Anda di halaman 1dari 18

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP-RS HASAN SADIKIN

BANDUNG
Laporan Kasus Longitudinal
Oleh : Fouad Hakiem
Pembimbing : Prof. DR. dr. Dwi Prasetyo, Sp.A(K), M.Kes
dr. Yudith Setiati Ermaya, Sp.A(K), M.Kes
Tanggal : September 2018

PEMANTAUAN PROGRESIVISITAS ANAK DENGAN SIROSIS HATI YANG


DISEBABKAN SUSPEK INFEKSI SITOMEGALOVIRUS

PENDAHULUAN
Sirosis merupakan istilah histopatologi yang digunakan untuk menjelaskan terjadinya
perubahan baik mikroskopik atau makroskopik jaringan hati.1 Proses sirosis hati bersifat
kompleks dan multifaktorial dengan konsep dasar peradangan, fibrosis, dan regenerasi sel
hepatosit. Salah satu komplikasi infeksi CMV pada anak adalah cholestasis jaundice yang
berakhir dengan sirosis hati.
Kolestasis merupakan kondisi terjadinya hambatan aliran empedu yang menyebabkan
retensi substansi empedu di dalam hati dan memiliki manifestasi peningkatan fraksi bilirubin
terkonjugasi.3 Kolestasis secara operasional didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin
terkonjugasi atau direk melebihi 1 mg/dL ketika bilirubin total kurang dari 5 mg/dL, atau jika
melebihi 20% ketika bilirubin total lebih dari 5 mg/dL.4
Kolestasis jaundice terbagi menjadi intrahepatik (idiopatik, anatomi, gangguan
metabolisme, hepatitis misalnya infeksi TORCH, dan gangguan genetik) dan ekstrahepatik
(atresia biliaris).3 Kolestasis jaundice secara signifikan menyebabkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi pada bayi dan anak.5
Angka prevalensi infeksi cytomegalovirus (CMV) diperkirakan mencapai 0,6% dari
seluruh kelahiran bayi di negara maju, sedangkan di negara berkembang angka kejadian
infeksi CMV kongenital mencapai 1−5% dari seluruh kelahiran bayi. Diperkirakan sekitar
10% infeksi CMV paling sering menyebabkan komplikasi berupa gejala sisa neurologis
diantaranya gangguan tuli sensoris, disabilitas intelektual, mikrosefal, keterlambatan
pertumbuhan, kejang, dan palsi serebral.
Infeksi CMV pada bayi dapat terjadi melalui transplasental, kontak darah saat persalinan,
pemberian air susu ibu (ASI). Infeksi maternal primer pada saat kehamilan membawa risiko
infeksi penularan secara vertikal sebanyak 30-40% kasus. Meskipun infeksi CMV pada saat
bayi biasanya mempunyai gejala klinis yang ringan, tapi dapat juga berakibat fatal.

1
Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa 10% kasus sirosis hati pada anak
disebabkan oleh infeksi virus, termasuk infeksi CMV.10
Proses hepatik difusa dapat ditandai dengan reaksi inflamasi yang berkembang menjadi
fibrosis dan menghasilkan regenerasi nodular, yang berakhir pada perubahan struktural dan
fungsi hati yang tidak teratur. Fibrosis hati merupakan proses akumulasi matriks berlebih
sebagai bagian dari respon penyembuhan luka, dan berpengaruh terhadap perubahan aliran
hepatik. Selama proses penyembuhan kerusakan hati, sel-sel stellata hati dan sel-sel fibroblas
berdiferensiasi menjadi otot-otot halus miofibroblas yang bertanggung jawab untuk deposit
matriks dan perubahan struktural potensial hati. Sirosis hati merupakan sebuah hasil dari
akhir perjalanan suatu penyakit hati yang progresif.12
Laporan kasus longitudinal ini akan membahas mengenai pemantauan progresivisitas anak
dengan sirosis hati yang disebabkan suspek infeksi sitomegalovirus.

PEMAPARAN KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 6 bulan datang dirujuk dari RS Dustira dengan
diagnosis asites ke emergensi anak RSHS dengan keluhan perut membesar. Keluhan dimulai
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, badan dan mata yang tampak kuning sejak 1,5
bulan yang lalu, dan kedua mata serta tungkai membengkak. Penderita tampak pucat, lemah,
dan kurang aktif. Buang air kecil penderita berwarna kecoklatan. Keluhan tidak disertai panas
badan, sesak nafas, muntah darah. Buang air besar penderita normal, tidak ada keluhan.
Sebelumnya penderita telah dirawat selama 8 hari di Rumah Sakit Dustira Cimahi dan
dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil Hb 6,5 g/dL, Ht 20,9 %, leukosit
15.000/mm3, trombosit 159.000/mm3, SGOT 280 U/L, SGPT 66 U/L, albumin 2,8 g/dL, Anti
HAV, HbsAg, dan anti HCV non reaktif. Ultrasonografi (USG) abdomen dengan hasil
hepatomegali dengan tekstur parenkim hiperechoic kasar, suspek gambaran inflamasi,
gambaran asites sekitar hepar, dan kandung empedu saat ini tidak tampak kelainan. Penderita
mendapatkan perawatan berupa transfusi darah, albumin, ursodeoxycholic acid (UDCA), dan
curcuma. Karena tidak ada perbaikan, Penderita dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin
(RSHS).
Penderita baru mengalami keluhan seperti ini. Penderita merupakan anak ke 2 dari ibu
P2A0, lahir cukup bulan, ditolong oleh bidan dengan berat lahir 2800 gram. Penderita lahir
langsung menangis. Anak pertama meninggal karena keluhan serupa pada saat usia 2 tahun.
Riwayat imunisasi dasar yang belum dilakukan adalah imunisasi campak. Riwayat tumbuh

2
kembang penderita, sejak keluhan perut membesar tidak dapat beraktifitas sesuai dengan
usianya.
Saat di IGD RSHS, penderita tampak kuning, perut sangat besar, dan sesak. Pemeriksaan
fisis didapatkan sklera ikterik, asites, dan distress nafas. Dilakukan pemeriksaan penunjang
laboratorium darah (17−11−2017) didapatkan Hb 9,4 g/dL, Ht 28,9 %, leukosit 11.400/mm 3,
trombosit 159.000/mm3, CRP 8,1 mg/dL, SGOT 133 U/L, SGPT 48 U/L, bilirubin total 6,2
mg/dl, bilirubin direk 4,84 mg/dl, alkali fosfatase 382 U/L, LDH 314 U/L, natrium 139
mEq/L, kalium 3,2 mEq/L, kalsium 5,01 mEq/L, albumin 1,8 g/dL, protein total 5,2 g/dL.
Dikarenakan sesak, penderita dikonsulkan ke bedah anak untuk pungsi asites, dengan hasil
cairan berwarna kuning, agak keruh, rivalta (+), jumlah sel 99, PMN/MN 21/79, Glukosa
106 mg/dL, protein 700 mg/dL, LDH 33 U/L.
Penderita di IGD didiagnosis: tumor intraabdomen ec DD/Hepatoblastoma, karsinoma
hepatoseluler + cholestasis jaundice ec DD/intrahepatal, ekstrahepatal + hipoalbuminemia +
anemia ec underlying disease + TB paru dalam terapi bulan ke−7 + malnutrisi berat.
Penderita ditatalaksana transfusi albumin, UDCA 3x15 mg peroral (PO), dan sirup
curcuma 2x1 cth, spironolakton 2x6,25 mg PO.
Penderita dirawat di divisi gastrohepatologi, dikonsulkan kepada divisi hematoonkologi
untuk penegakkan diagnosis tumor intraabdomen. Jawaban divisi hematoonkologi, tumor
intraabdomen belum dapat ditegakkan, saran CT scan abdomen, morfologi darah tepi (MDT)
ulang, alfa feto protein (AFP). Hasil yang didapatkan LDH 342 U/L (85−227), alfa feto
protein (AFP) 108,6 ng/mL (<8,1), MDT: Eritrosit: Anisokrom (normokrom, hipokrom),
anisopoikilositosis (tear drop, burr cell), Leukosit: Jumlah cukup, limfosit atipik (+),
Trombosit: Jumlah kurang, ditemukan large trombosit. Hasil USG abdomen 2 fase
Contractility index kantung empedu 81,19%, asites, dan peningkatan echogenisitas parenkim
hepar, sugestif suatu proses inflamasi. CT scan abdomen dan biopsi hati tidak dilakukan
karena hasil USG abdomen tidak ditemukan massa.
Divisi gastrohepatologi: pemeriksaan TORCH, dengan hasil IgM anti CMV non reaktif,
IgG anti CMV reaktif, IgM anti toxoplasma dan IgG anti toxoplasma non reaktif, IgM dan
IgG anti rubella non reaktif, sedangkan HSV tidak dapat diperiksa karena saat itu reagen
tidak tersedia. Penderita telah dilakukan work up penyakit tuberkulosis oleh divisi respirologi
kemudian didapatkan hasil bahwa hasil bilasan lambung, kultur, dan uji genexpert negatif.
Konsul divisi nutrisi penyakit metabolik, jawaban marasmus disarankan pemberian makan
biasa 3x dan susu 3x100 mL.

3
Penderita dirawat selama 12 hari dengan keadaan umum komposmentis, perut membesar
berkurang, badan kuning berkurang, lingkar perut berkurang yang awalnya 52 cm menjadi 42
cm. Diagnosis akhir penderita Sirosis hati ec infeksi sitomegalovirus + Kolestatis jaundice
intrahepatik + Hipoalbuminemia + anemia ec underlying disease + marasmus. Penderita
dipulangkan dengan perbaikan kemudian disarankan untuk kontrol ke poli gastrohepatologi.
FAKTOR GENETIK
Penderita merupakan anak kedua dari dua bersaudara, namun anak pertama meninggal dunia
saat berusia 2 tahun dengan keluhan serupa dengan penderita. Ayah penderita berusia 34
tahun dan ibu penderita berusia 28 tahun, keduanya berasal dari suku sunda. Usia ibu saat
hamil 25 tahun. Saat ini ibu penderita sedang hamil menginjak usia kehamilan bulan ke−8.
Penderita lahir dari ibu P2A0, yang merasa hamil cukup bulan, ditolong oleh bidan, letak
kepala, spontan, berat lahir 3000 gram, lahir langsung menangis. Selama hamil ibu penderita
kontrol teratur ke bidan, mendapatkan vitamin yang rutin diminum setiap hari. Ibu penderita
pernah dilakukan pemeriksaan USG selama penderita dalam kandungan dan didapatkan hasil
yang normal. Riwayat keluhan serupa dikeluarga ada yaitu kakak penderita yang memiliki
keluhan serupa sejak usia 1 tahun namun meninggal saat berusia 2 tahun.

Keterangan:
= laki-laki = perempuan = penderita
Gambar 1. Pedigree Keluarga

FAKTOR LINGKUNGAN DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR


Ayah penderita berusia 34 tahun, suku sunda, pendidikan SLTP, bekerja sebagai buruh
serabutan ±1 juta rupiah per bulan, sedangkan ibu penderita berusia 28 tahun, suku sunda,
pendidikan SLTP, bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak berpenghasilan. Penderita saat
ini tinggal bersama ayah, ibu, dan nenek penderita. Penderita tinggal dirumah berukuran 4x7
meter2, memiliki 1 ruang keluarga, 1 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Sehari−hari keluarga
penderita menggunakan jamban keluarga. Rumah penderita memiliki ventilasi dan mendapat
sinar matahari yang cukup. Tidak terdapat saluran pembuangan limbah kimia maupun logam
4
di sekitar lingkungan tempat tinggal penderita. Sumber air bersih berasal dari sumur dan
sumber listrik dari PLN. Pusat pelayanan kesehatan terdekat adalah bidan desa 1 Km,
posyandu dan puskesmas 1 Km, dan pasar 500 meter. Sarana transportasi umum yang bisa
digunakan adalah ojeg pangkalan dan angkutan umum. Saat ini pembiayaan pengobatan
dengan jaminan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Non Penerima Bantuan
Iuran (BPJS Non PBI).

Gambar 2. Profil keluarga penderita

Gambar 3. Profil rumah penderita

MASALAH YANG DIHADAPI


5
Medis
1. Pemantauan komplikasi infeksi sitomegalovirus
2. Pemantauan progresifitas sirosis hati akibat suspek infeksi CMV

Non-medis
1. Kondisi sosioekonomi keluarga penderita
2. Kondisi tumbuh kembang penderita
3. Pengetahuan keluarga mengenai sirosis hati

UPAYA PEMECAHAN MASALAH


Medis
1. Melakukan evaluasi klinis dan laboratoris secara berkala
2. Pemantauan pertumbuhan pasien
Non-medis
1. Edukasi keluarga untuk kontrol secara rutin
2. Memberikan edukasi mengenai komplikasi jangka pendek dan jangka panjang
serta luaran yang dapat terjadi

HASIL PENGAMATAN
Paparan hasil pemantauan selama 6 bulan pasca perawatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin
diterangkan pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 1. Hasil Pemantauan


Pemantauan Masalah Medis Masalah non Medis
Bulan Keluhan badan kuning ada, perut membesar berkurang. Masalah ekonomi keluarga,
Desember Keadaan umum compos mentis. Tanda vital: dalam batas orang tua yang berkerja sebagai
2017 normal buruh serabutan harus
Kontrol rawat Pemeriksaan fisis: menyisihkan uang untuk
jalan Berat badan (BB) 9,7 kg, tinggi badan (TB) 76 cm, lingkar membawa anaknya kontrol ke
(2 kunjungan) lengan atas (LLA) 10 cm. status gizi marasmus. poli gastrohepatologi RS Hasan
Sklera ikterik, perut cembung, tegang. hepar dan lien sulit Sadikin.
dinilai, asites (+), edema palpebral dan edema pretibial (-).
Penderita didiagnosis: Sirosis hati ec infeksi Penanganan:
sitomegalovirus + Kolestasis jaundice intrahepatik + anemia Dokter memberikan edukasi
ec underlying disease + marasmus. mengenai masalah kesehatan
TS Mata RS Cicendo (20 Desember 2017) penderita prognosis penyakit
Normal visual development (no sign of CMV retinitis ODS) penderita serta pentingnya
Tatalaksana: kontrol untuk menilai
UDCA 3x25 mg, curcuma 2x1 cth, spironolakton 2x6,25 progresifitas penyakit
mg. Penderita disarankan untuk kontrol 2 minggu yang akan
datang
Kunjungan Perut yang semakin bertambah membesar sejak 1 minggu Masalah ekonomi keluarga
rawat jalan sebelum masuk rumah sakit, sesak, badan dan mata
ke−3 & penderita berwarna kuning, dan tampak lemas. BAB hitam 1
6
perawatan ke minggu yang lalu. Penanganan:
2 (24 Januari Keadaan umum, tampak sakit sedang, kesadaran kompos Dokter memberikan edukasi
2018) mentis. Tanda vital: nadi 100 kali/menit, respirasi 42 mengenai kondisi kesehatan
kali/menit dan suhu 36,80C. penderita dan memerlukan
Pemeriksaan fisis: perawatan inap. Dokter
Berat badan (BB) saat masuk IGD 9,7 kg, tinggi badan memberikan penjelasan kepada
(TB) 77 cm, lingkar lengan atas (LLA) 10 cm, status gizi keluarga bahwa perawatan
marasmus. dilakukan untuk memerbaiki
Tampak pucat, sklera ikterik, asites (+), lingkar perut 65 cm, keadaan klinis penderita.
venektasi (+).
Hasil laboratorium (24/01/18)
Hb 7,2 g/dL, Ht 22,9 %, leukosit 6.630/mm3, trombosit
110.000/mm3, SGOT 503 U/L, SGPT 163 U/L, bilirubin
total 4,64 mg/dl, bilirubin direk 3,87 mg/dl, alkali fosfatase
331 U/L, LDH 314 U/L, natrium 138 mEq/L, kalium 4,6
mEq/L, kalsium 4,6 mEq/L, albumin 2,0 g/dL, protein total
6,4 g/dL, PT 27,7 detik, APTT 42,6 detik, INR 2,49.
Penderita didiagnosis:
Sirosis hati ec infeksi sitomegalovirus + Kolestasis jaundice
intrahepatik + perdarahan saluran cerna bagian atas ec
pecahnya varises esophagus + sirosis hati + anemia ec
underlying disease + Gangguan koagulasi + marasmus.
Tatalaksana:
Penderita disarankan rawat inap, mendapat terapi transfusi
albumin, transfusi PRC dan FFP, vitamin K IM,
spironolakton 2x6,25 mg PO, UDCA 3x25 mg PO,
propanolol 3x5 mg PO, curcuma 1x1 cth PO, asam folat 1x1
mg PO, dan multivitamin 1x1 cth PO.
Rontgen BNO (22/01/2018):
Suspek asites, tidak tampak tanda−tanda obstruksi.
Laboratorium RSHS (06/02/2018)
LDH 339 U/L (85−227), AFP 70,1 ng/mL (<8,1)
USG Abdomen (08/02/2018)
Mencurigai proses awal cirrhosis yang ditandai dengan
echogenitas parenkim hepar kasar heterogen dan
splenomegali. Belum terlihat tanda-tanda hipertensi portal,
asites.
Penderita dirawat selama 21 hari. Selama perawatan tanda
perdarahan tidak ada, keluhan perut membesar berkurang,
lingkar perut 51 cm dan pasien diperbolehkan pulang
dengan perbaikan klinis dan melanjutkan terapi di rumah
dengan spironolaton, UDCA, asam folat, propanolol, dan
multivitamin.
Kunjungan Penderita didapatkan perut yang semakin bertambah Emotional support pada keluarga
rawat jalan membesar sejak 1 minggu sebelum masuk RS dan Dengan memberikan support
ke−4 dan memberat 2 hari sebelum masuk RS. Keluhan disertai kepada keluarga untuk rutin
perawatan dengan panas badan pada 1 minggu sebelum masuk RS dan membawa kontrol anaknya ke
ke−3 (12 suhu tubuh menurun saat diberi obat penurun demam. poli gastrohepatologi RS Hasan
Maret 2018) Keadaan umum, tampak sakit sedang, kesadaran kompos Sadikin
mentis. Tanda vital: Nadi 118 kali/menit, respirasi 28
kali/menit dan suhu 36,90C (Setelah minum obat). Penanganan:
Pemeriksaan fisis: Edukasi keluarga untuk
BB: 9,8 kg, BB sehat 7 kg, TB: 78 cm, LLA 11 cm, Status memperhatikan keluhan-keluhan
gizi marasmus. penderita, segera berobat ke
Tampak pucat, sklera ikterik, asites (+), lingkar perut 56 cm, sarana pelayanan kesehatan
venektasi (+). terdekat apabila ada keluhan
Konsul Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial: yang semakin memberat.
Jawaban: Saat ini tidak didapatkan gangguan Edukasi keluarga bahwa
perkembangan. Penderita disarankan untuk stimulasi penderita dikonsulkan kepada TS
perkembangan sesuai usia, kontrol 3 bulan yang akan THT-KL untuk mengetahui
7
datang, edukasi untuk asupan nutrisi. komplikasi penyakitnya.
Konsul THT-KL:
Tes BERA bulan September 2018.
Penderita disarankan untuk dirawat.
Hasil laboratorium (12/03/2018)
Hb 7,2 g/dL, Ht 29,2 %, leukosit 5.950/mm3, trombosit
80.000/mm3, SGOT 407 U/L, SGPT 173 U/L, bilirubin total
4,33 mg/dl, bilirubin direk 3,50 mg/dl, alkali fosfatase 356
U/L, albumin 1,9 g/dL, PT 21,7 detik, APTT 41 detik, INR
1,93.
Penderita didiagnosis:
Sirosis hati ec infeksi sitomegalovirus + Kolestasis jaundice
intrahepatik + anemia ec underlying disease + Gangguan
koagulasi + marasmus
Penderita disarankan untuk dirawat
Tata laksana:
Penderita mendapat terapi berupa transfusi albumin, FFP,
PRC, UDCA 3x30 mg PO, Curcuma sirup 1x1 cth PO,
spironolakton 2x6,25 mg PO.
MRCP RSHS(23/03/2018)
Kesimpulan: Pelebaran ringan ductus intrahepatik bilateral
dan duktus choledokus, hepatosplenomegali, dan ascites
yang menunjang observasi sirosis hepatis.
Penderita dirawat selama 11 hari dan pulang dengan
perbaikan berdasarkan penilaian klinis bahwa badan kuning
berkurang, tidak ada tanda−perdarahan, penderita dengan
lingkar perut saat awal masuk 56 cm dan saat ini 45 cm.
Penderita selanjutnya kontrol ke poli gastrohepatologi.
Kunjungan Penderita kontrol ke poli gastrohepatologi Edukasi orangtua untuk tetap
rawat jalan Keluhan perut membesar berkurang, badan kuning kontrol sesuai jadwal dan minum
ke−5 (April berkurang. Nafsu makan cukup baik. obat secara teratur.
2018) Pemeriksaan Fisis:
Keadaan umum: komposmentis. Tanda vital: dalam batas
normal
Sklera ikterik, asites (+), venektasi (+).
Pertumbuhan :
BB: 10 kg, TB: 80 cm. LLA 11 cm
Status gizi marasmus
Tata laksana:
Penderita pulang diberikan obat berupa curcuma 3x1 cth
PO, UDCA 3x25 mg PO, Spironolakton 2x6,25 mg PO,
propanolol 3x5 mg PO. Penderita disarankan untuk kontrol
ke poli gastrohepatologi 2 minggu yang akan datang.
8 Mei 2018 Penderita dikeluhkan muntah darah pada 7 jam sebelum Edukasi orangtua mengenai
IGD Anak masuk RS. Keluhan timbul berulang 2 kali sebelumnya pada keadaan umum penderita dan
12 jam sebelum masuk RS. Keluhan disertai dengan demam perawatan penderita untuk
mendadak tinggi sejak 2 hari dan batuk 1 hari sebelum memperbaiki keadaan klinis
masuk RS. Penderita sebelumnya pulang perawatan RSCM penderita.
karena keinginan keluarga, dilakukan transfusi albumin,
parasentesis.
Pemeriksaan fisis:
Berat badan (BB) saat masuk IGD 10 kg (asites), tinggi
badan (TB) 83 cm, lingkar lengan atas (LLA) 10 cm, BB/U
< -1 SD, PB/U < -1 SD, BB/PB normal range (asites),
LLA/U < p5.
Anemis, sklera ikterik, asites (+), venektasi (+), fluid wave
(+)
Penderita didiagnosis:
Perdarahan saluran cerna bagian atas ec pecahnya varises

8
esophagus + sirosis hati + bronkopneumonia + Cholestasis
jaundice ec suspek infeksi CMV + suspek Infeksi CMV +
gangguan koagulasi + hipoalbuminemia + anemia ec
underlying disease + malnutrisi berat.
Laboratorium RSHS (08/05/2018)
Hb: 4,1 g/dL, Ht: 13,6%, Leukosit: 25.000/mm3, Trombosit:
156.000/mm3, Hitung jenis: 0/0/1/57/34/8, Natrium 135
mEq/L, Kalium 6,1 mEq/L, Albumin 1,6 g/dL, Protein total
4,7 g/dL, prothrombin time (PT) 25,8 detik, activated
partial thromboplastin time (APTT) 44,2 detik,
international normalized ratio (INR) 2,56, SGOT 240 U/L,
SGPT 119 U/L, Bilirubin total 7,64 mg/dL, Bilirubin direk
6,249 mg/dL, bilirubin indirek 1,4 mg/d, Gamma GT 38
U/L, Alkali fosfatase (ALP) 189 U/L.
Penderita dirawat di ruang IGD anak
Penderita mendapat transfusi albumin, transfusi PRC dan
FFP, Ampisilin 4x400 mg IV, Gentamisin 1x50 mg IV,
Spironolakton 2x15 mg PO, UDCA 3x30 mg, asam folat
1x1 mg PO, dan asam tranexamat 3x100 mg IV. Pasien
dirawat selama 1 hari. Penderita mengalami perburukan
pada tanggal 9 mei 2018 pukul 01.30 dan dinyatakan
meninggal pada pukul 02.40. Penyebab kematian penderita
1. a. Sirosis hati, 2. a. Malnutrisi berat.

Pada akhir bulan April 2018, penderita dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) selama 2 minggu. Selama perawatan, penderita dilakukan parasentesis untuk
mengurangi cairan yang ada di bagian perutnya namun orang tua merasakan sedikit
perubahan yang terjadi pada anaknya. Penderita pulang dengan perbaikan ke rumahnya di
Gunung halu, Kab. Bandung Barat.
Pada tanggal 8 Mei 2018, penderita masuk ke emergensi anak RSHS dengan keluhan
muntah darah yang dirasakan sejak 7 jam sebelum masuk RS. Penderita di ruang emergensi
anak RS Hasan Sadikin dilakukan transfusi darah PRC dan FFP kemudian diberikan juga
antibiotik berupa ampisilin dan gentamisin. Penderita didiagnosis akhir Perdarahan saluran
cerna bagian atas ec pecahnya varises esophagus + sirosis hati + Cholestasis jaundice ec
suspek infeksi CMV + suspek infeksi CMV + bronkopneumonia + gangguan koagulasi +
anemia ec underlying disease + hipoalbuminemia + malnutrisi berat. Penderita selanjutnya
dinyatakan meninggal setelah perawatan di emergensi anak selama 24 jam.
Tabel 2. Hasil Laboratorium Selama Perawatan
Parameter Laboratorium 17/11/17 20/11/17 22/11/17 24/11/17 25/11/17
Hemoglobin (g/dL) 9,4 8,1 13,0 16,1 11,0
Hematokrit (%) 28,9 25,6 41,8 48,7 34,9
Leukosit (/mm3) 11.400 11.690 5.420 37.670 6.540
Trombosit (/mm3) 159.000 61.000 55.000 84.000 93.000
SGOT (U/L) 133 141
SGPT (U/L) 48 46
Bilirubin Total (mg/dL) 6,2 3,3
Bilirubin direk (mg/dL) 4,84 2,4
Gamma GT (U/L) 75

9
Alkali fosfatase (U/L) 382 301
Albumin (g/dL) 2,3 2,5
Protein (g/dL) 5,4 6,5
Natrium (mEq/L) 139 140
Kalium (mEq/L) 3,2 4,0
Kalsium (mg/dL) 5,01 4,65
Prothrombin time (detik) 20,3 15,2
Activated partial thromboplastin 46,3 35,7
time (detik)
International normalized ratio 1,59 1,43
(INR)

Parameter Laboratorium 27/11/17 30/11/17 18/12/17 24/01/18 30/01/18


Hemoglobin (g/dL) 7,2 10,1 10,7 7,2 10,1
Hematokrit (%) 21,0 31,1 32,1 22,9 30,7
Leukosit (/mm3) 6.300 8.290 13.640 6.630 8.290
Trombosit (/mm3) 91.000 99.000 99.000 110.000 82.000
SGOT (U/L) 290 273 461 503 377
SGPT (U/L) 78 78 136 163 136
Bilirubin Total (mg/dL) 3,5 6,6 5,41 4,64 4,38
Bilirubin direk (mg/dL) 2,4 4,1 4,27 3,87 3,44
Gamma GT (U/L) 104 84 119 90
Alkali fosfatase (U/L) 301 337 331 325
Albumin (g/dL) 2,9 3,0 3,0 2,0 2,7
Protein (g/dL) 7,2 7,1 6,9 6,4 6,5
Natrium (mEq/L) 141 134 141 138 2,5
Kalium (mEq/L) 5,1 4,2 4,3 4,6 4,7
Kalsium (mg/dL) 5,53 6,18 4,45 4,73 4,77
Prothrombin time (detik) 15,1 19,6 27,7 20,6
Activated partial thromboplastin 33,9 42,4 2,49 42,3
time (detik)
International normalized ratio 1,42 1,61 42,6 1,98
(INR)

Parameter Laboratorium 12/03/18 19/03/18 04/04/18 08/05/18


Hemoglobin (g/dL) 9,4 9,2 10,1 4,1
Hematokrit (%) 29,2 28,8 31,6 13,6
Leukosit (/mm3) 5.950 7.660 6.510 25.000
Trombosit (/mm3) 80.000 86.000 85.000 156.000
SGOT (U/L) 407 355 394 240
SGPT (U/L) 173 155 180 119
Bilirubin Total (mg/dL) 4,33 3,55 3,80 7,64
Bilirubin direk (mg/dL) 3,50 2,91 2,88 6,24
Gamma GT (U/L) 98 88 107 38
Alkali fosfatase (U/L) 356 375 441 189
Albumin (g/dL) 1,9 2,3 2,2 1,6
Protein (g/dL) 7,0 7,0 4,7
Natrium (mEq/L) 139 140 141 135
Kalium (mEq/L) 4,3 4,0 4,8 6,1

10
Kalsium (mg/dL) 4,13 4,65 5,21
Prothrombin time (detik) 21,7 21,7 20,3
Activated partial thromboplastin 41,0 41,7 46,3
time (detik)
International normalized ratio 1,93 1,92 1,59
(INR)

DISKUSI
Kolestasis merupakan kondisi terjadinya hambatan aliran empedu yang menyebabkan retensi
substansi empedu di dalam hati dan memiliki manifestasi peningkatan fraksi bilirubin
terkonjugasi.3 Istilah kolestasis berasal dari bahasa Yunani, yang berarti penghentian aliran
empedu. Kolestasis secara operasional didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin
terkonjugasi atau direk melebihi 1 mg/dL ketika bilirubin total kurang dari 5 mg/dL, atau jika
melebihi 20% ketika bilirubin total lebih dari 5 mg/dL. 4 Kolestasis timbul dengan bentuk
jaundice.5
Jaundice adalah perubahan warna kekuningan pada kulit, sklera, membran mukosa dan
cairan tubuh yang disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah.4 Kolestasis jaundice
terbagi menjadi intrahepatik (infeksi virus seperti TORCH, genetik, infeksi bakteri, gangguan
endokrin, toksin, dan sistemik) dan ekstrahepatik (atresia biliaris).13 Atresia biliaris menjadi
penyebab tersering kolestasis pada anak usia 3 bulan pertama kehidupan (25−35%). Beberapa
etiologi lain dari kolestasis intrahepatik diantaranya adalah penyakit genetik (25%), penyakit
metabolik (20%), dan defisiensi alpha−1−antitripsin (10%).4 Kolestasis jaundice memiliki
peran sebagai manifestasi klinis pada anak dengan infeksi CMV sebanyak 60−80%.10
Jaundice sering ditemukan pada 2,4−15% bayi dalam 2 minggu pertama kehidupan. Saat
prolonged jaundice ditemukan melebihi usia 2 minggu, maka kolestasis perlu
dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.4 Kolestasis jaundice menyebabkan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak.5 Pada kasus ini, penderita mengalami
keluhan badan kuning sejak usia 1,5 tahun. Telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
USG abdomen, USG hepatobilier, dan laboratorium darah, tidak menunjukkan kelainan di
bidang ekstrahepatal.
Infeksi CMV menyebabkan kolestatis intrahepatik yang ditandai dengan gangguan pada
tingkat sel hepatosit atau elemen duktus biliaris yang ada dalam hati atau intrahepatik.
Kolestasis intrahepatik terjadi karena gangguan sintesis dan sekresi asam empedu akibat
kelainan sel hati, saluran biliaris intrahepatik, serta mekanisme transpornya dalam hati.

11
Keadaan umum kolestasis intrahepatik biasanya tampak sakit berat terutama akibat infeksi
kongenital.14
Cytomegalovirus merupakan virus deoxyribo nucleic acid (DNA) yang termasuk ke dalam
genus herpesviridae, dapat menyebabkan infeksi secara sistemik pada manusia. Prevalensi
infeksi CMV dapat terjadi pada seluruh kelompok usia terutama di Negara dengan
sosioekonomi rendah serta latar belakang negara berkembang. Pada sebagian besar negara
maju, sekitar 50% dari populasi orang dewasa akan memiliki bukti serologis infeksi
sebelumnya dan prevalensi kelahiran keseluruhan mencapai 0,6%. Kehamilan dapat
menimbulkan penularan secara vertikal, namun hanya 10-20% bayi yang terbukti mengalami
infeksi CMV. Infeksi CMV dapat menyerang pada semua kelompok usia. Infeksi CMV
menjadi penyebab paling sering infeksi virus kongenital pada manusia, berdampak terhadap
30.000−40.000 kelahiran setiap tahunnya di Amerika Serikat.17
Transmisi infeksi CMV terjadi secara horizontal dan vertikal. Penyebaran secara vertikal
merupakan penyebaran CMV dari ibu yang sedang hamil kepada janin di kandungannya.
Sedangkan penyebaran secara horizontal yaitu melalui kontak erat dengan pasien, penyebaran
melalui transfusi darah, dan melalui hubungan seksual. 6 Infeksi perinatal dapat terjadi melalui
3 rute yaitu kontak dengan virus melalui sekret saluran genitalia selama persalinan,
pemberian air susu ibu (ASI) yang mengandung virus, dan melalui transfusi darah yang
mengandung CMV. Risiko terbesar transmisi virus CMV terjadi pada perempuan usia
produktif yang dapat menularkan melalui urin dan air liur penderita. Kemungkinan penderita
terinfeksi CMV terjadi secara vertikal, karena ibu penderita memiliki riwayat IgG anti CMV
reaktif, penderita mendapat ASI selama 18 bulan.
Infeksi CMV dapat menyerang terutama pada sel−sel saraf. Ukuran sel organ yang terkena
akan bertambah besar dengan inti yang membesar, bulat, dan oval. Pada sitoplasma sel,
dijumpai adanya inclusion body yang terpisah dengan inti sel.18 Sitomegalovirus bereplikasi
melalui sel hepatosit dan kolangiosit, menginduksi trauma tingkat seluler (terutama sel otak),
dan memiliki peran dalam disfungsi plasenta sehingga menyebabkan gangguan pengiriman
oksigen dan nutrisi kepada janin.10
Penelitian lain mengatakan bahwa infeksi CMV pada ovarium atau semen yang
mengandung CMV dapat menyebabkan terjadinya infeksi CMV kongenital. Penyebaran virus
CMV melalui ASI memiliki risiko terinfeksi CMV sebesar 38%. Oleh karena itu diperlukan
kewaspadaan khusus terhadap adanya infeksi virus tersebut. Kecurigaan terhadap adanya

12
infeksi CMV kongenital dapat diawali dengan ditemukannya manifestasi klinis pada bayi
baru lahir.
Gejala klinis pada infeksi CMV diperkirakan sebanyak 90% kasus anak bersifat
asimptomatik dan 10%−15% simptomatik.15 Gejala klinis yang sering muncul diantaranya
adalah tuli sensoris, kejang, korioretinitis, retardasi mental, dan gangguan bicara. Pada
umumnya anak−anak penderita infeksi CMV simptomatik mengalami gangguan pendengaran
saat usia dini yang semakin lama semakin memberat. Sekitar 10−15% bayi dengan infeksi
CMV kongenital menimbulkan gejala tuli sensoris.15 Saat ini penderita belum menunjukkan
kelainan di bidang neurologis yang ditandai dengan hasil pemeriksaan saat kunjungan RS
Cicendo yang normal, sudah dapat berbicara dalam beberapa kata yang membentuk
rangkaian kalimat.
Dalam menegakkan diagnosis CMV terutama pada bayi diperlukan berbagai pemeriksaan
berupa pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologis, pemeriksaan DNA CMV
menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dengan mengambil sampel cairan tubuh
sebelum usia 3 minggu pertama kehidupan atau dengan mendeteksi IgM anti CMV pada
darah. Standar baku emas penegakkan diagnosis infeksi CMV kongenital adalah dengan
mendeteksi virus dalam urin atau saliva melalui pemeriksaan PCR dan kultur. Namun
keterbatasan pemeriksaan kultur virus ini didapatkan hasil dalam kurun waktu 2−3 minggu.
Pemeriksaan serologis berguna untuk menentukan apakah penderita mengalami infeksi
yang sebelumnya yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan IgG anti CMV ataukah sedang
terinfeksi yang terbukti dengan pemeriksaan IgM anti CMV yang reaktif. 16 Pemeriksaan
aviditas IgG anti CMV turut membantu menegakkan diagnosis infeksi CMV pada anak
terutama pada anak berusia >3 bulan disamping pemeriksaan IgM anti CMV. Pemeriksaan
aviditas IgG membantu dalam mendeteksi perempuan yang menularkan virus CMV pada
janin di bawah usia kehamilan 20−23 minggu (sensitivitas 63%). Aviditas IgG anti CMV ini
menunjukkan infeksi pada seorang pasien yang telah berlangsung lama.18 Hasil laboratoris
penderita adalah IgG anti CMV reaktif yang menunjukkan penderita mengalami infeksi
sebelumnya. Interpretasi hasil pemeriksaan serologis CMV dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Interpretasi Hasil Tes Serologis CMV
No. IgG Anti CMV IgM Anti CMV Aviditas IgG Anti CMV Interpretasi
1. Non reaktif Non reaktif Not applicable Tidak ada infeksi
2. Reaktif Non reaktif Aviditas tinggi Infeksi sebelumnya; risiko rendah
transmisi in−utero
3. Reaktif Reaktif Aviditas rendah Infeksi primer; risiko tinggi
transmisi in−utero
4. Reaktif Reaktif Aviditas tinggi Infeksi non primer; risiko rendah
trasnmisi in−utero

13
Sumber: Nasir dkk16

Indeks aviditas (IA) menunjukkan persentase IgG yang berikatan kuat dengan antigen.
Penilaian IA dapat didefinisikan diantaranya ≤50% sebagai aviditas rendah, 50%−59,9%
sebagai gray zone, dan ≥60% sebagai aviditas tinggi.
Pada infeksi CMV dengan gangguan fungsi hati, pemeriksaan darah awal yang penting
dilakukan adalah pemeriksaan bilirubin total dan direk. Kadar bilirubin total dan direk
meningkat tanpa diikuti oleh pengingkatan kadar bilirubin indirek. Pemeriksaan lain berupa
aminotransferase, alkali fosfatase, Gamma glutamil transpeptidase (Gamma GT), dan
albumin serum.5
Pencitraan dengan menggunakan USG dapat menilai kelainan struktural dan gangguan
pertumbuhan janin. Hal lain yang dapat dinilai adalah adanya asites, mikrosefal, dan kelainan
struktural otak. Mayoritas infeksi pada janin tidak pernah menunjukkan suatu kelainan.
Identifikasi dini terhadap adanya kelainan kongenital berupa tuli sensoris sebaiknya
dilakukan monitoring selama masa perkembangan berbicara dan berbahasa.18
Standar baku emas pencitraan sebaiknya dengan menggunakan endoscopy retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) lebih efektif dari magnetic resonance
cholangiopancreatography (MRCP) dalam mendiagnosis kelainan ekstrahepatal dengan
sensitivitas 86−100%, spesifisitas 87−94% namun ERCP membutuhkan operator yang
berpengalaman, peralatan spesifik, dan narkose umum. Biopsi hati dianggap sebagai sebuah
langkah yang paling dapat dipercaya untuk membuat diagnosis bayi kolestasis. Interpretasi
pemeriksaan patologis memiliki spesifisitas 94,3% dengan nilai akurasi 96,9%.3
Salah satu komplikasi infeksi CMV pada anak adalah cholestasis jaundice yang berakhir
dengan sirosis hati. Infeksi CMV menimbulkan penyakit hati kronis terutama pada anak usia
dini.2 Sirosis merupakan istilah histopatologi yang digunakan untuk menjelaskan terjadinya
perubahan baik mikroskopik atau makroskopik jaringan hati dengan bentuk nodul-nodul,
perubahan vaskularisasi dan terjadinya perubahan bentuk hati yang disertai dengan fibrosis.1
Etiologi sirosis hati pada bayi paling sering disebabkan karena atresia biliaris, penyakit
metabolik, Sedangkan pada anak dan remaja adalah obstruksi traktus biliaris, kolestasis
intrahepatik familial, infeksi virus, penyakit metabolik, toksin, penyakit autoimun, dan
perubahan vaskular. Penyebab sirosis hati pada tahun pertama kehidupan atresia biliaris,
penyakit metabolik.20
Proses hepatik difusa dapat ditandai dengan reaksi inflamasi yang berkembang menjadi
fibrosis dan menghasilkan regenerasi nodular, yang berakhir pada perubahan struktural dan

14
fungsi hati yang tidak teratur. Fibrosis hati merupakan proses akumulasi matriks berlebih
sebagai bagian dari respon penyembuhan luka, dan berpengaruh terhadap perubahan aliran
hepatik. Kerusakan sel hati menyebabkan pengeluaran mediator inflamasi seperti
transforming growth factor (TGF-beta 1), tumor necrosing fator (TNF-alfa), epidermal
growth factor (EGF), insulin like growth factor (IGF), endotelin, platelet-derived growth
factor (PDGF) yang mengaktivasi sel stellat. 20 Selama proses penyembuhan kerusakan hati,
sel-sel stellata hati dan sel-sel fibroblas berdiferensiasi menjadi otot-otot halus miofibroblas
yang bertanggung jawab untuk deposit matriks dan perubahan struktural potensial hati.12
Proses sirosis hati bersifat kompleks dan multifaktorial dengan konsep dasar
peradangan, fibrosis, dan regenerasi sel hepatosit. Kerusakan sel hepatosit awal menyebabkan
kerusakan sel parenkim dan selanjutnya digantikan dengan sel hepatosit baru. Proses
regeneratif terjadi untuk mengganti sel yang telah rusak dengan merangsang sintesis
hepatosit, Hasil akhirnya adalah hati yang secara struktural tidak normal disertai dengan
perubahan fungsi hati.1
Manifestasi klinis sirosis hati pada anak sama dengan dewasa. Gejala klinis yang tidak
spesifik lainnya yang dapat timbul seperti anoreksia, lemas, mual dan muntah. Sebanyak 40%
kasus, penderita sirosis dapat asimtomatik sebelum kegagalan hati terjadi. Hepar dapat
normal atau mengecil dan diselubung dengan jaringan keras atau nodul. Adanya asites dapat
menyebabkan distensi abdomen. Pembuluh darah kolateral dapat tampak di dinding abdomen
berkembang menjadi hipertensi portal. Tanda klasik pada penyakit hepar kronis seperti spider
nevi, sirkulasi yang tampak pada abdomen, palmar eritema.20 Komplikasi yang muncul pada
penderita sirosis hati diantaranya adalah asites, hipertensi portal, koagulopati, spontaneous
bacterial peritonitis, ensefalopati hepatik, dan sindrom hepatorenal.11 Gejala penderita serupa
dengan gejala sirosis hati pada umumnya, anak tampak lemas, asites, adanya venektasi di
dinding perutnya.
Angka harapan hidup anak−anak dengan sirosis hati dapat dinilai dengan menggunakan
skor Child−Pugh.1 Skor Child−Pugh dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Skor Child−Pugh
Variabel 1 2 3
Ensefalopati Tidak ada Derajat 1−2 Derajat 3−4
Asites Tidak ada Terkontrol Berulang
Bilirubin (mg/dL) <2 2−3 >3
Albumin (g/L) >35 28−35 <28
Prothrombin Time (detik) <4 4−6 >6
Jumlah 5−6 7−9 10−15
Derajat A B C
Angka harapan hidup 1 95 80 44

15
tahun (%)
Sumber: Pinter dkk1
Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa 10% kasus sirosis hati pada anak
disebabkan oleh infeksi virus, termasuk infeksi CMV.10 Hasil skoring penderita menggunakan
tabel Child-pugh, hasilnya dengan derajat C yaitu angka harapan hidup selama 1 tahun
sebanyak 44%. Pada 3 penelitian longitudinal dengan 66 penderita infeksi CMV, hanya 1
penderita yang telah dilakukan biopsi saat usia 3 bulan yang menunjukkan fibrosis periportal
ringan.21 Meskipun infeksi CMV pada saat bayi biasanya mempunyai gejala klinis yang
ringan, tapi dapat juga berakibat fatal. Prognosis CMV diketahui baik pada pada
pasien−pasien yang sehat dan imunokompeten, namun angka mortalitas bayi terinfeksi CMV
mencapai 20−30%. 10

SIMPULAN
Kolestasis merupakan kondisi terjadinya hambatan aliran empedu yang menyebabkan retensi
substansi empedu di dalam hati dan memiliki manifestasi peningkatan fraksi bilirubin
terkonjugasi. Kolestasis jaundice secara signifikan menyebabkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi pada bayi dan anak. Angka prevalensi infeksi cytomegalovirus (CMV)
diperkirakan mencapai 0,6% dari seluruh kelahiran bayi di negara maju, sedangkan di negara
berkembang angka kejadian infeksi CMV kongenital mencapai 1−5% dari seluruh kelahiran
bayi. Gejala klinis pada infeksi CMV diperkirakan sebanyak 90% kasus anak bersifat
asimptomatik dan 10%−15% simptomatik. Gejala klinis yang sering muncul diantaranya
adalah tuli sensoris, kejang, korioretinitis, retardasi mental, dan gangguan bicara.
Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa 10% kasus sirosis hati pada anak
disebabkan oleh infeksi virus, termasuk infeksi CMV. Penegakkan diagnosis infeksi CMV
dapat berdasarkan pemeriksaan serologis, PCR, dan kultur. Salah satu komplikasi infeksi
CMV pada anak adalah cholestasis jaundice yang berakhir dengan sirosis hati. Infeksi CMV
menimbulkan penyakit hati kronis terutama pada anak usia dini. Meskipun infeksi CMV pada
saat bayi biasanya mempunyai gejala klinis yang ringan, tapi dapat juga berakibat fatal.
Prognosis CMV diketahui baik pada pada pasien−pasien yang sehat dan imunokompeten,
namun angka mortalitas bayi terinfeksi CMV mencapai 20−30%.

16
Daftar Pustaka
1. Pinter M, Trauner M, Peck-Radosavljevic M, Sieghart W. Cancer and liver cirrhosis:
implications on prognosis and management. ESMO open. 2016;1(2):e000042.
2. Tezer H, Yuksek SK, Gulhan B, Parlakay ANÖ, Kirsaclioglu CT. Cytomegalovirus
hepatitis in 49 pediatric patients with normal immunity. Turkish journal of medical
sciences. 2016;46(6):1629-33.
3. Fawaz R, Baumann U, Ekong U, Fischler B, Hadzic N, Mack CL, et al. Guideline for
the evaluation of cholestatic jaundice in infants: joint recommendations of the North
American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition and the
European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition. Journal
of pediatric gastroenterology and nutrition. 2017;64(1):154-68.
4. Feldman AG, Sokol RJ. Neonatal cholestasis. Neoreviews. 2013;14(2):e63-e73.

17
5. Pereira TN, Walsh MJ, Lewindon PJ, Ramm GA. Paediatric cholestatic liver disease:
Diagnosis, assessment of disease progression and mechanisms of fibrogenesis. World
journal of gastrointestinal pathophysiology. 2010;1(2):69.
6. Swanson EC, Schleiss MR. Congenital cytomegalovirus infection: new prospects for
prevention and therapy. Pediatric Clinics. 2013;60(2):335-49.
7. Manicklal S, Emery VC, Lazzarotto T, Boppana SB, Gupta RK. The “silent” global
burden of congenital cytomegalovirus. Clinical microbiology reviews. 2013;26(1):86-
102.
8. Carlson A, Norwitz ER, Stiller RJ. Cytomegalovirus infection in pregnancy: should
all women be screened? Reviews in Obstetrics and Gynecology. 2010;3(4):172.
9. Hasosah MY, Kutbi SY, Al-Amri AW, Alsahafi AF, Sukkar GA, Alghamdi KJ, et al.
Perinatal cytomegalovirus hepatitis in Saudi infants: a case series. Saudi journal of
gastroenterology: official journal of the Saudi Gastroenterology Association.
2012;18(3):208.
10. Stroescu RF, Ilie R, Margienan O, Gafencu M, Bizerea TO, Doros GS. A particular
case of cytomegalovirus infection in infancy. Romanian journal of morphology and
embryology= Revue roumaine de morphologie et embryologie. 2016;57(4):1371-4.
11. Cordova J, Jericho H, Azzam RK. An overview of cirrhosis in children. Pediatric
annals. 2016;45(12):e427-e32.
12. Talwani R, Gilliam BL, Howell C. Infectious diseases and the liver. Clinics in liver
disease. 2011;15(1):111-30.
13. Suchy FJ. Neonatal cholestasis. Pediatrics in review. 2004;25(11):388.
14. Heathcote EJ. Diagnosis and management of cholestatic liver disease. Clinical
Gastroenterology and Hepatology. 2007;5(7):776-82.
15. Ross SA, Boppana SB, editors. Congenital cytomegalovirus infection: outcome and
diagnosis. Seminars in pediatric infectious diseases; 2005: Elsevier.
16. Abdullahi Nasir I, Babayo A, Shehu MS. Clinical significance of IgG avidity testing
and other considerations in the diagnosis of congenital cytomegalovirus infection: a
review update. Medical Sciences. 2016;4(1):5.
17. Min C-Y, Song JY, Jeong SJ. Characteristics and prognosis of hepatic
cytomegalovirus infection in children: 10 years of experience at a university hospital
in Korea. Korean journal of pediatrics. 2017;60(8):261-5.
18. A Ross S, Novak Z, Pati S, B Boppana S. Overview of the diagnosis of
cytomegalovirus infection. Infectious Disorders-Drug Targets (Formerly Current Drug
Targets-Infectious Disorders). 2011;11(5):466-74.
19. Vollmer B, Seibold-Weiger K, Schmitz-Salue C, Hamprecht K, Goelz R, Krageloh-
Mann I, et al. Postnatally acquired cytomegalovirus infection via breast milk: effects
on hearing and development in preterm infants. The Pediatric infectious disease
journal. 2004;23(4):322-7.
20. Pinto RB, Schneider ACR, da Silveira TR. Cirrhosis in children and adolescents: An
overview. World journal of hepatology. 2015;7(3):392.
21. Zuppan CW, Bui HD, Grill BG. Diffuse hepatic fibrosis in congenital
cytomegalovirus infection. Journal of pediatric gastroenterology and nutrition.
1986;5(3):489-91.

18

Anda mungkin juga menyukai