Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DHF (DENGUE HAEMORAGIC FEVER)

Diajukan untuk memenuhi tugas stase KMB II

Disusun oleh :
Resa Silvia Juniar
KHGD18040

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN VIII


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT
TAHUN 2018-2019
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita, 2000)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1999).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam
yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi
sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran
plasma yang dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada
anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada
dua hari pertama (Soeparman; 1987).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes
aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya
dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).

2. Penyebab
a. Virus dengue
Deman dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 mm terdiri dari asam aribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4 x 106. Di Indonesia virus tersebut sampai saat ini telah di isolsi menjadi 4
serotipe virus Dengue yang termasuk dalam grup B dalam Arthropedi bone viruses (arbu
viruses), yaitu DEN-1,DEN -2,DEN-3, dan DEN-4.Ternyata DEN-2 dan DEN-3
merupakan serotipe yang menjadi penyebab terbanyak.Di Thailand, di laporkan bahwa
serotipe DEN-2 adalah dominan. Sementara di Indnesia, yang terutama domian adalah
DEN-3, tetapi akhir-akhir ini ada kecenderungan doinansi DEN-2. Infeksi oleh salah satu
serotipe meninbulkan anti badi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan, tetapi
tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain.Virus dengue terutama di tularkan melalui
vektor nyamuk aedes aegypti. Nyamuk aedes albopictus, aedes poly nesiensis, dan
beberapa spesies lain kurang berperan. Jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh
indonesia kecuali di ketinggian lebi dari 1000 m di atas permukaan laut. (Nursalam,
2005)
Virus Dengue terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh
nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga
mengganggu sintesis protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit
pada pejamu disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :
1) Menginfeksi lebih banyak sel,
2) Membentuk virus progenik,
3) Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,
4) Menghindari respon imun mekanisme efektor

b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita, 2000).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes
Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah
pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat
di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang
pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (
Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada
siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990).

c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin
untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan
infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau
lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990).

3. Patofisiologi
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam,
nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus
dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan
menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi
komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
a. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C
3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah
(plasma – Leakage), dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan
yang tidak diatasi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis
metabolik dan berakhir kematian.
b. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan
mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat
terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.
c. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen
akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).
4. Pathway

5. Klasifikasi
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80
 120/100  120/110  90/70  80/70  80/0  0/0)
d. Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung  140x/mnt ) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

6. Gejala klinis
Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan masa inkubasi
antara 13-15 hari menurut WHO (1975) sebagai berikut
a. Demam
Demam tinggi timbul mendadak, terus menerus, berlangsung dua sampai tujuh hari
turun secara cepat menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia.
Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyetainya.
b. Perdarahan
Perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit (trombositopeni) serta
gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat metamorfosis trombosit. Perdarahan
dapat terjadi di semua organ yang berupa:
 Uji torniquet positif
 Ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva
 Epistaksis dan perdarahan gusi
 Hematemesis, melena
 Hematuri
c. Hepatomegali :
 Biasanya dijumpai pada awal penyakit
 Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
 Nyeri tekan pada daerah ulu hati
 Tanpa diikuti dengan ikterus
 Pembesaran ini diduga berkaitan dengan strain serotipe virus dengue
d. Syok
Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena perdarahan dan kebocoran
plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak. Sedangkan tanda-tanda
syok adalah:
 Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
 Gelisah dan Sianosis disekitar mulut
 Nadi cepat, lemah , kecil sampai tidak teraba
 Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang dari 80 mmHg)
 Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)
e. Trombositopeni
Jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3 yang biasanya terjadi pada hari ke tiga
sampai ke tujuh.
f. Hemokonsentrasi
Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator kemungkinan terjadinya syok.
g. Gejala-gejala lain :
 Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.
 Penurunan kesadaran

7. Pemeriksaan fisik
Pemerikasaan fisik yang dilakukan terdiri dari inspeksi, perkusi, palpasi dan
auskultasi. Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien
(inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan
mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya
suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien.
Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan stetoskop (auskultasi
dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda
vital dan nadi lemah.
2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak
sianosis.
b. Kepala dan leher.
1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan
fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang)
sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan : Hiperemia
5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah
servikal posterior.
c. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
d. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit
dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
e. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f. Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan
dan kaki.

8. Pemeriksaan diagnostic / penunjang


a. Uji Torniquet
Tes tourniquet (Rumpel-Lende)/ tes kerapuhan kapiler merupakan metode diagnostik
klinis untuk menentukan kecenderungan perdarahan pada pasien. Penilaian kerapuhan
dinding kapiler digunakan untuk mengidentifikasi trombositopinia. Metode ini
merupakan syarat diagnosis DBD menurut WHO. Langkah tes torniquet :
1) Pra Analitik
 Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
 Prinsip : Membuat kapiler anoksia dengan membendung daerah vena. Dengan
terjadinya anoksia dan penambahan tekanan internal akan terlihat kemampuan
kapiler bertahan. Jika ketahanan kapiler turun akan timbul petechie dikulit
 Alat bahan : tensimeter, stetoskop, timer, spidol
2) Analitik
 Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Tentukan tekanan sistolik (TS) dan
tekanan diastolik (TD)
 Buat lingkaran pada volar lengan bawah dengan radius 3cm,
 Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar ½ x (TS+TD), pertahankan
tekanan ini selama 5 menit.
 Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam lingkaran yang
dibuat
3) Post Analitik
 < 10 : normal/negatif
 10-20 : dubia (ragu-ragu)
 >20 : abnormal (positif)

b. Laboratorium
 Hb dan PCV meningkat (  20% )
 Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis )
 Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
 Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam
apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto
dada, BUN, creatinin serum.
 Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai hematokrit > 20 %. Meningginya
hematokrit sangat berhubungan dengan beratnya renjatan. Hemokonsentrasi selalu
mendahului perubahan tekanan darah dan nadi, oleh kerena itu pemeriksan
hematokrit secara berkala dapat menentukan sat yang tepat penghentian pemberian
cairan atau darah.
 Trombositopenia, akan terjadi penurunan trombosit sampai dibawah 100.000 mm3
 Sediaan hapusan darah tepi, terdapat fragmentosit, yang menandakan terjadinya
hemolisis
 Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai hiperplasi sistem
RE dan terdapatnya makrofag dengan fagositosis dari bermacam jenis sel
 Elektrolit, : hiponatremi (135 mEq/l). terjadi hiponatremi karena adanya kebocoran
plasma,anoreksia, keluarnya keringat, muntah dan intake yang kurang
 Hiperkalemi , asidosis metabolic
 Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma menurun, Serum transaminasi
meningkat.

9. Diagnose/ criteria diagnosis

10. Terapi/tindakan penanganan


a. Medis
Pada dasarnya pengoobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif
1) DHF tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi
dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter
dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik
oralit. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang
menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum sesuai ang
dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang resiko terjadi
perdarahan. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan kompres
dingin. Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti konfulsan lainnya. Luminal
diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun
75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti lminal diberikan lagi dengan dosis 3
mg/kg BB. Anak diatas 1 tahun diveri 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan
memperhatikan adanya depresi fungsi vital.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan
cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan
natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila
terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang
diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu
cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel dibawah ini :
Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5 – 8 %)
Berat Badan waktu masuk RS ( kg ) Jumlah cairan ml/kg berat
badan per hari
<7 220
7 - 11 165
12-18 132
>18 88

Kebutuhan cairan Rumatan


Berat Badan ( kg ) Jumlah cairan ml
10 100 per kg BB
10 - 20 1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
>20 1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)


a) Kristaloid
 Larutan ringer laktat (RL)
 Larutan ringer asetat (RA)
 Larutan garam faali (GF)
 Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
 Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
 Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak
boleh larutan yang mengandung dekstran)
b) Koloid
 Dkstran 40
 Plasma
 Albumin

2) Syok Sindrom Dengue


a) Penggantian volume segera
 Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB.
Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan
berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal danumur 10 mm/kg
BB/jam.
 Bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid.
Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid
dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam.
 Bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan koloid
(dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian
koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500
ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.
 Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih
menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi
perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar.
 Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume
kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.
 Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai
keadaan klinis dankadar hematokrit. Pemberian cairan harus tetap diberikan
walaupun tanda vital telah membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan
cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian
disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48
jam.
b) Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka
analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat.

b. Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan sirkulasi darah,
resiko terjadi pendarahan, gangguan suhu tubuh, akibat infeksi virus dengue,
gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit
1) Kegagalan sirkulasi darah
Dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam jaringan
ekstrovaskular, yang puncaknya terjadi pada saat renjatan akan terlihat pada tubuh
pasien menjadi sembab (edema) dan darah menjadi kental.
Pengawasan tanda vital (nadi, TD, suhu dan pernafasan) perlu dilakukan
secara kontinyu, bila perlu setiap jam. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit sesuai
permintaan dokter setiap 4 jam. Perhatikan apakah pasien ada kencing / tidak. Bila
dijumpai kelainan dan sebagainya segera hubungi dokter.
2) Resiko terjadi pendarahan
Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya
faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya pendarahan utama pada
traktus gastrointestinal. Pendarahan grastointestinal didahului oleh adanya rasa
sakit perut yang hebat (Febie, 1966) atau daerah retrosternal (Lim, dkk.1966).
Bila pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu diukur.
Karena melihat seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan secepatnya.
Makan dan minum pasien perlu dihentikan. Bila pasien sebelumnya tidak
dipasang infuse segera dipasang. Formulir permintaan darah disediakan.
Perawatan selanjutnya seperti pasien yang menderita syok. Bila terjadi
pendarahan (melena, hematesis) harus dicatat banyaknya / warnanya serta waktu
terjadinya pendarahan. Pasien yang mengalami pendarahan gastro intestinal
biasanya dipasang NGT untuk membantu mengeluarkan darah dari lambung.
3) Gangguan suhu tubuh
Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakit atau hari ke-
2-ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia yang dapat menyebabkan pasien
kejang. Peningkatan suhu tubuh akibat infeksi virus dengue maka pengobatannya
dengan pemberian antipiretika dan anti konvulsan. Untuk membantu penurunan
suhu dan mencegah agar tidak meningkat dapat diberikan kompres dingin, yang
perlu diperhatikan, bila terjadi penurunan suhu yang mendadak disertai
berkeringat banyak sehingga tubuh teraba dingin dan lembab, nadi lembut halus
waspada karena gejala renjatan. Kontrol TD dan nadi harus lebih sering dan
dicatat secara baik dan memberitahu dokter.
4) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena penyakitnya
dan akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada pasien DHF menderita lebih
karena pemeriksaan darah Ht, trombosit, Hb secara periodic (stp 4 jam) dan
mudah terjadi hematom, serta ukurannya mencari vena jika sudah stadium II.
Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenang yakinkan dahulu
vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi hematum segera oleskan trombophub
gel / kompres dengan alkohol. Bila pasien datang sudah kolaps sebaiknya
dipasang venaseksi agar tidak terjadi coba-coba mencari vena dan meninggalkan
bekas hematom di beberapa tempat. jika sudah musim banyak pasien DHF
sebaiknya selalu tersedia set venaseksi yang telah seteril.

11. Komplikasi
Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani akan menimbulkan
kompikisi adalah sebagai berikut :
a. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
b. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi
cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi
dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return),
prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi
atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai dengan
kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan integritas system kardiovaskur,
perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi
iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.
c. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
d. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian (data subyektif/obyektif)
a. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan usia kurang
dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat musim hujan
(Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
b. Keluhan Utama.
Panas atau demam.
c. Riwayat Kesehatan.
1) Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran
kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin
lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala,
nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
2) Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang DHF.
3) Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi
dapat dihindarkan.
4) Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun buruk
dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut
dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami
penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
5) Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih ( seperti
air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).
6) Riwayat Tumbuh Kembang

d. Acitvity Daily Life (ADL)


1) Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
2) Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.
3) Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
4) Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
5) Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan diri.

e. Pemeriksaan fisik, terdiri dari :


Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
a) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda –
tanda vital dan nadi lemah.
b) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur.
c) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
d) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit
tampak sianosis.
2) Kepala dan leher.
a) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan
fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
b) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-
kadang) sianosis.
c) Hidung : Epitaksis
d) Tenggorokan : Hiperemia
e) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah
servikal posterior.
3) Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
4) Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit
dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
5) Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
6) Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan
dan kaki.

f. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
1) Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
2) Trambositopenia (≤100.000/ml).
3) Leukopenia.
4) Ig.D. dengue positif.
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
6) Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
8) SGOT/SGPT mungkin meningkat.

2. Diagnose keperawatan yang mungkin muncul


Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada
klien dengan DHF adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan penyakit (viremia).
2. Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
3. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan mekanisme patologis (proses
penyakit).
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan
pasien selama sakit berhubungan dengan kurangnya informasi. (Lynda Juall
Carpenito, 1999)

DP TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

Peningkatan Suhu tubuh 1. Mengkaji saat 1. Untuk mengidentifikasi pola


suhu tubuh menurun, setelah timbulnya demam pasien.
(hipertermia) dilakukan tindakan demam.
berhubungan keperawatan selama
dengan penyakit 1x24 jam dengan 2. Mengobservasi 2. Tanda-tanda vital merupakan
(viremia). kriteria hasil : tanda-tanda vital : acuan untuk mengetahui
 Suhu tubuh suhu, nadi, tensi, keadaan umum klien.
normal pernafasan setiap
 Pasien bebas 3 jam / lebih
dari demam sering.

3. Menganjurkan 3. Peningkatan suhu tubuh


pasien untuk mengakibatkan penguapan
banyak minum  tubuh meningkat sehingga
2,5 liter / 24 jam perlu diimbangi dengan
dan jelaskan asupan cairan yang banyak.
manfaatnya bagi
pasien.

4. Memberikan 4. Kompres akan mambantu


kompres (pada menurunkan suhu tubuh.
daerah axilla dan
lipat paha).

5. Menganjurkan
untuk tidak 5. Pakaian yang tipis akan
memakai selimut membantu mengurangi
dan pakaian yang penguapan tubuh.
tebal.

6. Memberikan
terapi cairan 6. Pemberian cairan sangat
intravena dan penting bagi pasien dengan
obat-obatan suhu tinggi.
sesuai dengan
program
(masalah
kolaborasi).

Tidak terjadi 1. Memonitor


Potensial perdarahan, setelah tanda-tanda 1. Penurunan jumlah trombosit
terjadinya dilakukan tindakan penurunan merupakan tanda-tanda
perdarahan lebih keperawatan selama trombosit yang adanya kebocoran pembuluh
lanjut 1x24 jam dengan disertai dengan darah yang pada tahap
berhubungan kriteria hasil : tanda-tanda tertentu dapat menimbulkan
dengan  Tidak terjadi klinis. tanda-tanda klinis adanya
trombositopenia. tanda-tanda perdarahan (nyata) seperti
perdarahan epistaksis, ptekie, dll.
lebih lanjut 2. Memberikan
(secara klinis). penjelasan 2. Agar pasien / keluarga
 Jumlah tentang pengaruh mengetahui hal-hal yang
trombosit trombositopenia mungkin terjadi pada pasien
meningkat. pada pasien. dan dapat membantu
mengantisipasi terjadinya
perdarahan karena
trombositopenia.
3. Memonitor
jumlah trombosit 3. Dengan jumlah trombosit
setiap hari. yang dipantau setiap hari,
dapat diketahui tingkat
kebocoran pembuluh darah
dan kemungkinan perdarahan
yang dapat dialami pasien.
4. Menganjurkan
pasein untuk 4. Aktivitas pasien yang tidak
banyak terkontrol dapat
beristirahat. menyebabkan terjadinya
perdarahan.
5. Memberikan
penjelasan pada 5. Keterlibatan keluarga dengan
pasein / keluarga segera melaporkan terjadinya
untuk melapor perdarahan (nyata) akan
jika ada tanda- membantu pasien
tanda perdarahan mendapatkan penanganan
lebih lanjut sedini mungkin.
seperti
hematemesis,
melena, dan
epistaksis.

6. Menjelaskan
obat-obatan yang 6. Dengan mengetahui obat-
diberikan dan obatan yang diminum dan
manfaatnya serta manfaatnya maka pasien akan
akibat bagi termotivasi untuk mau minum
pasien. obat sesuai dengan dosis /
jumlah yang diberikan.

Aktivitas sehari- 1. Mengkaji


hari tidak keluhan pasien 1. Untuk mmengidentifikasi
terganggu, setelah masalah-masalah pasien.
dilakukan tindakan 2. Mengkaji hal-hal
keperawatan selama yang mampu / 2. Untuk mengetahui tingkat
1x24 jam dengan tidak mampu ketergantungan pasien dalam
kriteria hasil : dilakukan oleh memenuhi kebutuhannya.
 Kebutuhan pasien
aktivitas sehari- berhubungan
hari terpenuhi. dengan
 Pasien dapat kelemahan
mandiri setelah fisiknya.
terbebas dari
Gangguan demam. 3. Membantu pasien
aktivitas sehari- memenuhi 3. Pemberian bantuan sangat
hari kebutuhan diperlukan oleh pasien pada
berhubungan aktivitasnya saat kondisinya lemah dan
dengan kondisi sehari-hari perawat mempunyai tanggung
tubuh yang berhubungan jawab dalam pemenuhan
lemah. dengan tingkat kebutuhan dan sehari-hari
keterbatasan pasien tanpa membuta pasien
pasien seperti mengalami ketergantungan
mandi, makan, pada perawat.
eliminasi.

4. Meletakkan
barang-barang 4. Akan membantu pasien untuk
ditempat yang memenuhi kebutuhan sendiri
mudah dijangkau tanpa bantuan orang lain.
oleh pasien.

5. Menyiapkan bel
di dekat pasien. 5. Agar pasien dapat segera
meminta bantuan perawat
saat membutuhkannya.

Rasa nyeri 1. Mengkaji tingkat


Gangguan rasa berkurang / hilang, nyeri yang 1. Untuk mengetahui berapa
nyaman (nyeri) setelah dilakukan dialami pasien berat nyeri yang dialami
berhubungan tindakan dengan memberi pasien. Reaksi pasien
dengan keperawatan selama rentang nyeri (0 – terhadap nyeri dapat
mekanisme 1x24 jam dengan 10). Biarkan dipengaruhi oleh berbagai
patologis (proses kriteria hasil : pasien faktor dan dengan
penyakit)  Rasa nyaman menentukan mengetahui faktor-faktor
terpenuhi. tingkat nyeri tersebut maka perawat dapat
 Nyeri yang dialami menentukan intervensi yang
berkurang atau pasien, respon sesuai dengan masalah
hilang. pasien terhadap pasien.
nyeri yang
dialami.

2. Memberikan
posisi yang 2. Respon individu terhadap
nyaman, nyeri sangat berbeda atau
usahakan situasi bervariasi, sehingga perawat
ruangan yang perlu mengkaji lebih lanjut
tenang. untuk menghindari kesalahan
persepsi terhadap kondisi
yang dialami pasien.
3. Menganjurkan
pasien untuk 3. Untuk mengurangi rasa nyeri.
membaca buku, Dengan melakukan aktivitas
mendengarkan lain, pasien dapat sedikit
musik, nonton melipakan perhatiannya
TV (mengalihkan terhadap nyeri yang dialami.
perhatian).

4. Memberikan
Kurangnya kesempatan 4. Berhubungan dengan orang-
pengetahuan pasien utnuk orang terdekat / teman akan
tentang proses berkomunikasi membuat pasien gembira /
penyakit, diet, dengan teman- bahagia dan dapat
perawatan dan temannya. mengalihkan perhatiannya
obat-obatan terhadap nyeri.
pasien selama 5. Memberikan
sakit obat-obat 5. Obat-obat analgetik dapat
berhubungan analgetik. membantu menekan atau
dengan mengurangi rasa nyeri pasien.
kurangnya
informasi. Pengetahuan Pasien 1. Mengkaji tingkat
/ keluarga pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi
meningkat, setelah pasien / keluarga pada pasien / keluarga,
dilakukan tindakan tentang penyakit perawat perlu mengetahui
keperawatan selama DHF. sejauh mana informasi /
1x24 jam dengan pengetahuan tentang penyakit
kriteria hasil : yang diketahui pasien serta
 Pengetahuan kebenaran informasi yang
pasien / telah didapatkan sebelumnya.
keluarga 2. Mengkaji latar
tentang proses belakang 2. Agar perawat dapat
penyakit, diat, pendidikan memberikan penjelasan
perawatan dan pasien / keluarga. sesuai dengan tingkat
obat-obatan pendidikan mereka sehingga
bagi penderita penjelasan dapat dipahami
DHF meningkat dan tujuan yang direncanakan
dan pasien / tercapai.
keluarga 3. Menjelaskan
mampu tentang proses 3. Agar informasi dapat diterima
menceritakan penyakit, diet, dengan mudah dan tepat
kembali. perawatan dan sehingga tidak menimbulkan
obat-obatan pada kesalahpahaman.
pasien dengan
bahasa dan kata-
kata yang mudah
dimengerti
(dipahami).

4. Menjelaskan
semua prosedur 4. Dengan mengetahui semua
yang akan prosedur / tindakan yang akan
dilakukan dan dialami, pasien akan lebih
manfaatnya bagi kooperatif dan mengurangi
pasien. kecemasan.

5. Memberikan
kesempatan pada 5. Mengurangi kecemasan dan
pasien / keluarga memotivasi pasien untuk
untuk kooperatif salama masa
menanyakan hal- perawatan / penyembuhan.
hal yang ingin
diketahui
sehubungan
dengan penyakit
yang dialami
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika. Jakarta.

Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan,
EGC ; Jakarta.
Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai