Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN KEJANG DEMAM


SIMPLEKS

Pembimbing :
dr. Raden Setiyadi, Sp.A

Disusun Oleh :
Annisa Noor Amalina
030.13.022

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH
PERIODE 15 JULI – 21 SEPTEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PENGESAHAN

Presentasi laporan kasus dengan judul


“SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN KEJANG DEMAM
SIMPLEKS”

Penyusun:
Annisa Noor Amalina
030.13.022

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal
Periode 15 Juli – 21 September 2019

Tegal, Agustus 2019

dr. Raden Setiyadi, Sp.A


STATUS PASIEN LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH KOTA TEGAL

Nama : Annisa Noor Amalina Pembimbing : dr. Raden Setiyadi, Sp.A

NIM : 030.13.022 Tanda tangan :

A. Identitas Pasien dan Orang Tua atau Wali


DATA PASIEN AYAH IBU
Nama An. A Tn. R Ny. N

Umur 4 Tahun 5 bulan 39 tahun 35 tahun


Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Kalijambe RT 02 RW 02 Tegal
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - S1 SMA

Pekerjaan - Guru Ibu Rumah Tangga

Penghasilan Rp. 2.000.000;

Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi BPJS
No. RM 769956

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada
tanggal 14 Agustus 2019 pukul 12.00 WIB, di Kamar C7 Puspa Nidra RSU Kardinah.

Keluhan Utama
Kejang sejak 1 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien laki-laki bersusia 4 tahun 5 bulan datang ke IGD RSU Kardinah Tegal pada
hari Rabu, 14 Agustus 2019 diantar oleh keluarganya dengan keluhan kejang dengan
durasi 3 menit. Pada hari itu, terjadi kejang sebanyak 1 kali pada pukul 00.30 pada pagi
hari. Kejang dimulai dengan mata mendelik keatas, kemudian kedua tangan kaku
dengan siku tertekuk ke arah dada, lidah tidak tergigit karena ibu pasien memberikan
kain. Sehabis kejang pasien menangis.
Keluhan lain yang dirasakan ialah terdapat demam sejak 1 hari SMRS. Demam
telah dialami pasien sebelum terjadi kejang dimana demam naik turun. Turun bila
diberikan obat oleh ibu pasien. Keluhan lainn yang dialami ialah disertai batuk
berdahak sejak 1 minggu SMRS. Mual dan muntah dirasakan 1 kali SMRS yang
mengeluarkan air dan makanan. Nafsu makan pasien sedikit menurun. BAK dalam
batas normal. BAB dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami riwayat kejang demam sebelumnya. Pasien tidak
memiliki riwayat asma serta alergi obat maupun makanan. Pasien tidak memiliki
riwayat operasi.

Riwayat Penyakit Keluarga


Orang Tua pasien mengaku kakak pasien pernah mengalami kejang saat usia 2
tahun. Serta bapak dari pasien mengaku saat masih berusia 1 tahun pernah 1 kali
mengalami kejang. Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit jantung bawaan
ataupun asma. Riwayat penyakit batuk-batuk lama atau pengobatan flek paru juga
disangkal. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus pada orang tua juga disangkal.

Riwayat Lingkungan Rumah


Pasien tinggal dirumah orang tua pasien (rumah sendiri). Rumah tersebut
berukuran ± 10 x 8 m2, memiliki 2 kamar tidur dengan 1 kamar mandi, ruang tamu,
dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok, memiliki 4 jendela dan
2 pintu keluar. Di rumah tersebut pasien tinggal berenam bersama kedua orang tua
pasien, satu kakak pasien dan nenek pasien. Rumah rutin dibersihkan setiap hari dari
mulai disapu dan dipel. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak
dinyalakan pada siang hari. Jika jendela dibuka maka udara dalam rumah tidak pengap.
Air limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan di depan rumah. Jarak septic tank
dengan wc ± 15 meter.
Kesan : Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi cukup baik, ventilasi dan
pencahayaan baik.

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien berprofesi sebagai guru dengan penghasilan ±Rp 2.000.000,- per
bulan. Ibu pasien berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga. Penghasilan tersebut
menanggung hidup 5 orang, kedua orang tua pasien, kakak kandung dan pasien sendiri
dan nenek pasien.

Kesan: Riwayat sosial ekonomi kurang.

Riwayat Kehamilan, Pemeriksaan Prenatal dan Kelahiran


Anemia (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-),
Morbiditas kehamilan penyakit jantung (-), penyakit paru (-),
merokok (-), infeksi (-), minum alkohol (-)
Selama kehamilan pasien menjalani ANC 9
kali di bidan, riwayat imunisasi Tetanus
Kehamilan
Toxoid 2 kali usia kehamilan 4 bulan dan 7
Perawatan antenatal bulan, pernah melakukan USG 2 kali. Pasien
tidak mengkonsumsi obat selama hamil, tidak
mengkonsumsi jamu selama hamil, tidak
merokok dan mengkonsumsi alkohol
Kelahiran Tempat persalinan RSUD Soeselo
Penolong persalinan Dokter Spesialis Kandungan dan Bidan
Cara persalinan Pervaginam
Masa gestasi 40 Minggu
Keadaan bayi Berat lahir : 3300 gram
Panjang lahir : 48 cm
Lingkar kepala : orang tua pasien lupa
Lingkar dada : orang tua pasien lupa
Air ketuban : orang tua tidak tahu
Keadaan lahir : langsung menangis, tidak
pucat dan tidak biru
Nilai APGAR: orang tua lupa
Kelainan bawaan: sebelumnya tidak diketahui
Kesan : Riwayat morbiditas atau penyulit kehamilan tidak ada, perawatan
antenatal cukup baik, neonates aterm, lahir pervaginam , bayi dalam
keadaan bugar.

Corak Reproduksi Ibu


Ibu dengan P2A0. Pasien merupakan anak kedua.

No Tahun Lahir Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan


(Usia) Kelamin mati (sebab) Kesehatan
1. 2012 L + - - - Sehat
2. 2015 L + - - - Pasien

Riwayat Keluarga Berencana


Ibu pasien mengaku sedang memakai KB spiral.

Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan setelah kelahiran dilakukan di Posyandu dan Puskesmas setempat
selama sebulan sekali dan dinyatakan anak dalam keadaan sehat.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


a) Pertumbuhan
 Berat badan lahir : 3300 gram
 Panjang badan lahir : 48 cm
 Berat badan sekarang : 20 kg
 Panjang badan sekarang : 105 cm
b) Perkembangan :
 Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
 Motorik Kasar
o Tengkurap : 5 bulan
o Duduk tanpa bantuan : 7 bulan
o Berdiri : 10 bulan
o Berjalan : 12 bulan
o Mengucapkan kata : 15 bulan

Riwayat Makanan
a) Sejak usia 0 hingga 1 tahun
Umur
ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Tim Nasi Tim
(bulan)

0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -

6-8 ASI - Bubur Tim -

8 – 10 ASI - Bubur Tim -

10 - 12 ASI - Bubur Tim Nasi Tim

b) Food Recall

Jenis makanan Frekuensi Jumlah

Nasi/pengganti 3 kali/hari 1 centong nasi

Sayur 1 kali/hari (sedikit) 1 mangkok kecil

Ayam 2 kali/minggu 1 potong

Telur 1 kali/hari 1 butir

Ikan 4 kali/minggu 1 potong

Tahu 3 kali/ minggu 1 potong

Tempe 3 kali/minggu 1 potong

Susu 1 kali/hari 1 gelas


Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar & Ulangan

BCG 1 bulan - - - -

DTP/ DT - 2 bulan 3 bulan 4 bulan 18 bulan

POLIO 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 18 bulan

CAMPAK - - - 9 bulan -

HEPATITIS B Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan -

Hib - 2 bulan 3 bulan 4 bulan -

Kesan : Pasien sudah dilakukan imunisasi dasar BCG, DTP, Polio, Hepatitis B
dan Hib.

Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. R Ny. N
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 29 tahun 25 tahun
Pendidikan terakhir S1 SMA
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -

Riwayat Kebiasaan Keluarga


Pada anggota keluarga ada memiliki kebiasaan merokok, yaitu ayah pasien.

Silsilah Keluarga
Keterangan :

Ayah

Ibu

Pasien

o Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara


o Ayah pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara
o Ibu pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2019, pukul 12.30 WIB, di
Kamar C7 Puspa Nidra RSU Kardinah Tegal.

I. Keadaan Umum
Compos Menits, Tampak sakit sedang
II. Tanda Vital
 Tekanan darah : Tidak dilakukan
 Nadi : 110 x/menit, reguler, isi cukup
 Laju nafas : 28 x/menit
 Suhu : 38,3oC diukur pada axilla
 SpO2 : 97%

I. Data Antropometri
 Berat badan sekarang : 20 kg
 Panjang badan sekarang : 105 cm
 Lingkar kepala sekarang : 50 cm

I. Status Internus
i. Kepala: Normosefali, lingkar kepala 50 cm
ii. Rambut : hitam, tampak terdistribusi merata, tipis, tidak mudah dicabut
iii. Wajah : simetris, tidak tampak kelainan dismorfik
iv. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
v. Hidung : bentuk normal, simetris, sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-)
vi. Telinga : normotia, discharge (-/-)
vii. Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-)
viii. Leher : Kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak
membesar, simetris
ix. Toraks : dinding toraks normotoraks dan simetris

o Paru:
• Inspeksi : pergerakan dinding toraks kiri - kanan simetris, sternum dan
iga dalam batas normal. Retraksi subcostal (-) tidak ada hemithorax
yang tertinggal
• Palpasi : simetris, tidak ada yang tertinggal
• Perkusi : tidak dilakukan
• Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)
o Jantung:
• Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
• Palpasi: iktus kordis teraba di ICS IV linea axillaris anterior sinistra
• Perkusi: tidak dilakukan pemeriksaan
• Auskultasi: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
x. Abdomen:
• Inspeksi: datar, simetris, eritema (-), spider navy (-)
• Auskultasi: bising usus (+)
• Palpasi: supel, distensi (-), hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat
organomegali, turgor kembali < 2 detik, asites (-)
• Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran abdomen
xi. Genitalia : jenis kelamin laki-laki, tidak ditemukan kelainan
xii. Anorektal : tidak ditemukan kelainan
xiii. Ekstremitas: Keempat ekstremitas lengkap, simetris

Pemeriksaan Superior Inferior


Akral Hangat +/+ +/+
Akral Sianosis -/- -/-
CRT < 2” < 2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotoni Normotoni
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi

xiv. Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan Superior Inferior


Refleks Fisiologis Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Bisep + +
Trisep + +
Patella + +
Achilles + +
Refleks Patologis Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Babinski - -
Oppenheim - -
Klonus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk -

Brudzinski I -

Brudzinski II -

D. Pemeriksaan Penunjang
i. Laboratorium (Rabu, 14 Agustus jam 01.44 WIB)
CBC + DIFF
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 10.9 g/dL 10.7 – 14.7
Lekosit 11.5 103/µL 4.5 – 13.5
Hematokrit 33.4() % 34 - 40
Trombosit 327 103/µL 150 - 521
Eritrosit 5.0 106/µL 3.8 – 5.8
RDW 15.2 () % 11.5 – 14.5
MCV 66.7 U 63 - 93
MCH 21.8 () Pcg 22 - 34
MCHC 32.6 g/dL 32 – 36
Netrofil 76.7() % 50 – 70
Limfosit 15.8 () % 25 – 40
Monosit 6.2 % 2–8
Eosinofil 1 () % 2–4
Basofil 0.2 % 0–1

E. Pemeriksaan Khusus
i) Data Antropometri
o Anak laki-laki usia 4 tahun 5 bulan
o Berat badan sekarang : 20 kg
o Panjang badan sekarang : 105 cm
o Lingkar kepala sekarang : 50 cm
ii) Pemeriksaan Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)

Kesan : Normocephali

iii) Pemeriksaan Status Gizi (Kurva WHO)


a) Berat badan per umur

Ambang Skor : 0 sd +2
Kesan : Gizi Baik

b) Panjang badan per umur

Ambang Skor : -2 sampai dengan +2


Kesan : Normal
c) Berat badan menurut panjang badan
Ambang Skor : +2 SD
Kesan : Gizi Baik

Weight-for-length/height BOYS
Birth to 5 years (z-scores)

34 34

32 32

30 3 30

28 28
2
26 26

24
1 24

22 0 22

20 -1 20
Weight (kg)

18
-2 18
-3
16 16

14 14

12 12

10 10

8 8

6 6

4 4

2 2

45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120

Length/height (cm)
WHO Child Growth Standards

A. Resume
Pasien laki-laki bersusia 4 tahun 5 bulan datang ke IGD RSU Kardinah Tegal pada
hari Rabu, 14 Agustus 2019 diantar oleh keluarganya dengan keluhan kejang dengan
durasi 3 menit. Pada hari itu, terjadi kejang sebanyak 1 kali pada pukul 00.30 pada pagi
hari. Kejang dimulai dengan mata mendelik keatas, kemudian kedua tangan kaku
dengan siku tertekuk ke arah dada, lidah tidak tergigit karena ibu pasien memberikan
kain. Sehabis kejang pasien menangis.
Keluhan lain yang dirasakan ialah terdapat demam sejak 1 hari SMRS. Demam
telah dialami pasien sebelum terjadi kejang dimana demam naik turun. Turun bila
diberikan obat oleh ibu pasien. Keluhan lainn yang dialami ialah disertai batuk
berdahak sejak 1 minggu SMRS. Mual dan muntah dirasakan 1 kali SMRS yang
mengeluarkan air dan makanan. Nafsu makan pasien sedikit menurun. BAK dalam
batas normal. BAB dalam batas normal.
Pemeriksaan fisik pasien keadaan umum tampak lemah. Heart rate 110 x/menit,
respiratory rate 28 x/menit, suhu 38.30C. Lingkar kepala 50 cm. Pada pemeriksaan
thorax, saat dilakukan auskutasi paru ditemukan rhonki pada kedua hemithorax. Pada
pemeriksaan khusus untuk ukuran kepala yang dinilai menggunakan kurva Nellhaus
didapatkan hasil normosefali. Status gizi yang dinilai dengan kurva WHO Z Score
untuk berat badan sesuai usia nya gizi baik, untuk panjang badan sesuai usia nya
perawakan normal dan untuk berat badan per tinggi badan nya gizi baik.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hematokrit (Hematokrit: 33.4%),
Peningkatan netrofil (Netrofil : 76.7%), penurunan limfosit (limfosit : 15.8%), dan
penurunan eosinophil (Eosinofil: 1%).

B. Daftar Masalah
i) Subjektif
a) Kejang
o Terjadi 1 kali dengan durasi 3 menit
o Diawali dengan mata mendelik lalu kelojotan seluruh tubuh dimulai dari
kedua tangan dan kedua kaki
b) Demam 1 hari
c) Batuk
d) Penurunan nafsu makan
ii) Objektif
a) Rhonki pada kedua hemithorax
b) Netrofilia 76.7%

C. Diagnosis Banding
- Infeksi
 Ekstrakranial
o Kejang Demam Simpleks
o Kejang Demam Kompleks
 Intrakranial
Kejang o Mengitis
o Meningoensefalitis
 Metabolik
o Gangguan Elektrolit
- Perdarahan Intrakranial
- SOL (Space Occupying Lesion)
- Infeksi Bakterial
Demam
- Infeksi Virus
- ISPA
Batuk - Bronchitis
- Bronchopneumonia

D. Diagnosis Kerja
- Kejang Demam Simpleks
- ISPA

E. Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
- Rawat inap untuk monitor keadaan umum
- Awasi kesadaran, keadaan umum dan tanda vital
- Edukasi menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, pengobatan,
dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi
- Mencari factor pencetus dan menghindarinya
- Memberikan asupan gizi yang sesuai

b. Medikamentosa
o IVFD Ringer Lactate 20 tetes per menit
o Inj. Cefotaxime 3 x 500mg (AB h+2)
o Inj. Paracetamol 250 mg / 4-6 jam
o Inj. Dexametason 3 x 2,5mg
o Inj Ranitidin 3x25mg
o PO Diazepam 3 x 4 mg pulv
o PO Ambroxol syr 3 x 1 cth
F. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

G. Follow Up
1) Tanggal 14 Agustus 2019 [IGD  Puspa Nidra]
HP : 1 Hari BB : 20 kg

S Demam (+) hari ke 1 , kejang (-), batuk (+), pilek (-), sesak (-),
mual (+), muntah (+) 1 kali, nafsu makan menurun, BAK dan
2)
BAB normal.
Keadaan Umum : sesak, tampak lemah, tampak kurus
HR : 108 x/menit SpO2 : 97%
RR : 28 x/menit T : 38,3˚C
Status Generalis
Kepala: Normosefali
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
O Hidung : Nafas Cuping Hidung (-)
Thorax: Retraksi (-), SNV (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-), BJ 1-2
reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, bising usus (+), distensi (-), turgor baik, tidak
teraba adanya organomegali
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik.
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik
A  Kejang Demam Simpleks
o IVFD Ringer Lactate 20 tetes per menit
P o PO Paracetamol syr 3x½ tab
o Stesolid Supp 10mg (bila kejang)
Tanggal 14 Agustus 2019 [Puspanidra]
HP : 1 Hari BB : 20 kg

S Demam (+) hari ke 2 naik turun, kejang (-), batuk berdahak


(+), pilek (-),mual (-), muntah (-), nafsu makan masih sedikit,
BAK dan BAB normal.
Keadaan Umum : compos mentis, tampak kurus
HR : 116 x/menit SpO2 : 98%
RR : 26 x/menit T : 38,5˚C
Status Generalis
Kepala: Normosefali
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
O Hidung : Nafas Cuping Hidung (-)
Thorax: Retraksi sternal minimal (-), SNV (+/+), Rh (+/+), Wh
(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, bising usus (+), distensi (-), turgor baik, tidak
teraba adanya organomegali
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik.
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik
 Kejang Demam Simpleks
A
 ISPA
o IVFD Ringer Lactate 20 tetes per menit
o Inj. Cefotaxime 3 x 500 mg
P o Inj. Paracetamol 250mg / 4-6 jam
o PO Diazepam 3 x 4 mg pulv
o PO Ambroxol syr 3 x 1 cth
3) 15 Agustus 2019 [Puspa Nidra]
HP : 2 Hari BB : 20 kg

S Pasien mengeluh demam tadi malam (+), kejang (-), batuk


berdahak (+), pilek (-), sesak (-), mual (+), muntah (-), nafsu
3) makan membaik, BAK dan BAB normal.
Keadaan Umum : compos mentis, tampak kurus
HR : 98 x/menit SpO2 : 99%
RR : 24 x/menit T : 37,9˚C
Status Generalis
Kepala: Normosefali
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
O Hidung : Nafas Cuping Hidung (-)
Thorax: Retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), BJ 1-2 reguler,
m (-), g (-)
Abdomen: Supel, bising usus (+), distensi (-), turgor baik, tidak
teraba adanya organomegali
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik.
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik
 Kejang Demam Simpleks
A
 ISPA
o IVFD Ringer Lactate 20 tetes per menit
o Inj. Cefotaxime 3 x 500mg (AB h+2)
o Inj. Paracetamol 250 mg / 4-6 jam
P o Inj. Dexametason 3 x 2,5mg
o Inj Ranitidin 3x25mg
o PO Diazepam 3 x 4 mg pulv
o PO Ambroxol syr 3 x 1 cth
Tanggal 16 Agustus 2019
4) 16 Agustus 2019 [Puspa Nidra]
HP : 3 Hari BB : 20 kg

S Demam () , kejang (-), batuk kering (), pilek (+), sesak (-),
mual (-), muntah (-), nafsu makan masih sedikit, BAK dan BAB
normal.
Keadaan Umum : compos mentis, tampak kurus
HR : 100x/menit SpO2 : 98%
RR : 24 x/menit T : 37,0˚C
Status Generalis
Kepala: Normosefali
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
O Hidung : Nafas Cuping Hidung (-)
Thorax: Retraksi sternal minimal (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-),
BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, bising usus (+), distensi (-), turgor baik, tidak
teraba adanya organomegali
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik.
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-), CRT < 2 detik
 Kejang Demam Simpleks
A
 ISPA
o IVFD Ringer Lactate 20 tetes per menit
o Inj. Cefotaxime 3 x 500mg (AB h+3)
o Inj. Paracetamol 250 mg / 4-6 jam
P o Inj. Dexametason 3 x 2,5mg
o Inj Ranitidin 3x25mg
o PO Diazepam 3 x 4 mg pulv
o PO Ambroxol syr 3 x 1 cth
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.1

Menurut ILAE, anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam yang terjadi pada
bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun megalami kejang didahului demam, kemungkinan
lain yaitu infeksi SSP, atau epilepsi yang terjadi bersama demam. 4 Dari beberapa penelitian
dijumpai 2-5% anak di bawah usia 5 tahun mengalami kejang, baik kejang pertama maupun
ulangan yang didahului kenaikan suhu tubuh.

2.2 Etiologi dan faktor resiko

Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu (1) Imaturitas otak dan
termoregulator, (2) Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat, dan (3) predisposisi genetik:
> 7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan). Etiologi kejang sendiri untuk anak dapat
disebabkan oleh:

Tabel 1.Etiologi kejang.5


Sedangkan untuk kejang demam sendiri belum diketahui secara pasti, tampak ada
beberapa faktor penting yang menyebabkan perkembangan kejang. Faktor risiko tersebut
termasuk keterlambatan perkembangan, riwayat keluarga dengan kejang demam, dan
defisiensi besi dan seng. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan akut, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.6

Faktor resiko kejang demam pertama adalah demam, pada keadaan demam, kenaikan
suhu 10c akan menyebabkan metabolism basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen
meningkat 20%. Kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun natrium melalui membrane tadi mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel lainnya dengan bantuan neurotransmitter sehingga terjadi kejang. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah faktor riwayat kejang demam dan epilepsi pada orang tua atau
saudara kandung.7

2.3 Epidemiologi

Prevalensi kejang demam sekitar 2– 5% pada anak balita. Umumnya terjadi pada anak
umur 6 bulan sampai 5 tahun. Ada beberapa faktor yang ikut mempengaruhi, diantaranya;
usia, jenis kelamin, riwayat kejang dan epilepsy dalam keluarga, dan normal tidaknya
perkembangan neurologi. Menurut Nadirah (2011), di antara semua usia, bayi yang paling
rentan terkena step atau kejang demam berulang. Risiko tertinggi pada umur di bawah 2
tahun, yaitu sebanyak 50% ketika kejang demam pertama. Sedang bila kejang pertama terjadi
pada umur lebih dari 2 tahun maka risiko berulangnya kejang sekitar 28%. Selain itu, dari
jenis kelamin juga turut mempengaruhi. Meskipun beberapa penelitian melaporkan bahwa
anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam dibanding anak perempuan, namun
risiko berulangnya kejang demam tidak berbeda menurut jenis kelamin. Riwayat kejang
dalam keluarga merupakan risiko tertinggi yang mempengaruhi berulangnya kejang demam,
yaitu sekitar 50-100%, dan anak-anak yang mengalami keterlambatan perkembangan
neurologi meningkatkan risiko terjadinya kejang demam berulang.8
Angka kejadian kejang demam di Asia dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80% - 90%
dari seluruh kejang demam sederhana. Hasil rekam medis Rumah sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta tahun 2008 -2010, terdapat 86 pasien dengan kejang 41 (47,7%)
pasien diantaranya mengalami kejang berulang Kejadian kejang demam di Indonesia
disebutkan terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan 30%
diantaranya akan mengalami kejang demam berulang. Di Indonesia khususnya didaerah
tegal, jawa tengah tercatat 6 balita meninggal akibat serangan kejang demam, dari 62
kasus penderita kejang demam keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan
pada anak normal hanya 3%.8

2.4 Klasifikasi

ILAE (1993) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:

a. Kejang Demam Kompleks


 Kejang lama yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang bewrulang lebih dari 2
kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
 Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
 Berulang dalam 24 jam
b. Kejang Demam Sederhana
 Berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri
 Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal,
 Kejang tidak berulang dalam 24 jam.4

2.5 Patofisiologi

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1o C akan meningkatkan metabolisme basal 10 % –


15% dan kebutuhan oksigen 20%. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sebuah sel
atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana
oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskular. Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.7
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali
klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat konsentrasi K+ rendah dan konsentrasi Na+ tinggi.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dapat
dirubah oleh adanya :

 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler


 Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya ; mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada seorang anak 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sehingga
pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui
membran sel neuron sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik yang besar
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
neurotransmitter, hal ini yang menyebabkan kejang.7

Sistem imunitas tubuh dan sistem saraf perifer serta sentral selalu berkomunikasi
melalui perantara dan sinyal molekul yang dikeluarkan, seperti sitokin, neuropeptida,
neurohormon dan neurotransmiter. Kejang didefinisikan sebagai tampaknya tanda dan gejala
yang memicu aktivitas saraf pusat, melalui blood-brain barrier, membatasi aliran sel-sel
yang diaktifkan dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan dari sistem perifer menuju
parenkim otak. Kejang tidak hanya menginduksi ekspresi sitokin di dalam otak, tetapi juga
di perifer. Bukti terbaru menunjukkan bahwa molekul pro-inflamasi dan anti- inflamasi
disintesis selama aktivitas epileptik pada sel-sel glial di daerah sistem saraf pusat dimana
kejang dimulai dan menyebar. Molekul-molekul ini dikeluarkan dan berinteraksi dengan
reseptor spesifik pada neuron. Karena berbagai sitokin telah ditunjukkan mempengaruhi
eksitabilitas neuron, hal ini menyebabkan hipotesis bahwa sitokin mungkin berperan dalam
mengubah transmisi sinaptik dalam kondisi epileptik. Studi ini menunjukkan bahwa
molekul pro-inflamasi dan anti-inflamasi lainnya yang dihasilkan dalam sistem saraf pusat
mungkin berperan dalam patofisiologi kejang (6). Aktivasi jaringan sitokin pro-inflamasi
dan anti-inflamasi tampaknya berperan dalam kejang demam (7). Menurut Haberlandt
pasien kejang demam mengalami peningkatan konsentrasi TNF-α plasma secara signifikan
dibandingkan pasien dengan demam saja.9

2.6 Diagnosis

Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain dapat
disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala, ketidakseimbangan
elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari beberapa diagnosis banding tersebut,
meningitis merupakan penyebab kejang yang lebih mendapat perhatian. Angka kejadian
meningitis pada kejang yang disertai demam yaitu 2-5%.

Hal – hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu :

- Adanya kejang, jenis kejang , kesadaran, lama kejang


- Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang
- Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas
akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media akut/OMA, dll)
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga
- Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemia).10

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain:

- Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran


- Suhu tubuh: apakah terdapat demam
- Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Lasuque dan
pemeriksaan nervus cranial
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB) membonjol, papil
edema
- Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran pernapasan, faringitis,
otitis media, infeksi saluran kemih dan lain sebagainya yang merupakan penyebab
demam
- Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis.10
Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan yang dilakukan
ialah darah perifer, elektrolit dan gula darah.11

• Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan


kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami
kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik. Indikasi pungsi lumbal (level of
evidence 2, derajat rekomendasi B):

1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal

2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis

3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian. antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan
gejala meningitis.4

Pada kejang didahului demam apabila umur < 12 bulan: Harus dilakukan pungsi
lumbal, karena gajala meningitis mungkin sulit dinilai. Umur 12 – 18 bulan : Bila ragu-
ragu mengenai ada tidaknya meningitis dianjurkan pungsi lumbal. Umur > 18 bulan :
Tidak di anjurkan kecuali ada gejala meningitis.10

• Elektroensefalografi
Indikasi pemeriksaan EEG: Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam,
kecuali apabila bangkitan bersifat fokal.
Keterangan: EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus
kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.4
• Pencitraan

Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak
dengan kejang demam sederhana (level of evidence 2, derajat rekomendasi B).
Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal
yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.4

Tabel 2. Pemeriksaan penunjang pada kejang yang disertai demam.12

2.7 Diagnosis Banding


Tabel 3. Diagnosis banding kejang.11

2.8 Penatalaksanaan

Medikamentosa

Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritme tatalaksana kejang. Saat ini
lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada saat demam berupa :

1. Antipiretik

- Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali atau
ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
2. Anti kejang

- Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam rektal dosis 0,5
mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh > 38,5 0 Terdapat efek samping berupa ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.10

3. Pengobatan jangka panjang/rumatan

- Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan cirri sebagai
berikut (salah satu):

 Kejang lama > 15 menit

 Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis, paresis Todd,


palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus.

 Kejang fokal

- Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :

 Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam

 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

 Kejang demam > 4 kali per tahun

Obat untuk pengobatan jangka panjang : fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2
dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis) Pemberian obat ini
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (Level I). Pengobatan diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. 10

4. Mencari dan Mengobati Penyebab Kejang

5. Edukasi Keluarga Pasien


Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang,
sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut
harus dikurangi dengan cara diantaranya:
 Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik.

 Memberitahukan cara penanganan kejang.

 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

 Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif,


tetapi harus diingat adanya efek samping obat.4

 Bila anak kejang :


 Tetap tenang dan tidak panik.
 Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
 Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
 Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit,
jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
 Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
 Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
 Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan
berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rectal hanya boleh diberikan satu kali
oleh orangtua.
 Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu
tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal,
kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.4

c. Indikasi Rawat Inap


• Kejang demam pertama kali
• Kejang demam pada usia < 1 tahun
• Kejang demam kompleks
• Hiperpireksia ( suhu di atas 40 0C)
• Pasca kejang anak tidak sadar atau lumpuh (Tod’s paresisi).10
Algoritma putus kejang.14
2.9 Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama
atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kematian karena kejang tidak pernah dilaporkan. Menurut Berg dkk, (1992) 80 %
kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :
• Riwayat kejang demam dalam keluarga
• Usia kurang dari 12 bulan
• Temperatur yang rendah saat kejang
• Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80% , sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang 10 –
15%. Kemungkinan berulangnya kejang paling besar pada tahun pertama. Menurut
Ellenberg dan Nelson KB faktor risiko terjadinya epilepsy dikemudian hari adalah :
• Perkembangan saraf terganggu
• Kejang demam kompleks
• Riwayat epilepsi dalam keluarga
• Lamanya demam
Masing – masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsy sampai
4 – 6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsy menjadi 10 – 49%. Kemungkinan menjadi epilepsy tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Yunita VE. Afdal, Syarif I. Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya
Kejang Demam Berulang pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Anak RS. DR. M.
Djamil Padang Periode Januari 2010 – Desember 2012. Jurnal kesehatan andalas.
2016;5(3):705-9
2. Kakalang JP. Masloman N, Manoppo J. Profil kejang demam di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2014 – Juni
2016. Jurnal e-clinic.2016;4(2)
3. Wardhani AK. Kejang demam sederhana pada anak usia satu tahun. Jurnal medula.
2013;1(1):57-64
4. Ismael S, Pusponegoro H, Widodo DP. Mangunatmaja I. Handryastuti S.
Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. IDAI.2016:1-14
5. Kania N. Kejang Pada anak. Klinik Penanganan Kejang Pada Anak di AMC Hospital
Bandung. 2007
6. Aswin A. Muhyi A. Hasanah N. Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Kejang
Demam pada Anak yang Disebabkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut: Studi Kasus
Kontrol. Sari pediatric. 2019;20(5):270-5
7. Ruslie RH, Darmadi. Diagnosis dan tatalaksana terkini kejang demam. Jurnal kedokt
meditek. 2012;18(47):26-32
8. Arifuddin A. Analisis faktor risiko kejadian kejang demam di ruang Perawatan anak
rsu anutapura palu. Jurnal kesehatan Tadaluko.2016;2(2):61-72
9. Nurindah D. Muid M.Retoprawiro S. Hubungan antara Kadar Tumor Necrosis
Factor-Alpha (TNF-α) Plasma dengan Kejang Demam Sederhana pada Anak. Jurnal
kedokteran brawijaya. 2014;28(2):115-120.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter anak
Indonesia Jilid 1. 2010
11. Ismet. Kejang Demam.Jurnal kesehatan melayu.2017:41-44
12. Scheffer, I.E., Sadleir, L.G., (2007), Febrile Seizures, BMJ;334;307-311.
13. Srinivasan, J., Wallace, K.A., Scheffer, I.E., (2005), Febrile Seizures, Australian
Family Physician, Vol. 34, No. 12: 1021-1025
14. Ismael S, Pusponegoro H, Widodo DP. Mangunatmaja I. Handryastuti S.
Rekomendasi penatalaksanaan status epileptikus. IDAI.2016:3-6.

Anda mungkin juga menyukai