Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Teknik Menyampaikan Berita Buruk”

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIAITF

OLEH :

1. Juolanda Kristin Surati (17061005)


2. Virginia E. Kaawoan (17061143)
3. Yulfia Malugu (17061175)
4. Aprilianus P. Ekaputra (17061130)

Kelas (A) Semester (V)

Fakultas Keperawatan

Universitas Katolik De La Salle Manado

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur patut kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
pernyertaannya kami dapat menyelesaikan MAKALAH yang diberikan oleh dosen kami dengan
baik dan tepat sesuai waktu yang ditentukan.

Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang turut mengambil bagian dalam
pembuatan MAKALAH ini terlebih khusus terima kasih kepada Dosen kami dalam mata kuliah
ini yang sudah mempercayakan MAKALAH ini kepada kami.

MAKALAH ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat kami perlukan untuk perkembangan dari MAKALAH ini kedepannya.
Harapan kami semoga makalah ini bisa berguna dan menambah ilmu pengetahuan bagi para
pembaca.

Manado, 3 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4

1.3 Tujuan............................................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 6

2.1 Definisi Berita Buruk ....................................................................................................... 6

2.2 Tujuan Penyampaian Berita Buruk .................................................................................. 6

2.3 KESULIATAN PENYAMPAIAN BERITA BURUK .................................................... 8

2.4 JENIS-JENIS BERITA BURUK ..................................................................................... 8

BAB III TEKNIK MENYAMPAIKAN BERITA BURUK ........................................................... 9

3.1 Penyampaian Berita Buruk Secara Tidak Langsung ........................................................ 9

3.2 Penyampaian Berita Buruk Secara Langsung ................................................................ 12

3.3 Penyampaian Berita Buruk Dengan Metode SPIKES.................................................... 14

BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 18

4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 18

4.2 Saran ............................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 19


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu percakapan yang dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu.
Maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien adalah untuk
membantu pasien agar dapat mengurangi penderitaan pasien serta membantunya untuk sembuh
dari penyakitnya. Kesembuhan biasanya didapatkan dari khasiat obat-obatan dan fungsi
komunikasi atau wawancara hanya sebagai pendukung untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan terapi yang tepat. Tetapi tidak jarang komunikasi itu sendiri juga merupakan terapi.

Karena komunikasi penting sekali artinya dalam hubungan dokter-pasien, maka seyogyanya
para dokter menguasai teknik dan seni berkomunikasi yang baik. Untuk itu dokter perlu
mengetahui jenis-jenis komunikasi atau wawancara yang biasa terdapat antara dokter atau dokter
gigi dan pasien, antara lain wawancara biasa yang terdiri dari wawancara bebas dan terarah,
percakapan bimbingan dan konseling, dan penyampaian berita buruk.

Berita buruk dapat didefinisikan sebagai segala informasi yang secara serius dapat
memperburuk pandangan seseorang tentang masa depannya. Penyampaian berita buruk adalah
suatu hal yang sering harus dilakukan dokter maupun dokter gigi, misalnya pada waktu dokter
harus menyampaikan berita kematian, menyampaikan diagnosis suatu penyakit dengan prognosis
yang tidak baik, atau menyampaikan rencana terapi yang mengandung resiko yang tinggi. Dalam
hubungan ini setiap dokter akan mengetahui bahwa penyampaian berita buruk selalu akan
menimbulkan frustasi pada pihak pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan berita buruk?
2. Apa saja yang menjadi tujuan dalam penyampaian berita buruk?
3. Bagaimana kualitas penyampaian berita buruk?
4. Apa saja jenis-jenis berita buruk?
5. Bagaimana penyampaian berita buruk secara tidak langsung?
6. Bagaimana penyampaian berita buruk secara langsung?
7. Bagaimana penyampaian berita buruk dengan metode SPIKES?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan berita buruk.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan pa saja yang menjadi tujuan dalam penyampaian berita buruk.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana kualitas penyampaian berita buruk.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan apa saja jenis-jenis berita buruk.
5. Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana penyampaian berita buruk secara tidak langsung.
6. Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana penyampaian berita buruk secara langsung.
7. Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana penyampaian berita buruk dengan metode
SPIKES.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Berita Buruk
Berita buruk secara medis didefinisikan sebagai informasi yang menciptakan
pandangan buruk bagi kesehatan seseorang. Berita buruk tersebut dapat menimbulkan
perasaan tanpa harapan pada pasien, ancaman terhadap kesehatan mental dan fisik pasien,
atau resiko mengganggu atau mengacaukan gaya hidup atau keseharian pasien (Wright dkk,
2013). Menurut Baile dkk (2000), berita buruk dapat didefinisikan sebagai segala informasi
yang secara serius dapat memperburuk pandangan seseorang tentang masa depannya.

2.2 Tujuan Penyampaian Berita Buruk


1. Merupakan pekerjaan yang akan sering dilakukan namun membuat stress

Selama karirnya, seorang tenaga kesehatan khususnya perawat akan


mengalami keadaan dimana ia harus menyampaikan informasi buruk kepada pasien
atau keluarganya. Penyampaian berita buruk yang akan menjadi sangat menegangkan
ketika ia kurang berpengalaman, sedang menghadapi pasien yang masih muda, dan
ketika prospek keberhasilan pengobatan minim (Baile dkk, 2000).

2. Pasien menginginkan kebenaran

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 96% orang berharap diberi tahu ketika
ia menderita kanker dan 85% berharap mendapat informasi mengenai perkiraan umur
mereka (Baile dkk, 2000).

3. Prinsip hukum dan etik

Di Amerika Utara, prinsip informed consent, otonomi pasien, dan hukum telah
menciptakan kewajiban etika dan hukum yang jelas untuk memberikan informasi
sebanyak yang pasien inginkan tentang penyakit mereka dan pengobatannya. Tenaga
kesehatan tidak mungkin menahan informasi medis bahkan jika mereka tahu itu akan
memiliki efek negatif pada pasien (Baile dkk, 2000).
4. Hasil pemeriksaan klinis

Bagaimana cara penyampaian kabar buruk dapat mengubah pemahaman pasien


akan informasi, kepuasan perawatan, tingkat harapan, dan psikologi pasien. Banyak
pasien mengharapkan informasi yang akurat untuk membantu mereka menentukan
pilihan (Baile dkk, 2000).

5. Penyampaian pada pasien mengenai kecacatan/ penyakit kronis


Pada penyakit kronis atau penyakit yang disertai dengan kecacatan yang berat,
sebaiknya tenaga kesehatan memberitahukan kenyataan atau fakta yang ada. Terutama
cara adaptasi yang cepat dan tepat terhadap perubahan hidupnya. Pasien penyakit
kronis seharusnya menerima kenyataan agar mereka lebih cepat untuk menyesuaikan
diri dengan keadaannya. Kecemasan dan rasa takut yang berlebihan tidak saja
ditimbulkan dari penyakit yang diderita, tetapi juga dari tekanan masyarakat yang
sering memberikan simbol tertentu pada penyakitnya (Sukardi dkk, 2007).
6. Penyampaian pada pasien mengenai penyakit kanker/tumor ganas
Penyakit kanker merupakan penyakit yang sering ditanggapi dengan cara yang
tidak realistis. Pasien sering dijauhi oleh masyarakat dan seolah-olah kematiannya
sudah dekat. Kanker sebagai suatu penyakit yang fatal membuat dan mendorong
keadaan kurangnya perhatian untuk mendapatkan pengobatan. Ketakutan masyarakat
terhadap penyakit kanker memberikan beban tersendiri pada penderitaan pasien,
disamping dari akibat proses kanker itu sendiri. Oleh karena itu, sebelum diagnosis
kanker disampaikan, tim dokter harus benar-benar sudah yakin (Sukardi dkk, 2007).

Pengobatan kanker biasanya memerlukan waktu yang lama dan hasilnya


sering diragukan. Tercipta kesan bahwa penyakit ini lebih buruk dari penyakit
infark jantung yang prognosis kematiannya lebih jelek. Namun, karena pengobatan
infark jantung lebih jelas, seolah-olah penyakit itu lebih baik. Pada penyakit kanker
pemberian informasi kepada pasien semestinya meliputi dua hal, yaitu dokter
bersikap jujur dan hormat terhadap pasiennya. Dokter harus dapat menumbuhkan
rasa percaya kepada pasien/keluarganya dengan baik sehingga memudahkan dalam
memberikan terapi, baik itu radioterapi maupun sitostatika (Sukardi dkk, 2007).
2.3 Kesuliatan Penyampaian Berita Buruk
Ada banyak faktor penyebab tenaga kesehatan mengalami kesulitan dalam menyampaikan
berita buruk. Berdasarkan American Medical Association's first code of medical ethics pada
tahun 1847 dikatakan bahwa kehidupan orang sakit dapat dipersingkat tidak hanya oleh
tindakan, tetapi juga oleh kata-kata dan perilaku tenaga kesehatan.

Berikut adalah beberapa faktor penyebab sulitnya penyampaian berita buruk:

1. Khawatir bahwa berita itu akan menyebabkan efek buruk


2. Merasa bertanggung jawab dan takut jika disalahkan
3. Tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk melakukannya
4. Tidak memiliki pengalaman pribadi
5. Khawatir bahwa akan sulit untuk menangani reaksi pasien atau keluarga
6. Keengganan untuk mengubah hubungan dokter-pasien yang ada
7. Tidak tahu kemampuan dan keterbatasan pasien
8. Tantangan tiap individu
9. Ketidakpastian tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya dan tidak memiliki
jawaban atas beberapa pertanyaan
10. Kurangnya kejelasan peran seorang pelayan kesehatan.

2.4 JENIS-JENIS BERITA BURUK


Di dunia kesehatan, terdapat berbagai jenis berita buruk yang hendak disampaikan kepada pasien.
Berikut contoh-contohnya:

1. Kegagalan operasi
2. Vonis kanker.
3. Penyakit kronik seperti gagal ginjal kronik
4. Terminal Ilness
5. Tidak bisa mempunyai anak.
6. Kematian, dan lain-lain.
BAB III

TEKNIK MENYAMPAIKAN BERITA BURUK


3.1 Penyampaian Berita Buruk Secara Tidak Langsung
Penyampaian berita buruk adalah suatu hal yang sering harus dilakukan dokter maupun
dokter gigi, misalnya pada waktu dokter harus menyampaikan berita kematian, menyampaikan
diagnosis suatu penyakit dengan prognosis yang tidak baik, atau menyampaikan rencana terapi
yang mengandung resiko yang tinggi. Dalam hubungan ini setiap dokter akan mengetahui bahwa
penyampaian berita buruk selalu akan menimbulkan frustasi pada pihak pasien (Sarwono, 1982).

Hampir setiap dokter akan berusaha mengurangi reaksi frustasi pasien. Usaha ini wajar
sepanjang dokter tidak memalsukan informasi (berbohong kepada pasien) tetapi sesungguhnya
kurang baik, karena dokter justru memberi peluang bagi bertambah besarnya frustasi pasien
(Sarwono, 1982).

Usaha mengurangi frustasi pasien dalam penyampaian barita buruk ini biasa dilakukan
dengan beberapa cara yang kurang benar. Untuk jelasnya, berikut diberikan contoh seorang dokter
gigi yang harus menyampaikan berita bahwa pasiennya menderita penyakit kanker mulut. Pada
pasien didapatkan bisul yang menyakitkan di mulut, dimana sudah tak sembuh-sembuh dalam
waktu 14 hari, suara jadi serak berkepanjangan, dan mengalami kesulitan untuk mengunyah,
menelan, dan bahkan berbicara, serta terdapat bercak putih pada mulut (Nawawi, 2013).

Penyampaian berita buruk yang kurang tepat itu antara lain sebagai berikut:

1. Menunda penyampaian berita buruk sampai saat yang dianggap tepat


2. Membiarkan pasien menyimpulkan sendiri
3. Membungkus berita buruk
4. Banyak memberi alas an
Jenis-jenis Reaksi Pasien Terhadap Frustasi :

Berikut penggolongan jenis-jenis reaksi pasien terhadap frustasi.

1. Menerima kenyataan itu dengan sabar

Misalnya:

Pasien : Baiklah, dok. Barangkali memang sudah demikian nasib saya. Sekarang,
apa yang perlu saya lakukan selanjutnya untuk mencegah keparahan
penyakit saya?

(Sarwono, 1982)

2. Bereaksi agresif

Misalnya:

Pasien : Rahang saya akan diangkat dok? Oh ini adalah kesalahan dokter. Dulu
saya sudah minya agar pengobatan saya dilakukan di luar negeri saja.
Tapi dokter mengatakan bahwa di sini pun dokter dapat melakukannya.
Sekarang kalau sudah begini, apa yang dapat dokter lakukan? (Sarwono,
1982)

3. Penolakan terhadap kenyataan

Misalnya:

Pasien : Tidak mungkin. Tidak mungkin saya akan kehilangan rahang saya. Setelah
diterapi yang terakhir itu mulut saya rasanya sudah lebih enak tidak sakit
lagi untuk menelan, bagaimana bisa jadi seperti ini? Paman saya ada yang
lebih parah tumornya daripada saya, tetapi dia tidak sampai diangkat
rahangnya. Para dokter bisa menolongnya. (Sarwono, 1982)
4. Regresi

Regresi yaitu memberi reaksi dengan mundur kepada tingkat yang kekanak-
kanakan. Misalnya, menangis keras-keras, menjerit-jerit sambil menarik-narik
rambutnya atau memukul-mukul meja, pingsan, atau mengeluarkan kata-kata
sebagai berikut:

Pasien : …(diam untuk waktu yang lama)… kalau begitu lebih baik saya berhenti
bekerja saja. Tinggal di rumah dan biarlah ibu saya tinggal di rumah saya
untuk merawat saya. Isteri saya dengan begitu bisa tetap bekerja mencari
nafkah. (Sarwono, 1982)

5. Stereotipi

Stereotipi merupakan reaksi berulang-ulang terus.

Misalnya:

Pasien : Sungguh saya tidak kira . . . rahang saya akan diangkat? . . . sungguh-
sungguh di luar dugaan saya . . . Kehilangan rahang! . . . Bagaimana
mungkin? Sungguh tidak saya kira . . . dan seterusnya. (Sarwono, 1982)

Bagaimanapun juga reaksi pasien terhadap frustasi, dokter tidak boleh


menanggapinya dengan kontra reaksi yang sama emosionalnya. Dokter harus tetap
tenang, tetap menggunakan akal sehat, waaupun tetap harus dapat menunjukkan simpati
pada pasien. Untuk itu dokter sebaiknya menggunakan cara yang lebih langsung dalam
menyampaikan berita buruk (Sarwono, 1982).
3.2 Penyampaian Berita Buruk Secara Langsung
Penyampaian berita buruk secara langsung merupakan cara yang lebih efektif
dalam penyampaian berita buruk kepada pasien. Dengan penyampaian langsung ini, maka
jelas dokter berada dalam keadaan ‘siap mental’ untuk menghadapi frustasi pasien dan
selanjutnya dapat menampung dan meredakan frustasi itu (Sarwono, 1982).
Dalam penyampaian berita buruk secara langsung, ada 3 tahap yang harus dilalui
dokter, yaitu:
1) Tahap 1: penyampaian berita buruk itu sendiri
2) Tahap 2: memperendah tingkat frustasi
3) Tahap 3: mencari pemecahan persoalan (Sarwono, 1982)
Setiap berita buruk tentu akan menimbulkan frustasi, tetapi yang terpenting adalah
mencari jalan keluar dari keadaan yang buruk itu. Untuk bisa mencari jalan keluar, tingkat
frustasi harus direndahkan dulu agar pasien tidak terlalu emosional.Tugas mencari
pemecahan persoalan dan merendahkan tingkat frustasitermasuk dalam kewajiban dokter
juga (Sarwono, 1982).

1) Tahap 1. Penyampaian berita buruk


Seringkali pasien sudah mempunyai dugaan tentang keadaan yang buruk itu,
hanya saja ia belum merasa pasti. Pasien mempunyai hak untuk segera bebas dari
ketidakpastian ini. Dalam menyampaikan berita buruk dokter harus memperhatikan hal-
hal berikut:
a) Berita buruk langsung disampaikan pada awal percakapan. Dokter jangan melakukan
berbagai aksi menghindar.
b) Dokter harus meyampaikan berita dalam kalimat yang sesingkat mungkin, tetapi
dalam kalimatnya itu dokter juga harus menunjukkan bahwa ia memperhatikan
perasaan pasien.
c) Nada suara dokter harus menunjukkan bahwa dokter ikut menghayati apa yang
diarasakan pasien. (Sarwono, 1982)
Contoh :
Dokter : hasil pemeriksaan kami menunjukkan bahwa terdapat tumor pada mulut
bapak. Tumor ini sudah menggerogoti hampir seluruh rahang bawah bapak,
sehingga terpaksa kami harus mengambil rahang bawah bapak. Saya mengerti
bahwa bapak tentunya sangat sedih.

2) Tahap 2. Penurunan Tingkat Frustasi

Setelah berita buruk disampaikan, dokter harus berusaha menurunkan frustasi pasien.
Untuk itu ada 2 macam cara :

a) Mengucapkan kata-kata simpati.


b) Memberikan informasi kepada pasien bahwa ada hal-hal yang membuatnya tidak
usah terlalu kecewa, misalnya bahwa dokter dapat menghilangkan tumornya
dengan segera dengan cara yang baik dan tidak sakit, bahwa tumornya belum
sampai tingkatan yang parah, dan sebagainya. Bedanya dari cara penyampaian
berita buruk yang menghindari frustasi adalah bahwa informasi ini disampaikan
sesudah berita buruk, tidak sebelumnya. (Sarwono, 1982)
Mengurangi frustasi sampai tingkat yang paling rendah adalah sangat penting
karena bila tingkat frustasi masih tinggi dokter tidak akan sampai pada pemecahan
persoalan. Kalau frustasi tidak dapat diturunkan sekaligus, usaha ini sebaiknya ditunda
dan dilanjutkan lain kali (Sarwono, 1982).

3) Tahap 3. Pemecahan Persoalan

Di sini dokter memberikan nasihat-nasihat berupa pilihan-pilihan yang dapat


ditempuh oleh pasien untuk mengatasi persoalan yang akan dihadapinya sebagai akibat
dari keadaannya yang tidak diharapkan tersebut (Sarwono, 1982).

Contoh :

Pasien : Jadi bagaimana pekerjaan saya kalau saya sampai harus rawat inap ya
Dokter?
Dokter : Saya bisa membuatkan surat untuk atasan Bapak agar

Bapak beroleh izin sekaligus tunjangan sesuai dengan kesehatan Bapak.

Pasien : Bagaimana dengan penampilan saya nanti apabila tumornya diangkat?

Dokter : Tidak apa-apa. Seiring waktu nanti akan tampak normal lagi. Saya bisa
menutupi tampilan yang bengkak dengan perban.

Pasien : Bagaimana dengan rasa sakitnya nanti?

Dokter : Tidak apa-apa, saya bisa mengusahakan dengan pemberian obat anti rasa
sakit yang tidak mahal.

Dan seterusnya.

3.3 Penyampaian Berita Buruk Dengan Metode SPIKES


Metode SPIKES mengacu pada enam tahap dalam penyampaian berita buruk.

1. SETTING UP the interview


a. Aturlah privasi
Idealnya, disiapkan ruangan khusus. Penyampaian berita buruk harus dilakukan
pada tempat yang nyaman yangmenyediakan privasi bagi pasien dan relatif
tenang. Ruangan harus cukup luas untuk menampung para staf atau perawat serta
seluruh anggota keluarga pasien yang mendampingi pasien saat penyampaian
berita buruk (Buckman, 1996; Maynard, 1991). Siapkan tissue untuk berjaga-
jaga apabila pasien menangis (Baile dkk, 2000).
b. Libatkan orang lain
Kebanyakan pasien biasanya ingin ditemani oleh orang lain. Namun, orang
tersebut haruslah pilihan pasien. Ketika ada anggota keluarga pasien, mintalah
pasien memilih satu atau dua perwakilan keluarga (Baile dkk, 2000).
c. Duduk
Posisi duduk akan membuat pasien lebih relaks dan menandakan bahwa dokter
tidak terburu buru. Pemilihan waktu dalam penyampaian berita buruk sangat
penting. Penjadwalan ulang atau pemilihan waktu lain perlu dilakukan agar
dapat menyampaikan berita buruk kepada pasien pada saat yang tepat. Jika
terburu-buru, dokter dapat dianggap tidak peduli dengan pasien dan proses.
Bukti menunjukkan bahwa dokter mungkin menunda pencairan berita buruk
meskipun pada kenyataannya sebagian besar pasien ingin mendengarnya
(Blanchard dkk, 1988; Hopper dan Fischbach, 1989) dan beberapa dokter
menghindari situasi untuk membicarakan prognosis (Seale, 1991). Ketika
duduk, usahakan tidak ada batas antara dokter dan pasien. Mengatur koneksi
dengan pasien. Melakukan kontak mata mungkin saja terasa kurang nyaman,
namun ini merupakan cara penting untuk membangun sebuah hubungan.
Memegang lengan atau tangan pasien apabila pasien bersedia juga merupakan
cara mencapainya. Mengelola waktu dan interupsi. Ketika menyampaikan kabar
buruk pada pasien usahakan jangan ada interupsi. Sebaiknya seorang dokter
mengatur telepon genggamnya dalam keadaan diam (Baile dkk, 2000).

2. Assesing the Patient’s PERCEPTION

Langkah kedua dan ketiga dari SPIKES merupakan interview yang


menerapkan “sebelum berkata, tanyalah”. Sebelum mendiskusikan hasil medis,
dokter menggunakan pertanyaan terbuka untuk menilai persepsi pasien akan
keadaannya. Contohnya, “Sejauh mana anda tahu mengenai penyakit anda” atau
“Apakah anda tahu kenapa kami melakukan MRI?”. Berdasarkan informasi yang
diperoleh, dokter dapat mengoreksi informasi yang salah dan menyesuaikan kabar
buruk dengan pemahaman pasien. Dari sini juga dapat dilihat apakah pasien
menyangkal suatu penyakit: angan angan ataupun harapan pengobatan yang tidak
realistis (Baile dkk, 2000).
3. Obtaining the patient’s INVITATION

Kebanyakan pasien menginginkan informasi penuh akan diagnosis, prognosis,


hingga detail penyakit yang pasien derita. Namun beberapa pasien tidak. Penting
untuk menanyakan kepada pasien sedetail apa informasi yang mereka inginkan.
Pertanyaan yang bisa dokter tanyakan misalnya, “Bagaimana anda ingin saya
menyampaikan hasil tes anda? Apakah anda ingin saya menyampaikan semuanya
atau hanya gambaran besar dan kita akan berdiskusi mengenai perawatannya?”
(Baile dkk, 2000).

4. Giving KNOWLEDGE and information to the patient


Memulai percakapan dengan kalimat seperti, “Saya khawatir bahwa kabar
yang saya sampaikan adalah kabar yang kurang baik” atau “Dengan berat hati saya
sampaikan bahwa...” dapat mengurangi syok pada pasien saat mendengarkan berita
buruk.
Dalam menyampaikan hasil medis, terjemahkan istilah medis kedalam
Bahasa Indonesia, misalnya gunakan kata “menyebar” untuk menggantikan kata
“metastasis”. Dokter juga harus menghindari pernyataan yang berlebihan seperti
“Kanker yang anda derita sangat buruk. Meskipun anda diobati secepatnya, anda
akan tetap tidak dapat bertahan”. Berikan informasi dalam potongan kecil, dan
pastikan untuk berhenti menjelaskan untuk memastikan bahwa pasien paham
dengan apa yang dijelaskan (Baile dkk, 2000).

5. Adressing the patient’s EMOTIONS with emphatic responses

Merespons emosi pasien merupakan salah satu hal sulit dalam menyampaikan
berita buruk. Pasien dapat bereaksi dengan diam, menangis, menyangkal, hingga
marah, Pada situasi seperti ini, seorang dokter dapat memberi dukungan dan
solidaritas dengan memberi respons empati. Diskusi tidak akan dapat berlanjut
selama emosi pasien masih ada (Baile dkk, 2000).
6. STRATEGY and SUMMARY

Sebelum menentukan rencana perawatan, prnting untuk menanyakan apakah


pasien sudah siap untuk berdiskusi. Buatlah rencana langkah demi langkah dan
berikan penjelasan yang lengkap kepada pasien mengenai rencana perawatannya.
Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan sebagai antisipasi jika terjadi suatu
hal yang tidak diinginkan selama perawatan (Baile dkk, 2000).
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berita buruk merupakan segala informasi yang secara serius dapat memperburuk
pandangan seseorang tentang masa depannya. Komunikasi dokter gigi-pasien dalam penyampaian
berita buruk sangat penting untuk dipelajari. Berita buruk dapat disampaikan melalui dua metode
yaitu metode tidak langsung dan metode langsung. Beberapa contoh metode tidak langsung antara
lain menunda penyampaian berita buruk sampai saat yang dianggap tepat, membiarkan pasien
menyimpulkan sendiri, membungkus berita buruk, dan banyak memberi alasan. Metode langsung
memiliki keunggulan dibandingkan metode tidak langsung yaitu lebih efektif dan dokter siap
mental. Penyampaian berita buruk juga dapat dilakukan dengan metode SPIKES. Komunikasi atau
penyampaian berita buruk yang tepat akan menghasilkan pemahaman yang baik pada pasien
sehingga akan menentukan keberlanjutan terapi dan kesembuhan pasien.

4.2 Saran
Sebaiknya tenaga kesehatan yang ada sekarang ini lebih memperhatikan dan mendalami
tentang cara komunikasi yang baik apalagi ketika menyapaikan berita buruk, karena itu sangat
mempengaruhi kondisi spikologis pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Budiastuti V. Ika, dkk. 2018. Buku Keterapilan Klinis. Komunikasi Dokter-Pasien Menyampaikan
Berita Buruk dan Teknik Konseling. Jakarta: EGC.

Abdul, Siyoto Sandu. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Pustaka Nasional
KDT.
Hendrawan Andre, dkk. 2018. Makalah Teknik Penyampaian Berita Buruk. Mataram: IKAPI.

Anda mungkin juga menyukai