Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak lebih dari 500cc
yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau sesudah kelahiran plasenta. Menurut
waktu kejadiannya, perdarahan postpartum sendiri dapat dibagi atas perdarahan postpartum
primer yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir, dan perdarahan postpartum sekunder yang
terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setalah kelahiran bayi.

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan di suatu
negara. Angka kematian ibu di Indonesia sendiri masih sangat tinggi. Berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005, angka kematian ibu saat
melahirkan adalah sebanyak 262 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut DepartemenKesehatan
RI ( 2008 ) Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 248 per 100.000 kelahiran hidup, dimana
penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan (28 %), eklampsia (24 %), komplikasi
puerperium (8 %), dan abortus (5 %). Hal tersebut tidak berbeda jauh pada tahun 2003 angka
kematian ibu adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu diantaranya
perdarahan sebanyak 30 % dari total kasus kematian, abortus 25 %, eklampsia 12 %, infeksi 5
%,partus lama 5 %,emboli obstetrik 3 %, komplikasi masa nifas 8 %, dan penyebab lain 12 %
(Siswono, 2005 ).

Menurut Manuaba (2008), penyebab kematian maternitas terbanyak adalah perdarahan (40-
60%), eklampsia (20-30%) dan infeksi (15-30%). Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama. Dengan demikian asuhan pada masa nifas diperlukan dalam periode ini karena
merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya (Saefudin,2001).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Perdarahan Post Partum Primer?
2. Bagaimana diagnosa dari Perdarahan Post Partum Primer?
3. Apa yang menjadi penyebab dari Perdarahan Post Partum Primer?

1
4. Bagaimana penanganan pada Perdarahan Post Partum Primer?
5. Apa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari Perdarahan Post Partum Primer?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari Perdarahan Post Partum Primer
2. Untuk mengetahui bagaimana diagnosa dari Perdarahan Post Partum Primer
3. Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab dari Perdarahan Post Partum Primer
4. Untuk mengetahui bagaimana penanganan pada Perdarahan Post Partum Primer.
5. Untuk mengetahui apa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari Perdarahan Post Partum
Primer.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perdarahan Post Partum Primer

Perdarahan post partum adalah perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir.
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40-60%) kematian ibu melahirkan di
Indonesia. Perdarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh Atonia Uteri, Sisa Plasenta,
Retensio Plasenta, Inversio Uteri dan Laserasi Jalan lahir.

Sedangkan Perdarahan Post Partum Primer (Early Postpartum Hemorrhage atau perdarahan
pasca persalinan segera). Perdarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama dan yang
terbanyak terjadi dalam 2 jam pertama. Penyebab utama perdarahan post partum primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir (Anggraeni, 2010).

Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam
pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998).

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah
anak lahir. (Prof. dr. Ida Bagus Gede Manuaba : 1996)

2.2 Diagnosis

Jumlah perdarahan pasca persalinan yang sesungguhnya sulit ditentukan oleh karena sering
bercampur dengan cairan amnion tercecer, diserap bersama dengan kain dsb. Perdarahan
pervaginam yang profuse dapat terjadi sebelum plasenta lahir atau segera setelah ekspulsi
plasenta. Perdarahan dapat terjadi secara profus dalam waktu singkat atau sedikit diselingi
dengan kontraksi uterus.

2.3 Faktor Predisposisi


1. Keadaan umum pasien yang mempunyai gizi rendah :
a. Hamil dengan anemia
b. Hamil dengan kekurangan gizi/malnutrisi

3
2. Kelemahan dan kelelahan otot rahim
a. Grande Multipara
b. Jarak kehamilan dan persalinan kurang dari 2 tahun
c. Persalinan lama atau terlantar
d. Persalinan dengan tindakan
e. Kesalahan penanganan kala III
3. Pertolongan persalinan dengan tindakan
4. Overdistensi pada kehamilan :
a. Hidramnion
b. Gemelli
c. Berat anak yang melebihi 4000 gram.
3 Gejala Klinis
a) Atonia Uteri
Tanda dan gejala :
 Uterus tidak berkontraksi dan lembek
 Perdarahan segera setelah anak lahir
b) Laserasi Jalan Lahir
Tanda dan gejala :
 Perdarahan segera
 Darah yang segar yang mengalir segera bayi lahir
 Uterus kontraksi baik
 Plasenta baik
c) Sisa Plasenta
Tanda dan gejala :
 Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
 Perdarahan segera
d) Retensio Plasenta
Tanda dan gejala :
 Plasenta belum lahir setelah 30 menit
 Perdarahan segera
 Uterus berkontraksi baik.

4
2.4 Penyebab
1. Atonia Uteri
a. Pengertian
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta : 2002).
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan
sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan
fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya pendarahan.
Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas
menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga
lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk
menghentikan pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai
anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah
lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah
partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit
pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan
terjadinya pendarahan pasca persalinan.

b. Etiologi
1) Overdistensi uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion atau paritas tinggi.
2) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3) Multipara dengan jarak kelahiran pendek.
4) Partus lama atau partus terlantar.
5) Malnutrisi.
c. Predisposisi
1) Grandemultipara
2) Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak sangat besar (BB > 4000
gram)
3) Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)
4) Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan antepartum)
5) Partus lama (exhausted mother)
d. Manifestasi klinis

5
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif
dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri setinggi pusat atau lebih
dengan kontraksi yang lembek.
e. Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum
lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,anemia,dan
kebutuhan transfusi darah.
f. Penanganan
Penanganan atonia uteri yaitu :
1) Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU dalam 500 ml
Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan
prostaglandin.
2) Kompresi bimanual internal
Jika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu yang singkat,
perlu dilakukan kompresi bimanual pada pada uterus. Tangan kiri penolong dimasukkan ke
dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakkan pada forniks anterior vagina. Tangan
kanan diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan
dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain dibelakang uterus. Sekarang korpus uteri
terpegang dengan antara 2 tangan; tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan
sekalian menekannya terhadap tangan kiri.

Kompresi Bimanual Internal

6
2. Retensio Plasenta
a. Pengertian

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio
plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi
karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan
terjadi degerasi ganas korio karsinoma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih
lobus) tertinggal, maka uterus tidak berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah pendarahan segera,
uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang. (Prawirohardjo, 2005).

b. Jenis
Jenis-Jenis Retensio Plasenta
1) Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2) Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki
sebagian lapisan miornetrium.
3) Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki
miornetrium.
4) Plasenta Perlireta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5) Plaserita Inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh
kontriksi osteuni uteri.
c. Penanganan
Jika plasenta dan bagian-bagiannya tetap berada dalam uterus setelah bayi lahir:
1) Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengeddan. Jika bidan dapat
merasakan plasenta dalam vagina keluarkan plasenta tersebut.
2) Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan kateterisasi kandung
kemih.
3) Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit IM. Jika belum dilakukan pada
penanganan aktif kala III.

7
4) Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit, dan uterus terasa berkontraksi lakukan
penarikan tali pusat terkendali.
5) Jika penarikan tali pusat terkendali belum berhasil lakukan pengeluaran plasenta secara
manual.

3. Robekan Jalan Lahir


a. Pengertian

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca
persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan
dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan cerviks atau vagina.

Gambar. Laserasi Jalan Lahir


b. Jenis

1. Robekan serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara


berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas
menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi
perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah
berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

2. Robekan vagina

8
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat
ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada
dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.

3. Robekan perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito bregmatika.

Tingkatan robekan pada perineum:

 Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek


 Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot
diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.
 Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang dinding depan
rektum.

4. Ruptur uteri
Jenis-jenis rupture uteri yaitu meliputi:
1) Rupture uteri spontan : terjadi pada keadaan dimana terdapat rintangan pada waktu pada
waktu persalinan yaitu pada kelainan letak dan persentasi janin, panggul sempit, kelainan
panggul, tumor jalan lahir.
2) Rupture uteri traumatic : terjadi karena ada dorongan pada uterus misalnya fundus akibat
melahirkan anak pervaginam seperti ekstraksi, penggunaan cunam, manual plasenta.
3) Rupture uteri jaringan parut : terjadi karena bekas operasi sebelumnya pada uterus seperti
bekas SC.
4) Pembagian jenis menurut anatomic (rupture uteri kompilt) : dimana dinding uterus robek,
lapisan serosa (peritoneum) robek sehingga janin dapat berada dalam rongga perut dan
rupture uteri inkomplit :dinding uterus robek sedangkan lapisan serosa tetap utuh.

9
c. Gejala

His kuat dan terus menerus, rasa nyeri perut yang hebat diperut bagian bawah, nyeri
waktu ditekan, gelisah atau seperti nadi dan pernapasan cepat, cincin van Bedl setinggi.
Setelah terjadi rupture uteri dijumpai gejala syok (akral dan ekstremitas dingin, nadi
melemah, kadang hilang kesadaran), perdarahan (bisa keluar dari vagina atau dalam rongga
perut), pucat, nadi cepat dan halus, pernapasan cepat dan dangkal terkanan darah turun pada
palpasi sering bagian bawah janin teraba lngsung dibawah dinding perut dan nyeri tekan dan
dibagian bawah teraba bagian uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umumnya janin sudah
meninggal.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah :

Atonia Uteri Robekan jalan lahir


1. Kontraksi uterus lembek, lemah dan
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
membesar ( fundus uteri masih tinggi)
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah
lahir.
anak lahir
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau
uterootonika langsung uterus mengeras
pemberian uterotonika, kontraksi yang
tapi perdarahan tidak berkurang.
lemah tersebut menjadi kuat.

d. Penanganan

1. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan.


2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
3. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
4. Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator.
5. Khusus pada rutura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan
penjahitan lapis demi lapis dengan bantua busi pada rektum, sebagai berikut:

10
 Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan.
 Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa menggunakan
benang poliglikolik no.2/0(dexon/vicryl) hingga ke spingter ani. Jepit kedua spingter ani
dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama
(atau kromik 2/0) secara jelujur.Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub
mukosa dan sub kutikuler. Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2g dan metronidazol
1g per oral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau
dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.

4. Inversio Uteri
a. Pengertian
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya
masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi
diluar saat melahirkan plasenta.
Pembagian:
1) Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavumuteri namun belum
keluar dari ruang rongga rahim.
2) Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3) Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

b. Faktor – faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri


Faktor – faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1) Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2) Tarikan tali pusat yang berlebihan.
c. Pembagian inversio uteri
1) Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum
keluar dari ruang rongga rahim.
2) Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3) Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
d. Gejala klinis

11
1) Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang
banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang
terlepas dan dapat terjadi stranguasi dan nekrosis.
2) Pemeriksaan dalam :
 Bila masih inkomplit aka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
 Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
 Kavum uteri sudah tidak ada.
e. Penanganan
1) Pencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan, jangan terlalu mendorong
rahim atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam
menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tajam.
2) Bila telah terjadi maka terapinya :
a) Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1mg/kg BB (tetapi jangan lebih dari 100 mg)
IM atau IV secara perlahan.
b) Jika perdarahan berlanjut lakukan uji pembekuan darah. Kegagalan pembekuan darah
setelah 7 menit menunjukkan adanya kemungkinan koagulopati.
c) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal setelah mereposisi uterus
 Ampisilin 2 g IV ditambah metronidazol 500 mg IV
 Atau sefazolin 1 g IV ditambah metronidazol 500 mg IV
d) Jika terdapat tanda-tanda infeksi berikan antibiotika untuk metritis
e) Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan rujukan ke pusat pelayanan kesehatan.

2.5 Penatalaksanaan
1. Periksa gejala dan tanda perdarahan postpartum primer. Perdarahan dari Vagina sesudah
bayi lahir yang lebih dari 500 cc atau perdarahan seberapapun dengan gejaladan tanda-tanda
syok, dianggap sebagai perdarahan postpartum. Keadaan ini perlu segera dirujuk kerumah
sakit.
2. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban dilahirkan, lakukan masase uterus supaya
berkontraksi (selama maksimal 15 detik), untuk mengeluarkan gumpalan darah, sambil
melakukan masase fundus uteri, periksa plasenta utuh dan lengkap.

12
3. Selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir sebelum memberikan
perawatan.Gunakan sarung tangan DTT/steril untuk semua periksa dalam, dan gunakan
sarung tangan bersih kapanpun menangani benda yang terkontaminasi oleh darah dan cairan
tubuh.
4. Jika perdarahan terus terjadi dan uterus teraba berkontraksi baik :
a. Berikan 10 unit Oksitosin IM
b. Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi dengan menggunakan teknik aseptik, pasang
kateter kareT DTT/steril
c. Periksa laserasi pada perineum,vagina dan servik dengan seksama menggunakan lampu
yang terang.
d. Jika sumber perdarahan sudah diidentifikasi. Klem dan forsep arteri dan jahit laserasi
dengan menggunakan anastesi lokal (Lidokain 1%) menggunakan teknik aseptik.
5. Jika uterus mengalami atonia atau perdarahan terus terjadi :
a. Berikan 10 unit Oksitosin IM
b. Lakukan masase uterus untuk mengeluarkan gumpalan darah. Periksalagi apakah plasenta
utuh dengan teknik aseptik, menggunakan sarung tangan DTT/steril, usap vagina dan
ostium servik untuk menghilangkan jaringan plasenta atau selaput ketuban yang
tertinggal.
c. Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, gunakan teknik aseptik untuk memasang kateter
kedalam kandung kemih. (menggunakan kateter karet steril/DTT)
d. Gunakan sarung tangan DTT/steril, lakukan kompresi bimanual internal maksimal 5
menit atau hingga perdarahan bisa dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik
(mana yang terjadi lebih dahulu)
e. Anjurka keluarga untuk mulai mempersiapkan kemungkinan rujukan.
f. Jika perdarahan dapat dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik:
 Teruskan kompresi bimanual selama 1-2 menit atau lebih.
 Keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati.
 Pantau kala IV persalinan dengan seksama, termasuk sering melakukan masase uterus
untuk memeriksa atonia, mengamati perdarahan dari vagina, tekanan darah dan nadi.
g. Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit
setelah dimulainya kompresi bimanual pada uterus.

13
 Instruksikan salah satu anggota keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
 Keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati
 Jika tidak ada tanda hipertensi pada ibu, berikan metergin 0,2 mgIM
 Mulai IV Ringer Laktat 500cc + 20unit oksitosin menggunakan jarum berlubang besar
(16 atau 18 G) dengan teknik aseptik.
 Berikan 500cc pertama secepat mungkin dan teruskan dengan IV Ringer Laktat + 20
unit oksitosin yang kedua.
h. Jika uterus tetap atonia dan atau perdarahan terus berlangsung :
 Ulangi kompresi bimanual internal.
 Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan-lahan dan pantau kala IV
persalinan dengan cermat
 Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera ketempat dimana operasi bisa dilakukan.
 Dampingi ibu ketempat rujukan. Teruskan infus IV dengan kecepatan 500cc/jam
hingga ibu mendapatkan total 1,5 liter dan kemudian turunkan kecepatan hingga 125
cc/jam. 6. Jika ibu menunjukan tanda dan gejala syok, rujuk segera dan melakukan
tindakan berikut ini :
 Jika IV belum diberikan, mulai berikan dengan instruksi seperti tercantum diatas.
 Pantau dengan cermat tanda-tanda vital ibu (nadi,tekanan darah, pernafasan),
setiap 15 menit pada saat perjalan ketempat rujukan.
 Baringkan ibu dengan posisi miring agar jalan pernafasan ibu tetap terbuka dan
meminimalkan resiko aspirasi jika ibu muntah.
 Selimuti ibu, jaga ibu tetap hangat, tapi jangan membuat ibu kepanasan.
 Jika mungkin, naikkan kakinya untuk meningkatkan darah yang kembali
kejantung.
6. Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada, maka kemungkinan
terjadi rupture uteri. (syok cepat terjadi tidak sebanding dengan darah yang nampak keluar,
abdomen teraba keras, dan fundus mulai naik). Hal ini juga memerlukan rujukan segera
kerumah sakit.
7. Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil, cobalah kompresi aorta. Cara ini
dilakukan pada keadaan darurat, sementara penyebab perdarahan sedang dicari.

14
8. Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut nadi, pernafasan dan
tekanan darah.
9. Buat catatan yang seksama tentang semua penilaian, semua tindakan yang dilakukan, dan
semua pengobatan yang diberikan. Termasuk saat pencatatan.
10. Jika syok tidak dapat diperbaiki, maka segera rujuk. Keterlambatan akan berbahaya.
11. Jika perdarahan berhasil dikendalikan, ibu harus diamati dengan ketat untuk gejala dan tanda
infeksi. Berikan antibiotik jika terjadi tanda-tanda infeksi. (gunakan antibiotika berspektrum
luas, misalnya ampisilin 1 gr IM, diikuti 500 mg per oral setiap 6 jam ditambah
metronidazol 400-500 mg peroral setiap 8 jam selama 5 hari.

2.6 Komplikasi Perdarahan Post Partum Primer


1. Memudahkan terjadinya :
a. Anemia yang berkelanjutan
b. Infeksi puerperium
2. Terjadinya nekrosis hipofisis anterior
a. Menurunnya berat badan
b. Penurunan fungsi seksual
c. Turunnya metabolisme hipotensi.

15
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.K DENGAN ATONIA UTERI

Tanggal Pengkajian : Senin, 25 Juli 2013

Jam pengkajian : 14.00 WIB

Tempat Pengkajian : BPS

Pengkaji : Bidan Z

I. DATA SUBJEKTIF
Ibu mengatakan:
- Bernama Ny. K umur 38 tahun
- Telah melahirkan anak ke-5, 1 jam yang lalu. Hamil cukup bulan dan tidak pernah keguguran.
- Melahirkan secara normal, ditolong oleh bidan, jenis kelamin anak laki-laki. BB: 3100 gr, PB:
52 cm dan tidak dijahit. Ari-arinya telah keluar lengkap dan tidak ada penyulit apapun.
- Ada keluar darah berwarna merah segar secara tibaa-tiba dan banyak dari kemaluan, dan ibu
merasa lemas
- Selama kehamilan tidak pernah menderita penyakit atau komplikasi apapun, dan rutin ANC
sebanyak 7 kali selama hamil.
- Riwayat persalinan anak pertama normal, usia kehamilan cukup bulan, BB: 3000 gr, PB: 50
cm dan tidak dijahit tidak ada komplikasi atau penyakit apapun.
- Riwayat persalinan anak kedua normal, usia kehamilan cukup bulan, BB: 3200 gr, PB: 52 cm
dan tidak dijahit tidak ada komplikasi atau penyakit apapun.
- Riwayat persalinan anak ketiga normal, usia kehamilan cukup bulan, BB: 3000 gr, PB: 50 cm
dan tidak dijahit tidak ada komplikasi atau penyakit apapun.
- Riwayat persalinan anak keempat normal, usia kehamilan cukup bulan, BB: 3300 gr, PB: 52
cm dan tidak dijahit tidak ada komplikasi atau penyakit apapun.

16
- Tidak penah menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis, PMS dan penyakit menahun
seperti penyakit jantung dan hipertensi.

II. DATA OBJEKTIF


1. Pemeriksaan Umum
K/U : lemah
Kesadaran : compos mentis
TTV
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 89 kali/menit
Temp : 37,20 C
RR : 26 kali/menit

2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : bersih, tidak ada kerontokan, tidak ada pembengkakan
b. Muka : pucat, tidak ada oedema
c. Mata : konjungtiva anemis
d. Hidung : bersih, tidak ada pengeluaran
e. Telinga : bersih, tidak ada pengeluaran
f. Mulut : mukosa lembab
g. Leher : tidak ada pembesaran vena jagularis, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
h. Dada : simetris
i. Payudara : konsistensi tegang, terdapat pegeluaran kolostrum, tidak
ada bekas operasi
j. Abdomen : TFU sepusat, kontraksi uterus tidak berkontraksi
(lembek), tidak ada bekas operasi
k. Genetalia : pengeluaran darah berwarna merah segar, voleme ± 500
cc, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada robekan .
l. Ekstremitas
Ekstremitas atas : akral dingin, kuku pucat

17
Ekstermitas bawah : akral dingin, kuku pucat, tidak ada oedema, tidak ada
varices

III. ANALISA
Ny.R umur 28 tahun P1A0 kala IV dengan atonia uteri.

IV. PENATALAKSANAAN

1. Pukul 14.10 WIB : Menjelaskan kepada ibu dan keluarga mengenai (……………..)
hasil pemeriksaan, ibu dan keluarga mengerti mengenai hasil
pemeriksaan.
2. Pukul 14.12 WIB: Melakukan Informed Concent tindakan yang akan (……………..)
dilakukan, keluarga setuju dan mengerti mengenai tindakan yang akan
dilakukan.
3. Pukul 14.14 WIB: Melakukan pemasangan infus, tindakan telah (……………..)
dilakukan
4. Pukul 14.16 WIB: Melakukan kateterisasi, kateterisasi telah dilakukan (……………..)
volume urin 25 ml.
5. Pukul 14.18 WIB: Melakukan masase uterus, tindakan telah dilakukan (……………..)
6. Pukul 14.25 WIB: Membersihkan bekuan darah dari vagina, tindakan (……………..)
telah dilakukan.
7. Pukul 14.28 WIB: Melakukan Kompresi Bimanual Interna selama 5 (……………..)
menit, tindakan telah dilakukan, ibu masih perdarahan dan kontraksi
uterus belum baik.
8. Pukul 14.35 WIB: Melakukan KBI sambil memberikan ergometrin 0,2 (……………..)
mg IM, tindakan telah dilakukan
9. Pukul 14.45 WIB: Memantau kontraksi uterus, uterus berkontraksi (……………..)
dengan baik (keras) dan perdarahan berkurang.
10. Pukul 14.50 WIB: Melakukan pemantauan kala IV, uterus berkontraksi (……………..)
baik (keras).

18
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perdarahan Post Partum Primer (Early Postpartum Hemorrhage atau perdarahan pasca
persalinan segera). Perdarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama dan yang
terbanyak terjadi dalam 2 jam pertama. Penyebab utama perdarahan post partum primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, robekan jalan lahir, dan inversi uteri.

4.2 Saran
Semoga pembaca bisa memahami seluruh materi yang tertuang dalam makalah ini dan
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari serta kami berharap semoga pembaca khususnya
mahasiswi kebidanan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan di masyarakat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Abdul Bari, 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan

Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan

neonatal. Jakarta

Prawirohardjo,Sarwono. Ilmu Kebidanan. 2006. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

20

Anda mungkin juga menyukai