OLEH :
Fakultas Keperawatan
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur patut kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
pernyertaannya kami dapat menyelesaikan MAKALAH yang diberikan oleh dosen kami dengan
baik dan tepat sesuai waktu yang ditentukan.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang turut mengambil bagian dalam
pembuatan MAKALAH ini terlebih khusus terima kasih kepada Dosen kami dalam mata kuliah
ini yang sudah mempercayakan MAKALAH ini kepada kami.
MAKALAH ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat kami perlukan untuk perkembangan dari MAKALAH ini kedepannya.
Harapan kami semoga makalah ini bisa berguna dan menambah ilmu pengetahuan bagi para
pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 5
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 18
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu percakapan yang dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu.
Maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien adalah untuk
membantu pasien agar dapat mengurangi penderitaan pasien serta membantunya untuk sembuh
dari penyakitnya. Kesembuhan biasanya didapatkan dari khasiat obat-obatan dan fungsi
komunikasi atau wawancara hanya sebagai pendukung untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan terapi yang tepat. Tetapi tidak jarang komunikasi itu sendiri juga merupakan terapi.
Karena komunikasi penting sekali artinya dalam hubungan dokter-pasien, maka seyogyanya
para dokter menguasai teknik dan seni berkomunikasi yang baik. Untuk itu dokter perlu
mengetahui jenis-jenis komunikasi atau wawancara yang biasa terdapat antara dokter atau dokter
gigi dan pasien, antara lain wawancara biasa yang terdiri dari wawancara bebas dan terarah,
percakapan bimbingan dan konseling, dan penyampaian berita buruk.
Berita buruk dapat didefinisikan sebagai segala informasi yang secara serius dapat
memperburuk pandangan seseorang tentang masa depannya. Penyampaian berita buruk adalah
suatu hal yang sering harus dilakukan dokter maupun dokter gigi, misalnya pada waktu dokter
harus menyampaikan berita kematian, menyampaikan diagnosis suatu penyakit dengan prognosis
yang tidak baik, atau menyampaikan rencana terapi yang mengandung resiko yang tinggi. Dalam
hubungan ini setiap dokter akan mengetahui bahwa penyampaian berita buruk selalu akan
menimbulkan frustasi pada pihak pasien.
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan berita buruk.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan pa saja yang menjadi tujuan dalam penyampaian berita buruk.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana kualitas penyampaian berita buruk.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan apa saja jenis-jenis berita buruk.
5. Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana penyampaian berita buruk secara tidak langsung.
6. Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana penyampaian berita buruk secara langsung.
7. Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana penyampaian berita buruk dengan metode
SPIKES.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Berita Buruk
Berita buruk secara medis didefinisikan sebagai informasi yang menciptakan
pandangan buruk bagi kesehatan seseorang. Berita buruk tersebut dapat menimbulkan
perasaan tanpa harapan pada pasien, ancaman terhadap kesehatan mental dan fisik pasien,
atau resiko mengganggu atau mengacaukan gaya hidup atau keseharian pasien (Wright dkk,
2013). Menurut Baile dkk (2000), berita buruk dapat didefinisikan sebagai segala informasi
yang secara serius dapat memperburuk pandangan seseorang tentang masa depannya.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 96% orang berharap diberi tahu ketika
ia menderita kanker dan 85% berharap mendapat informasi mengenai perkiraan umur
mereka (Baile dkk, 2000).
Di Amerika Utara, prinsip informed consent, otonomi pasien, dan hukum telah
menciptakan kewajiban etika dan hukum yang jelas untuk memberikan informasi
sebanyak yang pasien inginkan tentang penyakit mereka dan pengobatannya. Tenaga
kesehatan tidak mungkin menahan informasi medis bahkan jika mereka tahu itu akan
memiliki efek negatif pada pasien (Baile dkk, 2000).
4. Hasil pemeriksaan klinis
1. Kegagalan operasi
2. Vonis kanker.
3. Penyakit kronik seperti gagal ginjal kronik
4. Terminal Ilness
5. Tidak bisa mempunyai anak.
6. Kematian, dan lain-lain.
BAB III
Hampir setiap dokter akan berusaha mengurangi reaksi frustasi pasien. Usaha ini wajar
sepanjang dokter tidak memalsukan informasi (berbohong kepada pasien) tetapi sesungguhnya
kurang baik, karena dokter justru memberi peluang bagi bertambah besarnya frustasi pasien
(Sarwono, 1982).
Usaha mengurangi frustasi pasien dalam penyampaian barita buruk ini biasa dilakukan
dengan beberapa cara yang kurang benar. Untuk jelasnya, berikut diberikan contoh seorang dokter
gigi yang harus menyampaikan berita bahwa pasiennya menderita penyakit kanker mulut. Pada
pasien didapatkan bisul yang menyakitkan di mulut, dimana sudah tak sembuh-sembuh dalam
waktu 14 hari, suara jadi serak berkepanjangan, dan mengalami kesulitan untuk mengunyah,
menelan, dan bahkan berbicara, serta terdapat bercak putih pada mulut (Nawawi, 2013).
Penyampaian berita buruk yang kurang tepat itu antara lain sebagai berikut:
Misalnya:
Pasien : Baiklah, dok. Barangkali memang sudah demikian nasib saya. Sekarang,
apa yang perlu saya lakukan selanjutnya untuk mencegah keparahan
penyakit saya?
(Sarwono, 1982)
2. Bereaksi agresif
Misalnya:
Pasien : Rahang saya akan diangkat dok? Oh ini adalah kesalahan dokter. Dulu
saya sudah minya agar pengobatan saya dilakukan di luar negeri saja.
Tapi dokter mengatakan bahwa di sini pun dokter dapat melakukannya.
Sekarang kalau sudah begini, apa yang dapat dokter lakukan? (Sarwono,
1982)
Misalnya:
Pasien : Tidak mungkin. Tidak mungkin saya akan kehilangan rahang saya. Setelah
diterapi yang terakhir itu mulut saya rasanya sudah lebih enak tidak sakit
lagi untuk menelan, bagaimana bisa jadi seperti ini? Paman saya ada yang
lebih parah tumornya daripada saya, tetapi dia tidak sampai diangkat
rahangnya. Para dokter bisa menolongnya. (Sarwono, 1982)
4. Regresi
Regresi yaitu memberi reaksi dengan mundur kepada tingkat yang kekanak-
kanakan. Misalnya, menangis keras-keras, menjerit-jerit sambil menarik-narik
rambutnya atau memukul-mukul meja, pingsan, atau mengeluarkan kata-kata
sebagai berikut:
Pasien : …(diam untuk waktu yang lama)… kalau begitu lebih baik saya berhenti
bekerja saja. Tinggal di rumah dan biarlah ibu saya tinggal di rumah saya
untuk merawat saya. Isteri saya dengan begitu bisa tetap bekerja mencari
nafkah. (Sarwono, 1982)
5. Stereotipi
Misalnya:
Pasien : Sungguh saya tidak kira . . . rahang saya akan diangkat? . . . sungguh-
sungguh di luar dugaan saya . . . Kehilangan rahang! . . . Bagaimana
mungkin? Sungguh tidak saya kira . . . dan seterusnya. (Sarwono, 1982)
Setelah berita buruk disampaikan, dokter harus berusaha menurunkan frustasi pasien.
Untuk itu ada 2 macam cara :
Contoh :
Pasien : Jadi bagaimana pekerjaan saya kalau saya sampai harus rawat inap ya
Dokter?
Dokter : Saya bisa membuatkan surat untuk atasan Bapak agar
Dokter : Tidak apa-apa. Seiring waktu nanti akan tampak normal lagi. Saya bisa
menutupi tampilan yang bengkak dengan perban.
Dokter : Tidak apa-apa, saya bisa mengusahakan dengan pemberian obat anti rasa
sakit yang tidak mahal.
Dan seterusnya.
Merespons emosi pasien merupakan salah satu hal sulit dalam menyampaikan
berita buruk. Pasien dapat bereaksi dengan diam, menangis, menyangkal, hingga
marah, Pada situasi seperti ini, seorang dokter dapat memberi dukungan dan
solidaritas dengan memberi respons empati. Diskusi tidak akan dapat berlanjut
selama emosi pasien masih ada (Baile dkk, 2000).
6. STRATEGY and SUMMARY
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berita buruk merupakan segala informasi yang secara serius dapat memperburuk
pandangan seseorang tentang masa depannya. Komunikasi dokter gigi-pasien dalam penyampaian
berita buruk sangat penting untuk dipelajari. Berita buruk dapat disampaikan melalui dua metode
yaitu metode tidak langsung dan metode langsung. Beberapa contoh metode tidak langsung antara
lain menunda penyampaian berita buruk sampai saat yang dianggap tepat, membiarkan pasien
menyimpulkan sendiri, membungkus berita buruk, dan banyak memberi alasan. Metode langsung
memiliki keunggulan dibandingkan metode tidak langsung yaitu lebih efektif dan dokter siap
mental. Penyampaian berita buruk juga dapat dilakukan dengan metode SPIKES. Komunikasi atau
penyampaian berita buruk yang tepat akan menghasilkan pemahaman yang baik pada pasien
sehingga akan menentukan keberlanjutan terapi dan kesembuhan pasien.
4.2 Saran
Sebaiknya tenaga kesehatan yang ada sekarang ini lebih memperhatikan dan mendalami
tentang cara komunikasi yang baik apalagi ketika menyapaikan berita buruk, karena itu sangat
mempengaruhi kondisi spikologis pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Budiastuti V. Ika, dkk. 2018. Buku Keterapilan Klinis. Komunikasi Dokter-Pasien Menyampaikan
Berita Buruk dan Teknik Konseling. Jakarta: EGC.
Abdul, Siyoto Sandu. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Pustaka Nasional
KDT.
Hendrawan Andre, dkk. 2018. Makalah Teknik Penyampaian Berita Buruk. Mataram: IKAPI.