berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan
persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara tentara Republik
Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para
komunis".
Rezim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan
melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak
berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik
pemerintahan NASAKOM.
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan

3
untuk pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk
pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang
terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya
memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk
melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan
PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin
mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka,
depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul
PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke
Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat
dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan "angkatan
kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi
revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro
PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang
diubah untuk mengecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat
negara.
Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah
beredar isu sakit parahnya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-
kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno meninggal
dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung
Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan
PKI melakukan tindakan tersebut.
Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU
Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil)
yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang
dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA

4
terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang
mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun
undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak
jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap
dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan
sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat
keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain
peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten
yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan
sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya.
Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tapi juga
dengan Persis dan Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di
hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan
di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di
beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka
akan disembelih setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini
membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta
30 September tersebut).
5
BAB II. PERISTIWA
2.1. Awal peristiwa

Pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965 secara berturut-


turut RRI Jakarta menyiarkan berita penting.
Sekitar pukul 7 pagi memuat berita bahwa pada hari Kamis
tanggal 30 September 1965 di Ibukota RI, Jakarta, telah terjadi
“ gerakan militer dalam AD “ yang dinamakan “ Gerakan 30
September”, dikepalai oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan
Batalion Cakrabirawa, pasukan pengawal pribadi Presiden
Soekarno.
Sekitar pukul 13.00 hari itu juga memberitakan “ dekrit no
1” tentang “pembentukkan dewan revolusi Indonesia” dan
“keputusan no.1” tentang “susunan dewan revolusi Indonesia”.
Baru dalam siaran kedua ini diumumkan susunan “komandan”,
Brigjen Soepardjo, Letnan Kolonel Udara Heru, Kolonel Laut
Soenardi, dan Ajun komisaris besar polisi Anwas sebagai “wakil
komandaan”.
Pada pukul 19.00 hari itu juga RRI Jakarta menyiarkan pidato
radio Panglima Komando TJadangan Strategis Angkatan Darat, Mayor
Jendral Soeharto, yang menyampaikan bahwa gerakan 30 September
tersebut adalah golongan kontra revolusioner yang telah menculik
beberapa perwira tinggi AD, dan telah mengambil alih kekuasaan
Negara dari presiden/panglima tertinggi ABRI/pemimpin besar
revolusi dan melempar Kabinet DWIKORA ke kedudukan demisioner.
Latar belakang G30S/PKI perlu ditelusuri sejak masuknya
paham komunisme/marxisme-leninisme ke Indonesia awal abat ke-20

6
,penyusupanya kedalam organisasi lain, serta kaitannya dengan
gerakan komunisme intenasional. Dalam hal-hal yang mendasar dari
politik PKI di Indonesia terbukti merupakan pelaksanaan perintah
dari pimpinan gerakan komunisme internasional.
Persiapan PKI :
1. Membentuk biro khusus di bawah pimpinan Syam Kamaruzman.
Tugas biro khusus adalah merancang dan mempersiapkan
perebutan kekuasan.
2. Menuntut dibentuknya angkatan ke-5 yang terdiri atas buruh
dan tani yang dipersenjatai
3. Melakukan sabotase, aksi sepihak, dan aksi teror. Sabotase
terhadap transportasi kereta yang dilakukan aksi buruh
kereta api ( Januari-Oktober 1964 ) yang mengakibatkan
serentetan kecelakaan kereta api seperti di Purwokerto,
Kroya, Tasikmalaya, Bandung, dan Tanah Abang. Aksi sepihak,
misalnya Peristiwa Jengkol, Bandar Betsy, dan Peristiwa
Indramayu. Aksi teror misalnya Peristiwa Kanigoro Kediri.
Hal itu dilakukan sebagai persiapan untuk melakukan kudeta.
4. Melakukan aksi fitnah terhadap ABRI khususnya TNI-AD yang
dianggap sebagai penghambat pelaksanaan programnya yaitu
dengan melancarkan isu dewan jendral.tujuanya untuk
menghilangkan kepercayaan terhadap TNI-AD dan mengadu domba
antara TNI-AD dengan presiden soekarno.
5. Melakukan latihan kemiliteran di lubang buaya pondok gede
jakarta. Latihan kemiliteran di lubang buaya .pondok gede

7
jakarta latihan kemiliteran ini merupakan sarana persiapan
untuk melakukan pemberontakan.

2.2. Peristiwa

Setelah persiapan dianggap matang oleh para pemimpin PKI,


maka mereka menentukan pelaksanaannya yaitu 30 September.
Gerakan untuk merebut kekuasaan dari pemerintah RI yang sah ini
didahului dengan penculikan dan pembunuhan terhadap jendral
jendral TNI-AD yang dianggap anti PKI. Gerakan 30 September 1965
dipimpin oleh Letnan Kolonel untung, Komandan Batalion I Resimen
Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal presiden. Gerakan ini
dimulai pada dini hari, tanggal 1 Oktober dengan menculik dan
membunuh 6 perwira tinggi dan seorang perwira muda angkatan
darat. Mereka yang diculik dibunuh di Desa Lubang Buaya sebelah
selatan Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma oleh anggota-
anggota pemuda rakyat Gerwani dan Ormas PKI yang lain. Ke-6
jendral yang dibunuh itu adalah Letnan Jendral Ahmad Yani, Mayor
Jendral R. Suprapto, Mayor Jendral M. T. Haryono , Mayor Jendral
S. Parman, Brigadir DI Panjaitan, Brigadir Jendral Soetoyo
Siswomiharjo. Sementara itu gerakan 30 september telah berhasil
menguasai 2 sarana telekomunikasi yakni studio RRI dan kantor
PN telekomunikasi.

2.3. Penumpasan

Dalam situasi yang tidak menentu pimpinan angkatan darat

8
diambil alih oleh Panglima Kostrad Mayor Jendral Soeharto. Ia
melakukan konsolidasi pasukan TNI yang masih setia kepada
pemerintahan. Dengan kekuatan ini, Mayor Jendral Soeharto
melakukan serangkaian operasi penumpasan G30S/PKI. Setelah
merebut kembali stasiun telekomunikasi RRI, Mayor Jendral
Soeharrto menjelaskan melalui siaran radio bahwa telah terjadi
penghianatan yang dilakukan Gerakan 30 September/PKI. Mereka
telah menculik beberapa perwira TNI AD. Lebih lanjut Mayjen
soeharto menyampaikan bahwa Presiden Soekarno dan Jendral A. H.
Nasution dalam keadaan sehat dan situasi Jakarta telah
dikendalikan.
Langkah selanjutnya adalah merebut Bandara Halim Perdana
Kusuma yang diduga sebagai pusat Gerakan 30 September/PKI. Dalam
waktu singkat tempat ini dapat dikuasai pasukan RPKAD
Dari bukti-bukti yang telah dikumpulkan ABRI dan masyarakat
menyimpulkan bahwa dibalik Gerakan 30 September/PKI ini telibat
PKI. Maka dimulailah operasi pengejaran terhadap anggota PKI
ini.
a. Pada tanggal 1 Oktober 1965, beberapa tempat penting
seperti RRI dan Telkom telah dapat diambil alih oleh
pasukan RPKAD tanpa pertumpahan darah.
b. Pada hari yang sama, Mayjen Soeharto mengumumkan beberapa
hal penting berikut melalui RRI.
1) Penumpasan G 30 S/PKI oleh angkatan militer.
2) Dewan Revolusi Indonesia telah demisioner.
3) Menganjurkan kepada rakyat agar tetap tenang dan
waspada.
c. Pada tanggal 2 Oktober 1965 pasukan RPKAD berhasil

9
menguasai kembali Bandara Halim Perdanakusuma.

d. Pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk anggota polisi


yang bernama Sukitman berhasil ditemukan sumur tua yang
digunakan untuk menguburkan jenazah para perwira AD.
e. Pada tanggal 5 Oktober 1965, jenazah para Jenderal AD
dimakamkan dan mendapat penghargaan sebagai Pahlawan
Revolusi.

Untuk menumpas G 30 S/PKI di Jawa Tengah, diadakan operasi


militer yang dipimpin oleh Pangdam VII, Brigadir Suryo Sumpeno.
Penumpasan di Jawa Tengah memakan waktu yang lama karena daerah
ini merupakan basis PKI yang cukup kuat dan sulit
mengidentifikasi antara lawan dan kawan. Untuk mengikis sisa-
sisa G 30 S/PKI di beberapa daerah dilakukan operasi-operasi
militer berikut.
a. Operasi Merapi di Jawa Tengah oleh RPKAD di bawah
pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.
b. Operasi Trisula di Blitar Selatan dipimpin Kolonel Muh.
Yasin dan Kolonel Wetermin.
Akhirnya dengan berbagai operasi militer, pimpinan PKI D.N
Aidit dapat ditembak mati di Boyolali dan Letkol Untung Sutopo
ditangkap di Tegal.

2.4. Dampak pasca peristiwa G30S PKI

Situasi politik semakin memanas bahkan mencekam karena

10
tuntutan kepada pemerintah untuk membubarkan PKI belum
terpenuhi.
Keadaan ekonomi memburuk, rakyat mulai sulit mendapatkan
kebutuhan pokok.
13 Januari 1966 harga bahan bakar minyak naik mengakibatkan
kenaikan harga barang dan jasa di segala bidang naik.
Kemudian terjadi devaluasi uang (1000) lama menjadi (1)
baru.
Berikut ini dampak sosial politik dari G 30 S/PKI:
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru
yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai
kekuatan politik di Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
d. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan
terhadap orang-orang PKI atau”dianggap PKI”, yang
tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah
yang relatif banyak.

2.5. Monumen Peringatan


Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai
Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1
Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa
pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian
tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di
Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu
pada masa

11
Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila
Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di
makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era
Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan
hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara
peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan
ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Acara
yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40
tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica
Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban
tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit,
Haryo Sasongko, dan Putmainah.
12
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam waktu yang singkat G30S/PKI gagal dalam usahanya
mengganti dasar negara pancasila dengan komunis. Hal ini

menunjukan bahwa pancasila memang kokoh, itulah sebabnya


tanggal 1 Oktober 1965 merupakan titik tolak kehancuran
G30S/PKI dan kemenangn pancasila dijadikan sebagai hari
kesaktian pancasila.

13
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September (Diakses pada 12
Juni 2013)
http://anggiewidya.wordpress.com/2012/03/01/peristiwa-g30spki/
(Diakses pada 12 Juni 2013)
http://handikap60.blogspot.com/2013/01/peristiwa-g-30-spki-tahun-
1965.html (Diakses pada 12 Juni 2013)
http://www.indonesiakaya.com/see/read/2012/01/24/890/20006/1/Monum
en-Pancasila-Sakti-Saksi-Bisu-Peristiwa-G30SPKI (Diakses pada 12
Juni 2013)
14

DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………… i
Daftar Isi ……………………………………………………………
ii
BAB 1. Pendahuluan ……………………………………………… 1
BAB 2. Peristiwa ……………………………………………………
6
BAB 3. Penutup …………………………………………………… 13
Daftar Pustaka …………………………………………………… 14
ii

Anda mungkin juga menyukai