Anda di halaman 1dari 2

Multimedia adalah penggunaan komputer untuk menyajikan dan menggabungkan teks, suara,

gambar, animasi, audio dan video dengan alat bantu (tool) dan koneksi (link) sehingga pengguna
dapat melakukan navigasi, berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi. Multimedia sering digunakan
dalam dunia informatika. Selain dari dunia informatika, multimedia juga diadopsi oleh dunia game,
dan juga untuk membuat website.
Multimedia dimanfaatkan juga dalam dunia pendidikan dan bisnis. Di dunia pendidikan, multimedia
digunakan sebagai media pengajaran, baik dalam kelas maupun secara sendiri-sendiri atau
otodidak. Di dunia bisnis, multimedia digunakan sebagai media profil perusahaan, profil produk,
bahkan sebagai media kios informasi dan pelatihan dalam sistem e-learning.
Pada awalnya multimedia hanya mencakup media yang menjadi konsumsi indra penglihatan
(gambar diam, teks, gambar gerak video, dan gambar gerak rekaan/animasi), dan konsumsi indra
pendengaran (suara) dan juga berupa ( berwujud). Dalam perkembangannya multimedia mencakup
juga kinetik (gerak) dan bau yang merupakan konsumsi indra penciuman. Multimedia mulai
memasukkan unsur kinetik sejak diaplikasikan pada pertunjukan film 3 dimensi yang digabungkan
dengan gerakan pada kursi tempat duduk penonton. Kinetik, dan film 3 dimensi
membangkitkan sense realistis.
Bau mulai menjadi bagian dari multimedia sejak ditemukan teknologi reproduksi bau melalui
telekomunikasi. Dengan perangkat input pendeteksi bau, seorang operator dapat mengirimkan
hasil digitizing bau tersebut melalui internet. Komputer penerima harus menyediakan perangkat
output berupa mesin reproduksi bau. Mesin reproduksi bau ini mencampurkan berbagai jenis bahan
bau yang setelah dicampur menghasilkan output berupa bau yang mirip dengan data yang dikirim
dari internet. Dengan menganalogikan dengan printer, alat ini menjadikan feromon-feromon bau
sebagai pengganti tinta. Output bukan berupa cetakan melainkan aroma.

Sejarah Digitalisasi[sunting | sunting sumber]


Digitalisasi multimedia bermula pada 1983-1986 dengan kemunculan Viewtron. Knight-Ridder
membuat sebuah proyek yang memberikan akses berita kepada khalayak sebelum berita tersebut
dicetak pada koran. Berita yang ditampilkan merupakan berita dari Miami Herald dan Associated
Press. Namun, Viewtron terpaksa harus ditutup pada 31 Maret 1986 dikarenakan tidak
memberikan profit apapun setelah 6 tahun penelitian dan 3 tahun beroperasi. Selain itu, dalam
mengakses Viewtron diperlukan perangkat khusus seperti terminal dan keyboard[1].
Pada tahun 1988, World Wide Web mulai berkembang dan memunculkan banyak pionir laman
berita dari berbagai media berita. Contohnya seperti CNN, The Chicago Tribune, dan News &
Observer[2]. Koran Inggris, The Daily Telegraph mengikuti tren yang ada dengan
meluncurkan Electronic Telegraph pada November 1994. Electronic Telegraph menjadi koran
berbasis daring pertama di Eropa[3]. Publikasi daring mulai mengikuti ritme dari publikasi cetak yang
terbit setiap hari.
Spesifikasi topik berita juga mulai dikembangkan pada saat ini sehingga muncul yang dinamakan
agregasi berita. Agregasi berita adalah sebuah tren saat sebuah laman
atau software mengumpulkan berbagai konten yang memiliki topik yang sama namun berasal dari
banyak sumber dan memiliki banyak format. Konten yang dikumpulkan dapat berupa teks, foto dan
video. Salah satu laman yang menyediakan agregasi berita adalah Drudge Report. Topik yang
diangkat pada saat itu adalah skandal Monica Lewinsky[4].
Sementara di Indonesia, pionir pertama koran daring adalah Republika dan Kompas pada tahun
1995. Kemunculan koran daring ini disebabkan oleh mulai meningkatnya jumlah pengguna internet
di Indonesia. Selain itu, kendala geografis yang membuat sulitnya distribusi koran cetak juga
menjadi alasan pendukung hadirnya laman-laman ini. Namun, konten dalam laman ini masih sama
dengan konten pada koran versi cetak.
Tempo juga turut meluncurkan Tempo Interaktif pada tahun 1996. Kemunculan Tempo Interaktif
sebagai pengganti koran cetak Tempo yang berhenti beredar akibat dibredel oleh pemerintah pada
tahun 1994. Sehingga konten yang ada pada laman Tempo Interaktif berbeda dengan laman-laman
berita yang lain. Tempo Interaktif cenderung menyuguhkan konten berupa wawancara dengan
narasumber dan profil tokoh.
Perubahan mulai terjadi ketika Detikcom muncul pada tahun 1998. Berbeda dengan laman berita
yang lain, Detikcom lebih mengutamakan kecepatan dalam menyampaikan berita. Unsur berita yang
digunakan hanya What, Who dan Where. Perubahan ini mulai dilakukan karena situasi Indonesia
pada saat itu sedang sangat bergejolak. Informasi mengenai gerakan reformasi selalu muncul setiap
saat dan dari berbagai daerah. Sehingga kecepatan dalam mendapatkan informasi menjadi hal yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat[5].
Kini, laman berita di Indonesia sudah mencapai 43.300 laman. Laman-laman tersebut tidak hanya
memproduksi dan menampilkan berita, tetapi ada pula yang menyajikan agregasi berita dan kurasi
berita. Namun laman berita yang terverifikasi oleh pemerintah hanya 5% dari jumlah keseluruhan,
yaitu 234 laman berita. Hal ini dikarenakan laman-laman berita lainnya cenderung terbit secara tidak
menentu. Selain itu, laman-laman tersebut tidak menggunakan kode etik jurnalistik dengan tepat
dan tidak menjadi rujukan orang lain[6].

Penerapan Multimedia di Media Indonesia[sunting | sunting


sumber]
Perkembangan teknologi yang pesat membuat segala sesuatu menjadi jauh lebih mudah serta
praktis. Banyaknya temuan baru di dunia teknologi mempermudah pelbagai macam aktivitas yang
dilakukan dalam keseharian manusia. Mudahnya mengakses informasi di pelbagai media, berkaitan
erat dengan istilah multimedia. Bagi generasi millennial yang kreatif, inovatif, serta suka pelbagai hal
baru menikmati multimedia yang dihadirkan di dunia teknologi dan informasi

Anda mungkin juga menyukai