Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Kesehatan
1. Pengertian perilaku
Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu
stimulus/ rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012).
Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert
behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup
merupakan respon seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain. Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon dari seseorang
dalam bentuk tindakan yang nyata sehingga dapat diamati lebih jelas dan
mudah (Fitriani, 2011).
2. Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang berkaitan
dengan masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, pola hidup,
maupun lingkungan sekitar yang mempengaruhi (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012),
perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :
a. Perilaku hidup sehat (healthy life style)
Merupakan perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk
meningkatkan kesehatan dengan gaya hidup sehat yang meliputi
makan menu seimbang, olahraga yang teratur, tidak merokok, istirahat
cukup, menjaga perilaku yang positif bagi kesehatan.
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya respon terhadap
suatu penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit
serta upaya pengobatannya.

9
10

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)


Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup
upaya untuk menyembuhkan penyakitnya.
3. Determinan perilaku kesehatan
a. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors)
Faktor-faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah
terjadinya suatu perilaku. Yang termasuk faktor predisposisi yaitu
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan
lain-lain.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang merupakan
sarana dan prasarana untuk berlangsungnya suatu perilaku. Yang
merupakan faktor pemungkin misalnya lingkungan fisik dan
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan setempat.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor penguat adalah faktor yang memperkuat terjadinya suatu
perilaku. Yang merupakan faktor pendorong dalam hal ini adalah
sikap dan perilaku petugas kesehatan maupun petugas yang lain dalam
upaya mempromosikan perilaku kesehatan.
4. Domain perilaku
Berdasarkan dari teori Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga yaitu
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik (practice)
(Notoatmodjo, 2012).
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil dari suatu proses pembelajaran
seseorang terhadap sesuatu baik itu yang didengar maupun yang dilihat
(Fitriani, 2011).
11

1) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif :


a) Tahu (know)
Tahu berarti seseorang tersebut dapat mengingat kembali
materi yang pernah dipelajari sebelumnya dengan cara
menyebutkan, menguraikan,dan sebagainya.
b) Memahami (comprehension)
Memahami yaitu mampu untuk dapat menjelaskan sesuatu
yang telah dipelajari sebelumnya dengan jelas serta dapat
membuat suatu kesimpulan dari suatu materi.
c) Aplikasi (application)
Aplikasi berarti seseorang mampu untuk dapat menerapkan
materi yang telah dipelajari ke dalam sebuah tindakan yang
nyata.
d) Analisis (analysis)
Analisis merupakan tahap dimana seseorang telah dapat
menjabarkan masing-masing materi, tetapi masih memiliki
kaitan satu sama lain. Dalam menganalisis, seseorang bisa
membedakan atau mengelompokkan materi berdasarkan
kriteria yang sudah ditentukan.
e) Sintesis (synthetis)
Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam membuat temuan
ilmu yang baru berdasarkan ilmu lama yang sudah dipelajari
sebelumnya.
f) Evaluasi (evaluation)
Tingkatan pengetahuan yang paling tinggi adalah evaluasi. Dari
hasil pembelajaran yang sudah dilakukan, seseorang dapat
mengevaluasi seberapa efektifnya pembelajaran yang sudah ia
lakukan. Dari hasil evaluasi ini dapat dinilai dan dijadikan
acuan untuk meningkatkan strategi pembelajaran baru yang
lebih efektif lagi.
12

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Faktor-faktor pengetahuan menurut Wawan & Dewi (2011)
dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal :
a) Faktor internal
(1) Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang
terhadap pola hidup terutama dalam motivasi sikap.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin
mudah untuk penerimaan informasi.
(2) Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003)
pekerjaan merupakan suatu cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Pekerjaan
dilakukan untuk menunjang kehidupan pribadi maupun
keluarga. Bekerja dianggap kegiatan yang menyita waktu.
(3) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari
dilahirkan sampai berulang tahun (Elisabeth BH, dikutip
dari Nursalam, 2003). Menurut Hurlock (1998), semakin
cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir.
b) Faktor eksternal
(1) Faktor lingkungan
Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan
dan perilaku individu maupun kelompok. Jika lingkungan
mendukung ke arah positif, maka individu maupun
kelompok akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan
sekitar tidak kondusif, maka individu maupun kelompok
tersebut akan berperilaku kurang baik.
13

(2) Sosial budaya


Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga
mempengaruhi sikap dalam penerimaan informasi.
3) Kriteria tingkat pengetahuan
Penilaian pengetahuan menurut Arikunto (2006) dikutip dari
Wawan & Dewi (2011) diinterpretasikan dengan skala yang
bersifat kualitatif, yaitu :
a) Baik : dengan presentase 76%-100%
b) Cukup : dengan presentase 56%-75%
c) Kurang : dengan presentase <56%
b. Sikap (Attitude)
Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus
disebut sikap. Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi
masih berupa persepsi dan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap
stimulus yang ada di sekitarnya. Sikap dapat diukur secara langsung
dan tidak langsung. Pengukuran sikap merupakan pendapat yang
diungkapkan oleh responden terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).
Secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang
dipelajari), komponen perilaku (berpengaruh terhadap respon sesuai
atau tidak sesuai), dan komponen emosi (menimbulkan respon-respon
yang konsisten) (Wawan & Dewi, 2011). Berikut akan disajikan
skema terbentuknya sikap dan reaksi.

Stimulus Proses Stimulus Reaksi


Rangsangan Tingkah laku
(terbuka)

Sikap (tertutup)

Skema 2.1 Proses terbentuknya sikap dan reaksi


14

1) Tingkatan sikap menurut Fitriani, 2011 :


a) Menerima (receiving) : seseorang mau dan memperhatikan
rangsangan yang diberikan.
b) Merespons (responding) : memberi jawaban apabila ditanya,
menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai tanda seseorang
menerima ide tersebut.
c) Menghargai (valuing) : tingkatan selanjutnya dari sikap adalah
menghargai. Menghargai berarti seseorang dapat menerima ide
dari orang lain yang mungkin saja berbeda dengan idenya
sendiri, kemudian dari dua ide yang berbeda tersebut
didiskusikan bersama antara kedua orang yang mengajukan ide
tersebut.
d) Bertanggung jawab (responsible) : mampu
mempertanggungjawabkan sesuatu yang telah dipilih
merupakan tingkatan sikap yang tertinggi.
2) Fungsi sikap menurut Wawan & Dewi, 2011 :
a) Fungsi instrumental atau fungsi manfaat atau fungsi
penyesuaian
Disebut fungsi manfaat karena sikap dapat membantu
mengetahui sejauh mana manfaat objek sikap dalam
pencapaian tujuan. Dengan sikap yang diambil oleh seseorang,
orang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungan sekitar, disini sikap berfungsi untuk penyesuaian.
b) Fungsi pertahanan ego
Sikap tertentu diambil seseorang ketika keadaan dirinya atau
egonya merasa terancam. Seseorang mengambil sikap tertentu
untuk mempertahankan egonya.
c) Fungsi ekspresi nilai
Pengambilan sikap tertentu terhadap nilai tertentu akan
menunjukkan sistem nilai yang ada pada diri individu yang
bersangkutan.
15

d) Fungsi pengetahuan
Jika seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek,
itu berarti menunjukkan orang tersebut mempunyai
pengetahuan terhadap objek sikap yang bersangkutan.
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Wawan & Dewi
(2011) adalah :
a) Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat agar
dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan sikap yang baik.
Sikap akan lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi
yang terjadi melibatkan faktor emosional.
b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu cenderung mempunyai sikap yang searah dengan
orang yang dianggapnya penting karena dimotivasi oleh
keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang
dianggapnya penting tersebut.
c) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu
masyarakat asuhannya sehingga kebudayaan yang dianut
menjadi salah satu faktor penentu pembentukan sikap
seseorang.
d) Media massa
Media massa yang harusnya disampaikan secara objektif
cenderung dipengaruhi oleh sikap penulis sehingga
berpengaruh juga terhadap sikap konsumennya.
e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga
agama sangat menentukan system kepercayaan sehingga
konsep ini akan ikut mempengaruhi pembentukan sikap.
16

f) Faktor emosional
Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi sebagai
bentuk pertahanan egonya.
4) Cara pengukuran sikap
a) Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)
Teknik ini disusun oleh Thurstone yang didasarkan
pada asumsi nilai skala yang berasal dari rating para penilai
tidak dipengaruhi oleh sikap penilai terhadap isu. Metode ini
menempatkan sikap seseorang pada rentangan kontinum dari
yang sangat unfavorable sampai yang sangat favorable
terhadap suatu objek sikap. Caranya yaitu dengan memberikan
orang tersebut beberapa item sikap yang telah ditentukan
derajat favorabilitasnya. Pembuat skala perlu membuat sampel
pernyataan sikap sekitar 100 buah atau lebih, kemudian
pernyataan-pernyataan tersebut diberikan kepada beberapa
orang penilai untuk menentukan derajat favorabilitasnya.
Rentang favorabilitas dari 1 sampai 11. Median dari penilaian
antar penilai terhadap item ini dijadikan sebagai nilai skala
masing-masing item. Pembuat skala menyusun item dari skala
terendah sampai tertinggi, kemudian memilih item untuk
kuesioner skala sikap yang sesungguhnya dan selanjutnya
diberikan kepada responden untuk menunjukkan seberapa
besar kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada masing-masing
item (Wawan & Dewi, 2011).
b) Skala Likert (Method of Summateds Ratings)
Item dalam skala Likert dibagi menjadi kelompok
favorable dan unfavorable. Untuk item favorable, jawaban
sangat setuju nilainya 5, sedangkan jawaban sangat tidak setuju
nilainya 1. Item unfavorabel, nilai untuk jawaban sangat setuju
adalah 1, sedangkan jawaban untuk sangat tidak setuju diberi
17

nilai 5. Skala Likert disusun dan diberi skor sesuai dengan


skala interval sama (Riyanto, 2011).
c) Skala Guttman
Pengukuran dengan menggunakan skala Guttman hanya
akan ada dua jawaban, yaitu “ya-tidak”, “benar-salah”,
“pernah-tidak pernah”, “setuju-tidak setuju”, dan lain-lain.
Skala Guttman digunakan apabila ingin mendapatkan jawaban
yang tegas tentang permasalahan yang dipertanyakan.
Penilaian pada skala Guttman untuk jawaban setuju diberi skor
1 dan jika tidak setuju diberi skor 0 (Sugiyono, 2009).
Sikap dikatakan positif (mendukung) bila hasil mean
lebih besar daripada rata-rata, sedangkan dikatakan negatif
(tidak mendukung) bila hasil mean lebih rendah daripada rata-
rata.
c. Praktik (Practice)
Praktik merupakan tindakan nyata dari adanya suatu respon
(Notoatmodjo, 2012). Sikap dapat terwujud dalam tindakan nyata
apabila tersedia fasilitas atau sarana dan prasarana. Tanpa adanya
fasilitas, suatu sikap tidak dapat terwujud dalam tindakan nyata
(Notoatmodjo, 2005).
1) Tingkatan dalam praktik :
a) Respons terpimpin (guided responses)
Merupakan suatu tindakan yang dilakukan sesuai dengan
urutan yang benar. Seseorang mampu melakukan suatu
tindakan dengan sistematis, dari awal hingga akhir.
b) Mekanisme (mechanism)
Seseorang yang dapat melakukan tindakan secara benar
urutannya, makan akan menjadi kebiasaan baginya untuk
melakukan tindakan yang sama.
18

c) Adopsi (adoption)
Suatu tindakan yang sudah berkembang atau termodifikasi
dengan baik disebut adopsi.
2) Cara menilai praktik
Cara menilai praktik dapat dilakukan melalui check list dan
kuesioner. Check list berisi daftar variabel yang akan dikumpulkan
datanya. Peneliti dapat memberikan tanda ya atau tidak sesuai
dengan tindakan yang dilakukan sesuai dengan prosedur. Selain
menggunakan check list, penilaian praktik juga dapat dilakukan
dengan kuesioner. Kuesioner berisi beberapa pertanyaan mengenai
praktik yang terkait dan responden diberikan pilihan “ya” atau
“tidak” untuk menjawabnya (Arikunto, 2010).
3) Kategori penilaian praktik menurut Arikunto (2006) dalam Wawan
& Dewi (2011) :
a) Baik : presentase 76%-100%
b) Cukup : presentase 56%-75%
c) Kurang : presentase <56%

B. Perawatan Kuku
1. Struktur Kuku
Kuku adalah sel epidermis kulit-kulit yang telah berubah tertanam
dalam palung kuku menurut garis lekukan pada kulit. Palung kuku
merupakan bagian yang mendapat persarafan dan pembuluh darah paling
banyak. Bagian proksimal terletak dalam lipatan kulit merupakan awal
kuku tumbuh, badan kuku, bagian yang tidak ditutupi kulit dengan kuat
terikat dalam palung kulit dan bagian atas merupakan bagian yang bebas.
Kuku terdiri dari 3 bagian, yaitu ujung kuku atas ujung batas, badan kuku
yang merupakan bagian yang besar, dan akar kuku (radik) (Syaifuddin,
2007).
19

Kuku terdiri dari beberapa bagian yaitu :


a. Matrik kuku : pembentuk jaringan kuku yang baru.
b. Dinding kuku : merupakan lipatan kulit yang menutupi bagian pinggir
dan atas.
c. Dasar kuku : bagian kulit yang ditutupi kuku.
d. Alur kuku : celah di antara dinding dan dasar kuku.
e. Akar kuku : merupakan bagian proksimal kuku.
f. Lempeng kuku : bagian tengah kuku yang dikelilingi oleh dinding
kuku.
g. Lunula : bagian lempeng kuku yang berwarna putih di dekat akar kuku
dan berbentuk bulan sabit.
h. Eponikium : dinding kuku bagian proksimal dan kulit arinya menutupi
bagian permukaan lempeng kuku.
i. Hiponikium : merupakan dasar kuku, kulit ari di bawah kuku yang
bebas.
(Isro’in & Andarmoyo, 2012)
2. Fungsi Kuku
a. Membantu jari-jari untuk memegang
b. Melindungi ujung jari yang lembut dan penuh urat saraf
c. Memberi sensitifitas daya sentuh
(Wikipedia, 2013)
3. Permasalahan pada kuku
a. Kuku yang tumbuh ke dalam : kuku yang masuk ke dalam bisa
diakibatkan karena pemotongan kuku yang tidak tepat sehingga masuk
ke dalam jaringan yang halus di sekitar kuku.
b. Kuku tanduk ram : kuku tanduk ram adalah kuku yang meliuk panjang.
(Perry & Potter, 2005)
4. Definisi perawatan kuku
Perawatan kuku merupakan sebuah cara untuk merawat kuku dengan baik
dengan cara memotong setiap kuku yang panjang dan kotor agar terlihat
lebih rapi (Perry & Potter, 2005).
20

5. Tujuan perawatan kuku


a. Menimbulkan rasa nyaman dan bersih.
b. Terhindar dari kecacingan karena kuku tangan dan kaki yang kotor
menjadi media tertularnya cacing ascaris lumbricoides.
c. Dengan adanya perawatan kuku, klien akan dapat memahami dan
melakukan metode perawatan kuku dengan benar.
(Perry & Potter, 2005)
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik hygiene kuku
Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik hygiene seseorang menurut
Perry & Potter (2005) :
a. Citra tubuh
Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Orang
yang tidak terlalu memperhatikan hygiennya perlu diberikan suatu
penyuluhan untuk dapat meningkatkan hygiene.
b. Praktik sosial
Kelompok-kelompok sosial dapat mempengaruhi praktik hygiene
seseorang. Lingkungan dalam rumah juga dapat mempengaruhi
praktik hygiene, seperti jumlah orang di rumah dan kebiasaan orang-
orang di rumah.
c. Status sosio-ekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang dapat mempengaruhi jenis dan
tingkat praktik hygiene yang digunakan. Kebiasaan sosial seseorang
dalam penyediaan produk-produk kebersihan yang menunjang
kebersihan mereka sehari-hari disesuaikan dengan status sosial
ekonomi masing-masing.
d. Pengetahuan
Praktik hygiene seseorang juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan
yang dimiliki. Informasi tentang hygiene sangat membantu seseorang
dalam meningkatkan hygiennya.
21

e. Variabel kebudayaan
Kebudayaan yang dianut merupakan salah satu faktor yang juga
mempengaruhi pola personal hygiene. Kebudayaan yang dianut
masing-masing orang berbeda-beda sehingga penerapan praktik
hygiene mereka juga berbeda-beda.
f. Pilihan pribadi
Pilihan tiap-tiap orang untuk praktik hygiennya berbeda-beda.
Penampilan mereka sehari-hari juga menjadi berbeda karena pilihan
waktu yang berbedaa juga untuk mandi, merawat kuku, atau praktik
personal hygiene yang lain.
g. Kondisi fisik
Kondisi fisik sangat penting ketika seseorang melakukan perawatan
dirinya secara mandiri. Kondisi fisik seseorang yang lemah dapat
menurunkan tingkat hygiennya secara mandiri.
7. Dampak dari kuku kotor
a. Kecacingan
Penyakit kecacingan merupakan penyakit yang sering terjadi pada
anak-anak. Penyebabnya antara lain cacing kremi (Oxyuriasis
vermicularis) dan cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Salah satu
penyebab terjadinya infeksi kecacingan adalah kuku yang tidak terawat
dan kotor (Siswanto, 2010).
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 mendapatkan hasil
bahwa kebersihan kuku mempunyai hubungan yang erat dengan
kejadian kecacingan pada siswa SD. Siswa yang kukunya panjang dan
kotor beresiko lebih besar untuk terkena kecacingan (Fitri, dkk, 2012).
Penelitian lain menunjukkan bahwa 10,7% dari 56 siswa terinfeksi
kecacingan dengan hasil 7,1% siswa mempunyai higiene yang kurang
baik (Texanto & Hendratno, 2008). Penelitian lain didapatkan hasil
bahwa cacingan dapat disebabkan dari 56,90% kebersihan kuku
(Andaruni, dkk, 2012).
22

b. Diare
Diare adalah penyakit pencernaan yang ditandai dengan buang air
besar cairan atau mencret dan pada anak frekuensinya 3 kali lebih
dalam sehari. Alur penularan diare melalui 6F, yaitu faeces (kotoran
manusia), fluids (cairan), fields (tanah), flies (serangga/lalat), fingers
(jari), dan foods (makanan). Salah satu faktor dari alur penularan diare
adalah jari. Jari dengan kuku yang panjang akan menjadi tempat
bersarangnya kuman.
Apabila kuku kotor ditambah dengan kebiasaan tidak mencuci
tangan ketika akan makan, maka potensi untuk terjadinya diare lebih
besar (Siswanto, 2010).
8. Langkah-langkah perawatan kuku
Langkah-langkah perawatan kuku menurut Perry & Potter (2005) :
a. Mempersiapkan peralatan
Sebelum memulai perawatan kuku, siapkan dulu alat yang akan
digunakan. Alat yang akan digunakan adalah baskom yang berisi air
hangat atau air kran, gunting kuku, dan kikir kuku.
b. Merendam kuku dalam air hangat atau air kran
Perawatan pada kuku dapat dilakukan dengan memotong kuku jari
tangan dan kaki dengan rapi, sebelumnya kuku direndam dulu dalam
air hangat atau air kran untuk melunakkan kuku sehingga kuku lebih
mudah untuk dipotong. Gunakan gunting kuku untuk memotong kuku
pada jari tangan dan jari kaki.

Gambar 2.1 gunting kuku


c. Pemotongan kuku tangan disesuaikan bentuk jari
Pemotongan kuku jari tangan, pemotongan disesuaikan dengan bentuk
jari pada tangan.
23

Gambar 2.2 cara memotong kuku pada jari tangan


d. Pemotongan kuku kaki dipotong lurus/ datar
Pemotongan kuku pada jari kaki dipotong lurus.

Gambar 2.3 cara memotong kuku pada jari kaki


e. Mengikir kuku
Setelah dipotong, usahakan untuk mengikir bagian pinggir kuku agar
kuku terlihat lebih rapi dan halus sehingga tidak merobek bagian
pinggir kuku dan pembentukan ujung kuku yang tajam yang
mengiritasi pinggir kuku. Pengikiran kuku juga mencegah kuku terlalu
dekat dengan dasar kuku. Dalam memotong kuku diperlukan juga
kehati-hatian supaya tidak terluka dan menimbulkan infeksi.

Gambar 2.4 cara mengikir kuku


24

C. Penyuluhan Kesehatan
1. Pengertian
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan pada masyarakat sehingga
masyarakat sadar, tahu, mengerti, dan bisa melakukan sutau imbauan yang
berhubugan dengan kesehatan (Azwar, 1983 dalam Ali, 2010).
Penyuluhan kesehatan masyarakat adalah suatu proses perubahan
perilaku pada manusia menjadi lebih baik sehingga mampu dan
bertanggung jawab untuk mengatasi permasalahan kesehatannya sendiri
maupun masyarakat sekitar (Direktorat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat, 1976 dikutip oleh Fitriani, 2011).
2. Ruang lingkup
Ruang lingkup penyuluhan kesehatan menurut Mubarak, dkk (2007)
dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu :
a. Dimensi sasaran
1) Penyuluhan kesehatan individual dengan sasaran individu.
2) Penyuluhan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok
masyarakat tertentu.
3) Penyuluhan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
b. Dimensi tempat pelaksanaan
1) Penyuluhan kesehatan di Rumah Sakit dengan sasaran pasien dan
keluarga.
2) Penyuluhan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.
3) Penyuluhan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan
sasaran masyarakat atau pekerja.
c. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
1) Penyuluhan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion),
misal peningkatan status gizi, perbaikan pola hidup, dan lain-lain.
2) Penyuluhan kesehatan untuk perlindungan khusus (Spesific
Protection), upaya-upaya khusus yang dilakukan untuk
25

mendapatkan perlindungan spesifik, misalnya pemberian imunisasi


pada anak-anak.
3) Penyuluhan kesehatan untuk diagnosa dini dan pengobatan segera
(Early Diagnosis and Prompt Treatment), misalnya pemberian
penyuluhan terhadap penyakit TB paru untuk mengetahui gejala
dini serta pengobatan awal pada penderita.
4) Penyuluhan kesehatan untuk pembatasan cacat (Disability
Limitation), misal dengan pengobatan yang layak untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada penderita kusta.
5) Penyuluhan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation), misal
pemulihan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.
3. Tujuan Penyuluhan kesehatan
Tujuan penyuluhan kesehatan menurut Ali (2010) :
a. Tujuan umum
Tujuan dari pemberian penyuluhan kesehatan kepada masyarakat yaitu
untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan
kemampuan masyarakat agar menciptakan hidup sehat dan masyarakat
juga berperan aktif dalam upaya kesehatan.
b. Tujuan khusus
1) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di mata
masyarakat.
2) Membantu individu baik secara individu atau kelompok untuk
mengadakan kegiatan positif yang dapat meningkatkan kesehatan.
3) Mendorong pengembangan dan pemanfaatan fasilitas pelayanan
kesehatan dengan optimal.
4) Tercipta suasana kondusif dimana individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat untuk mengubah sikap dan tingkah lakunya dalam
meningkatkan kesehatan.
26

4. Prinsip-prinsip penyuluhan kesehatan (Ali, 2010)


a. Penyuluhan kesehatan tidak hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan
kumpulan pengalaman yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan
sasaran penyuluhan.
b. Pemberian penyuluhan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan
kepada orang lain karena nantinya sasaran pendidikan itu sendiri yang
mampu mengubah perilaku kesehatannya sendiri.
c. Pendidik harus membuat strategi agar individu, keluarga, kelompok,
maupun masyarakat dapat mengubah perilaku kesehatannya sendiri
tanpa adanya tekanan dari pihak lain.
d. Apabila individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang berperan
sebagai sasaran penyuluhan dapat mengubah perilaku kesehatannya
sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, maka pemberian
penyuluhan kesehatan dapat dikatakan berhasil.
5. Peran perawat dalam penyuluhan kesehatan (Ali, 2010)
a. Sebagai pelaksana pelayanan keperawatan
1) Melakukan kerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya
dalam perencanaan program penyuluhan kesehatan masyarakat.
2) Memberi penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat sesuai dengan rencana.
3) Bekerja sama dengan anggota tim kesehatan yang lain untuk
mengevaluasi hasil dari pelaksanaan penyuluhan kesehatan.
b. Sebagai pengelola
1) Membimbing tenaga keperawatan yang lain dan kader kesehatan
mengenai perencanaan, pelaksanaan, serta penilaian upaya
penyuluhan kesehatan.
2) Membantu dalam administrasi klien.
3) Mempunyai tanggung jawab untuk pemeliharaan alat-alat rumah
tangga tangga, perawatan, dan medik.
4) Memelihara hubungan kerja sama yang baik dengan petugas
kesehatan lain.
27

5) Memberi masukan-masukan dalam pelaksanaan evaluasi kinerja


petugas dalam bidangnya.
6) Memotivasi petugas kesehatan untuk meningkatkan kinerjanya.
c. Sebagai pendidik
1) Memberikan pendidikan, bimbingan dan pelatihan kepada tenaga
keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya sehinggan pengetahuan
dan keterampilan mereka bertambah.
2) Memberi pendidikan, bimbingan dan pelatihan kepada kader-
kader kesehatan, kader posyandu, dan lain-lain.
3) Memberi pendidikan, bimbingan dan pelatihan kepada klien dan
keluarga.
d. Sebagai peneliti
1) Menyusun rencana penelitian kesehatan tertentu dalam hal
penyuluhan kesehatan.
2) Melaksanakan kegiatan penelitian sesuai dengan rencana yang
telah disusun sebelumnya.
3) Mengevaluasi hasil penelitian yang telah dilakukan dan menyusun
rencana tindak lanjut.
6. Tahapan kegiatan penyuluhan kesehatan
Tahapan penyuluhan kesehatan menurut Susilo (2011) :
a. Tahap sensitisasi
Tahapan sensitisasi digunakan untuk memberikan informasi mengenai
masalah kesehatan kepada masyarakat, tetapi tidak memberikan
penjelasan tentang pengetahuan dan belum ditujukan untuk mengubah
perilaku kesehatan masyarakat.
b. Tahap publisitas
Merupakan tahap lanjutan dari sensitisasi. Kegiatannya berupa
penjelasan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan yang bersumber
dari Departemen Kesehatan.
28

c. Tahap edukasi
Tahap edukasi merupakan tahapan dimana masyarakat diberikan
pengetahuan tentang kesehatan dengan tujuan meningkatkan
pengetahuan mereka serta mengubah perilaku kesehatan mereka untuk
menjadi lebih baik.
d. Tahap motivasi
Setelah dilakukan tahap edukasi, penyuluhan kesehatan dilanjutkan
dengan tahap motivasi. Pada tahapan ini, setelah diberikan edukasi,
masyarakat benar-benar diberikan dorongan positif untuk dapat
mengubah perilakunya sesuai dengan yang dianjurkan kesehatan.

Penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa pemberian penyuluhan


efektif untuk meningkatkan keterampilan. Penelitian ini dilaksanakan
selama 10 hari dimana tahap yang pertama adalah pre test, kemudian
pemberian penyuluhan, dan 3 hari setelah pemberian penyuluhan
dilakukan post test (Sulastyawati, 2007).
7. Metode penyuluhan kesehatan
Metode penyuluhan menurut Notoatmodjo (2012) dibagi menjadi dua :
a. Metode penyuluhan individual (perorangan)
1) Bimbingan dan penyuluhan : ada kontak yang intensif antara klien
dengan petugas dimana klien dapat menceritakan permasalahannya
untuk kemudian dibantu penyelesaiannya. Klien kemudian dengan
penuh pengertian akan mengubah perilaku tersebut.
2) Wawancara : merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
dimana pada metode ini petugas dapat menggali informasi yang
sedalam-dalamnya mengenai masalah yang sedang dialami klien.
b. Metode penyuluhan kelompok
1) Kelompok besar
a) Ceramah : merupakan metode yang cocok untuk sasaran yang
mempunyai pendidikan tinggi maupun rendah. Metode
ceramah yang digunakan cenderung interaktif, yaitu
29

melibatkan partisipasi aktif dari peserta. Media pendukung


yang digunakan dapat berupa handsout (fotokopian materi),
bahan presentasi yang ditayangkan dengan LCD, dan lain-lain.
b) Seminar : metode ini cocok untuk sasaran kelompok besar
yang berpendidikan menengah ke atas. Seminar merupakan
suatu presentasi yang dilakukan oleh satu atau beberapa ahli
tentang suatu topik yang sedang dianggap hangat di
masyarakat.
2) Kelompok kecil
a) Diskusi kelompok : metode ini dilakukan dengan cara
pimpinan disukusi memberikan pengarahan dan mengatur
jalannya diskusi sehingga diskusi berjalan dengan baik dan
tidak ada dominasi dari salah satu peserta. Masing-masing
kelompok mempunyai kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat.
b) Curah pendapat (brain storming) : curah pendapat adalah suatu
modifikasi diskusi kelompok yang dilakukan dengan cara
memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan
tanggapan dan tanggapan tersebut ditampung dan ditulis di
papan tulis. Setelah semuanya mengeluarkan pendapat, baru
terjadilah sebuah diskusi. Tujuan dari curah pendapat adalah
untuk membuat kumpulan pendapat, informasi, serta
pengalaman yang sama maupun berbeda, kemudian hasil
tersebut dijadikan sebagai pembelajaran bersama.
c) Bola salju (snow balling) : setiap orang dibagi menjadi
pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) dan diberikan satu
pertanyaan, kemudian tiap 2 pasang bergabung menjadi satu,
selanjutnya mereka bergabung lagi dengan pasangan lain,
begitu seterusnya hingga akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
d) Kelompok kecil-kecil (buzz group) : kelompok langsung dibagi
menjadi kelompok-kelompok kecil dan diberikan
30

permasalahan. Hasil diskusi dari masing-masing kelompok


kemudian akan dicari kesimpulannya.
e) Memainkan peranan (role play) : bermain peran merupakan
metode yang digunakan dengan cara memainkan peran-peran
tertentu. Masing-masing anggota kelompok mempunyai satu
peranan dan memainkannya sesuai kejadian sehari-hari.
8. Media penyuluhan kesehatan
Media penyuluhan dibagi menjadi tiga jenis (Fitriani, 2011) :
a. Media cetak
1) Booklet : suatu media untuk menyampaikan pesan kesehatan dalam
bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
2) Leaflet : media penyampaian informasi kesehatan melalui
lembaran yang dilipat. Leaflet bisa dalam bentuk kalimat dan
gambar.
3) Selebaran : media pesan seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk
lipatan.
4) Flip chart (lembar balik) : suatu media penyampain pesan
kesehatan dalam bentuk lembar balik. Tiap halaman berisi gambar
peragaan dan dibaliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan.
5) Poster : merupakan bentuk media cetak yang berisi informasi
kesehatan yang biasanya ditempel di tembok-tembok atau tempat
umum.
b. Media elektronik
1) Televisi : penyampaian informasi kesehatan melalui televisi dapat
dalam bentuk forum diskusi atau Tanya jawab masalah kesehatan,
pidato, kuis, dan lain-lain.
2) Radio : penyampaian informasi kesehatan melalui radio dapat
berbentuk tanya jawab, radio spot, dan lain-lain.
3) Video : penyampaian dalam bentuk video dapat berupa slide
maupun film strip.
31

c. Media papan (billboard)


Billboard yang dipasang di tempat umum juga dapat digunakan untuk
menyampaikan informasi-informasi kesehatan.
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyuluhan kesehatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyuluhan kesehatan
menurut Fitriani (2011) yaitu:
a. Faktor penyuluh
1) Kurangnya persiapan dari penyuluh
2) Penyuluh kurang menguasai materi yang akan dipaparkan
3) Penampilan dari penyuluh kurang meyakinkan peserta penyuluhan
4) Bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran
karena terlalu banyak menggunakan istilah asing
5) Intonasi kurang jelas
6) Cara penyampaian materi monoton, sehingga peserta penyuluhan
merasa jenuh
b. Faktor sasaran
1) Tingkat pendidikan terlalu rendah
2) Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah
3) Kepercayaan dan adat istiadat yang dianut
4) Kondisi lingkungan setempat
c. Faktor proses dalam penyuluhan
1) Waktu penyuluhan tidak sesuai dengan waktu yang diinginkan
peserta
2) Tempat penyuluhan tidak disesuaikan dengan kondisi dan jumlah
peserta
3) Jumlah peserta terlalu banyak atau terlalu sedikit
4) Alat peraga dalam memberikan penyuluhan kurang
5) Metode yang digunakan kurang sesuai
32

D. Kerangka Teori
Mengacu kepada tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, kerangka teori
dalam penelitian ini digambarkan pada skema berikut :

Faktor
Predisposisi

- Pengetahuan
Perilaku - Sikap
- Praktik
- Kepercayaan
- Keyakinan
- Nilai

Pengetahuan Sikap Praktik Faktor


Pendukung

- Lingkungan
fisik
- Ketersediaan
sarana dan
- Pengalaman Ketersediaan prasarana
Faktor Faktor pribadi sarana /fasilitas
Internal Eksternal - Pengaruh prasarana kesehatan
orang lain
- Pendidi - Lingku- yang
-kan ngan dianggap
- Umur - Sosial penting Faktor Penguat
budaya - Pengaruh
kebudayaan - Sikap dan
- Media perilaku
massa petugas
- Lembaga kesehatan
pendidikan - Sikap dan
agama perilaku
- Faktor tokoh
emosional masyarakat

Perilaku Perawatan
Kesehatan Kuku

Skema : 2.2 kerangka teori

Modifikasi dari Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007) dan Wawan
& Dewi (2011)
33

E. Kerangka Konsep

Variabel Terikat Variabel Bebas Variabel Terikat

(Sebelum Intervensi) (Intervensi) (Sesudah Intervensi)

Pengetahuan Pengetahuan
perawatan kuku perawatan kuku

Penyuluhan Sikap tentang


Sikap tentang Kesehatan
perawatan kuku perawatan kuku

Variabel Perancu :
- Pengalaman pribadi Praktik perawatan
Praktik
- Pengaruh orang lain kuku
perawatan kuku yang dianggap
penting
- Media massa
- Faktor emosional

Skema : 2.3 kerangka konsep

F. Variabel Penelitian
Variabel suatu hal dalam bentuk apa saja yang telah ditetapkan peneliti
untuk dipelajari sehingga peneliti dapat memperoleh informasi yang kemudian
akan ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2009). Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini ada dua variabel yaitu variabel independen (bebas), variabel
dependen (terikat), dan variabel perancu.
Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah penyuluhan
kesehatan. Variabel dependennya (terikat) ada tiga yaitu pengetahuan dalam
perawatan kuku, sikap serta praktik perawatan kuku yang dilakukan oleh
responden setelah diberikan penyuluhan kesehatan. Variabel perancu dalam
penelitian ini mencakup pengalaman pribadi responden, pengaruh dari orang
34

lain yang dianggap penting, pengaruh paparan media massa, serta faktor
emosional dari responden.
Pengalaman pribadi responden, pengaruh dari orang lain yang dianggap
penting, dan pengaruh paparan media massa merupakan variabel perancu yang
tidak dapat dikendalikan, sedangkan untuk faktor emosional masih dapat
dikendalikan.

G. Hipotesis
1. Ada perbedaan pengetahuan tentang perawatan kuku sebelum dan sesudah
dilakukan penyuluhan kesehatan.
2. Ada perbedaan sikap tentang perawatan kuku sebelum dan sesudah
dilakukan penyuluhan kesehatan.
3. Ada perbedaan praktik perawatan kuku sebelum dan sesudah dilakukan
penyuluhan kesehatan.
4. Ada perbedaan pengetahuan tentang perawatan kuku antara kelompok
kontrol dengan kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan
penyuluhan kesehatan.
5. Ada perbedaan sikap tentang perawatan kuku antara kelompok kontrol
dengan kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan
kesehatan.
6. Ada perbedaan praktik perawatan kuku antara kelompok kontrol dengan
kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai