Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

BIOTEKNOLOGI TERNAK

“INSEMINASI BUATAN”

DOSEN PEMBIMBING:

Dr. Ir. H. JASWANDI. MS,

DISUSUN OLEH:

SITI ATIKA LUBIS

1610612040

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2018
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia kepada saya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah “Inseminasi Buatan” ini dengan baik meskipun
terdapat banyak kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Dan saya juga berterima kasi
kepada dosen bioteknologi ternak saya yaitu bapak Dr. Ir. H. Jaswandi. MS, yang telah
memberikan tugas ini kepada saya.

Saya berharap makalah ini dapat berguna bagi saya dan bermanfaat bagi pembacanya
dalam rangka menambah wawasan mengenai “Inseminasi Buatan.” Saya menyadari banyaknya
kekurangan dalam penulisan makalah ini dan oleh sebab itu, kritik dan saran sangat berguna bagi
saya untuk kebaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang.

Padang, 12 Maret 2018

Siti Atika Lubis


BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di Indonesia antara lain adalah
masih rendahnya produktifitas dan mutu genetik ternak. Keadaan ini terjadi karena sebagian
besar peternakan di Indonesia masih merupakan peternakan konvensional, dimana mutu bibit,
penggunaan teknologi dan keterampilan peternak relatif masih rendah.
Orientasi swasembada daging sapi tahun 2014 (PSDS 2014) tidak semata-mata diarahkan
kepada pemenuhan kebutuhan konsumen dengan pengendalian impor (sapi dan daging) tetapi
lebih diarahkan dalam konteks peningkatan produksi, kesejahteraan peternak, dan
kesinambungan usaha peternak sapi serta meningkatkan daya saing produksi, sehingga secara
langsung maupun tidak langsung dampaknya akan mengurangi ketergantungan dari impor
daging dan sapi bakalan.
Tulang punggung penyediaan daging sapi di Indonesia adalah peternak berskala kecil,
karena hanya sedikit peternak yang berskala menengah atau besar. Peternakan rakyat berskala
kecil biasanya merupakan usaha sambilan sehingga kurang mendapat perhatian khususnya
kesehatan reproduksi ternak. Apakahnya ternaknya sudah cukup sehat sehingga dapat beranak
setiap tahun, atau mengalami gangguan reproduksi yang berdampak pada rendahnya service per
conception (S/C), panjangnya calving interval (CI), rendahnya angka kelahiran dan
meningkatnya angka kemajiran..
Oleh karena itu untuk memperoleh sapi yang mempunyai nilai produksi yang tinggi,
kebutuhan akan manajemen pun akan sangat penting untuk diperhatikan. Selain itu Insenminasi
Buat sering dilakukan untuk meningkatkan produktifitas dan meningkatkan kualitas dari
populasinya menjadi lebih baik dengan cara menggabungkan sifat unggul dari beberapa ternak
kedalam ternak keturunannya.

I.2 Rumusan Masalah


- Apa yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan?
- Bagaimana sejarah perkembangan Inseminasi Buatan Di Indonesia?
- Apa Tujuan dan manfaat dan kerugian dilakukannya Inseminasi Buatan?
- Bagaimana cara memproduksi semen beku?
- Bagaimana sapi yang siap di Inseminasi?
- Bagaimana pelaksanaan Inseminasi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa peternakan khususnya
dapat mengetahui tentang setiap bahasan dalam materi yang ada dalam makalah ini.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Inseminasi Buatan

Teknologi modern pada zaman sekarang telah mampu mengatasi masalah kemandulan
(bagi manusia) dan menghasilkan bibit-bibit unggul (bagi hewan yang dapat menguntungkan
manusia), khususnya dalam bidang bioteknologi. Hal tersebut dapat dilakukan diantaranya
dengan melalui inseminasi buatan.

Teknologi Inseminasi Buatan (IB) merupakan teknologi yang sudah lama dikenal, namun
masih relevan untuk digunakan sekarang ini. Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah
suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan
telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin
betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'.

Teknologi Inseminasi Buatan (IB) telah sejak dahulu berkembang di masyarakat


peternak,terutama sapi perah, karena teknologi tersebut telah mampu memperbaiki mutu genetik
ternak sapi perah. Dalam hal pelaksanaan program 1B, maka beberapa faktor sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan program tersebut. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh adalah faktor
betina, faktor semen beku dan faktor sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini inseminator.
Induk betina akan merespon program 113 apabila saat dilakukan IB kondisi induk sedang dalam
keadaan estrus (berahi), untuk betina dara sudah dalam usia dewasa kelamin, serta memang si
induk tersebut tidak mempunyai catatan penyakit terutama penyakit reproduksi .Inseminasi
Buatan didefinisikan sebagai proses memasukkan semen ke dalam organ reproduksi betina
dengan menggunakan alat inseminasi . Prosesnya secara luas mencakup penampungan semen,
pengenceran dan pengawetan semen sampai pada deposisi semen ke dalam saluran reproduksi
betina (Ax et al.,, 2000) .

2.2 Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia

Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun limapuluhan
oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor.
Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa
daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa
Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai
stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu
bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB untuk
daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B. Seit yaitu
penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Pada waktu itu
belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965, keungan negara sangat memburuk,
karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-
hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam tempay dalam RKI, hanya Ungaran
yang masih bertahan.

Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk, melaksanakan kegiatan
IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi onggolisasi untuk Mirit dengan semen Sumba
Ongole (SO) dan kegiatan di Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba guna, terutama
produksi susu dengan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai Pembibitan Ternak
kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali Balai Pembibitan Ternak Ungaran,
dan tahun1970 balai ini diubah namanya menjadi Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan
daerah pelayanan samapi sekarang di daerah jalur susu Semarang – Solo – Tegal.

Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di daerah
Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran pedet (Calf Show)
pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di daerah tersebut
yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah
tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-
singkatnya menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat
memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat.

Hasil-hasil perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup dapat memberi harapan
kepda rakyat setempat. Namun sayangnya peningkatan produksi tidak diikuti oleh peningkatan
penampungan produksi itu sendiri. Susu sapi umumnya dikonsumsi rakyat setempat. Akibatnya
produsen susu menjadi lesu, sehingga perkembangan IB di Pangalengan sampai tahun 1970,
mengalami kemunduran akibat munculnya industri-industri susu bubuk yang menggunakan susu
bubuk impor sebagai bahan bakunya.

Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena


semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan
sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu
sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.

Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun
yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya dana dan
fasilitas pemerintah akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk program IB. Pada
awal tahun 1973 pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku
inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh provinsi
di Indonesia.
Semen beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian gratis pemerintah Inggris
dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah Selandia Baru membantu
mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak
di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua
yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang
Jawa Timur.

Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten, dengan IPB
sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan sebagai sponsornya (1978). Namun perkembangannya
kurang memuaskan karena dukungan sponsor yang kurang menunjang, disamping reproduksi
kerbau belum banyak diketahui. IB pada kerbau pernah juga diperkenalakan di Tanah Toraja
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur.

Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang dilaksanakan tahun 1974,
menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara
21,3 – 38,92 persen. Dari survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak
terletak pada kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan sebagian
besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak
disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat
kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya evaluasi terebut
maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi
dan perhatian aspek pakan, manajemen, pengendalian penyakit.

2.3 Tujuan, Keuntungan dan Kerugian Insemiasi Buatan

Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau
teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan dan telah
diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina
dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun‘.

1. Tujuan Inseminasi Buatan:


 Memperbaiki mutu genetika ternak;
 Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga
mengurangi biaya ;
 Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu
yang lebih lama;
 Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
 Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
2. Keuntungan IB:
 Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
 Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
 Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
 Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka
waktu yang lama;
 Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan
telah mati;
 Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan
terlalu besar;
 Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan
hubungan kelamin.

3. Kerugian IB
 Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan
terjadi terjadi kebuntingan;
 Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal
dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina
keturunan / breed kecil;
 Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan
yang sama dalam jangka waktu yang lama;
 Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor
tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).

2.4 Cara Mereproduksi Semen Beku

Reproduksi semen beku hanya dapat dilakukan di Balai Inseminasi Buatan (BIB).
Tahapan-tahapan dalam memproduksi semen beku diantaranya yaitu:

1) Mempersiapkan sapi pejantan yang akan diinseminasi yang umurnya 15 – 18 bulan,


tingginya 123 cm dan beratnya minimal 350 kg.

2) Persiapan vagina buatan yang suhunya mencapai 420C, vagina buatan ini harus licin,
karena itu gunakan vaseline agar licin seperti vagina yang asli

3) Penampungan semen sapi pejantan, sapi pejantan dan spai betina disatukan kemudian
sapi-sapi itu akan melakukan fisin (pemanasan sebelum kawin), bila penis jantan telah
kelihatan merah, tegang dan kencang, maka penis langsung dimasukan ke vagina buatan.
4) Kemudian sperma dalam vagina buatan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.
 Bila sperma berwarna hijau, ada kotoran yang terdorong
 Bila sperma berwarna merah, segar, venis teriritasi
 Bila sperma berwarna cokelat, venis ada yang luka
 Bila sperma berwarna krem susu bening, maka itulah sperma yang bagus

5) Penentuan konsentrasi semen segar

6) Proses pengenceran sperma

7) Proses filing dan sealing, memasukan sperma ke dalam ministrow isi I strow 0,25 CC

8) Proses pembekuan

9) After throwing dan water intubator test

Sapi yang layak untuk di IB memenuhi syarat antara lain:


1. Sapi betina yang telah memenuhi umur pubertas.
2. Telah menunjukkan tanda-tanda birahi.
3. Sebaiknya induk memiliki tulang pelvis (pinggul ) yang lebar.
4. Jika kondisi induk sangat kecil gunakan semen sapi bali.

2.5 Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan (IB)

 Pemeriksaan Awal

Deteksi birahi yang tepat adalah kunci utama keberhasilan Inseminasi Buatan,
selanjutnya adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan Inseminasi Buatan itu sendiri
dilaksanakan.

Keterlambatan pelayanan Inseminasi Buatan (IB) akan berakibat pada kerugian waktu
yang cukup lama. Jarak antara satu birahi ke birahi selanjutnya adalah kira-kira 21 hari sehingga
bila satu birahi terlewati maka kita masih harus menunggu 21 hari lagi untuk melaksanakan
Inseminasi Buatan (IB) selanjutnya. Kegagalan kebuntingan setelah pelaksanaan Inseminasi
Buatan (IB) juga akan berakibat pada terbuangnya waktu percuma, selain kerugian materiil dan
immateriil karena terbuangnya semen cair dan alat pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) serta
terbuangnya biaya transportasi baik untuk melaporkan dan memberikan pelayanan dari pos
Inseminasi Buatan (IB) ke tempat sapi birahi berada.

Tanda - tanda birahi pada sapi betina adalah :

1. Ternak gelisah
2. Sering berteriak

3. Suka menaiki dan dinaiki sesamanya

4. Vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat)

5. Dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna

6. Nafsu makan berkurang

Gejala - gejala birahi ini memang harus diperhatikan minimal 2 kali sehari oleh pemilik
ternak. Jika tanda-tanda birahi sudah muncul maka pemilik ternak tersebut tidak boleh menunda
laporan kepada petugas inseminator agar sapinya masih dapat memperoleh pelayanan Inseminasi
Buatan (IB) tepat pada waktunya. Sapi dara umumnya lebih menunjukkan gejala yang jelas
dibandingkan dengan sapi yang telah beranak.

 Waktu Melakukan Inseminasi Buatan (IB)

Pada waktu di Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan birahi, karena pada saat
itu liang leher rahim (servix) pada posisi yang terbuka.

Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-periode


tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya adalah :

 Permulaan birahi : 44%


 Pertengahan birahi : 82%
 Akhir birahi : 75%
 6 jam sesudah birahi : 62,5%
 12 jam sesudah birahi : 32,5%
 18 jam sesudah birahi : 28%
 24 jam sesudah birahi : 12%
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Inseminasi Buatan adalah suatu proses percepatan kebuntingan pada ternak yang sangat
berperan dalam menentukan keberhasilan dan kemajuan kegenetik, inseminasi buatan banyak
digunakan karena mempunyai banyak keuntungan bagi para peternak. Meskipun Inseminasi
BUatan Mempunyai banyak keuntungan namun tidak selamanya dan seterusnya ternak bisa di
Inseminasi Sewaktu-waktu karena harus memenuhi Siklus birahinya terlebih dahulu.

3.2 Saran
1. Sapi yang telah diinseminasi, sebaiknya tidak dilepas dahulu kedalam kelompok, untuk
mencegah kegagalan inseminasi buatan.
2. Peternak diharapkan mengetahui dengan baik gejala-gejala timbulnya birahi pada sapi, dan
segera melaporkan pada inseminator agar tidak terjadi keterlambatan inseminasi buatan.
3. Penyuluhan diharapkan dilakukan kepada masyarakat, agar lebih mengetahui dan lebih
paham dengan inseminasi buatan.
DAFTAR PUSTAKA

Evans G and MaxwelI WMC, 1987. Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and Goats.
Butterworths. Sydney.

Foote RH, 1980. Artificial Insemination. In Reproduction in Farm Animal 4thEdition. Hafez,
E.S.E. (Ed.). Lea and Febiger. Philadelpia.

Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm
Animals. 6 Th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. Hal 424-439.

Partodiharjo, Soebadi. 1987. Pemulia Biakkan Ternak Sapi. PT Gramedia, Jakarta.

Salisbury, G.W dan N.L. Vandemark, 1985, Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada
Sapi, diterjemahkan R. Djanuar, Gadjah Mada Uni
versity Press, Yogyakarta.

Toelihere, M . R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Gramedia

Toelihere MR, 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai