Anda di halaman 1dari 42

UNIT 1

PRODUKTIFITAS TENAGA KERJA

DAFTAR ISI

1.1 Konsep dan definisi 2

1.2 Pembagian Kerja ( Adam Smith 1776 ) 3

1.3 Produktivitas Tenaga Kerja dan Pembangunan Ekonomi 4

1.4 Produktivitas Tenaga Kerja dan Pertimbuhan Ekonoi 5

- 1 -
UNIT 1

PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA

1.1 KONSEP DAN DEFINISI

Produktivitas Tenaga Kerja berkaitan dengan hasil (ouput) kegiatan produksi


(perusahaan atau pertanian) pada satu jenis input, dalam kasus tenaga kerja.

Produktivitas tenaga kerja tidak mengukur kontribusi khusus terhadap faktor


produksi (tenaga kerja). Ini diperlihatkan dengan adanya pengaruh yang saling
berkaitan dari sejumlah penggunaan faktor produksi di dalam proses produksi
seperti :

Perubahan dalam teknologi ;

Subtitusi faktor produksi dari yang satu ke faktor lainnya;

Kapasitas penggunaan;

Layout produksi dan aliran bahan;

Tingkat pendidikan dan usaha dari para tenaga kerja;

Managerial dan keterampilan dalam organisasi

Produktivitas Kapital berhubungan dengan hasil (ouput) dari suatu kegiatan


produksi pada jenis input yang lain, dalam kasus kapital.

Konsep ini relevan untuk mengukur produktivitas dimana keadaan tenaga


kerja melimpah seperti di Indonesia. Meskipun masih merupakan hal yang
sangat sulit disebabkannintensitas pengunaan, kelebihan kapasitas,
berkuragnya efisiensi kekayaan/ aset yang sudah tua, dsb.

- 2 -
Pruduktivitas Faktor Total berhubungan dengan output per unit baik untuk tenaga
kerja ataupun

Konsep ini lebih releven sebagai ukuran karena dapat mengukur efisiensi
penggunaan semua sumber daya. Tetapi bagaimanapun tetap menjadi problem
pengukuran yang komplek karena juga menjadi ukuran bagi kapital. Karena
alasan tersebut, konsep ini sering dipergunakan mengukur nilai residu/ sisa
dalam model-model pertumbuhan ekonomi.

1.2 PEMBAGIAN KERJA (ADAM SMITH 1776)

Kemajuan terbesar dalam produtivitas tenaga kerja adalah disebabkan oleh


pembagian kerja. Hal ini disebabkan oleh tiga alasan :

a) Peningkatan ketrampilan pada setiap pekerja, dengan mengurangi beban


pekerjaannya menjadi proses operasi yang sederhana.

b) Menghemat waktu yang terbuang yang biasa terjadi pada saat perpindahan
dari satu jenis kerja ke jenis lainnya (tidak diperlukan perubahan dalam
peralatan, tidak perlu pindah dari pertanian ke industri pakaian berskala kecil,
dsb) ;

c) Penemuan sejumlah besar mesin yang memerlukan sedikit tenaga kerja; dalam
banyak kasus pembagian tenaga kerja dan rangkaian operasi yang sederhana
telah mendorong penemuan mesin – mesin yang secara otomatis
menghasilkan operasi sederhana. Jadi banyak penemuan adalah akibat dari
pembagian tenaga kerja.

- 3 -
1.3 PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DAN PEMBANGUNAN
EKONOMI

Catatan historis negara – negara maju


Produktivitas faktor total (output per unit pada semua input), atau kemajuan
teknis, termasuk perbaikan pada (capital stock) penupukan persediaan modal
(termasuk perubahan teknis) dan formasi modal manusia, diperhitungkan
50% - 70% dari pertumbuhan ekonomi.

Negara – negara berkembang


Negara – negara berkembang bercirikan pada tingkat produktivitas tenaga
kerja rendah (output/pekerja) dan tingkat perhitungan yang rendah
(kemiskinan), sementara di negara maju adalah sebaliknya.

Contoh (1990)
a. Nilai tambah di sektor pertanian: Rps. BI 43,062
b. Tenaga kerja di sektor pertanian (ml): 35.747
c. Produktivitas tenaga kerja: per Thn: Rps. ml. 1.205
Per bln: Rps. 100,380/Pekerja
d. Kebutuhan phisik minimum: 200,000 Rps/bln
Jumlah keluarga 4 orang (1990), DEPNAKER.
Catatan:

Nilai Tambah = Tingkat Pengembalian TK (upah) + Pengembalian Modal


(keuntungan) + Pengembalian Tanah (sewa)

Jadi hanya bagian dari nilai tambah yang merupakan pendapatan tenaga kerja!

Alasan:
 Ketiadaan input yang saling melengkapi seperti modal phisik, modal manusia
termasuk managemen yang berpengalaman (pengembalian marginal tenaga

- 4 -
kerja yang semakin menurun dihubungkan dengan kualitas tanah dan kapital
yang tetap).

 Ketiadaan faktor kelembagaan yang cocok untuk memaksimumkan potensi


investasi modal dan manusia: pajak, kredit, struktur perbankan, kebebasan
berkreasi, kejujuran dan efesiensi pelayanan administrasi.

 Tenaga kerja dan sikap managemen terhadap kemajuannya sendiri, seperti


kemampuan untuk mengadakan penemuan, disiplin, dsb.

 Kesehatan phisik (gizi yang rendah, diet yang kurang, standar gizi personal
yang rendah) dapat menghalangi mental dan kesehatan phisik dan
produktivitas.

Catatan:
Tingkat penghidupan (kemiskinan) dan tingkat produktivitas yang rendah adalah
terkait dan saling menguatkan: keduanya secara prinsip mencerminkan dan memberi
sumbangan pada keterbelakangan (circular dan cumulative causation” (Myrdal).

1.4 PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN


EKONOMI

1.4.1 Alasan pertentangan

Tingginya rasio tenaga kerja – modal (method yang lebih banyak menyerap modal)
akan meningkatkan dan memberikan bagian keuntungan yang lebih besar,
mempertinggi tingkat tabungan, dan dengan demikian meningkatkan tingkat
pertumbuhan. Jadi output dan pertumbuhan kesempatan kerja yang maximum
kelihatannya seperti tujuan yang saling bertentangan.

- 5 -
Argumen Tandingan

(a) Modal akumulasi capital dan pertumbuhan ekonomi sering mempercepat


pertumbuhan output tetapi menciptakan kesempatan kerja yang lebih lamban.
Apabila tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimumkan pertumbuhan
ekonomi, pendekatan cara ini adalah bagus. Apabila sama – sama penting untuk
menciptakan lapangan kerja, diperlukan kebijaksanaan yang berbeda (lihat
dibawah).

(b) Model (Harrod-Domar, Lewis) menganggap bahwa semua tingkat tabungan


diinvestasikan. Tetapi bagaimana dengan konsumsi untuk barang – barang
mewah (mercedes, rumah besar, lapangan golf) dan capital yang lari ke luar
negeri ?

(c) Investasi pada teknologi yang menyerap modal, menciptakan kesempatan kerja
yang lebih sedikit.

Walaupun investasi pada sektor industri berkembang secara besar-besaran,


tingkat pertumbuhan kesempatan kerja jauh tertinggal

Contoh: tingkat pertumbuhan industri manufactur sedang dan besar: 12%;


Tingkat pertumbuhan kesempatan kerja 5% - 6%. Investasi per tenaga
kerja yang tercipta: lebih dari $100,000 atau Rp 200 jt per pekerja
(Fluitman,p.28).

Alasan-alasan
(1) Sektor industri kecil: 3 juta orang di sektor modern (4% dari total)
(2) Pertumbuhan dalam produktivitas tenaga kerja dengan pengertian/definisi
tingkat pertumbuhan dalam out-put (Q) minus tingkat pertumbuhan dalam
produktivitas tenaga kerja (Q/N) berkisar sebanding dengan tingkat
pertumbuhan kesempatan kerja (N):
dQ/Q – d(Q/N)/(Q/N) = dN/N Contoh: 12% - 7% = 5%

- 6 -
1.4.2 Alasan yang Sesuai

Secara keseluruhan produktifitas tenaga kerja naik seperti yang diinginkan tetapi
apakah kenaikan yang diinginkan terjadi dalam produktivitas total. Produktivitas
tenaga kerja dapat naik dalam berbagai sebab, beberapa dari mereka bauk, atau
beberapa dari mereka kurang baik.

Contoh alasan yang baik


Pendidikan yang lebih baik, pelatihan dan managemen yang lebih baik, arus
bahan yang baik.

Contoh alasan yang tidak baik


Subtitusi kapital untuk tenaga kerja dalam negara yang kelebihan tenaga kerja.
Pentingnya peralatan yang mahal yang menghemat tenaga kerja seperti,
traktor, peralatan kontruksi besar, mesin-mesin pertekstilan yang terlalu
otomatis, dsb.

1.4.3 Kesimpulan

Meskipun biaya rata-rata tenaga kerja menurun, biaya rata-rata untuk produksi
mungkin meningkat karena dibawah penggunaan kapasitas. Selain terdapat biaya lain
seperti pengurangan pajak impor. Apabila penciptaan kesempatan kerja adalah
penting, kebijaksanaan yang berbeda mungkin lebih baik, seperti pemusatan pada
industri yang menyerap banyak tenaga kerja dan pemrosesan.

Strategi orientasi kesempatan kerja (secara tidak langsung beroirientasi pada


kemiskinan) nampaknya juga lebih mempercepat daripada memperlambat kseluruhan
pertumbuhan ekonomi:

 Lebih banyak kesempatan kerja berarti meningkatkan pendapatan;

 Lebih besar pendapatan berarti meningkatkan permintaan dan konsumsi


barang-barang yang dihasilkan proses produksi lokal;

- 7 -
 Karena barang-barang ini cenderung lebih menyerap tenaga kerja, dalam
prosesnya lebih banyak lapangan kerja yang tercipta, dan lebih banyak
pendapatan.

Karena itulah strategi yang berorientasi pada kesempatan kerja dapat menjadi strategi
yang dapat meningkatkan pertumbuhan (tujuan ganda). Tetapi memerlukan
perubahan pada faktor-faktor yang mengekang harga (lihat tehnologi dan kesempatan
kerja).

- 8 -
UNIT 2

PENGANGGURAN DAN SETENGAH PENGANGGURAN DI INDONESIA

DAFTAR ISI

2.1 Konsep dan definisi 10

2.2 Siapa yang Tergolong dalam Pengangguran Terbuka? 11

2.3 Siapa yang Tergolong dalam Setengah Pengangguran? 15

2.4 Problem dan Kebijaksanaan Kesempatan Kerja 18

- 9 -
UNIT 2

PENGANGGURAN DAN SETENGAH PENGANGGURAN DI


INDONESIA

2.1 KONSEP DAN DEFINISI

Pengangguran Terbuka

Adalah mereka yang tidak bekerja dan atau sedang mencari pekerjaan.

Referensi waktu yang biasa digunakan dalam statistik ketenaga kerjaan adalah
satu minggu sebelum pencacahan.

Meskipun begitu mereka yang bekerja hanya satu jam dalam satu minggu
termasuk bekerja.

Setengah Pengangguran

Adalah mereka yang bekerja kurang dari, dengan apa yang disebut bekerja
dengan waktu penuh. Seperti kurang dari 25 jam dalam seminggu atau kurang
dari 35 jam seminggu.

Pengangguran yang putus harapan (Discouraged Unemployment)

Mereka yang tidak bekerja atau menjadi pekerjaan disebabkan mereka


percaya tidak ada pekerjaan yang dapat dikerjakan.

Mereka yang termasuk didalam klasifikasi ini adalah merasa tidak perlu
(thought no need) dan putus asa (lost hope). Mereka yang bukan termasuk
angkatan kerja menurut konsep angkatan kerja yang disebabkan tidak bekerja

- 10 -
dan tidak mencari pekerjaan. Adalah termasuk didalam kategori pengurus
rumah tangga, masih sekolah atau yang termasuk dalam klasifikasi lainnya.

Perhatian: Tidak semua kategori dalam klasifikasi lainnya adalah penganggur


yang putus asa: Mereka yang karena ketergantungannya dapat juga
termasuk dalam kategori ini.

2.2 SIAPA YANG TERGOLONG DALAM PENGANGGURAN TERBUKA?

Gambaran Umum Pengangguran Terbuka

Menurut sensus penduduk 1990. Sekitar 2.3 milyar orang atau 3.2% dari total
angkatan kerja 71.6 milyar di Indonesia adalah Penganggur terbuka, yaitu diutamakan
yang tidak bekerja dalam satu minggu dan terdaftar dan mencari pekerjaan. Meskipun
lebih tinggi di daerah perkotaan dari pada di daerah pedesaan (6.1% vs 2.1%) dan
lebih tinggi untuk wanita dari pada laki-laki (3.9% vs 2.8%). Ini berarti bahwa
Pengangguran terbuka untuk wanita di daerah perkotaan adalah tertinggi sekitar
7.4%.

Meskipun, secara keseluruhan tingkat pengangguran 2.3% dan ini adalah


masih cukup rendah dibandingkan dengan negara-negara yang maju industrinya.
Alasan utama adalah terdapatnya beberapa orang yang masih menjadi penganggur
karena ketiadaan jaminan sosial dan tersedianya tunjangan pengangguran bagi
pekerja yang menganggur di negara maju.

Pengangguran menurut Kelompok Umur

Gambar 1 menggambarkan pola pengangguran menurut kelompok umur.


Tingkat pengangguran yang paling tinggi terjadi pada kelompok usia muda di kota
yaitu 15-19 dan 20-24, sekitar 15% - 20%. Sedangkan kelompok usia antara 25-30

- 11 -
tingkat pengangguran terbuka turun drastis dimana untuk kelompok usia 30-34 hanya
1% - 3%. Hal ini tetap berlanjut pada tingkat yang rendah baik pria dan wanita, dan
daerah kota dan desa.

Tabel 1 menegaskan bahwa pengangguran terbuka adalah sebuah masalah


utama yang mempengaruhi orang-orang muda: hampir tiga perempat orang yang
menganggur adalah usia dibawah 25 tahun (kolom 2), dimana usia 25 tahun keatas
sebesar seperempat dari total pengangguran. Akan tetapi penduduk yang termasuk
angkatan kerja persentasenya kecil (kolom 3). Kebanyakan penganggur usia muda
mencari pekerjaan untuk pertama kalinya, yang nampaknya baru mereka dapatkan
pada usia 30 tahun. Dalam hal ini, pengangguran terbuka dapat dikatakan sebagai
masa transisi bagi mereka dan masyarakat.

Pengangguran menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan

Komposisi pendidikan orang yang menganggur ditunjukkan pada tabel 2.


Kelompok penganggur terbesar adalah yang memiliki pendidikan dasar kurang
(44%), dimana lulusan sekolah menengah pertama dan lanjutan sebesar 15% dan 36%
dari total pengangguran.

Meskipun hanya 10% dari angkatan kerja mempunyai ijasah SMA umum,
dapat dikatakan bahwa masalah pengangguran relatif lebih serius bagi mereka yang
mempunyai pendidikan menengah lanjutan. Hal ini dapat juga dibantah bahwa
mereka yang dapat menamatkan sekolah menengah lanjutan dan sementara mencari
pekerjaan untuk pertama kalinya dibantu oleh keluarga mereka. Karena kecilnya
persentase orang-orang muda yang dapat menamatkan sekolah lanjutan atas dasar
digambarkan sebagai transisi alamiah pengangguran.

- 12 -
Gambar I

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT KELOMPOK UMUR SENSUS 1990

TABEL 2.1

- 13 -
UMUR-SPESIFIK PENGANGGURAN TERBUKA

Kel. Umur Pengangguran Total Angkatan Jumlah Penduduk


Active
10-14 8.2 3.0 15.9
15-19 28.9 10.4 14.0
20-24 35.6 13.2 11.9

10-24 72.7 26.7 41.9


25+ 27.3 73.3 58.1
Total 100.0 100.0 100.0
“OPEN UNEMPLOYMENT” (JUMLAH PENDUDUK
Sumber : Sensus Penduduk 1990, BPS

TABEL 2.2

TINGKAT PENDIDIKAN YANG DITAMATKAN OLEH


PENGANGGURAN TERBUKA DAN ANGKATAN KERJA
(JUMLAH PERSENTASE)

- 14 -
Tingkat Pendidikan Pengangguran Jumlah Angkatan
Yang Ditamatkan Kerja

Sekolah Dasar Kebawah 44.3 78.1

Sekolah Menengah Pertama 14.8 10.7

Sekolah Menengah Atas 35.9 9.7

Diploma Keatas 5.0 1.5

Total 100.0 100.0


Sumber: Sensus Penduduk 1990, BPS

2.3 SIAPA YANG TERGOLONG DALAM SETENGAH


PENGANGGURAN?

Gambaran Umum Pekerja part-time

Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi pekerja yang bekerja kurang dari 24


jam per minggu sebesar 21%, sementara itu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam
per minggu sebesar 37% dari total pekerja. Jika definisi pekerja part-time adalah
orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu, maka dapat dikatakan bahwa
lebih dari sepertiga pekerja di Indonesia adalah pekerja paruh-waktu, yang banyak
terdapat di pedesaan dibandingkan di kota (43% vs 20%), dan pekerja wanita lebih
banyak dibandingkan pekerja pria (52% vs 28%).

Bagaimanapun juga pekerja part-time tidak akan menjadi rancau dengan


pengangguran: untuk dapat mengklasifikasikan sebagai setengah penganggur, seorang
pekerja harus bekerja lebih pendek dan harus menunjukkan keinginan untuk bekerja
lebih lama. Karena itulah penting untuk memeriksa karakteristik pekerja part-time
menurut kelompok umur, sektor ekonomi dan jenis kelamin.

Pekerja Part-time menurut Kelompok Umur

- 15 -
Menurut sensus penduduk tahun 1990, lebih dari 40% atau hampir setengah
pekerja yang bekerja secara part-time bekerja kurang dari jam 35 jam dan berusia
kurang dari 29 tahun. Nampaknya hal ini seperti bahwa banyak mereka berumur
muda yang masih dalam bangku sekolah pada saat yang bersamaan sudah menjadi
pekerja, dan banyak dari mereka tidak mau atau enggan mencari pekerjaan
sampingan/ tambahan meskipun terdapat adanya pekerjaan bagi mereka.

Pekerja Part-time menurut Sektor Ekonomi

Karakteristik yang paling penting dari pekerja part-time adalah bahwa mereka
secara merata dan umum terdapat di sektor pertanian. 70% dari total pekerja di sektor
pertanian bekerja dibawah 35 jam kerja per minggu, proporsi ini menjadi lebih besar
71% untuk mereka yang bekerja dibawah 25 jam per minggu. Proporsi bagi mereka
yang bekerja dengan jam kerja yang lebih pendek secara menyolok adalah lebih
tinggi untuk laki-laki dari pada wanita (74% vs 65%).

Ini akan terlihat bahwa mayoritas pekerja disektor pertanian jam kerjanya
lebih pendek dari standard jam kerja yang ada, dan hal ini disebabkan karena sifat
alamiah pekerjaan di sektor pertanian.

Keinginan untuk bekerja lebih lama

Kita telah melihat bahwa jika pekerja part-time tidak ingin bekerja lebih,
mereka tidak dapat diklasifikasikan sebagai orang setengah pengangguran.
Berdasarkan sensus penduduk 1990, hanya 10% yang bekerja dengan waktu lebih
sedikit menginginan kerja tambahan. Karena itulah sangat banyak yang bekerja
kurang dari 35 jam per minggu (90%) tidak mencari kerja tambahan lagi.

Untuk orang yang tidak ingin mencari pekerjaan tambahan, tiga alasan utama,
yaitu: (i) merasa tidak perlu (40%), (ii) mengurus rumah tangga (40%), (iii) masih
sekolah (10%). Kategori “putus harapan” secara mengejutkan tidak nampak penting

- 16 -
(hanya 1.5%). Pola ini menyebabkan untuk mereka yang tidak mencari tambahan
pekerjaan mempertegas pernyataan pengangguran. Bagaimanapun juga kemungkinan
mereka yang bekerja part-time sekarang ini ingin kerja lebih lama, atau mulai
mencari tambahan kerja jika tingkat upah secara signifikan lebih tinggi dari pada
yang ada saat sekarang.

TABEL 2.3

TENAGA KERJA PARUH WAKTU “PART-TIME EMPLOYMENT”


(% TENAGA KERJA)

Lokasi/ 0-24 Jam 0-34 Jam


Jenis Kelamin per Minggu per Minggu

Kota 11.1 19.9


Laki 8.3 15.7
Wanita 16.9 28.3

Desa 24.8 42.7


Laki 16.8 33.2
Wanita 38.6 59.3

Kota + Desa 21.1 36.6


Laki 14.4 33.2
Wanita 28.3 51.6
Sumber: Sensus Penduduk 1990, BPS
TABEL 2.4

TENAGA KERJA PARUH WAKTU “PART-TIME EMPLOYMENT” DALAM


PERTANIAN
(% TENAGA KERJA)

- 17 -
Lokasi/ 0-24 Jam 0-34 Jam
Jenis Kelamin per Minggu per Minggu

Kota 11.1 19.9


Laki 8.3 15.7
Wanita 16.9 28.3

Desa 24.8 42.7


Laki 16.8 33.2
Wanita 38.6 59.3

Kota + Desa 21.1 36.6


Laki 14.4 33.2
Wanita 28.3 51.6
Sumber: Sensus Penduduk 1990, Biro Pusat Statistik

2.4 MASALAH DAN KEBIJAKSANAAN KESEMPATAN KERJA

2.4.1 Sintese
Pengangguran terbuka, meskipun menyangkut potensi di antara kelompok
umur muda didaerah perkotaan dan lulusan pendidikan atas, tidak
menampakkan problem yang serius secara keseluruhan.

Setengah pengangguran, meskipun secara keseluruhan besar (37%),


khususnya daerah pedesaan, di sektor pertanian dan terdapat pada kelompok
wanita, pada kenyataannya digambarkan oleh pekerja part-timer yang
disebabkan oleh karena ketidak inginan atau tidak mau mencari penghasilan
pekerjaan tambahan pada tingkat upah yang sekarang

Pekerja yang tergolong didalamnya putus harapan sangat besar terkonsentrasi


pada kelompok umur 15-24 tahun, mereka bahkan merupakan tiga kali lipat
dari pada pengangguran terbuka.

Ringkasnya, terkonsentrasinya pengangguran terbuka diantara kelompok


umur muda laki-laki diperkotaan, disebabkan karena terdapat adanya

- 18 -
ketidaksesuaian yang besar antara tingkat setengah pengangguran dipedesaan
dan diperkotaan dan terkonsentrasinya pekerja yang putus harapan diantara
kelompok umur muda yang secara keseluruhan merupakan sebab-sebab dari
hal yang bersifat khusus.

Kita dapat menyimpulkan bahwasalnya rendahnya pendapatan dari


kesempatan kerja yang ada bertentangan dengan ketidak adanya kesempatan
kerja yang menggambarkan dengan jelas masalah kesempatan kerja.

Ini bukan berarti bahwa permasalahan kesempatan kerja adalah tidak serius,
hanya karena statistik ketenaga kerjaan tidak memberikan gambaran yang
serius mengenai problem tersebut.

Kita harus lebih memperdalam dan mengalihkan perhatian kita pada tingkat
yang lebih absolut pada pengeluaran rumah tangga untuk menyeimbangkan
keseriusan dan pendalam didalam melihat situasi ketenagakerjaan. Dan hal ini
konsisten dengan rendahnya produktivitas/ rendahnya tingkat pengembalian
pada tenaga kerja.

2.4.2 Kebijaksanaan ketenagakerjaan

Keluarga berencana

Cara yang paling efektif untuk jangka panjang, dalam memecahkan masalah
ketenagakerjaan adalah dengan berusaha mengurangi jumlah penduduk yang
akan masuk sebagai angkatan kerja baru dengan program keluarga berencana
yang efektif. Pertumbuhan penduduk Indonesia masih dibawah 2% per tahun:
usaha-usaha yang lebih terkonsentrasi diperlukan untuk menstabilkan
pertumbuhan penduduk pada tingkat yang seimbang, dimana tingkat kelahiran
sama dengan tingkat kelahiran sama dengan tingkat kematian.

- 19 -
Distribusi Penduduk yang Spatial
Pemindahan penduduk Indonesia dari wilayah yang padat penduduk di Jawa
ke wilayah yang jarang penduduk adalah cara yang efektif dalam mengurangi
tekanan masalah ketenagakerjaan di Jawa. Seperti dalam kasus di sektor
pertanian, perhatian yang spesifik harus dilakukan terhadap petani (penduduk
asli), dimana wilayah yang subur dan produktif tidak akan terancam oleh
adanya pendatang baru

Sedangkan untuk bukan petani (sektor non pertanian), perpidahan penduduk


dapat didorong untuk pindah ke pusat pertumbuhan regional dimana investasi
pemerintah di bidang prasarana fisik merupakan cara untuk menarik investasi
di sektor industri pengolahan dan perdagangan

Produksi Padat Karya


Jika memungkinkan, faktor harga relatif dihadapi sektor swasta
menggambarkan kelangkaan yang nyata, yaitu, melimpahnya sumber daya
tenaga kerja relatif dan kurangnya sumber modal relatif. Kebijaksanaan
pemerintah terhadap harga yang pantas, yaitu memindahkan distorsi faktor
harga akan menyumbangkan tidak hanya kepada bertambahnya lapangan
kerja, tapi juga penggunaan sumber daya modal yang lebih baik melalui
adopsi teknologi produksi yang lebih tepat guna.

Teknologi/ Produktivitas Total

Teknologi padat modal tidak selalu lebih efisien, misalnya ke efektifan biaya.
Lebih jauh lagi, teknologi padat modal tidak selalu diperlukan untuk pasar
ekspor yang berkualitas tinggi, sebagaimana pengalaman Indonesia dalam
ekspor garmen dan sepatu dengan teknologi padat karya.

Produktivitas Total mengukur efisiensi seluruh sumber daya yang ada (tenaga
kerja, modal fisik dan modal manusia). Teknologi yang paling efisien adalah

- 20 -
yang menggunakan kombinasi modal-tenaga kerja yang optimal (biaya
terendah) yang ditentukan oleh faktor harga relatif. Karena itu pentingnya
kebijaksanaan teknologi sekali lagi adalah “mendapatkan harga yang pantas”
bagi seluruh faktor produksi.

UNIT 3

TEKNOLOGI, INVESTASI DAN LAPANGAN KERJA

DAFTAR ISI

- 21 -
3.1 Konsep dan definisi 22

3.2 Bentuk Kemajuan Teknis 23

3.3 Teknologi Tepat Guna dan Lapangan Kerja Baru: Model Harga Insentif 25

3.4 Kebijaksanaan Ilmu Pengetahuan & Tehlonogi Di Indonesia 27

UNIT 3

TEKNOLOGI, INVESTASI DAN LAPANGAN KERJA

3.1 KONSEP DAN DEFINISI

Kemajuan Teknik
Merupakan peningkatan aplikasi pengetahuan ilmiah yang baru di dalam
bentuk penmuan dan inovasi yang berkenaan dengan modal baik fisik maupun
manusia.

- 22 -
Kemajuan seperti ini merupakan faktor utama dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi jangka panjang negara-negara maju sekarang (sumber pertumbuhan
disamping modal dan tenaga kerja).

Kemajuan teknis diakibatkan oleh cara-cara baru dan perbaikan kegiatan


tradisional yang nyata seperti penanaman padi, pembuatan pakaian, atau
pembuatan jembatan.

Teknologi tidak harus selalu identic dengan peralatan yang maju: Teknologi
merupakan kombinasi perangkat keras dan lunak yang menghasilkan
transportasi input kedalam output. Disamping itu teknologi mencakup proses
dan pengetahuan mekanis dan biokimia, kemampuan manajemen, teknik
pemasaran, insfrastruktur yang berhubungan dan jasa pendukung.

Teknologi Yang Tepat Guna


Sebuah teknologi dikatakan tepat guna jika menjadi faktor pendorong bagi
modal, tanah dan tenaga kerja. Sebagai contoh, suatu teknologi
memperkerjakan tenaga kerja dengan proporsi yang lebih tinggi dibandingkan
faktor-faktor yang lain di dalam perekonomian yang memiliki tenaga kerja
berlimpah lebih tepat dibandingkan dengan menggunakan tenaga kerja dengan
proporsi yang lebih kecil.

Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang efisien karena menggunakan
kombinasi modal-tenaga kerja yang optimal (biaya yang sedikit) yang
ditentukan oleh faktor harga relatif.

Perwujudan Perubahan Teknis


Kemajuan teknis diwujudkan (bagian dan paket) dengan peralatan baru yang
dibeli.

Contoh: hasil panen yang tinggi, stereo atau mobil baru.

- 23 -
3.2 BENTUK KEMAJUAN TEKNIS

Ada tiga klasifikasi dasar mengenai kemajuan teknis: netral, penghematan tenaga
kerja, dan penghematan penghematan modal

Kemajuan Teknis Netral


Ini terjadi dimana tingkat output yang tinggi dicapai dengan kombinasi faktor
input dan kuantitas yang sama.

Inovasi sederhana seperti itu timbul dari pembagian tenaga kerja yang dapat
menghasilkan tingginya tingkat ouput.

Kemajuan Teknis Dengan Penghematan Tenaga Kerja


Ini terjadi dimana tingkat output yang tinggi dapat dicapai dengan kuantitas
input tenaga kerja yang sama.
Contoh: perangkat tenun tekstil otomatis, dan bajak mekanis

Keadaan kemajuan teknis pada abad 20 ini cukup besar, salah satunya adalah
teknologi penghematan tenaga kerja. Teknik-teknik baru seringkali ditemukan
ketika dilakukan penelitian aktif mengenai beberapa metode sebagai jawaban
atas kebutuhan ekonomi. Jadi kelangkaan tenaga kerja di negara-negara maju
sekarang mempunyai dampak pada bentuk teknologi yang telah berkembang
di negara-negara tersebut.

Kemajuan Teknis Dengan Penghematan Modal


Ini terjadi dimana tingkat output yang tinggi dicapai dengan kuantitas input
modal yang sama. Hal ini merupakan fenomena yang langka, karena hampir
seluruh penelitian teknologi dan ilmiah di dunia dilakukan oleh negara-negara
maju dimana dimandatkan untuk menghemat tenaga kerja bukan modal. Di
negara-negara yang mempunyai tenaga kerja berlimpah (kelangkaan modal),

- 24 -
kemajuan teknologi dengan menghemat modal adalah hal yang paling
diperlukan.
Contoh: Alat pemotong rumput dan perontok gabah dengan tangan atau
bertenaga sepeda

Kemajuan teknis dapat juga berupa peningkatan tanah, tenaga kerja, atau modal.

Kemajuan Teknis Dengan Peningkatan Tanah

Ini terjadi dimana tingginya tingkat output dicapai dengan kuantitas input
tanah yang sama.

Contoh: tingginya hasil padi variatas IRRI IR-8 (dengan atau tanpa pupuk,
irigasi dan pestisida)

Kemajuan Teknis Dengan peningkatan Tenaga Kerja


Ini terjadi dimana kualitas atau ketrampilan tenaga kerja ditingkatkan.
Contohnya: Penggunaan videotape dan televisi di dalam ruangan belajar.

Kemajuan Teknis Dengan Peningkatan Modal


Hal ini menghasilkan lebih produktifnya penggunaan barang modal yang ada.
Contoh: substitusi baja terhadap bajak kayu dalam produksi pertanian.

3.3 TEKNOLOGI TEPAT GUNA DAN LAPANGAN KERJA BARU:


MODEL HARGA INTENSIF

Pilihan Beberapa Teknik

Produsen (perusahaan dan usaha pertanian) diasumsikan menghadapi


serangkaian faktor harga yaitu modal dan tenaga kerja, dan menggunakan kombinasi

- 25 -
modal dan tenaga kerja untuk meminimumkan biaya produksi pada tingkat output
yang diinginkan.

Lebih jauh lagi diasumsikan mempunyai kemampuan menghasilkan output


dengan keragaman proses teknologi produksi, mulai dari metode padat karya yang
tinggi sampai kepada padat modal yang tinggi. Jadi jika harga modal sangat mahal
dibandingkan dengan harga tenaga kerja, maka proses padat karya akan dipilih. Di
lain pihak, jika tenaga kerja mahal maka perusahaan atau usaha pertanian akan
menggunakan metode produksi yang lebih padat modal, yakni hal ini akan
meminimalkan penggunaan faktor yang mahal, dalam ini tenaga kerja.

Pengurangan Faktor Harga dan Teknologi Tepat Guna

Negara-negara yang sedang berkembang ditandai dengan melimpahnya tenaga


kerja dan kurangnya modal, baik uang maupun fisik, dan metode produksi yang
cocok adalah padat karya. Kenyataannya, seringkali ditemui teknik produksi baik
pertanian maupun industry menggunakan mekanisasi dan padat modal, seperti traktor,
pabrik mobil dan lain-lain. Kenapa? Apakah para petani dan industrialis tidak
rasional?

Penjelasan Harga-Intensif Sekolah

 Berkaitan dengan keragaman faktor struktur, lembaga dan politik, harg modal
nyata lebih rendah dari sebenarnya, kekurangan nilai ini kenapa (i) biaya
penyusutan modal bebas, tingkat bunga rendah, rendahnya import, potongan
pajak, rendahnya atau tidak adanya sangsi atas kelalaian terhadap hutang dan
lain-lain.

- 26 -
 Argumentasi ini juga diterapkan di negara-negara yang biaya tenaga kerjanya
relatif tinggi berkaitan dengan serikat kerja, upah perusahaan multinasional
dan lain-lain, meskipun hal ini sedikit dapat diterima di Indonesia.

 Hasil bersih dari pengurangan faktor harga ini adalah dorongan yang tidak
selayaknya dalam metode produksi yang padat modal baik pertanian maupun
industri. Catatan bahwa dari titik pandang perusahaan dan usaha pertanian
terhadap minimisasi biaya sendiri, pilihan teknik padat modal dalah benar. Hal
ini merupakan tanggapan rasional mereka terhadap struktur signal harga di
pasar untuk faktor produksi.

 Meskipun dari titik pandang masyarakat secara keseluruhan, biaya sosial dari
rendahnya penggunaan modal, dan khususnya, tenaga kerja dapat menjadi hal
yang pokok. Kebijaksanaan pemerintah untuk mendapat harga yang pantas
adalah memindahkan pengurangan faktor harga, yang akan menyumbangkan
tidak hanya lapangan kerja lebih banyak tapi juga penggunan sumber daya
modal yang lebih baik melalui adopsi teknologi produksi yang lebih tepat
guna.

3.4 KEBIJAKSANAAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI


DI INDONESIA (Fluitman, 1998, Konsultan ILO)

3.4.1 Kebijaksanaan Eksplisit (dengan jelas diadopsi untuk mempengaruhi


kapasitas teknis “endogenous”

(a) GBHN/REPELITA :

Baik teknologi dan lapangan kerja dianggap sebagai masalah penting di


Indonesia, tapi hubungan antara dua hal tersebut oleh pemerintah agaknya
diabaikan. Contoh: manfaat metode padat karya dalam bab sektoral tidak
diikuti dengan pedoman kebijaksanaan yang sistematis, atau saran-saran

- 27 -
khusus untuk mendorong pemilihan dan penerapan teknologi yang dapat
menyumbang dalam penciptaan pekerjaan dan kesempatan meraih pendapatan
(yaitu tidak operasional)

(b) BPPT :

Secara khusus menyangkut dorongan terhadap industri teknologi tinggi dalam


penerbangan, pembuatan kapal, telekomunikasi, energi, mesin dan pertahanan.
BPPT menfokuskan dalam mendorong penguasaan dan penerapan teknologi
maju. Ada sedikit usaha dalam mendorong peningkatan teknologi tradisonal
secara berangsur-angsur yang digunakan dalam pertanian, industri berskala
kecil, perhubungan dan perdagangan. Adanya ketidakseimbangan antara usaha
yang diarahkan dalam persiapan Indonesia di masa yang akan datang di satu
pihak dan mengatasi masalah sekarang di lain pihak.

Aktifitas badan ini sekarang dibatasi dengan mendirikan Pusat Penelitian dan
Pengembangan, dan pelatihan bagi para ilmuwan dan insinyur.

(c) Kesalahpahaman Umum:

 teknologi padat modal lebih efisien (ke efektifan biaya);

 teknoligi padat modal diperlukan bagi pasar ekspor berkualitas tinggi;

 teknologi berarti peralatan yang modern

 lapangan kerja baru merupakan tugas DEPNEKER, bukan departemen


sektoral.

Pengalihan Kebijaksanaan Eksplisit

Kebijaksanaan teknologi harus diarahkan kepada masalah pembangunan


negara yang mendesak; bahwa ke tepatgunaan teknologi tergantung pada

- 28 -
sumbangannya dalam memecahkan masalah dari sudut pandang skala Nasional.
Untuk setiap masalah, kebijaksanaan eksplisit harus menspesifikasikan bagaimana
ilmu pengetahuan dan teknologi menyumbangkan dalam menemukan jalan keluar
yang memuaskan dan menunjuk dengan tepat instrumen kebijaksanaan (peraturan,
dukungan lembaga, pendanaan dan lain-lain) untuk digunakan dalam pelaksanaannya.

3.4.2 Kebijaksanaan Implisit (dengan dampak tidak langsung terhadap keputusan


teknologi oleh perusahaan/usaha pertanian

(a) Pertanian:
Teknologi bibit/pupuk telah menghasilkan lapangan kerja. Akan tetapi bantuan
kredit telah mendorong mekanisasi (penggilingan padi, traktor tangan dan
lain-lain) dan mengurangi kesempatan kerja. Apakah mekanisasi terlalu cepat?
Kenapa? Jadwal panen dan kekurangan tenaga kerja musiman, kepentingan
pribadi dalam menjual traktor, modernisasi yang didukung oleh pejabat
pertanian?

(b) Industri Pengolahan:


Pendanaan diarahkan pada industri berskala sedang dan besar padahal
pertanian berskala kecil memperkerjakan 80% angkatan kerja industri di
Indonesia. Faktor harga memainkan peranan penting dalam pemilihan
teknologi. Lebih jauh lagi perhatian terhadap permintaan domestik lebih
sedikit dibandingkan dengan pasar ekspor, meskipun kenaikan dalam
produktivitas industri berskala kecil akan menaikkan pendapatan dan daya
beli keluarga yang berpendapatan rendah, yang menyediakan pasar yang besar
bagi barang-barang domestik . Hal ini bukan sekedar masalah keadilan sosial.

Peraturan Kembali:
 Harga yang pantas, yakni mengurangi distorsi faktor harga.

 Mengurangi bias dengan tepat guna, teknologi padat karya di pemerintahan.

- 29 -
 Melakukan analisis ekonomi mengenai kebijaksanaan sektoral secara teratur
yang seringkali ada dan tidak langsung dampaknya terhadap prospek lapangan
kerja pada sektor tersebut.

UNIT 4

TENAGA KERJA SEKTOR INFORMAL

DAFTAR ISI

- 30 -
4.1 Konsep dan definisi 31

4.2 Pengukuran Sektor Informal 32

4.3 Karakteristik Sektor Informal (Non Pertanian) 34

4.4 Pilihan Kebijakan 38

UNIT 4

TENAGA KERJA SEKTOR INFORMAL

4.1 KONSEP DAN DEFINISI

Perusahaan-perusahaan yang bukan termasuk dalam kategori tradisional dan formal


dapat diklasifikasikan dengan menggunakan tiga kriteria yaitu: (a) Status resmi,
Struktur perusahaan, dan (c) ciri-ciri/ karakteristik teknis.

(a) Status resmi

Perusahaan sektor informal adalah suatu usaha yang tidak dikenai peraturan
secara khusus, tidak membayak pajak atau tidak terdaftar di kantor statistik.

(b) Struktur Perusahaan (kriteria kepemilikan)

- 31 -
Perusahaan sektor informal sering dimiliki keluarga, dan berusaha dengan
skala sangat kecil: perusahaan dengan pemilik satu atau dua orang,
khususnyadi sektor jasa dan perdagangan.

(c) Ciri-ciri Teknis

Perusahaan sektor informal mempergunakan peralatan kapital yang relatif


sederhana; menyerap banyak tenaga kerja; mempunyai tingkat spesialisasi
didalam proses produksi yang rendah; ketrampilan management yang terbatas;
dan mempergunakan teknik pemasaran/distribusi yang sederhana.

Catatan: Hanya mempergunakan satu kriteria biasanya tidak cukup. Contoh:

1. Perusahaan biasa terdaftar secara resmi dan cukup besar, tetapi


mempergunakan teknologi yang sederhan, (perusahaan tahu komersial)

2. Perusahaan mungkin dimiliki keluarga, tetapi terdaftar dan mempergunakan


tehnologi dan ketrampilan yang tinggi; praktek doctor umum, dokter gigi, dan
pengacara.

4.2 PENGUKURAN SEKTOR INFORMAL

Kantor statistic tidak mengkoleksi data perusahaan berdasar tiga kriteria


tersebut diatas. Karena itulah perkiraan tentang ukuran sektor informal didasarkan
pada metode langsung (dengan perwakilan/proxy). Dua metode tersebut adalah: (a)
Status bekerja dari Pekerja, (b) Pekerja bebas yang tidak terikat dan pekerja yang
terikat di perusahaan.

(a) Status Pekerjaan Utama (Methode yang biasa dipakai di Indonesia)

Dalam sensus penduduk dan Survey Tenaga kerja Nasional (Sakernas):

- 32 -
1. Orang yang bekerja sendiri, pekerja untuk keluarga atau “lainnya/tak tercatat”
dikategorikan dalam sektor informal.

2. Orang yang berusaha dengan buruh tetap dan buruh bulanan digolongkan
dalam sektor formal.

Masalah-masalah dalam penggunaan metode ini:

1. Banyak karyawan/buruh, seperti buruh di pertanian dan konstruksi yang


bekerja di perusahaan kecil tidak dikategorikan dalam sektor informal.

2. Banyak karyawan/buruh, seperti pemilik kendaraan tidak bermotor (becak)


dan pedagang asongan, adalah pekerja yang memperkerjakan tetapi
dikategorikan sebagai sektor informal.

3. Banyak profesional yang berusaha sendiri bekerja di kegiatan formal (dokter,


pengacara, dokter gigi, akuntan)

(b) Status Perusahaan Terbatas/Tidak Terbatas (Pendekatan Perusahaan)

Methode alternatif yang didasarkan secara tidak langsung pada sektor perusahaan
formal yang terdaftar:

1. Selama 10 tahun dasa warsa sensus ekonomi mendaftar semua perusahaan


seperti: koperasi, perusahaan pemerintahan, perusahaan swasta, perusahaan
yang dimiliki pemilik perseorangan yang didatarkan di kantor notaris, dan
perusahaan milik organisasi nonlaba (NGO).

2. Semua orang yang tidak berkerja di perusahaan terbatas dimasukkan pada


perusahaan yang bebas dan dikategorikan dalam sektor informal.

- 33 -
Masalah-masalah dalam penggunaan method ini:

1. Meskipun konsepnya lebih jelas daripada pendekatan rumah-tangga (method


1), tetapi ini adalah penggunaan dengan memakai methode tidak langsung,
dan tidak mempergunakan dua kriteria lain yaitu dari kepemilikan dan
teknologi.

2. Sensus ekonomi dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali: 1975/76, 1985,


1995.

(c) Pengukuran Sektor Informal di Indonesia

Ilustrasi tabel:
Pendekatan Perusahaan Pendk,
Rumah-tangga

1985 1990 1990

Daerah Desa dan Kota


Sektor Formal 13 % 16 % 36 %
Sektor Informal 87 % 84 % 64 %
Total 100 % 100 % 100 %

Daerah kota
Sektor Formal 40 % 42 %
Sektor Informal 60 % 58 %
Total 100 % 100 %

- 34 -
4.3 KARAKTERISTIK SEKTOR INFORMAL (NON-PERTANIAN)

(a) Lokasi

 Terdapat Sekitar sepertiga di daerah kota, dan dua-pertiga di daerah desa,


meskipun daerah kota diperhitungkan sekitar 25 % dari total penduduk.

 Pertumbuhan sektor formal akan mendorong pertumbuhan kesempatan kerja


sektor informal

(b) Ketertarikan Sektor Formal dan Sektor Informal

 Sektor informal mempunyai sedikit keterkaitan langsung dengan sektor


formal: sebagian besar output sektor informal ditujukan langsung pada
konsumen (direct lingkage). Sedangkan keterkaitan tidak langsung (indirect
linkage) adalah melalui penghasilan yang diperoleh karyawan/buruh di sektor
formal. Jadi hal ini merupakan sumbangan sektor informal pada
pengembangan sektor formal.

 Kesempatan kerja di sektor informal sering kali terjadi di tempat dimana


sektor formal melakukan aktivitas produksi. Hal ini disebabkan pengaruh pada
efisiensi fungsi pasar kerja, dimana tenaga kerja berpindah pada tempat yang
memberi mereka kesempatan bisa bertahan hidup.

 Efek penggadaan (multiplier effect) dan keterkaitan dari pertumbuhan sektor


informal adalah sangat kuat: proporsi penghasilan sektor informal
dibelanjakan pada barang-barang serta informal lain. Seperti, pengemudi
becak akan membeli kebutuhan makan hariannya pada penjaja makanan

- 35 -
(c) Sektor
 Sektor perdagangan informal adalah sektor yang dominan: 39% di sektor
informal kota dan 12% di sektor informal daerah desa.

 Sektor kedua terbesar adalah sektor jasa di kota (35 %) dan sektor industri
kecil di pedesaan (10% );

 Industri berskala kecil cukup penting di daerah kota juga (10 % sektor
informal): pemrosesan makanan, penjahit, perkayuan.

 Konstruksi adalah penting di sektor informal daerah pedesaan (3 %) tetapi


tidak di perkotaan (0 %);

 Angkutan penting di kota (9 %) tetapi tidak di daerah desa (2 %).

(d) Ukuran perusahaan

 Mayoritas usaha sektor informal hanya memperkerjakan satu orang, kadang-


kadang dibantu seorang pekerja keluarga yang tidak dibayar

 Sektor informal cenderung mengelompok bersama: penyatuan sumber daya,


kapasitas untuk sub-kontak, distribusi/jalan masuk ke pasar, penyatuan dalam
kelompok sebagai peningkatan keamanan untuk melawan gangguan.

(e) Pendapatan

 Pendapatan tenaga kerja sektor informal sering lebih rendah daripada sektor
formal. Bagaimanapun bentuk kegiatan yang diusahakan, pendapatan di sektor
informal akan sangat bervariasi: tukang reparasi sepeda, reparasi elektronik,
reparasi rumah dapat memperoleh pendapatan yang besar; di pihak lain,
penjaja makanan dan rokok jalanan memperoleh pendapatan kecil. Semakin

- 36 -
tingginya pendapatan di sektor informal dipengaruhi besarnya pengeluaran
awal modal uang dan manusia.

Catatan: Pendapatan antara tingkat pengembalian capital dan kewira-usahaan


dan pendapatan tenaga kerja.

(f) Efisiensi dan Pemerataan

 Pendapatan di sektor informal sering lebih besar daripada upah di sektor


pertanian

 Sektor informal meningkatkan pemerataan dengan memproduksi barang-


barang untuk konsumen pendapatan rendah. Tetapi juga memproduksi barang-
barang untuk kelompok pendapatan menengah.

 Sektor informal berusaha dengan mengalokasi kelangkaan kapital secara


efisien: pelayanan perbaikan memperpanjang umur mesin dan menurunkan
kapital yang terbuang; proses produksi skala kecil sering kali menyerap
banyak tenaga kerja.

(g) Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektor Informal

 Berhubungan dengan tingginya pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja,


dan sehubungan dengan lambatnya pertumbuhan kesempatan kerja di sektor
modern industri pengolahan dan jasa, kesempatan kerja di sektor informal
akan teru tumbuh dan --- menyerap tenaga kerja, bahkan meskipun terdapat
kurangnya kebijakan dan program-program pemerintah dalam masalah ini,
agaknya hal ini dipengaruhi dengan lebih besarnya individu yang masih
menganggur.

 Banyak pekerja sektor informal tidak memiliki tingkat pendidikan atau


sebelumnya adalah pekerja di sektor pertanian atau penganggur. Karena

- 37 -
mereka tidak memiliki atau memiliki kesempatan yang kecil dalam pelatihan
teknis sebagai pekerja sektor non-pertanian, mereka biasanya mencari kerja
dengan tidak atau memiliki ketrampilan yang rendah, seperti sektor
perdagangan dan jasa; juga karena mereka memerlukan modal yang sedikit.
Karena itulah pertumbuhan yang besar disebabkan oleh kenaikkan dalam
jumlah bentuk usaha dan kegiatan daripada perluasan yang sudah ada.
(involusionary lebih besar daripada evolusionary)

 Ada beberapa perusahaan pemrosesan makanan, restaurant dan konstruksi


bahan-bahan yang berkembang karena akumulasi modal dan kenaikkan tenaga
kerja. Asalkan mereka memiliki tehnologi untuk memproduksi barang-barang
berkualitas pada tingkat harga yang mampu berkompetisi dengan sektor
formal, mereka dapat survive dan terus menaikkan pendapatan dan tenaga
kerja

 Masalah penting adalah melakukan pemilihan dan peningkatan kegiatan pada


pertumbuhan yang berpotensi, dan peningkatan produktivitas dari pekerja
sektor informal dalam kegiatan tersebut

4.4 PILIHAN KeBIJAKAN

(a) Umum

Kegiatan sektor informal pantas dan berhak memperoleh dukungan karena:

 Mereka meningkatkan kesempatan berusaha dan pendapatan kepada


kelompok berpendapatan rendah dengan latar belakang pendidikan rendah
yang tidak mempunyai kesempatan lain untuk memperbaiki kehidupannya;

- 38 -
 Mereka efisien dalam penggunaan sumber daya kapital yang langka, dan
dalam mengalokasikan tenaga kerja terhadap kesempatan yang ada;

 Mereka meningkatkan keadilan dan pemerataan dengan memproduksi


barang-barang untuk kelompok berpenghasilan rendah;

 Secara tidak langsung mereka ikut mendukung perkembangan sektor formal;

 Mereka dapat memanfaatkan bahan-bahan sisa dan secara nyata


membersihkan daerah perkotaan dengan pengolahan kembali plastik, kaleng-
kaleng, kertas dan produk lainnya.

Pegawai pemerintah biasanya antipati terhadap kegiatan sektor informal karena:

 Tenaga kerja sektor informal sedikit atau tidak ada di negara maju;

 Pedagang asongan dan pekerja jalanan merintangi jalan dan tempat-tempat


umum, dan menyebabkan tempat tidak bersih.

(b) Dukungan terhadap Sektor Informal

 Perencanaan Pembangunan:

Kebijaksanaan sudah ditetapkan secara umum. Kelemahan yang terjadi bukan


tiadanya kebijaksanaan, tetapi tak adanya petunjuk, program khusus yang
diimplementasikan, dan pedoman yang jelas tentang badan/agen yang
berkaitan dengan pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi bantuan untuk sektor
informal, seperti kredit untuk usaha kecil.

 Alokasi sumber daya pembangunan:

- 39 -
Hanya sedikit Sumber daya dialokasikan ke sektor informal. Seperti, hanya
4% dari anggaran pembangunan diberikan untuk industri skala kecil, dan 96%
untuk industri skala besar. Kebijaksanaan ini seharusnya dirubah dengan
mempertimbangkan arti pentingnya kesempatan kerja sektor informal.

 Sikap Pegawai Pemerintah:

Kurangnya pengertian dan pengetahuan mengenai keberadaan sektor informal


dan mengubah cara pandang dari aparat pemerintah akan banyak mendukung,
mereka seharusnya mengerti peran kegiatan sektor informal dalam
pembangunan ekonomi. Sektor informal akan benar-benar diuntungkan
dengan berkurangnya gangguan dan pungutan tidak resmi.

 Mengurangi keramaian:

Kegiatan sektor informal mengikuti kesempatan yang ada, misalnya


mendekati kegiatan sektor formal. Pengurangan sektor informal di kota-kota
dapat diawali dengan desentralisasi dan alternatif lokasi investasi sektor
formal. Dengan perencanaan penggabungan sektor informal didalam satu
master perencanaan kota, dan penetapan fasilitas pasar dengan harga yang
dapat diterima/rasionil.

 Tekhnologi:

Tehnologi produksi industri sektor informal, transportasi dan industri


bangunan akan dapat meningkatkan kualitas barang-barang pada tingkat harga
yang murah. Keseluruhan pusat penelitian serta Pusat Pengebangan Industri
Logam, Institute Penelitian Kulit yang mana hanya memfokuskan
perhatiangnya pada sektor modern dan pada tekhnologi yang banyak
menyerap modal. Perhatian dan focus tersebut seharusnya diarahkan kembali
pada pendekatan tekhnologi yang meningkatkan produktivitas faktor total.

- 40 -
Pengembangan tekhnologi seharusnya diarahkan pada sejumlah produk
tertentu, dan mempergunakan pendekatan,komoditri: meningkatkan kualitas,
dan identifikasi sumber daya yang menghemat biaya dan menaikkan
pendapatan.

 Kredit:

Pendekatan dan terobosan yang inovatif (tanpa jaminan, penekanan


pemberian/selektifitas kredit pada kelompok) seharusnya didukung dengan
pemberian kredit pada usaha sektor informal.

Bagaimanapun juga pemberian dan perluasan kredit pada kegiatan yang


menghadapi hambatan di pasar (pedagang asongan, penarik becak) tidak akan
meningkatkan pendapatan. Program kredit seharusnya menyeleksi perusahaan
yang produktivitas dan pertumbuhannya potensial pada industri manufaktur
dan kontruksi.

 Kursus dan Pelatihan;

Pelatihan “of-the-job” untuk individu adalah tidak cocok untuk orang-orang


yang tidak dapat menghentikan pekerjaannya meskipun hanya beberapa hari;
mengadopsi pendekatan kursus pelatihan yang sesuai dengan bentuk kegiatan
seperti “revolusi hijau” pertanian: tekhnologi yang menguntungkan,
mempergunakan ketrampilan yang ada, pelatihan kelompok di tempat kerja.

Pelatihan kewira-usahaan seharusnya difokuskan pada karayawan senior yang


mampu secara teknis dan pengalaman, yang memiliki ketrampilan tinggi pada
bidang pekerjaannya. Pelatihan yang ditujukan untuk orang yang baru lulus
atau meninggalkan sekolahnya adalah membuang-buang waktu dan biaya,
yang disebabkan mereka tidak punya pengalaman, tidak ada ketrampilan, dan
tidak ada keinginan untuk menjadi mandiri.

- 41 -
- 42 -

Anda mungkin juga menyukai