LP DHF Resa
LP DHF Resa
Disusun oleh :
Resa Silvia Juniar
KHGD18040
2. Penyebab
a. Virus dengue
Deman dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 mm terdiri dari asam aribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4 x 106. Di Indonesia virus tersebut sampai saat ini telah di isolsi menjadi 4
serotipe virus Dengue yang termasuk dalam grup B dalam Arthropedi bone viruses (arbu
viruses), yaitu DEN-1,DEN -2,DEN-3, dan DEN-4.Ternyata DEN-2 dan DEN-3
merupakan serotipe yang menjadi penyebab terbanyak.Di Thailand, di laporkan bahwa
serotipe DEN-2 adalah dominan. Sementara di Indnesia, yang terutama domian adalah
DEN-3, tetapi akhir-akhir ini ada kecenderungan doinansi DEN-2. Infeksi oleh salah satu
serotipe meninbulkan anti badi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan, tetapi
tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain.Virus dengue terutama di tularkan melalui
vektor nyamuk aedes aegypti. Nyamuk aedes albopictus, aedes poly nesiensis, dan
beberapa spesies lain kurang berperan. Jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh
indonesia kecuali di ketinggian lebi dari 1000 m di atas permukaan laut. (Nursalam,
2005)
Virus Dengue terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh
nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga
mengganggu sintesis protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit
pada pejamu disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :
1) Menginfeksi lebih banyak sel,
2) Membentuk virus progenik,
3) Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,
4) Menghindari respon imun mekanisme efektor
b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita, 2000).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes
Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah
pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat
di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang
pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (
Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada
siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990).
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin
untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan
infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau
lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990).
3. Patofisiologi
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam,
nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus
dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan
menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi
komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
a. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C
3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah
(plasma – Leakage), dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan
yang tidak diatasi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis
metabolik dan berakhir kematian.
b. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan
mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat
terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.
c. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen
akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).
4. Pathway
5. Klasifikasi
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80
120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0)
d. Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt ) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
6. Gejala klinis
Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan masa inkubasi
antara 13-15 hari menurut WHO (1975) sebagai berikut
a. Demam
Demam tinggi timbul mendadak, terus menerus, berlangsung dua sampai tujuh hari
turun secara cepat menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia.
Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyetainya.
b. Perdarahan
Perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit (trombositopeni) serta
gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat metamorfosis trombosit. Perdarahan
dapat terjadi di semua organ yang berupa:
Uji torniquet positif
Ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva
Epistaksis dan perdarahan gusi
Hematemesis, melena
Hematuri
c. Hepatomegali :
Biasanya dijumpai pada awal penyakit
Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
Nyeri tekan pada daerah ulu hati
Tanpa diikuti dengan ikterus
Pembesaran ini diduga berkaitan dengan strain serotipe virus dengue
d. Syok
Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena perdarahan dan kebocoran
plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak. Sedangkan tanda-tanda
syok adalah:
Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
Gelisah dan Sianosis disekitar mulut
Nadi cepat, lemah , kecil sampai tidak teraba
Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang dari 80 mmHg)
Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)
e. Trombositopeni
Jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3 yang biasanya terjadi pada hari ke tiga
sampai ke tujuh.
f. Hemokonsentrasi
Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator kemungkinan terjadinya syok.
g. Gejala-gejala lain :
Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.
Penurunan kesadaran
7. Pemeriksaan fisik
Pemerikasaan fisik yang dilakukan terdiri dari inspeksi, perkusi, palpasi dan
auskultasi. Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien
(inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan
mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya
suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien.
Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan stetoskop (auskultasi
dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda
vital dan nadi lemah.
2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak
sianosis.
b. Kepala dan leher.
1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan
fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang)
sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan : Hiperemia
5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah
servikal posterior.
c. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
d. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit
dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
e. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f. Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan
dan kaki.
b. Laboratorium
Hb dan PCV meningkat ( 20% )
Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis )
Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam
apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto
dada, BUN, creatinin serum.
Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai hematokrit > 20 %. Meningginya
hematokrit sangat berhubungan dengan beratnya renjatan. Hemokonsentrasi selalu
mendahului perubahan tekanan darah dan nadi, oleh kerena itu pemeriksan
hematokrit secara berkala dapat menentukan sat yang tepat penghentian pemberian
cairan atau darah.
Trombositopenia, akan terjadi penurunan trombosit sampai dibawah 100.000 mm3
Sediaan hapusan darah tepi, terdapat fragmentosit, yang menandakan terjadinya
hemolisis
Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai hiperplasi sistem
RE dan terdapatnya makrofag dengan fagositosis dari bermacam jenis sel
Elektrolit, : hiponatremi (135 mEq/l). terjadi hiponatremi karena adanya kebocoran
plasma,anoreksia, keluarnya keringat, muntah dan intake yang kurang
Hiperkalemi , asidosis metabolic
Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma menurun, Serum transaminasi
meningkat.
b. Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan sirkulasi darah,
resiko terjadi pendarahan, gangguan suhu tubuh, akibat infeksi virus dengue,
gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit
1) Kegagalan sirkulasi darah
Dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam jaringan
ekstrovaskular, yang puncaknya terjadi pada saat renjatan akan terlihat pada tubuh
pasien menjadi sembab (edema) dan darah menjadi kental.
Pengawasan tanda vital (nadi, TD, suhu dan pernafasan) perlu dilakukan
secara kontinyu, bila perlu setiap jam. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit sesuai
permintaan dokter setiap 4 jam. Perhatikan apakah pasien ada kencing / tidak. Bila
dijumpai kelainan dan sebagainya segera hubungi dokter.
2) Resiko terjadi pendarahan
Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya
faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya pendarahan utama pada
traktus gastrointestinal. Pendarahan grastointestinal didahului oleh adanya rasa
sakit perut yang hebat (Febie, 1966) atau daerah retrosternal (Lim, dkk.1966).
Bila pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu diukur.
Karena melihat seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan secepatnya.
Makan dan minum pasien perlu dihentikan. Bila pasien sebelumnya tidak
dipasang infuse segera dipasang. Formulir permintaan darah disediakan.
Perawatan selanjutnya seperti pasien yang menderita syok. Bila terjadi
pendarahan (melena, hematesis) harus dicatat banyaknya / warnanya serta waktu
terjadinya pendarahan. Pasien yang mengalami pendarahan gastro intestinal
biasanya dipasang NGT untuk membantu mengeluarkan darah dari lambung.
3) Gangguan suhu tubuh
Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakit atau hari ke-
2-ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia yang dapat menyebabkan pasien
kejang. Peningkatan suhu tubuh akibat infeksi virus dengue maka pengobatannya
dengan pemberian antipiretika dan anti konvulsan. Untuk membantu penurunan
suhu dan mencegah agar tidak meningkat dapat diberikan kompres dingin, yang
perlu diperhatikan, bila terjadi penurunan suhu yang mendadak disertai
berkeringat banyak sehingga tubuh teraba dingin dan lembab, nadi lembut halus
waspada karena gejala renjatan. Kontrol TD dan nadi harus lebih sering dan
dicatat secara baik dan memberitahu dokter.
4) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena penyakitnya
dan akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada pasien DHF menderita lebih
karena pemeriksaan darah Ht, trombosit, Hb secara periodic (stp 4 jam) dan
mudah terjadi hematom, serta ukurannya mencari vena jika sudah stadium II.
Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenang yakinkan dahulu
vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi hematum segera oleskan trombophub
gel / kompres dengan alkohol. Bila pasien datang sudah kolaps sebaiknya
dipasang venaseksi agar tidak terjadi coba-coba mencari vena dan meninggalkan
bekas hematom di beberapa tempat. jika sudah musim banyak pasien DHF
sebaiknya selalu tersedia set venaseksi yang telah seteril.
11. Komplikasi
Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani akan menimbulkan
kompikisi adalah sebagai berikut :
a. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
b. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi
cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi
dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return),
prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi
atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai dengan
kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan integritas system kardiovaskur,
perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi
iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.
c. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
d. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
f. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
1) Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
2) Trambositopenia (≤100.000/ml).
3) Leukopenia.
4) Ig.D. dengue positif.
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
6) Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
8) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
5. Menganjurkan
untuk tidak 5. Pakaian yang tipis akan
memakai selimut membantu mengurangi
dan pakaian yang penguapan tubuh.
tebal.
6. Memberikan
terapi cairan 6. Pemberian cairan sangat
intravena dan penting bagi pasien dengan
obat-obatan suhu tinggi.
sesuai dengan
program
(masalah
kolaborasi).
6. Menjelaskan
obat-obatan yang 6. Dengan mengetahui obat-
diberikan dan obatan yang diminum dan
manfaatnya serta manfaatnya maka pasien akan
akibat bagi termotivasi untuk mau minum
pasien. obat sesuai dengan dosis /
jumlah yang diberikan.
4. Meletakkan
barang-barang 4. Akan membantu pasien untuk
ditempat yang memenuhi kebutuhan sendiri
mudah dijangkau tanpa bantuan orang lain.
oleh pasien.
5. Menyiapkan bel
di dekat pasien. 5. Agar pasien dapat segera
meminta bantuan perawat
saat membutuhkannya.
2. Memberikan
posisi yang 2. Respon individu terhadap
nyaman, nyeri sangat berbeda atau
usahakan situasi bervariasi, sehingga perawat
ruangan yang perlu mengkaji lebih lanjut
tenang. untuk menghindari kesalahan
persepsi terhadap kondisi
yang dialami pasien.
3. Menganjurkan
pasien untuk 3. Untuk mengurangi rasa nyeri.
membaca buku, Dengan melakukan aktivitas
mendengarkan lain, pasien dapat sedikit
musik, nonton melipakan perhatiannya
TV (mengalihkan terhadap nyeri yang dialami.
perhatian).
4. Memberikan
Kurangnya kesempatan 4. Berhubungan dengan orang-
pengetahuan pasien utnuk orang terdekat / teman akan
tentang proses berkomunikasi membuat pasien gembira /
penyakit, diet, dengan teman- bahagia dan dapat
perawatan dan temannya. mengalihkan perhatiannya
obat-obatan terhadap nyeri.
pasien selama 5. Memberikan
sakit obat-obat 5. Obat-obat analgetik dapat
berhubungan analgetik. membantu menekan atau
dengan mengurangi rasa nyeri pasien.
kurangnya
informasi. Pengetahuan Pasien 1. Mengkaji tingkat
/ keluarga pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi
meningkat, setelah pasien / keluarga pada pasien / keluarga,
dilakukan tindakan tentang penyakit perawat perlu mengetahui
keperawatan selama DHF. sejauh mana informasi /
1x24 jam dengan pengetahuan tentang penyakit
kriteria hasil : yang diketahui pasien serta
Pengetahuan kebenaran informasi yang
pasien / telah didapatkan sebelumnya.
keluarga 2. Mengkaji latar
tentang proses belakang 2. Agar perawat dapat
penyakit, diat, pendidikan memberikan penjelasan
perawatan dan pasien / keluarga. sesuai dengan tingkat
obat-obatan pendidikan mereka sehingga
bagi penderita penjelasan dapat dipahami
DHF meningkat dan tujuan yang direncanakan
dan pasien / tercapai.
keluarga 3. Menjelaskan
mampu tentang proses 3. Agar informasi dapat diterima
menceritakan penyakit, diet, dengan mudah dan tepat
kembali. perawatan dan sehingga tidak menimbulkan
obat-obatan pada kesalahpahaman.
pasien dengan
bahasa dan kata-
kata yang mudah
dimengerti
(dipahami).
4. Menjelaskan
semua prosedur 4. Dengan mengetahui semua
yang akan prosedur / tindakan yang akan
dilakukan dan dialami, pasien akan lebih
manfaatnya bagi kooperatif dan mengurangi
pasien. kecemasan.
5. Memberikan
kesempatan pada 5. Mengurangi kecemasan dan
pasien / keluarga memotivasi pasien untuk
untuk kooperatif salama masa
menanyakan hal- perawatan / penyembuhan.
hal yang ingin
diketahui
sehubungan
dengan penyakit
yang dialami
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika. Jakarta.
Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan,
EGC ; Jakarta.
Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.