Anda di halaman 1dari 6

Manifestasi klinis

LUTS
(Lower Urinary Tract
Symptoms)

Gejala Iritatif/Storage Symptoms


- Frekuensi
- Urgensi
- Nokturia
- Inkontinensia

Gejala Obstruksi/Voiding Symptoms


- Hesitansi
- Intermitensi
- Strain
- Terminal dribbling
- Rest Urine

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk

mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue)

sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin

akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh faktor pencetus antara lain : 1,7

1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang

mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)

2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi

prostat)

3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor

(golongan antikolinergik atau adrenergic α)


Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi

(LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Skor ringan

(0-7), sedang (8-19), berat (≥ 20)

1. Gejala pada saluran kemih bagian atas 5

Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri

pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis)

Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor

Benigna prostat hiperplasi


Skor IPSS
Diagnosis BPH dapat ditegakkan dengan adanya gambaran klinis, pemeriksaan

laboratirum, dan radiologi :

1. Gambaran Klinis

Perubahan atau gangguan miksi yang dialami pasien BPH sering disebut

dengan Lower Urinary Tract Syndrom (LUTS). LUTS merupakan mekanisme

kompensasi otot vesica untuk mengeluarkan urine. LUTS terdiri atas gejala

obstruksi dan iritasi. Pada suatu saat otot vesica mengalami kepayahan

sehingga menyebabkan dekompensasi vesica sehingga timbul retensi urin

kronik dan inkontinensia paradoks. Pemeriksaan colok dubur dapat memberi

kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, dan kelainan lain seperti

benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada pemeriksaan tersebut, perlu

diperhatikan tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernous untuk menyingkirkan

adanya kelainan vesica urinaria neurogenik, konsistensi prostat, adakah

asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. Pada

karsinoma prostat, akan teraba prostat keras, asimetris, dan ada benjolan yang

konsistensinya lebih keras dari jaringan sekitarnya. Sedangkan pada BPH

konsistensi prostat cenderung kenyal, simetris pada kedua lobus lateralis, dan

tidak terdapat nodul. Ada kalanya pasien BPH datang berobat bukan karena

keluhan miksi, namun akibat komplikasi BPH seperti hernia dan hemorrhoid.

Kedua penyakit ini bisa timbul karena pasien sering mengejan saat miksi dan

meningkatkan tekanan intrabdominal.

2. Pemeriksaan laboratorium
Sedimen urine untuk kemungkinan proses infeksi aatu inflamasi,

pemeriksaan kultur untuk mecari jenis kuman yang menyebabkan infeksi, faal

ginjal untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai aliran

kemih bagian atas, gula darah untuk kemungkinan DM. Jika ada kecurigaan

keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor Prostate Specific

Antigen (PSA).

3. Pemeriksaan Radiologi

Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran

kemih,adanya batu/kalkulosa prostat dan kadang kala dapat menunjukkan

bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupaka tanda dari suatu

retensi urine. Pemeriksaan TRUS (Transrectal Ultrasonografi) dimaksud

untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan

pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi

prostat, menetukan jumlah residual urine dan mencari kelainan yang mungkin

ada di dalam buli buli. dan juga dapat mendeteksi adanya hidronefrosis

ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

4. Pemeriksaan yang lain

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara

mengukur:

 Residual urine yaitu jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini

dapat dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau

ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.


 Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu

dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi

berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan

gambaran grafik pancaran urine.

Anda mungkin juga menyukai