Dimana:
RF = Recovery Factor
Ф = Porositas
Sw = Saturasi air
Boi = Faktor volume formasi mula-mula, bbl/STB
K = Permeabilitas, mD
µwi = Viskositas air mula-mula, cp
µoi = Viskositas minyak mula-mula, cp
Pi = Tekanan mula-mula, psi
Pa = Tekanan abandon, psi
untuk reservoir dengan tenaga pendorong solution gas drive dan dalam kondisi
dibawah tekanan gelembung digunakan persamaan sbb:
ф(1−Sw) 0,1611 k 0,0979 Pb 0,1744
RF = 41,815 ( ) (µob) Sw 0,3722 (Pa) ................(2-2)
Bob
dimana:
Bob = Faktor volume formasi pada bubble point, bbl/STB
K = Permeabilitas, mD
µob = Viskositas pada bubble point, cp
Pb = Tekanan bubble, psi
dimana:
Swa = Saturasi air abandon
Sga = Saturasi gas abandon
Boa = Faktor volume minyak abandon
untuk reservoar water drive kuat, dimana tekanan reservoar hampir tidak berubah,
berlaku:
Sor
RF = 1 − (1−Swi)
.....................................................................................(2-5)
atau
1−𝑆𝑤𝑖−𝑆𝑜𝑟
RF = (1−Swi)
........................................................................................(2-6)
dimana:
Sor = Saturasi minyak sisa
Gambar 2.1.
Distribusi Perolehan Cadangan Minyak
(Gomaa, E. E., 1995)
Tahap produksi primer hanya dapat memproduksi sekitar 1/3 dari OOIP,
dimana 2/3 dari OOIP tidak dapat diproduksi dengan teknologi konvensional,
seperti terlihat pada Gambar 2.1. Penerapan teknologi EOR diharapkan dapat
memproduksi sekitar 20%-30% dari cadangan minyak sisa tersebut, dan sisanya
masih tertinggal di dalam reservoir.
Dalam reservoir, apabila suatu fluida didesak oleh fluida lainnya, maka
akan terdapat suatu zona transisi atau zona campuran. Zona tersebut mempunyai
perubahan saturasi dari fluida pendesak dan fluida yang didesaknya dengan
jarak yang cukup jelas, seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Besarnya jarak ini tergantung beberapa hal, antara lain sifat-sifat fisik
fluida dan batuan, tingkat misibilitas antara fluida injeksi dan fluida yang
diinjeksi, dan jarak pendesakan.
Zon
Zo a
Flu
id n Min
a a y
Inj Tra
ak
ek
s
ns
i
isi
Arah Pendesakan
Gambar 2.2.
Keadaan Proses Pendesakan
(Gomaa, E. E., 1995)
wo
so sw
cos
wo
so sw
2.4.1.2. Wettabilitas
Wettabilitas atau derajat kebasahan didefinisikan sebagai suatu
kecendrungan batuan untuk dibasahi oleh fasa fluida apabila diberikan dua fluida
yang tak saling campur (immiscible). Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai
air dan minyak (atau gas) yang berada diantara matriks batuan. Salah satu fluida
akan bersifat lebih membasahi batuan daripada fluida lainnya di dalam suatu
reservoir.
Kecenderungan suatu fluida untuk membasahi batuan disebabkan adanya
gaya adhesi, yaitu gaya tarik-menarik antara molekul – molekul zat yang
berlainan yang merupakan faktor tegangan permukaan antara batuan dengan
fluida. Wettabilitas berperan penting dalam perilaku reservoir, sebab akan
menimbulkan tekanan kapiler yang akan memberikan dorongan sehingga minyak
atau gas dapat bergerak.
Wettabilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
Jenis mineral yang terkandung dalam batuan reservoir.
Ukuran butir batuan, semakin halus ukuran butir batuan maka semakin besar
gaya adhesi yang terjadi.
Jenis kandungan hidrokarbon yang terdapat di dalam minyak mentah (crude
oil).
Wettabilitas terbagi menjadi dua kategori berdasarkan jenis komponen
yang mempengaruhi, yaitu :
a. Water Wet
Kondisi ini terjadi jika suatu batuan mempunyai sudut kontak
fluida (minyak dan air) terhadap batuan itu sendiri lebih kecil dari 90O (θ <
90O). Kejadian ini terjadi sebagai akibat dari gaya adhesi yang lebih besar
pada sudut lancip yang dibentuk antara air dengan batuan dibandingkan
gaya adhesi pada sudut yang tumpul yang dibentuk antara minyak dengan
batuan.
b. Oil Wet
Kondisi ini terjadi jika suatu batuan mempunyai sudut kontak
antara fluida (minyak dan air) terhadap batuan itu sendiri dengan sudut lebih
besar dari 90O (θ > 90O). Karakter oil wet pada kondisi batuan reservoir
tidak diharapkan terjadi, karena akan menyebabkan jumlah minyak yang
tertinggal pada batuan reservoir saat diproduksi lebih besar daripada water
wet.
Gambar 2.5. Wettabilitas Batuan dengan Fluida
(Paul Willhite, 1986)
Gambar 2.6
Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan Hidrokarbon
pada Permukaan Silika
(Amyx, J., 1960)
Gambar 2.7
Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan Hidrokarbon
Pada Permukaan Kalsit
(Amyx, J., 1960)
Kf = Permeabilitas, mD
f = Viskositas, cp
(Subscript f menunjukan fluida tertentu, sepertiminyak, air dan gas)
Mobilitas merupakan fungsi dari sifat-sifat fluida batuannya, harganya
bervariasi sesuai dengan saturasi, tekanan dan temperaturnya. Mobilitas fluida
akan berbeda-beda tergantung pada tempat fluida itu berada dan waktu
pelaksanaan injeksi fluidanya. Mobilitas fluida kadang-kadang tidak beraneka
ragam harganya untuk suatu reservoir pada saat proses pendesakan berlangsung,
tetapi bila terjadi perubahan biasanya dicari harga rata-rata sehingga dapat
digunakan untuk perhitungan.
Mobility ratio didefenisikan sebagai perbandingan mobilitas minyak
dengan mobilitas fluida pendesak. Mobilitas ratio air terhadap minyak dinyatakan
dengan Persamaan sebagai berikut :
w K rw o
M w, o x .................................................................. (2-12)
o K ro w
Gambar. 2.11.
Grafik Imbibisi dan Drainage terhadap Tekanan Kapiler
(Amyx. J., 1960)
2.5.3. Permeabilitas
Permeabilitas adalah suatu sifat fisik batuan yang menggambarkan
kemampuan batuan tersebut untuk meloloskan fluida melalui pori-pori yang
saling berhubungan tanpa menyebabkan kerusakan dan/ atau membawa serta
partikel batuan tersebut. Henry Darcy (1856) membuat hubungan empiris
dengan bentuk differensial sebagai berikut :
k dP
V =- ..................................................................................... (2-14)
μ dL
dimana:
V = Kecepatan aliran, cm/ sec
µ = Viskositas fluida yang mengalir, cp
dP
= Gradien tekanan dalam arah aliran , atm/ cm
dL
k = Permeabilitas media berpori, darcy
Tanda negatif dalam Persamaan 2-14 menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Asumsi yang digunakan pada persamaan di atas adalah :
Aliran fluida dalam kondisi steady state (mantap).
Fluida yang mengalir satu fasa.
Viskositas fluida yang mengalir dalam kondisi konstan.
Kondisi aliran isothermal.
Media berpori bersifat homogen.
Fluida incompressible.
Tidak terjadi reaksi kimia antara fluida yang mengalir terhadap media
berpori.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy menggunakan
batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batupasir silindris yang porous ini 100%
dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas penampang A, dan panjang L.
Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 pada salah satu ujungnya maka
terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan P2 adalah tekanan keluar. Dari
percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah konstan dan akan
sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan,
perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga
permeabilitas absolut batuan. Ditunjukkan pada Gambar 2.11
Gambar 2.11.
Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas
(Cole, F.W., 1969)
Q. .L
K ................................................................................(2-15)
A.( P1 P2 )
Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :
Q(cm 3 / sec). (centipoise ).L(cm)
K (darcy ) ...................................(2-16)
A( sq.cm).( P1 P2 )( atm)
Berdasarkan persamaan (2-17), maka dapat didefinisikan 1 Darcy adalah
dimana fluida dengan kekentalan (viskositas) sebesar 1 centipoise mengalir
dengan laju sebesar 1 cm3/detik melalui sebuah penampang sebesar 1 cm2 dengan
gradien tekanan sebesar 1 atm per cm. Dari persamaan (2-16) dapat
dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran yaitu aliran linier dan radial, masing-
masing untuk fluida yang compressible dan incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula
konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif.
Berdasarkan atas jumlah fasa cairan yang mengalir di dalam media
berpori, maka pada dasarnya permeabilitas batuan dibedakan menjadi :
a. Permeabilitas Absolut
Permeabilitas absolut suatu batuan adalah permeabilitas dimana fluida yang
mengalir pada batuan hanya terdiri atas satu fasa, misalnya hanya gas, minyak
atau air saja. Secara empiris diformulasikan sebagai berikut:
qμ L
kabs = .............................................................................. (2-17)
A (P1 P2 )
b. Permeabilitas Efektif
Permeabilitas efektif suatu batuan adalah permeabilitas dimana fluida yang
mengalir pada media berpori lebih dari satu fasa. Permeabilitas efektif untuk
masing-masing fluida adalah:
1) Permeabilitas Efektif Gas (kg)
qg μg L
kg = ................................................................................ (2-18)
A (P1 P2 )
2) Permeabilitas Efektif Minyak (ko)
qo μo L
ko = ................................................................................ (2-19)
A (P1 P2 )
3) Permeabilitas Efektif Air (kw)
qw μw L
kw = ............................................................................... (2-20)
A (P1 P2 )
c. Permeabilitas Relatif
Permeabilitas relatif adalah nilai perbandingan antara permeabilitas efektif
dengan permeabilitas absolut. Dan diformulasikan sebagai berikut:
k eff
krel = ......................................................................................... (2-21)
k abs
atau,
kg ko k
krg = ; kro = ; krw = w ....................................................... (2-22)
k k k
Keterkaitan antara harga permeabilitas efektif minyak dan air terhadap
harga saturasinya digambarkan oleh suatu kurva grafik yang ditunjukkan Gambar
2.12. Sedangkan keterkaitan antara harga permeabilitas efektif minyak dan gas
terhadap harga saturasinya digambarkan oleh suatu kurva grafik yang ditunjukkan
Gambar 2.13.
Gambar 2.12.
Hubungan Permeabilitas Efektif Minyak dan Air
(Smith, C.R., et al., 1992)
Gambar 2.13.
Hubungan Permeabilitas Efektif Gas dan Minyak
(Smith, C.R., et al., 1992)
Gambar 2.14.
Skema Pendesakan Linier pada Suatu Media Berpori
(Ahmed, Tarek., 2000)
S oi S or
Ed ................................................................................. (2-22)
S oi
dimana:
Ed = Efisiensi pendesakan
Soi = Saturasi minyak mula (pada awal pendesakan), fraksi volume
pori-pori.
Pada prakteknya Sor dan Ed harganya akan tetap sampai pada bidang front
mencapai titik produksinya. Pada saat dan sebelum breakthrough terjadi, efisiensi
pendesakan ditunjukan oleh persamaan:
S oi ( S or ) BT
( Ed ) BT ............................................ (2-23)
S oi
1 k r1 2
M ............................................................................. (2-26)
2 k r 2 1
dimana :
M = Perbandingan mobilitas antara fluida pendesak dan fluida yang
didesak
λ1 = Mobilitas fluida pendesak, m2/Pa s
λ2 = Mobilitas fluida yang didesak, m2/Pa s
Δρ = Perbedaan densitas antara dua fluida, kg/m3
V = Kecepatan superfacial (permukaan), m/s
g = Percepatan gravitasi, m/s2
α = Sudut kemiringan, derajat
Pc = Gradien tekanan kapiler
kr1 = Permeabilitas relatif fluida pendesak,
kr2 = Permeabilitas relatif fluida yang didesak
1 = Viskositas fluida pendesak, Pa s
2 = Viskositas fluida didesak, Pa s
Gambar 2.15.
Penurunan Saturasi Breakthrough
(Gomaa, E. E., 1995)
Gambar 2.16.
Profil Saturasi Dalam Pendesakan Tak Tercampur Satu Dimensi
(Gomaa, E. E., 1995)
f1
M
M 1
1 N g sin ................................................................. (2-27)
2 g
Ng ................................................................................. (2-28)
Gambar 2.17.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gaya Gravitasional terhadap
Kurva Fractional Flow
(Gomaa, E. E., 1995)
Gambar 2.18.
Pengaruh Mobilitas Ratio dan Gaya Gravitasional terhadap
Efisiensi Pendesakan
(Gomaa, E. E., 1995)
Gambar 2.20.
Gambaran Faktor Cakupan (Coverage Factor)
(Gomaa, E. E., 1995)
0,9 3,0
Areal swept efficiency, Es 1,0
2,0
0,8 0,9 1,5
BR
EA
KT
0,7 0,8
HR
OU
0,7
GH
0,6
0,6
0,5
0,5
0,4 injec ted volume
displaceable pore volume
0,3
0,1 1 10 100 1000
Mobility ratio, M
Gambar 2.21.
Korelasi Efisiensi Penyapuan Areal untuk Five-Spot
(Gomaa, E. E., 1995)
Gambar 2.22.
Korelasi Efisiensi Penyapuan Areal untuk Direct Line Drive
(Gomaa, E. E., 1995)
Efisiensi penyapuan areal pada volume pori yang telah terinjeksi akan
berkurang dengan naiknya mobilitas. Perbandingan mobilitas akan meningkat
dengan naiknya volume yang telah diinjeksikan, sehingga harga akhir untuk
efisiensi penyapuan areal akan diambil pada harga volume pori yang telah
diinjeksikan dihubungkan dengan limitingcut yang ditentukan dalam produksi.
Hal yang perlu dicatat adalah harga efisiensi penyapuan yang ditentukan dari
korelasi tidak dapat menunjukkan beberapa anisotropy (variasi permeabilitas
directional) atau heterogenitas. Untuk kasus dimana terdapat faktor tersebut,
teknik simulasi reservoir harus dipakai untuk mendapatkan peramalan efisiensi
penyapuan areal yang memberikan hasil yang lebih baik.
Pada kebanyakan korelasi penyapuan areal, perbandingan mobilitas
dihitung dengan memakai permeabilitas relatif end-point, biasanya dipakai
mobilitas rasio rata-rata. Mobilitas rasio didefenisikan sebagai perbandingan
antara mobilitas total fluida dibelakang front pendesakan dengan didepan front
pendesakan, dirumuskan sebagai berikut:
( r 1 r 2 ) b
M ............................................................................. (2-28)
( r 1 r 2 ) a
dimana:
λγ1 dan λγ2 = Mobilitas relatif fluida pendesak dan fluida yang didesak
2.6.3. Subkrip b dan a berturut-turut menunjukkan kondisi pada saturasi
rata-rata dibelakang front dan saturasi awal didepan front.
Invaded
Areal View
Region
Contacted
Region
Gambar 2.23.
Perbedaan antara Invaded Region dan Contacted Region
(Gomaa, E. E., 1995)
Gambar 2.24.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gravitasi terhadap
Efisiensi Penyapuan Vertikal
(Gomaa, E. E., 1995)
Gambar 2.25.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Heterogenitas terhadap
Efisiensi Penyapuan Vertikal
(Gomaa, E. E., 1995)
Gambar 2.27.
Profil Saturasi Air Berdasarkan Konsep Desaturasi
(Soengkowo, Iman., 1980)
Gambar 2.28.
Pola Injeksi Line Drive
(Kristanto, Dedy, Dr., 2005)
kk rw A w w kk A P g sin
qw rw w w .......... .(2-30)
w x w x 1.0133x10 6
6 dm
1atm 1.0133x10
cm 2
Kemudian disubstitusikan dengan qo = qt – qw dari Persamaan (2-29) dan
Persamaan (2-30), didapat hasil:
q to P g sin
q w w o A c 6
.................. .(2-31)
kk rw kk ro kk ro x 1.0133x10
Definisi fraksi aliran air pada setiap titik adalah:
qw q
fw w
qo q w qt
Kemudian disubstitusikan ke persamaan (2-31) dan didapat persamaan
sebagai berikut :
kk ro A Pc g sin
1
q to x 1.0133x10 6
fw ............................................. .(2-32)
w k ro
1
k rw o
Dalam satuan lapangan:
kk ro A Pc
1 1.127 x10 3 0.4335 sin
q to x
fw .................... .(2-33)
k
1 w ro
k rw o
Keterangan :
Gambar 2.30.
Hubungan antara Saturasi dengan Tekanan Kapiler
(Kristanto, Dedy, Dr., 2005)
Pc dPc S w
........................................................................... (2-33)
x dS w x
Pc
Dari Persamaan 2-33 diperoleh harga selalu lebih besar dari nol,
x
sehingga selalu menambah fraksi aliran (fw). Untuk pendesakan horizontal
(sin = 0) dengan mengabaikan gradien tekanan kapiler, maka didapat :
1
fw ............................................................................. (2-34)
w k ro
1
o k rw
Gambar 2.32.
Profil Saturasi Air Berdasarkan Konsep Pendesakan Torak
(Soengkowo, Iman., 1980)
2 Po 2 Po 2 Po
0
x 2 y 2 z 2
k o Po
................................................................................. (2-35)
o s
Untuk daerah di belakang front adalah :
2 Pw 2 Pw 2 Pw
2 0
x 2 y 2 z
k w Pw
.................................................................................. (2-36)
w s
Untuk daerah front, berlaku Po = Pw. Untuk persamaan diatas, ko diambil
saat saturasi air mencapai saturasi air konat, dan kw diambil saat saturasi
minyak mencapai saturasi residu.
Keterangan :
VD = Volume pori yang didesak, cuft
ViD = Volume fluida yang diinjeksikan
Vb = Volume bulk batuan, cuft
= Porositas batuan
Swc = Saturasi air konat
Sor = Saturasi minyak residu
Sifat-sifat aliran dan reservoir yang dipakai dalam model fisik adalah :
Tebal lapisan lebih kecil daripada ukuran reservoir, sehingga dapat
dianggap dua dimensi
Tidak ada pengaruh gravitasi atau kemiringan reservoir kecil (<10o)
Reservoir bersifat homogen
Pada proses injeksi berlaku pendesakan torak dan aliran mantap