Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Plumbum Asetat terhadap kadar SGOT dan SGPT

Pada pemeriksaan kadar SGOT yang dilakukan pada kelompok kontrol negatif,

didapatkan kisaran hasil 143,4-195,6 U/I, sedangkan pada pemeriksaan kadar SGPT terhadap

kelompok kontrol negatif didapatkan kisaran hasil 55,1-69,8 U/I. Sedangkan, kelompok

kontrol positif didapatkan hasil kadar SGOT serum 136,3-202,1 U/I dan kadar SGPT serum

48,7-72,6 U/I. Pada perbandingan kadar SGOT dan SGPT antara kelompok kontrol negatif,

kontrol positif dan perlakuan dengan dosis bertingkat menunjukkan hasil tidak bermakna. Hal

ini dapat disebabkan efek hepatoksisitas yang ditimbulkan oleh plumbum asetat dengan dosis

30 mg/KgBB yang diinduksikan melalui oral belum tampak jika perlakuan hanya dilakukan

selama 14 hari. Pada penelitian lain, pemberian plumbum asetat dengan dosis lebih tinggi

selama 21 hari dapat meningkatkan kada SGOT dan SGPT dengan bermakna.

Timbal yang telah diabsorbsi melalui saluran pencernaan didistribusi ke dalam jaringan

melalui darah. Selain dalam darah, kadar timbal juga dapat dideteksi di beberapa jaringan lunak

dan jaringan keras. Sekitar 95% timbal akan berikatan dengan sel darah merah dengan waktu

paruh timbal dalam darah 25-30 hari. Kemudian timbal dalam darah akan menuju ke hepar

(jaringan lunak) dan memerlukan waktu paruh sekitar beberapa bulan untuk menyebabkan

hepatotoksisitas. Penelitian Mahmoud dkk, menunjukan terdapat kerusakan pada sel-sel hepar

tikus wistar yang diinduksi dengan Pb asetat dosis 20 mg/KgBB selama 2 bulan.

Hepar memiliki peranan dalam menetralisir efek toksik yang diakibatkan oleh

peningkatan zat asing yang berpotensi menjadi radikal bebas dalam tubuh. Kadar plumbum

asetat dan lama perlakuan yang diberikan kemungkinan masih dapat dikompensasi oleh sel-sel

hepar sehingga peningkatan kadar SGOT dan SGPT dalam plasma tidak terlihat secara

signifikan antar kelompok. Meskipun pada penelitian histopatologi sel hepar yang dilakukan
Agus Suprijono dkk, menunjukkan sekitar >30% sel hepar mengalami degenerasi yang

diharapkan langsung dapat meningkatkan enzim hepar dalam plasma. Tetapi sel-sel hepar yang

mengalami degenerasi akan mengalami apoptosis dan diperantarai oleh peningkatan proliferasi

dari populasi sel hepar yang sehat (regenerasi sel). Sel intra-hepatik yang membantu dalam

proses regenerasi antara lain hepatosit, sel stelata, sel punca endogen, sel Kupfer, dan enzim

proteolitik. Sedangkan ekstra-hepatik seperti hipotalamus, kelenjar hipofisis. Regenerasi dapat

terjadi melalui tiga mekanisme yang dilakukan oleh sel kompeten yang berbeda. Hiperplasia

kompensasi adalah regenerasi dengan cara proliferasi yang dilakukan oleh sel yang telah

terdiferensiasi (misalnya hepatosit). Regenerasi melalui dediferensiasi oleh sel matur

membentuk sel progenitor yang mampu membelah. Regenerasi oleh cadangan sel punca / sel

progenitor di jaringan yang mampu diaktivasi. Selain itu, hepar dapat meningkatkan kecepatan

mitosis hepatosit dan diferensiasi sel punca menjadi hepatosit atau kolangiosit. Sel punca

merupakan cell lineage utama untuk regenerasi hati.

5.2 Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing Terhadap Kadar Enzim SGOT dan SGPT

Timbal dapat menyebabkan kerusakan pada sel hepar dan menurunkan aktivitas

antioksidan yang diproduksi oleh tubuh (SOD). Daun kumis kucing memiliki manfaat dalam

tubuh karena kandungan flavonoid dan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi. Antioksidan

ini sebagai substansi yang dapat menunda, mencegah, atau menghilangkan kerusakan oksidatif

pada molekul target, contoh protein, lipida dan DNA akibat radikal bebas. Pada pemberian

ektrak daun kumis kucing dengan dosis bertingkat pada kelompok perlakuan P1 dosis 50

mg/KgBB, kelompok perlakuan P2 dosis 100mg/KgBB dan kelompok perlakuan P3 dosis 200

mg/kgBB selama 14 hari diberikan dengan disondekan 1 kali/hari, kemudian dilakukan

pengukuran kadar SGOT dan SGPT didapatkan hasil tidak bermakna antar kelompok

perlakuan. Pada kelompok P2 dengan dosis 100 mg/kgBB hasil rerata kadar SGOT sekitar
152,10±21,33 lebih rendah dibandingan dengan kelompok P1 dengan rerata hasil SGOT sekitar

170,24±41,99 dan kelompok P3 dengan rerata hasil SGOT sekitar 167,38±12,23.

Pada pengukuran kadar SGPT kelompok P1 didapatkan hasil rerata sekitar 62,42±9,99, kadar

SGPT kelompok P2 didapatkan hasil rerata sekitar 58,98±8,28 dan pada kelompok P3 dengan

hasil rerata kadar SGPT sekitar 61,10±14,65. Dari hasil ditemukan kadar SGPT serum pada

kelompok P2 lebih rendah dibanding kelompok P1 dan P3 tetapi belum menunjukkan hasil

yang signifikan antar kelompok karena pada kelompok kontrol positif didapatkan hasil kadar

SGPT serum yang tidak jauh berbeda dengan kelompok perlakuan P1,P2 dan P3.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan A. Alshawsh, pada pemberian ekstrak

daun kumis kucing dengan dosis 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB selama 30 hari menunjukkan

perbedaan yang bermakna, dimana dengan dosis 100 mg/KgBB efeknya hanya marginal. Pada

dosis 200 mg/KgBB, ekstrak secara efektif mencegah kerusakan hepar, mengurangi tingkat

biomarker fungsi hepar (SGOT dan SGPT) dan parameter antioksidan (MDA). Karena efek

senyawa flavonoid dalam kumis kucing yang lebih dominan dalam menghambat kerusakan

oleh radikal bebas.

Dimana kadar SGOT dan SGPT akan mengalami perbaikan sesuai dengan peningkatan

dosis yang diberikan ( P1 50 mg/KgBB, P2 100 mg/KgBB dan P3 200 mg/KgBB). Beberapa

faktor yang bisa menyebabkan perbedaan hasil dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu

dosis dan waktu pemberian plumbum asetat, cara pemberian ekstrak daun kumis kucing,

kompensasi dari sel hepar. Hepar yang belum mengalami kerusakan dengan pemberian

plumbum asetat dan adanya regenerasi sel- sel hepar memberikan hasil yang tidak signifikan

karena kadar SGOT dan SGPT belum terjadi meningkat. Selain itu, cara pemberian ekstrak

bisa mempengaruhi karena pada penelitian ini larutan ekstrak masih menimbulkan endapan

setelah dilarutkan dan harus dihomogenkan terlebih dahulu sebelum disondekan.


5.3 Keterbatasan Penelitian

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini terutama dalam prosedur penelitian.

Beberapa keterbatasan itu antara lain :

1. Peneliti tidak bisa mengamati selama penelitian berlangsung

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Unit IV

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, beberapa kendala yaitu jarak tempuh dan selama

perlakuan berlangsung peneliti tidak dapat mengawasi jalannya penelitian sehingga

prosedur penelitian kurang maksimal.

2. Uji kandungan ekstrak daun kumis kucing

Pada penelitian ini, uji kandungan ekstrak daun kumis kucing tidak dilakukan, sehingga

zat-zat yang terkandung dalam ekstrak pada penelitian ini tidak dapat dipastikan.

3. Rancangan penelitian post test only control group design

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian post test only control group design

karena keterbatasan sampel darah yang digunakan sehingga tidak dapat dipastikan

bahwa peningkatan kadar SGOT dan SGPT terjadi setelah diberikan perlakuan

Anda mungkin juga menyukai