Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL

TINGKAT PENGETAHUAN IBU TTENTANG RESIKO SUSU FORMULA PADA BAYI USIA 0-
6 BULAN

DISUSUN OLEH :

MONIKA MUSIAMI CANTIKA

2017.A.08.0707

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP

TA 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu formula adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia,
biasanya sapi yang nutrisinya disusun sedemikian rupa hingga mendekati susunan nutrisi ASI
(Khasanah, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh UNICEF, mengemukakan bahwa bayi yang
diberikan susu formula dibawah 6 bulan memiliki kemungkinan meninggal dunia pada bulan
pertama kelahirannya dan peluang itu 25 kali lebih tinggi dari pada bayi yang disusui ibunya
secara eksklusif.

Pemberian susu formula beresiko meningkatkan terjadinya penyakit infeksi, misalnya


infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernafasan. Selain itu pemberian susu formula
yang terlalu dini juga bisa meningkatkan terjadinya penyakit noninfeksi, seperti penyakit alergi,
obesitas, hingga kurang gizi (UNICEF, 2013).

Bayi yang mengonsumsi susu formula sebelum 6 bulan beresiko 6.19 lebih besar untuk
mengalami kegemukan. Hal ini dapat dikarenakan karena pemberian susu formula yang
mempunyai kandungan protein tinggi pada awal kehidupanyang dapat memodulasi konsentrasi
Hormon insulin like growth factor I (IGF).

Ketidaktepatan pola asuh ibu berkaitan dengan asupan makanan balita yang sering
ditemui di masyarakat adalah dalam pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan susu formula.
Seharusnya, seorang bayi umur 0-6 bulan diberikan ASI secara eksklusif, dan kemudian
dilanjutkan dengan pemberian ASI dengan didampingi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP
ASI) sampai dengan umur 24 bulan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Republik Indonesia
(Dinkes RI) tahun 2013, diketahui cakupan pemberian ASI di Indonesia hanya sebesar 54.3%,
dan cakupan pemberian makanan prelakteal pada anak umur 0-23 bulan mencapai 44.3%,
dengan makanan yang paling banyak diberikan pada bayi adalah susu formula, dengan cakupan
sebesar 79.8%.5 Penelitian yang dilakukan oleh Gunther di Jerman menunjukkan bahwa balita
yang mengalami kegemukan berkaitan dengan konsumsi protein dalam tingkat tinggi yaitu dari
susu formula pada umur 12 bulan.11 Selain itu, diketahui pula bahwa anak-anak yang
mengonsumsi susu formula atau makanan komplementer pada umur dibawah 4 bulan dapat
meningkatkan berat badan bayi. Hal ini menunjukkan bahwa waktu awal konsumsi susu formula
dapat berkaitan dengan peningkatan berat badan dan risiko terjadinya kegemukan pada anak.

Angka cakupan pemberian ASI eksklusif secara nasional sebesar 54,3 %, sedangkan
cakupan ASI ekslusif provinsi Kalimantan tengah rata-rata pada tahun 2016 hanya mencapai
20.5% lebih rendah dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 27,8 %. Cakupan ASI ekslusif
paling tinggi di kabupaten Kota Waringin Barat yang mencapai 47,8% diikuti oleh kabupaten
pulang pisau 41,7% dan kabupaten lamandau mencapai 40,1%. Sedangkan yang paling rendah
adalah kabupaten Murung Raya 4,4% di ikuti oleh kabupaten kotawaringin timur 4,8% dan
kabupaten barito utara sebesar 5,5%.

Dari data angka cakupan ASI diatas, dapat diketahui bahwa pemberian ASI ekslusif di
Kalimantan tengah tidak merata hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain ekonomi,
social, budaya. Adapun budaya yang ada dimasyarakat Kalimantan Tengah saat ini ialah kurang
tepatnya pemahaman ibu terhadap susu formula, sebagian ibu menganggap susu formula lebih
baik, lebih sehat dan lebih bernutrisi bagi bayi serta praktisnya saat ibu sedang tidak dapat
menyusui bayinya.

Untuk itu peran yang dapat dilakukan bidan dalam melindungi hak bayi untuk tidak
diberikan susu formula, yaitu menganjurkan ibu untuk segera menyusui bayinya setelah
melahirkan, dukung ibu untuk rawat gabung setelah melahirkan, dan membantu ibu jika ada
masalah dalam menyusui (Khasanah, 2011).

Berdasarkan studi pendahuluan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Resiko Susu Formula Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di
puskesmas pahandut palangkaraya”

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut “Bagaimanakah tingkat pengetahuan ibu tentang resiko pemberian susu formula
pada Bayi 0-6 di puskesmas pahandut Palangkaraya”

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang resiko pemberian susu formula pada Bayi 0-6 Bulan
di puskesmas pahandut Palangkaraya.

1.3.3 Tujuan Khusus

1.3.3.1 Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang resiko pemberian susu formula pada bayi 0-
6 bulan di puskesmas pahandut Palangkaraya.

1.3.3.2 Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang resiko pemberian susu formula pada bayi 0-
6 bulan di puskesmas pahandut Palangkaraya.

1.3.3.3 Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang resiko pemberian susu formula pada bayi 0-
6 bulan di puskesmas pahandut Palangkaraya.

1.3.3.4 Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat tingkat pengetahuan ibu tentang
resiko pemberian susu formula pada bayi umur 0-6 bulan di puskesmas pahandut Palangkaraya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan berguna sebagai sarana untuk menerapkan teori dan ilmu yang telah
diperoleh ditempat kuliah serta dapat menjadi masukan dan acuan ilmu pengetahuan serta
penelitian selanjutnya.

1.4.2 Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam menerapkan ilmu metode penelitian dan
menambah wawasan pengetahuan tentang resiko pemberian susu formula. S
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

2.1. Pengetahuan

2.1.1 Pengetahuan merupakan hasil “tahu” pengindraan manuasia terhadap suatu obyek tertentu.
Proses pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu indra pengelihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan melalui kulit. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2011).

2.1.2 Cara memperoleh pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan menurut Notoatmojo (2011), ada 2 yaitu :

1) Cara memperoleh kebenaran non Ilmiah Cara kuno atau tradisional untuk dipakai orang untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode
penemuan secara sistematis dan logis adalah dengan cara non ilmiah tanpa melalui penelitian

2) Cara ilmiah atau modernCara baru atau modern untuk memperoleh pengetahuan pada dewasa
ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer
metodelogi penelitian (reseach metodelogy).

2.1.3. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmojdo (2011), dalam domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang
bersifat intelektual (cara berfikir, berinteraksi, analisa, memecahkan masalah, dan lain-lain) yang
berjenjang sebagai berikut :

1) Tahu (knowledge)

Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya. Termasuk dalam kategori ini
adalah kemampuan mengenali atau mengingat kembali hal-hal atau keterangan yang pernah
berhasil dihimpun atau dikenali sebelumnya (recall of facts).

2) Memahami (comperhension)
Pemahaman diartikan dicapainya pengertian (understanding) tentang hal yang sudah kita kenali.
Karena sudah memahami hal yang bersangkutan maka juga sudah mampu mengenali hal tadi
meskipun diberi bentuk lain. Termasuk dalam jenjang kogmisalnya kemampuan
menterjemahkan, menginterpretasikan, menafsirkan, meramalkan dan mengeksplorasikan.

3) Menerapkan (Aplication)

Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan hal yang sudah dipahami kedalam situasi
dan kondisi yang sesuai.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan hal tadi menjadi rincian yang terdiri unsur-unsur
atau komponenkomponen yang berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya dalam suatu
susunan bentuk yang berarti.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun kembali bagian-bagian atau unsur-unsur tadi
menjadi suatu keseluruhan yang mengandung arti tertentu.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membandingkan hal yang bersangkutan dengan
hal-hal serupa atau setara lainnya, sehingga diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh
tentang hal yang sedang dinilainya.

2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Fakor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Mubarak, dkk (2007), sebagai berikut :

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal
agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya.
2) Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan


baik secara langsung maupun tidak langsung.

3) Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis
(mental).

4) Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan
seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan
yang lebih mendalam.

5) Pengalaman

Merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, baik dari pengalaman diri
sendiri maupun orang lain. Hal tersebut dilakukan dengan cara pengulangan kembalipengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Bila berhasil maka orang akan
menggunakan cara tersebut dan bila gagal tidak akan mengulangi cara itu.

6) Kebudayaan lingkungan sekitar

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan sikap kita. Apabila dalam mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan
lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap selalu menjaga
kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi
atau sikap seseorang.

7) Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk
memperoleh pengetahuan yang baru.
e. Kategori Pengetahuan

Menentukan tingkat pengetahuan menurut Riwidikdo (2013), berdasarkan kemampuan dalam


menjawab kuesioner dan nilainya

berdasarkan ranking secara objektif dengan urutan sebagai berikut :

1) Baik : bila nilai responden (x) > mean + 1 SD

2) Cukup : bila nilai mean – 1 SD x mean + 1 SD

3) Kurang : bila nilai responden (x) < mean – 1 SD

2.2 Susu Formula

2.2.1. Pengertian

Susu Formula adalah susu yang dibuat dari susu sapi atau susu buatan yang di ubah
komposisinya sehingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI (Marmi, 2012:28)

Susu formula adalah susu sapi yang susunan nutrisinya diubah sedemikian rupa sehingga dapat
diberikan kepada bayi tanpa memberikan efek samping. Bahwa susu formula berasal dari susu
sapi yang diolah sedemikian rupa sehingga menjadi susu fomula bayi. ( Khazanah, 2012:19)

Jadi Susu formula adalah Susu yang dibuat dari susu sapi atau susu buatan yang diubah
komposisinya hingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI.

Susu merupakan bahan pangan alami dengan nilai nutrisi yang lengkap yang dihasilkan oleh
kelenjar (mamae) baik binatang maupun seorang ibu yang mengandung lemak, protein, laktose
serta berbagai macam garam dan vitamin ( susilorini, 2010)

Pemberian susu formula di indikasikan untuk bayi yang karena sesuatu hal tidak mendapatkan
ASI atau sebagai tambahan jika produksi ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi. Penggunaan
susu formula ini sebaiknya meminta nasehat kepada petugas kesehatan agar penggunaannya
tepat (Nasar, dkk, 2010).

Walaupun memiliki susunan nutrisi yang baik tetapi susu sapi sangat baik hanya untuk anak sapi,
bukan untuk bayi. Oleh karena itu sebelum dipergunakan untuk makanan bayi, susunan nutrisi
susu formula harus diubah hingga cocok untuk bayi. Sebab, ASI merupakan makanan bayi yang
ideal sehingga perubahan yang dilakukan pada komposisi nutrisi susu sapi harus sedemikian rupa
hingga mendekati susunan nutrisi ASI (khasanah, 2011).

Walaupun memiliki susunan nutrisi yang baik, tetapi susu sapi sangat baik hanya untuk anak
sapi, bukan untuk bayi. Oleh karena itu, sebelum dipergunakan untuk makanan bayi, susunan
nutrisi susu formula harus diubah hingga cocok untuk bayi. Sebab, ASI merupakan makanan
bayi yang ideal sehingga perubahan yang dilakukan pada komposisi nutrisi susu sapi harus
sedemikian rupa hingga mendekati susunan nutrisi ASI (Khasanah, 2011).

2.2.2 Jenis Susu Formula

Ada beberapa jenis susu formula menurut Notoatmodjo (2011),yaitu:

1) Susu Formula Adaptasi Susu formula adaptasi (adapted) atau pemula adalah susu formula
yang biasa digunakan sebagai pengganti ASI oleh bayi baru lahir sampai umur 6 bulan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya. Susu formula adaptasi ini disesuaikan dengan keadaan
fisiologis bayi. Komposisinya hampir mendekati komposisis ASI sehingga cocok diberikan
kepada bayi yang baru lahir hingga berusia 4 bulan.

2) Susu Formula Awal Lengkap

Formula awal lengkap (complete starting formula) yaitu susunan zat gizinya lengkap dan dapat
diberikan setelah bayi lahir. Keuntungan dari formula bayi ini terletak pada harganya.
Pembuatannya sangat mudah maka ongkos pembuatan juga lebih murah hingga dapat dipasarkan
dengan harga lebih rendah. Susu formula ini dibuat dengan bahan dasar susu sapi dan komposisi
zat gizinya dibuat mendekati komposisi ASI. Komposisi zat gizi yang dikandung sangat lengkap,
sehingga diberikan kepada bayi sebagai formula permulaan usia 4-6 bulan.

3) Susu Formula Lanjutan

Susu formula lanjutan yaitu susu formula yang menggantikan kedua susu formula yang
digunakan sebelumnya dan untuk bayi yang berusia 6 bulan ke atas, sehingga disebut susu
formula lanjutan. Susu formula menurut Nirwana (2014), terdiri dari :
a) Susu Formula dari Sapi

Umumnya susu formula untuk bayi yang beredar dipasaran berasal dari susu sapi. Alergi akibat
susu sapi antara lain berupa diare. Untuk bayi yang usianya diatas 6 bulan susu formula yang
disarankan adalah yang telah mendapatkan fortifikasi zat besi karena antara usia 4-6 bulan
persediaan zat besi pada tubuh bayi mulai berkurang sehingga perlu tambahan asupan dari luar.

b) Susu Hipoalergenik

Bayi-bayi yang dalam keluarganya memiliki riwayat alergi umumnya akan mengalami alergi
terhadap susu sapi. Karenanya, bayi dengan alergi susu sapi formula biasa sebaiknya diberi susu
formula dengan formula hipoalergenik (hidrolisat), yakni susu sapi yang kandungan proteinnya
sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah oleh pencernaan bayi.

c) Susu Kedelai (Soya)

Susu yang berasal dari kedelai ini umumnya diperuntukkan bagi bayi yang alergi terhadap
protein susu sapi tetapi tidak alergi terhadap protein soya. Fungsinya sama dengan susu sapi
yang proteinya telah terhidrolisis dengan sempurna. Jadi dapat digunakan sebagai pencegahan
alergi tersier. Bayi yang alergi susu kedelai harus beralih ke susu formula dengan asam amino
yang sudah terhidrolisis (hipoalergenik).

d) Susu Rendah Laktosa

Susu rendah laktosa adalah susu sapi yang bebas dari kandungan laktosa (low lactose atau free
lactose). Sebagai penggantinya, susu formula jenis ini akan menambahkan kandungan gula
jagung. Susu ini cocok untuk bayi yang tidak mampu mencerna laktosa (intoleransi laktosa)
karena gula darahnya tidak memiliki enzim untuk mengolah laktosa. Intoleransi laktosa biasanya
ditandai dengan buang air terusmenerus atau diare.

e) Susu Formula Khusus

Susu formula khusus disediakan bagi bayi yang memiliki problem dengan saluran pencernaan.
Ada bayi yang memiliki gangguan penyerapan karbohidrat, lemak, protein atau zat gizi lainnya.
Pemberian susu formula khusus ini biasanya atas pengawasan dan petunjuk dokter.
2.2.3. Kandungan Susu Formula

Susu formula yang dibuat dari susu sapi telah diproses dan diubah kandungan komposisinya
sebaik mungkin agar kandungannya sama dengan ASI tetapi tidak 100% sama. Proses
pembuatan susu formula, kandungan karbohidrat, protein dan mineral dari susu sapi telah diubah
kemudian ditambah vitamin serta mineral sehingga mengikuti komposisi yang dibutuhkan sesuai
untuk bayi berdasarkan usianya (Nirwana, 2014).

Menurut Notoatmodjo (2011), ada beberapa kandungan gizi dalam susu formula yaitu, lemak
disarankan antara 2,4-4,1 g tiap 100 ml, protein berkisar antara 1,2-1,9 g tiap 100 ml, karbohidrat
berkisar antara 5,4-8,2 g tiap 100 ml dan mineral 0,25-0,34 g tiap 100 ml.

2.2.5 Kelemahan Susu Formula

Kelemahan susu formula menurut Nirwana (2014), yaitu :

1) Susu formula kurang mengandung beberapa senyawa nutrien.

2) Faktor antibodi, antibakteri dan antivirus (misalnya IgA, IgG, IgM dan laktoferin) yang hanya
didapatkan dari ASI.

3) Susu formula tidak mengandung hormon (misalnya hormon prolaktin dan hormon tiroid).

4) Kurangnya enzim dan prostaglandin.

Susu formula banyak kelemahannya karena terbuat dari susu sapi sehingga dijelaskan
Khasanah (2011) antara lain kandungansusu formula tidak selengkap ASI, pengenceran yang
salah, kontaminasi mikroorganisme, menyebabkan alergi, bayi bisa diare dan sering muntah,
menyebabkan bayi terkena infeksi, obesitas atau kegemukan, pemborosan, kekurangan zat besi
dan vitamin, mengandung banyak garam.

2.2.6. Resiko Pemberian Susu Formula

1) Gangguan saluran pencernaan (muntah, diare)

Menurut Khasanah (2011), anak yang diberi susu formula lebih sering muntah/gumoh, Saluran
pencernaan bayi dapat terganggu akibat dari pengenceran susu formula yang kurang tepat,
sedangkan susu yang terlalu kental dapat membuat usus bayi susah mencerna, sehingga sebelum
susu dicerna oleh usus akan dikeluarkan kembali melalui anus yang mengakibatkan bayi
mengalami diare.

2) Infeksi saluran pernapasan

Susu sapi tidak mengandung sel darah putih hidup dan antibiotik sebagai perlindungan tubuh
dari infeksi. Proses penyiapan susu formula yang kurang steril dapat menyebabkan bakteri
mudah masuk (Nirwana, 2014).

3) Meningkatkan resiko serangan asma

ASI dapat melindungi bayi dari penyakit langka botulism, penyakit ini merusak fungsi saraf,
menimbulkan berbagai penyakit pernapasan dan kelumpuhan otot (Nasir, 2011).

4) Meningkatkan kejadian karies gigi susu

ASI mengurangi penyakit gigi berlubang pada anak (tidak berlaku pada ASI dengan botol),
karena menyusui lewat payudara ada seperti keran, jika bayi berhenti menghisap, otomatis ASI
juga akan berhenti dan tidak seperti susu botol. Sehingga ASI tidak akan mengumpul pada gigi
dan menyebabkan karies gigi (Nasir, 2011).

5) Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif

Susu formula mengandung glutamate (MSG - Asam amino) yang merusak fungsi hypothalamus
pada otak. Glutamate adalah salah satu zat yang dicurigai menjadi penyebab autis (Nasir, 2011).

6) Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)

Kelebihan berat badan pada bayi yang mendapatkan susu formula diperkirakan karena kelebihan
air dan komposisi lemak tubuh yang berbeda dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI
(Khasanah, 2011).

7) Kematian mendadak

Kemantian mendadak pada bayi lebih banyak dialami oleh bayi yang diberikan susu formula.
Susu formula sangat rendah kandungan trypophan yang sangat dibutuhkan badan untuk
membentuk serotinin. Penelitian pada bayi yang meninggal mendadak rata-rata mempunyai zat
serotinin yang sangat rendah dalam otak (Nirwana, 2014).

8) Resiko penyakit jantung dan pembuluh darah

ASI membantu tubuh bayi untuk mendapat kolesterol baik, artinya melindungi bayi dari penyakit
jantung pada saat sudah dewasa. ASI mengandung kolesterol tinggi (fatty acid) yang bermanfaat
untuk bayi dalam membangun jaringan-jaringan saraf dan otak. Susu yang berasal dari sapi tidak
mengandung kolesterol ini (Nasir, 2011).

2.2.6. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula

1) Pendidikan

Seseorang yang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luasakan lebih bisa menerima alasan
untuk memberikan ASI eksklusif karena pola pikirnya yang lebih realistis dibandingkan dengan
tingkat pendidikan rendah (Puspitasari, 2011).

2) Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif adalah hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang,
salah satunya kurang memadainya pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI yang menjadikan
penyebab atau masalah dalam peningkatan pemberianASI (Roesli, 2008). 3) Pekerjaan
Bertambahnya pendapatan keluarga atau status ekonomi yang tinggi serta lapangan pekerjaan
bagi perempuan berhubungan dengan cepatnya pemberian susu botol. Artinya mengurangi
kemungkinan untuk menyusui bayi dalam waktu yang lama (Amirudin, 2006).

4) Informasi tentang susu formula

Distribusi, iklan, dan promosi susu formula berlagsung terus. Bahkan, meningkat tidak hanya di
televisi, radio, dan surat kabar, melainkan sudah dipromosikan di tempat-tempat praktik swasta
dan klinik-klinik kesehatan masyarakat (Khasanah, 2011).

5) Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan

susu botol Persepsi masyarakat gaya hidup mewah membawa dampak menurutnya kesediaan
menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan tertentu bahwa susu botol sangat cocok
untuk bayi dan dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu ingin meniru orang lain (Khasanah,
2011).

6) Peran petugas kesehatan

Masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI
(Khasanah, 2011).

B. Kerangka Teori

Pengetahuan Susu Formula

Faktor yang mempengaruhi 1. Pengertian

Penegetahuan : 2. Jenis Susu Formula

1. Pendidikan 3. Kandungan Susu formula


2. Pekerjaan 4. Kelemahan Susu Formula
3. Umur 5. Resiko Pemberian Susu formula
4. Minat 6. Faktor yang mempengaruhi
5. Pengalaman pemberian susu formula
6. Sosial Budaya
7. Lingkungan
8. Informasi

Sumber : Modofikasi Mubarok (2007), Wawan, Dewi (2011)


C. Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Umur
4. Lingkungan

Baik

Tingkat pengetahuan ibu tentang resiko

Pemberian susu formula pada bayi Cukup

usia 0-6 bulan

Kurang

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1. Sosial Budaya
2. Informasi

Sumber : Riwidikdo (2013)


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Ditinjau dari tujuan penelitian yang akan dicapai, penelitian ini menggunakan penelitian
deskriptif kuantitatif. Menurut Notoatmodjo (2012), deskriptif kuantitatif adalah suatu penelitian
yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif suatu keadaan
secara objektif untuk memperoleh sebuah angka atau nilai. Metode ini digunakan untuk
memecah atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Pada
penelitian ini menggambarkan tentang tingkat pengetahuan ibu tentang resiko pemberian susu
formula pada bayi umur 0-6 bulan di puskesmas pahandut.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Lokasi penelitian adalah tempat yang akan dilakukan penelitian oleh peneliti dalam
melaksanakan kegiatan penelitian (Hidayat, 2007).

3.2.2 Waktu

Waktu penelitian adalah rentan waktu yang akan dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan
kegiatan penelitian (Hidayat, 2007). Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret.

3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2012).
Dalam penelitian ini populasi diambil berdasarkan jumlah ibu yang memiliki bayi umur 0-6
bulan pada bulan Maret sebanyak 139 responden.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang diteliti atau sebagian dari populasi yang dianggap dapat
mewakili populasi (Notoatmodjo, 2012). Jika populasi kurang dari 100 lebih baik diambil semua,
tapi jika populasi lebih dari 100 dapat diambil 10% - 15 % atau 20% - 25% atau lebih (Arikunto,
2006). Pada penelitian ini peneliti mengambil 25% dari total populasi yaitu sebanyak 35
responden.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel merupakan cara atau teknik-teknik tertentu sehingga sampel yang
digunakan dalam penelitian dari populasiyang ada dapat mewakili keseluruhan populasi
(Notoatmodjo, 2012).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Simple Random
Sampling yaitu pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada didalam
anggota populasi (Hidayat, 2011). Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap
homogen. Pengambilan sampel acak sederhana dapat dilakukandengan cara undiaan antar siapa
yang menjadi responden dengan tidak menjadi responden (Sugiyono, 2010).

3.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggotaanggota suatu kelompok
yang berbeda dengan yang di miliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2010). Variabel dalam
penelitian ini menggunakan variabel tunggal yaitu tingkat pengetahuan ibu tentang resiko
pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan di flamboyant bawah puskesmas pahandut
Palangkaraya.

3.5. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik


yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat
terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).

Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala ukur ordinal. Skala ukur
ordinal dapat dikategorikan sebagai berikut :
Tabel 3.1 Kategori skala ukur ordinal

Variabel Definisi Operasional Indikator Alat Ukur Skala

Pengetahuan Kemampuan ibu

untuk memahami a. Baik : bila nila Kuesioner ordinal

ibu tentang cara pengisian jawaban per dari responden (𝑥) >
resiko pemberian tanyaan yang diberikan dalam mean + 1 SD

susu formula bentuk kuesioner tentang resiko b. Cukup : bila nilai

mula pada pemberian susu formula pada mean – 1 SD < (𝑥)

bayi usia 0-6 bayi + 1 SD

bulan c. Kurang : bila nilai


responden (𝑥) <
mean – 1 SD

Sumber : Notoatmodjo (2012)

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data
(Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini intrumenpenelitian atau alat yang digunakan untuk
pengambilan data adalah dengan kuesioner. Kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data atau
suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan
umum atau banyak orang.

Kuesioner dalam penelitian ini tertutup dimana sudah terdapat pilihan jawabannya dan
skala yang digunakan adalah skala Guttman, yaitu skala pengukuran dengan jawaban ya atau
tidak, setuju atau tidak, benar atau salah sehingga responden tinggal memilih jawaban yang
tersedia (Hidayat, 2007).
Pada kuesioner ini akan menggunakan jawaban benar atau salah. Cara memberikan skor untuk
pernyataan positif yaitu jika benar skor 1 dan jika salah skor 0 dan pada pernyataan negatif jika
benar skor 0 dan jika salah skor 1.

Pengisian kuesioner ini akan dilakukan dengan cara memberikan tanda centang (P) pada lembar
kuesioner yang sudah disediakan. Untuk memudahkan dalam menyusun instrumen, maka
diperlukan kisi-kisi.

Berikut kisi-kisi dari instrumen dalam penelitian ini.

Variabel Indikator Positif Negatif Total


Tingkat pengetahuan ibu a. Pengertian susu formula 1,2,4 3,5,6 4

tentang resiko pemberian b. Faktor-faktor yang mem 7,9,10 8,11,13

susu formula pada bayi pengaruhi pemberian susu 12,14,15 16,17,1811

usia 0-6 bulan formula

c. Kelemahan susu formula 19,20,21 22,23,24 5

d. Resiko pemberian susu 25,26,27, 28,29,32 11

formula 30,31,33, 34,35,36

37, 38 39,40

Jumlah Total 31

Agar memperoleh data yang valid dan reliabel, maka kuesioner akan diujikan terlebih dahulu
dengan uji validitas dan uji reliablitas terhadap karakteristik sejenis yang dilakukan diluar lokasi
penelitian.
Uji validitas dan reliabilitas telah dilaksanakan di Kelurahan Kadipiro pada tanggal 21
Maret 2015 dengan jumlah responden sebanyak 30 ibu yang mempunyai bayi umur 0-6 bulan
untuk memperoleh distribusi nilai hasil penelitian mendekati kurva normal.

1. Uji Validitas

Uji validitas untuk mengetahui alat ukur tersebut valid, valid artinya ketepatan mengukur, atau
alat ukur tersebut tepat untuk mengukur sebuah variabel yang akan diukur (Riwidikdo, 2013).

Sebelum instrumen atau alat ukur digunakan untuk mengumpulkan data penelitian maka
perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari kevalidan dan reliabilitas alat ukur tersebut,
jika hasil r hitung > r tabel (0.361) dengan taraf signifikan 0,05 maka instrumen dikatakan valid
(Riwidikdo, 2013).

Uji validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment dengan menggunakan
perhitungan komputer dengan SPSS (Riwidikdo, 2013).

2. Uji reliabilitas

Uji reliabilitas adalah hal yang dapat dipercaya. Hasil pengukuran harus reliabel dalam
artian harus memiliki tingkat konsistensi dan kemantapan. Reliabel dapat diartikan ajeg, artinya
alat ukur mempunyai prinsip keajegan, dimana dipakai pada waktu dan tempat yang berbeda
mempunyai kemampuan mengukur yang sama. Banyak rumus uji yang dapat digunakan dalam
uji reliabilitas alat ukur, namun dalam penelitian ini menggunakan pengujian reliabilitas dengan
SPSS (Riwidikdo, 2013).

G. Teknik Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data akan dilakukan dengan cara memberikan lembar pertanyaan persetujuan
dan membagikan kuesioner pada responden di Kelurahan Nusukan, kemudian menjelaskan
tentang cara pengisiannya. Responden akan disuruh mengisi kuesioner sampai selesai dan
kuesioner diambil pada saat itu juga oleh peneliti. Data yang diperoleh terdiri dari :

1. Data Primer
Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari subyek atau obyek penelitian oleh
peneliti perorangan maupun organisasi (Riwidikdo, 2013). Dalam penelitian ini data primer
didapatkan dari

jawaban kuesioner tentang resiko pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan di kelurahan
Nusukan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari obyek penelitian (Riwidikdo,
2013). Data sekunder pada penelitian ini yaitu data ibu yang mempunyai bayi umur 0-6 bulan di
flamboyant bawah puskesmas pahandut dari bulan Maret sebanyak 35 ibu.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Metode Pengolahan

Menurut Notoatmodjo (2012), setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya
adalah pengolahan data. Proses pengolahan data ada 4 yaitu :

a. Penyuntingan (Editing)

Kegiatan ini adalah memeriksa data hasil jawaban dari kuesioner yang telah diberikan kepada
responden dan kemudian dilakukan koreksi apakah telah menjawab dengan lengkap. Editing
dilakukan dilapangan sehingga apabila terjadi atau tidak sesuai dapat segera dilengkapi.

b. Coding

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding
yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

c. Memasukkan data (processing)

Memasukkan data yaitu jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode (angka
atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau software.
d. Pembersihan data (cleaning)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek
kembali untuk melihat kemungkinanadaanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan
sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

2. Analisis Data

Dalam penelitian ini pengolahan dan analisis data akan dilakukan dengan komputer
menggunakan software SPSS. Sedangkan jenis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan analisis Univariat. Analisis Univariat adalah menganalisa terhadap
tiap variabel dari hasil penelitian untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari
tiap variabel (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Riwidikdo (2013), untuk membuat 3 kategori yaitu baik, cukup dan kurang
maka menggunakan parameter :

Simpangan baku (standart deviation) adalah ukuran yang dapat

dipakai untuk mengetahui tingkat penyebaran nilai-nilai (data) terhadap

rata-rata.

I. Etika Penelitian

Masalah etika dalam penelitian Menurut Hidayat (2007), adalah sebagai berikut :

1. Informed ConsentInformed Consent diberikan sebelum melakukan penelitian dengan


memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Informed Consent merupakan bentuk
persetujuan antara peneliti dengan responden peneitian. Pemberian Informed Consent ini
bertujuan agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika
subyek bersedia, maka mereka harus mendatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak
bersedia, maka peneliti harus menghormati keputusan tersebut. Pada penelitian ini semua
responden akan diberi lembar persetujuan.

2. Anonimity (Kerahasiaan nama atau identitas)


Anonimity, berarti tidak perlu mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data
(kuesioner). Peneliti hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data tersebut atau hasil
penelitian yang akan disampaikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan hasil)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

J. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian adalah uraian langkah-langkah kegiatan mulai dari menyusun proposal
penelitian, sampai dengan penulisan laporan penelitian, beserta waktu berjalan atau
berlangsungnya setiap kegiatan tersebut

(Notoatmodjo, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, Rostia. 2006. Promosi Susu Formula menghambat pemberian ASI Ekslusif pada bayi
6-11 bulan di Kelurahan Pa’Baeng– Baeng Makasar. Makasar : Universitas Hasanudin.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Depkes RI. 2012. Profil Dinas Kesehatan.

Dewi dan Wawan. 2011. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2013. Profil Dinas Kesehatan.

Hidayat, 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika

Khasanah, Nur. 2011. ASI atau Susu Formula ya?.Jogjakarta : flashbooks.

Lissauer, et al. 2008. At a Glance Neonatologi. Jakarta : Penerbit Erlangga

Mubarak, W.I, et al. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Nasir. 2011. Hasil Penelitian Mengenai Manfaat ASI dan Perbandingannya dengan Susu
Formula. http://dokternasir.web.id/2011. Diakses tanggal 17 maret

Notoatmodjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Riwidikdo. 2013. Statistik Kesehatan. Jogjakarta : Rohima Press

UNICEF. 2013. ASI adalah penyelamat hidup paling murah dan efektif di dunia.

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai