Pembimbing :
dr. Raden Setiyadi, Sp.A
Disusun Oleh :
Annisa Noor Amalina
030.13.022
Penyusun:
Annisa Noor Amalina
030.13.022
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal
Periode 15 Juli – 21 September 2019
Asuransi BPJS
No. RM 769956
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada
tanggal 14 Agustus 2019 pukul 12.00 WIB, di Kamar C7 Puspa Nidra RSU Kardinah.
Keluhan Utama
Kejang sejak 1 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki bersusia 4 tahun 5 bulan datang ke IGD RSU Kardinah Tegal pada
hari Rabu, 14 Agustus 2019 diantar oleh keluarganya dengan keluhan kejang dengan
durasi 3 menit. Pada hari itu, terjadi kejang sebanyak 1 kali pada pukul 00.30 pada pagi
hari. Kejang dimulai dengan mata mendelik keatas, kemudian kedua tangan kaku
dengan siku tertekuk ke arah dada, lidah tidak tergigit karena ibu pasien memberikan
kain. Sehabis kejang pasien menangis.
Keluhan lain yang dirasakan ialah terdapat demam sejak 1 hari SMRS. Demam
telah dialami pasien sebelum terjadi kejang dimana demam naik turun. Turun bila
diberikan obat oleh ibu pasien. Keluhan lainn yang dialami ialah disertai batuk
berdahak sejak 1 minggu SMRS. Mual dan muntah dirasakan 1 kali SMRS yang
mengeluarkan air dan makanan. Nafsu makan pasien sedikit menurun. BAK dalam
batas normal. BAB dalam batas normal.
Riwayat Makanan
a) Sejak usia 0 hingga 1 tahun
Umur
ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Tim Nasi Tim
(bulan)
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
b) Food Recall
BCG 1 bulan - - - -
CAMPAK - - - 9 bulan -
Kesan : Pasien sudah dilakukan imunisasi dasar BCG, DTP, Polio, Hepatitis B
dan Hib.
Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. R Ny. N
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 29 tahun 25 tahun
Pendidikan terakhir S1 SMA
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Silsilah Keluarga
Keterangan :
Ayah
Ibu
Pasien
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2019, pukul 12.30 WIB, di
Kamar C7 Puspa Nidra RSU Kardinah Tegal.
I. Keadaan Umum
Compos Menits, Tampak sakit sedang
II. Tanda Vital
Tekanan darah : Tidak dilakukan
Nadi : 110 x/menit, reguler, isi cukup
Laju nafas : 28 x/menit
Suhu : 38,3oC diukur pada axilla
SpO2 : 97%
I. Data Antropometri
Berat badan sekarang : 20 kg
Panjang badan sekarang : 105 cm
Lingkar kepala sekarang : 50 cm
I. Status Internus
i. Kepala: Normosefali, lingkar kepala 50 cm
ii. Rambut : hitam, tampak terdistribusi merata, tipis, tidak mudah dicabut
iii. Wajah : simetris, tidak tampak kelainan dismorfik
iv. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
v. Hidung : bentuk normal, simetris, sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-)
vi. Telinga : normotia, discharge (-/-)
vii. Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-)
viii. Leher : Kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak
membesar, simetris
ix. Toraks : dinding toraks normotoraks dan simetris
o Paru:
• Inspeksi : pergerakan dinding toraks kiri - kanan simetris, sternum dan
iga dalam batas normal. Retraksi subcostal (-) tidak ada hemithorax
yang tertinggal
• Palpasi : simetris, tidak ada yang tertinggal
• Perkusi : tidak dilakukan
• Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)
o Jantung:
• Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
• Palpasi: iktus kordis teraba di ICS IV linea axillaris anterior sinistra
• Perkusi: tidak dilakukan pemeriksaan
• Auskultasi: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
x. Abdomen:
• Inspeksi: datar, simetris, eritema (-), spider navy (-)
• Auskultasi: bising usus (+)
• Palpasi: supel, distensi (-), hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat
organomegali, turgor kembali < 2 detik, asites (-)
• Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran abdomen
xi. Genitalia : jenis kelamin laki-laki, tidak ditemukan kelainan
xii. Anorektal : tidak ditemukan kelainan
xiii. Ekstremitas: Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Brudzinski I -
Brudzinski II -
D. Pemeriksaan Penunjang
i. Laboratorium (Rabu, 14 Agustus jam 01.44 WIB)
CBC + DIFF
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 10.9 g/dL 10.7 – 14.7
Lekosit 11.5 103/µL 4.5 – 13.5
Hematokrit 33.4() % 34 - 40
Trombosit 327 103/µL 150 - 521
Eritrosit 5.0 106/µL 3.8 – 5.8
RDW 15.2 () % 11.5 – 14.5
MCV 66.7 U 63 - 93
MCH 21.8 () Pcg 22 - 34
MCHC 32.6 g/dL 32 – 36
Netrofil 76.7() % 50 – 70
Limfosit 15.8 () % 25 – 40
Monosit 6.2 % 2–8
Eosinofil 1 () % 2–4
Basofil 0.2 % 0–1
E. Pemeriksaan Khusus
i) Data Antropometri
o Anak laki-laki usia 4 tahun 5 bulan
o Berat badan sekarang : 20 kg
o Panjang badan sekarang : 105 cm
o Lingkar kepala sekarang : 50 cm
ii) Pemeriksaan Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)
Kesan : Normocephali
Ambang Skor : 0 sd +2
Kesan : Gizi Baik
Weight-for-length/height BOYS
Birth to 5 years (z-scores)
34 34
32 32
30 3 30
28 28
2
26 26
24
1 24
22 0 22
20 -1 20
Weight (kg)
18
-2 18
-3
16 16
14 14
12 12
10 10
8 8
6 6
4 4
2 2
Length/height (cm)
WHO Child Growth Standards
A. Resume
Pasien laki-laki bersusia 4 tahun 5 bulan datang ke IGD RSU Kardinah Tegal pada
hari Rabu, 14 Agustus 2019 diantar oleh keluarganya dengan keluhan kejang dengan
durasi 3 menit. Pada hari itu, terjadi kejang sebanyak 1 kali pada pukul 00.30 pada pagi
hari. Kejang dimulai dengan mata mendelik keatas, kemudian kedua tangan kaku
dengan siku tertekuk ke arah dada, lidah tidak tergigit karena ibu pasien memberikan
kain. Sehabis kejang pasien menangis.
Keluhan lain yang dirasakan ialah terdapat demam sejak 1 hari SMRS. Demam
telah dialami pasien sebelum terjadi kejang dimana demam naik turun. Turun bila
diberikan obat oleh ibu pasien. Keluhan lainn yang dialami ialah disertai batuk
berdahak sejak 1 minggu SMRS. Mual dan muntah dirasakan 1 kali SMRS yang
mengeluarkan air dan makanan. Nafsu makan pasien sedikit menurun. BAK dalam
batas normal. BAB dalam batas normal.
Pemeriksaan fisik pasien keadaan umum tampak lemah. Heart rate 110 x/menit,
respiratory rate 28 x/menit, suhu 38.30C. Lingkar kepala 50 cm. Pada pemeriksaan
thorax, saat dilakukan auskutasi paru ditemukan rhonki pada kedua hemithorax. Pada
pemeriksaan khusus untuk ukuran kepala yang dinilai menggunakan kurva Nellhaus
didapatkan hasil normosefali. Status gizi yang dinilai dengan kurva WHO Z Score
untuk berat badan sesuai usia nya gizi baik, untuk panjang badan sesuai usia nya
perawakan normal dan untuk berat badan per tinggi badan nya gizi baik.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hematokrit (Hematokrit: 33.4%),
Peningkatan netrofil (Netrofil : 76.7%), penurunan limfosit (limfosit : 15.8%), dan
penurunan eosinophil (Eosinofil: 1%).
B. Daftar Masalah
i) Subjektif
a) Kejang
o Terjadi 1 kali dengan durasi 3 menit
o Diawali dengan mata mendelik lalu kelojotan seluruh tubuh dimulai dari
kedua tangan dan kedua kaki
b) Demam 1 hari
c) Batuk
d) Penurunan nafsu makan
ii) Objektif
a) Rhonki pada kedua hemithorax
b) Netrofilia 76.7%
C. Diagnosis Banding
- Infeksi
Ekstrakranial
o Kejang Demam Simpleks
o Kejang Demam Kompleks
Intrakranial
Kejang o Mengitis
o Meningoensefalitis
Metabolik
o Gangguan Elektrolit
- Perdarahan Intrakranial
- SOL (Space Occupying Lesion)
- Infeksi Bakterial
Demam
- Infeksi Virus
- ISPA
Batuk - Bronchitis
- Bronchopneumonia
D. Diagnosis Kerja
- Kejang Demam Simpleks
- ISPA
E. Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
- Rawat inap untuk monitor keadaan umum
- Awasi kesadaran, keadaan umum dan tanda vital
- Edukasi menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, pengobatan,
dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi
- Mencari factor pencetus dan menghindarinya
- Memberikan asupan gizi yang sesuai
b. Medikamentosa
o IVFD Ringer Lactate 20 tetes per menit
o Inj. Cefotaxime 3 x 500mg (AB h+2)
o Inj. Paracetamol 250 mg / 4-6 jam
o Inj. Dexametason 3 x 2,5mg
o Inj Ranitidin 3x25mg
o PO Diazepam 3 x 4 mg pulv
o PO Ambroxol syr 3 x 1 cth
F. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
G. Follow Up
1) Tanggal 14 Agustus 2019 [IGD Puspa Nidra]
HP : 1 Hari BB : 20 kg
S Demam (+) hari ke 1 , kejang (-), batuk (+), pilek (-), sesak (-),
mual (+), muntah (+) 1 kali, nafsu makan menurun, BAK dan
2)
BAB normal.
Keadaan Umum : sesak, tampak lemah, tampak kurus
HR : 108 x/menit SpO2 : 97%
RR : 28 x/menit T : 38,3˚C
Status Generalis
Kepala: Normosefali
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
O Hidung : Nafas Cuping Hidung (-)
Thorax: Retraksi (-), SNV (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-), BJ 1-2
reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, bising usus (+), distensi (-), turgor baik, tidak
teraba adanya organomegali
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik.
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik
A Kejang Demam Simpleks
o IVFD Ringer Lactate 20 tetes per menit
P o PO Paracetamol syr 3x½ tab
o Stesolid Supp 10mg (bila kejang)
Tanggal 14 Agustus 2019 [Puspanidra]
HP : 1 Hari BB : 20 kg
S Demam () , kejang (-), batuk kering (), pilek (+), sesak (-),
mual (-), muntah (-), nafsu makan masih sedikit, BAK dan BAB
normal.
Keadaan Umum : compos mentis, tampak kurus
HR : 100x/menit SpO2 : 98%
RR : 24 x/menit T : 37,0˚C
Status Generalis
Kepala: Normosefali
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
O Hidung : Nafas Cuping Hidung (-)
Thorax: Retraksi sternal minimal (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-),
BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, bising usus (+), distensi (-), turgor baik, tidak
teraba adanya organomegali
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik.
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik
Kejang Demam Simpleks
A
ISPA
o IVFD Ringer Lactate 20 tetes per menit
o Inj. Cefotaxime 3 x 500mg (AB h+3)
o Inj. Paracetamol 250 mg / 4-6 jam
P o Inj. Dexametason 3 x 2,5mg
o Inj Ranitidin 3x25mg
o PO Diazepam 3 x 4 mg pulv
o PO Ambroxol syr 3 x 1 cth
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.1
Menurut ILAE, anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam yang terjadi pada
bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun megalami kejang didahului demam, kemungkinan
lain yaitu infeksi SSP, atau epilepsi yang terjadi bersama demam. 4 Dari beberapa penelitian
dijumpai 2-5% anak di bawah usia 5 tahun mengalami kejang, baik kejang pertama maupun
ulangan yang didahului kenaikan suhu tubuh.
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu (1) Imaturitas otak dan
termoregulator, (2) Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat, dan (3) predisposisi genetik:
> 7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan). Etiologi kejang sendiri untuk anak dapat
disebabkan oleh:
Faktor resiko kejang demam pertama adalah demam, pada keadaan demam, kenaikan
suhu 10c akan menyebabkan metabolism basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen
meningkat 20%. Kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun natrium melalui membrane tadi mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel lainnya dengan bantuan neurotransmitter sehingga terjadi kejang. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah faktor riwayat kejang demam dan epilepsi pada orang tua atau
saudara kandung.7
2.3 Epidemiologi
Prevalensi kejang demam sekitar 2– 5% pada anak balita. Umumnya terjadi pada anak
umur 6 bulan sampai 5 tahun. Ada beberapa faktor yang ikut mempengaruhi, diantaranya;
usia, jenis kelamin, riwayat kejang dan epilepsy dalam keluarga, dan normal tidaknya
perkembangan neurologi. Menurut Nadirah (2011), di antara semua usia, bayi yang paling
rentan terkena step atau kejang demam berulang. Risiko tertinggi pada umur di bawah 2
tahun, yaitu sebanyak 50% ketika kejang demam pertama. Sedang bila kejang pertama terjadi
pada umur lebih dari 2 tahun maka risiko berulangnya kejang sekitar 28%. Selain itu, dari
jenis kelamin juga turut mempengaruhi. Meskipun beberapa penelitian melaporkan bahwa
anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam dibanding anak perempuan, namun
risiko berulangnya kejang demam tidak berbeda menurut jenis kelamin. Riwayat kejang
dalam keluarga merupakan risiko tertinggi yang mempengaruhi berulangnya kejang demam,
yaitu sekitar 50-100%, dan anak-anak yang mengalami keterlambatan perkembangan
neurologi meningkatkan risiko terjadinya kejang demam berulang.8
Angka kejadian kejang demam di Asia dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80% - 90%
dari seluruh kejang demam sederhana. Hasil rekam medis Rumah sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta tahun 2008 -2010, terdapat 86 pasien dengan kejang 41 (47,7%)
pasien diantaranya mengalami kejang berulang Kejadian kejang demam di Indonesia
disebutkan terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan 30%
diantaranya akan mengalami kejang demam berulang. Di Indonesia khususnya didaerah
tegal, jawa tengah tercatat 6 balita meninggal akibat serangan kejang demam, dari 62
kasus penderita kejang demam keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan
pada anak normal hanya 3%.8
2.4 Klasifikasi
ILAE (1993) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
2.5 Patofisiologi
Sistem imunitas tubuh dan sistem saraf perifer serta sentral selalu berkomunikasi
melalui perantara dan sinyal molekul yang dikeluarkan, seperti sitokin, neuropeptida,
neurohormon dan neurotransmiter. Kejang didefinisikan sebagai tampaknya tanda dan gejala
yang memicu aktivitas saraf pusat, melalui blood-brain barrier, membatasi aliran sel-sel
yang diaktifkan dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan dari sistem perifer menuju
parenkim otak. Kejang tidak hanya menginduksi ekspresi sitokin di dalam otak, tetapi juga
di perifer. Bukti terbaru menunjukkan bahwa molekul pro-inflamasi dan anti- inflamasi
disintesis selama aktivitas epileptik pada sel-sel glial di daerah sistem saraf pusat dimana
kejang dimulai dan menyebar. Molekul-molekul ini dikeluarkan dan berinteraksi dengan
reseptor spesifik pada neuron. Karena berbagai sitokin telah ditunjukkan mempengaruhi
eksitabilitas neuron, hal ini menyebabkan hipotesis bahwa sitokin mungkin berperan dalam
mengubah transmisi sinaptik dalam kondisi epileptik. Studi ini menunjukkan bahwa
molekul pro-inflamasi dan anti-inflamasi lainnya yang dihasilkan dalam sistem saraf pusat
mungkin berperan dalam patofisiologi kejang (6). Aktivasi jaringan sitokin pro-inflamasi
dan anti-inflamasi tampaknya berperan dalam kejang demam (7). Menurut Haberlandt
pasien kejang demam mengalami peningkatan konsentrasi TNF-α plasma secara signifikan
dibandingkan pasien dengan demam saja.9
2.6 Diagnosis
Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain dapat
disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala, ketidakseimbangan
elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari beberapa diagnosis banding tersebut,
meningitis merupakan penyebab kejang yang lebih mendapat perhatian. Angka kejadian
meningitis pada kejang yang disertai demam yaitu 2-5%.
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan yang dilakukan
ialah darah perifer, elektrolit dan gula darah.11
• Pungsi lumbal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian. antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan
gejala meningitis.4
Pada kejang didahului demam apabila umur < 12 bulan: Harus dilakukan pungsi
lumbal, karena gajala meningitis mungkin sulit dinilai. Umur 12 – 18 bulan : Bila ragu-
ragu mengenai ada tidaknya meningitis dianjurkan pungsi lumbal. Umur > 18 bulan :
Tidak di anjurkan kecuali ada gejala meningitis.10
• Elektroensefalografi
Indikasi pemeriksaan EEG: Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam,
kecuali apabila bangkitan bersifat fokal.
Keterangan: EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus
kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.4
• Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak
dengan kejang demam sederhana (level of evidence 2, derajat rekomendasi B).
Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal
yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.4
2.8 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritme tatalaksana kejang. Saat ini
lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada saat demam berupa :
1. Antipiretik
- Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali atau
ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
2. Anti kejang
- Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam rektal dosis 0,5
mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh > 38,5 0 Terdapat efek samping berupa ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.10
- Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan cirri sebagai
berikut (salah satu):
Kejang fokal
Obat untuk pengobatan jangka panjang : fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2
dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis) Pemberian obat ini
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (Level I). Pengobatan diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. 10
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80% , sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang 10 –
15%. Kemungkinan berulangnya kejang paling besar pada tahun pertama. Menurut
Ellenberg dan Nelson KB faktor risiko terjadinya epilepsy dikemudian hari adalah :
• Perkembangan saraf terganggu
• Kejang demam kompleks
• Riwayat epilepsi dalam keluarga
• Lamanya demam
Masing – masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsy sampai
4 – 6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsy menjadi 10 – 49%. Kemungkinan menjadi epilepsy tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yunita VE. Afdal, Syarif I. Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya
Kejang Demam Berulang pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Anak RS. DR. M.
Djamil Padang Periode Januari 2010 – Desember 2012. Jurnal kesehatan andalas.
2016;5(3):705-9
2. Kakalang JP. Masloman N, Manoppo J. Profil kejang demam di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2014 – Juni
2016. Jurnal e-clinic.2016;4(2)
3. Wardhani AK. Kejang demam sederhana pada anak usia satu tahun. Jurnal medula.
2013;1(1):57-64
4. Ismael S, Pusponegoro H, Widodo DP. Mangunatmaja I. Handryastuti S.
Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. IDAI.2016:1-14
5. Kania N. Kejang Pada anak. Klinik Penanganan Kejang Pada Anak di AMC Hospital
Bandung. 2007
6. Aswin A. Muhyi A. Hasanah N. Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Kejang
Demam pada Anak yang Disebabkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut: Studi Kasus
Kontrol. Sari pediatric. 2019;20(5):270-5
7. Ruslie RH, Darmadi. Diagnosis dan tatalaksana terkini kejang demam. Jurnal kedokt
meditek. 2012;18(47):26-32
8. Arifuddin A. Analisis faktor risiko kejadian kejang demam di ruang Perawatan anak
rsu anutapura palu. Jurnal kesehatan Tadaluko.2016;2(2):61-72
9. Nurindah D. Muid M.Retoprawiro S. Hubungan antara Kadar Tumor Necrosis
Factor-Alpha (TNF-α) Plasma dengan Kejang Demam Sederhana pada Anak. Jurnal
kedokteran brawijaya. 2014;28(2):115-120.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter anak
Indonesia Jilid 1. 2010
11. Ismet. Kejang Demam.Jurnal kesehatan melayu.2017:41-44
12. Scheffer, I.E., Sadleir, L.G., (2007), Febrile Seizures, BMJ;334;307-311.
13. Srinivasan, J., Wallace, K.A., Scheffer, I.E., (2005), Febrile Seizures, Australian
Family Physician, Vol. 34, No. 12: 1021-1025
14. Ismael S, Pusponegoro H, Widodo DP. Mangunatmaja I. Handryastuti S.
Rekomendasi penatalaksanaan status epileptikus. IDAI.2016:3-6.