Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan triase modern tak lepas dari pengembangan sistim layanan gawat
darurat. Kehidupan yang semakin kompleks menyebabkan terjadi revolusi sistem
triase baik di luar rumah sakit maupun dalam rumah sakit. Kata triase berasal dari
bahasa perancis trier, yang artinya menyusun atau memilah. Kata ini pada awalnya
digunakan untuk menyebutkan proses pemilahan biji kopi yang baik dan yang rusak.
Proses pemilahan di dunia medis pertama kali dilaksanakan sekitar tahun 1792 oleh
Baron Dominique Jean Larrey, seorang dokter kepala di Angkatan perang Napoleon.
Pemilahan pada serdadu yang terluka dilakukan agar mereka yang masih bisa ditolong
mendapatkan prioritas penanganan. Seiring dengan berkembangnya penelitian di
bidang gawat darurat, sejak tahun 1950 an diterapkan metode triase di rumah sakit di
Amerika Serikat, namun belum ada struktur yang baku. Seiring dengan perkembangan
keilmuan dibidang gawat darurat, triase rumah sakit modern sudah berkembang
menjadi salah satu penentu arus pasien dalam layanan gawat darurat.

Triase menjadi komponen yang sangat penting di unit gawat darurat terutama karena
terjadi peningkatan drastis jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit melalui unit ini.
Berbagai laporan dari IGD menyatakan adanya kepadatan (overcrowding)
menyebabkan perlu ada metode menentukan siapa pasien yang lebih prioritas sejak
awal kedatangan. Ketepatan dalam menentukan kriteria triase dapat memperbaiki
aliran pasien yang datang ke unit gawat darurat, menjaga sumber daya unit agar dapat
fokus menangani kasus yang benar-benar gawat, dan mengalihkan kasus tidak gawat
darurat ke fasilitas kesehatan yang sesuai. Dalam rangka meningkatkan performa
pelayanan di IGD, revitalisasi peran dan fungsi triase harus dilakukan. Untuk itu,
perkembangan sistem triase rumah sakit diberbagai negara perlu diketahui, sehingga
dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah sistim triase modern tersebut relevan
diterapkan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penulisan ini adalah
“Trend Issue Aplikasi Triase Modern di UGD ”
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diketahuinya cara pemilahan pasien sesuai kegawatan di IGD RS Amelia.
2. Tujuan Khusus
Diketahuinya aplikasi triase terbaru dalam keperawatan pada IGD dan bagaimana
cara melakukan triase sesuai sumber beberapa negara yang mengaplikasikannya
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Triase


Triase adalah proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam rangka menentukan
pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami kecacatan, atau berisiko
memburuk keadaan klinisnya apabila tidak mendapatkan penanganan medis segera, dan
pasien mana yang dapat dengan aman menunggu. Berdasarkan definisi ini, proses triase
diharapkan mampu menentukan kondisi pasien yang memang gawat darurat, dan kondisi
yang berisiko gawat darurat. Untuk membantu mengambil keputusan, dikembangkan
suatu sistim penilaian kondisi medis dan klasifikasi keparahan dan kesegeraan pelayanan
berdasarkan keputusan yang diambil dalam proses triase. Penilaian kondisi medis triase
tidak hanya melibatkan komponen topangan hidup dasar yaitu jalan nafas (airway),
pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation) atau disebut juga ABC approach, tapi
juga melibatkan berbagai keluhan pasien dan tanda-tanda fisik. Penilaian kondisi ini
disebut dengan penilaian berdasarkan kumpulan tanda dan gejala (syndromic approach).
Contoh sindrom yang lazim dijumpai di unit gawat darurat adalah nyeri perut, nyeri
dada, sesak nafas, dan penurunan kesadaran.

Triase konvensional yang dikembangkan di medan perang dan medan bencana


menetapkan sistim pengambilan keputusan berdasarkan keadaan hidup dasar yaitu ABC
approach dan fokus pada kasus-kasus trauma. Setelah kriteria triase ditentukan, maka
tingkat kegawatan dibagi dengan istilah warna, yaitu warna merah, warna kuning, warna
hijau dan warna hitam. Penyebutan warna ini kemudian diikuti dengan pengembangan
ruang penanganan medis menjadi zona merah, zona kuning, dan zona hijau (tabel 1).
Triase bencana bertujuan untuk mengerahkan segala daya upaya yang ada untuk korban-
korban yang masih mungkin diselamatkan sebanyak mungkin (do the most good for the
most people).
Diketahui, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah sistim triase modern
tersebut relevan diterapkan di Indonesia.
Tabel 1. Triase Bencana Kriteria Deskripsi
Korban dalam kondisi kritis dan membutuhkan
Merah pertolongan segera
Korban tidak dalam kondisi kritis namun
Kuning membutuhkan pertolongan segera
Trauma minor dan masih mampu berjalan
Hijau (walking wounded)
Hitam Meninggal

Triase rumah sakit bertujuan menetapkan kondisi yang paling mengancam nyawa agar
dapat mengerahkan segala daya upaya dan fokus untuk melakukan pertolongan medis
pada pasien sampai keluhan pasien dan semua parameter hemodinamik terkendali.
Prinsip yang dianut adalah bagaimana agar pasien mendapatkan jenis dan kualitas
pelayanan medik yang sesuai dengan kebutuhan klinis (prinsip berkeadilan) dan
penggunaan sumber daya unit yang tepat sasaran (prinsip efisien). Selain tingkat
kegawatan suatu kondisi medis, triase juga harus menilai urgensi kondisi pasien. Urgensi
berbeda dengan tingkat keparahan. Pasien dapat dikategorikan memiliki kondisi tidak
urgen tapi masih tetap membutuhkan rawat inap dirumah sakit karena kondisinya.
Setelah penilaian keparahan (severity) dan urgensi (urgency), maka beberapa sistim
triase menentukan batas waktu menunggu, yaitu berapa lama pasien dapat dengan aman
menunggu sampai mendapatkan pengobatan di IGD.

Sistim triase tidak dirancang untuk membuat diagnosis, namun seiring dengan
berkembangnya ilmu kedokteran, tindakan-tindakan penyelamatan nyawa sudah dapat
dimulai secara simultan ketika triase berjalan, seperti tindakan pembebasan jalan nafas
dengan metode jaw thrust, pijat jantung luar, penekanan langsung sumber perdarahan,
pemasangan cervical collar. Triase modern yang diterapkan di rumah sakit saat ini
terbagi atas lima kelompok (tabel 2) dengan berbagai macam penyebutan, dalam artikel
ini akan diseragamkan dengan sebutan kategori.
Tabel 2. Kategori
triase berdasarkan
beberapa sistem Warna (MTS) Kriteria CTAS Kriteria ATS
Level (ESI)
Level 1 Merah Resusitasi Segera mengancam
nyawa
Level 2 Oranye Emergency Mengancam nyawa
Level 3 Kuning Segera (Urgen) Potensi mengancam
nyawa
Level 4 Hijau Segera (Semi Urgen) Segera
Level 5 Biru Tidak Segera Tidak Segera

Untuk membuat sistem triase yang efektif dan efisien, maka ada empat hal yang harus
dinilai yaitu utilitas, sistim triase harus mudah dipahami dan praktis dalam aplikasi oleh
perawat gawat darurat dan dokter. Valid, sistem triase harus mampu mengukur urgensi
suatu kondisi sesuai dengan seharusnya reliabel, sistim triase dapat dilaksanakan oleh
berbagai petugas medis dan memberikan hasil yang seragam, dan keamanan, keputusan
yang diambil melalui sistim triase harus mampu mengarahkan pasien untuk mendapatkan
pengobatan semestinya dan tepat waktu sesuai kategori triase.

Metode triase rumah sakit yang saat ini berkembang dan banyak diteliti reliabilitas,
validitas, dan efektivitasnya adalah triase Australia (Australia Triage System/ATS), triase
Kanada (Canadian Triage Acquity System/CTAS), triase Amerika Serikat (Emergency
Severity Index/ESI) dan triase Inggris dan sebagian besar Eropa (Manchester Triage
Scale). Metode terstruktur disertai pelatihan khusus ini dikembangkan sehingga proses
pengambilan keputusan triase dapat dilaksanakan secara metodis baik oleh dokter maupun
perawat terlatih, tidak berdasarkan pengalaman dan wawasan pribadi (educational guess)
atau dugaan (best guess). Lima kategori metode triase memiliki korelasi kuat dengan
pemakaian sumber daya unit gawat darurat, kebutuhan rawat inap dan rawat intensif
pasien gawat darurat, angka mortalitas, dan kesesuaian waktu yang dibutuhkan untuk
pertolongan segera pada pasien baru dibandingkan dengan metode konvensional. Dengan
metode triase lima kategori ini, maka setiap pasien yang masuk ke unit gawat darurat akan
diterima oleh petugas triase. Petugas triase kemudian melakukan proses pengambilan
keputusan berdasarkan metode terstruktur yang ditetapkan dan dilakukan dalam waktu
singkat (2-5 menit), untuk kemudian mengarahkan pasien ke zona pelayanan medik yang
sesuai kategori triase. Petugas triase menetapkan skala prioritas pasien, tidak melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik mendalam, tidak menetapkan rumusan masalah dan
menetapkan diagnosis.

1. Triase Australia
Sekitar tahun 1980an dimulai konsep triase lima tingkat di Rumah Sakit
Ipswich, Queensland, Australia. Enam konsep yang sama juga dikembangkan di
rumah sakit Box Hill, Victoria, Australia. Enam pembagian tingkatan ini berdasarkan
tingkat kesegeraan (urgency) dari kondisi pasien. Validasi sistim triase ini
menunjukkan hasil yang lebih baik dan konsisten dibandingkan triase konvensional
dan mulai di adopsi unit gawat darurat di seluruh Australia. Sistem nasional ini
disebut dengan National Triage Scale (NTS) dan kemudian berubah nama menjadi
Australia Triage Scale (ATS). Australian Triage Scale (ATS) mulai berlaku sejak
tahun 1994, dan terus mengalami perbaikan. Saat ini sudah ada kurikulum resmi dari
kementerian kesehatan Australia untuk pelatihan ATS sehingga dapat diterapkan
sesuai standar oleh perawat-perawat triase3. Konsep ATS ini kemudian menjadi dasar
berkembangnya sistim triase di Inggris dan Kanada.

Berbeda dari fungsi awal pembentukan tingkatan triase, saat ini selain menetapkan
prioritas pasien, ATS juga memberikan batasan waktu berapa lama pasien dapat
menunggu sampai mendapatkan pertolongan pertama. Sistim ATS juga membuat
pelatihan khusus triase untuk pasien-pasien dengan kondisi tertentu seperti pasien
anak-anak, pasien geriatri, pasien gangguan mental. Di Australia, proses triase
dilakukan oleh perawat gawat darurat. Karena triase sangat diperlukan untuk alur
pasien dalam UGD yang lancar dan aman, Australia memiliki pelatihan resmi triase
untuk perawat dan dokter. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan konsistensi
peserta dalam menetapkan kategori triase dan menurunkan lama pasien berada di
UGD. Dalam sistim triase ATS, dikembangkan mekanisme penilaian khusus kondisi
urgen untuk pasien-pasien pediatri, trauma, triase di daerah terpencil, pasien obstetri,
dan gangguan perilaku.
Untuk memudahkan trier (orang yang melakukan triase) mengenali kondisi pasien,
maka di ATS terdapat kondisi-kondisi tertentu yang menjadi deskriptor klinis seperti
yang tertera di tabel 3, tujuan deskriptor ini adalah memaparkan kasus-kasus medis
yang lazim dijumpai sesuai dengan kategori triase sehingga memudahkan trier
menetapkan kategori.
Tabel 3. Contoh
Aplikasi triase Respon Deskripsi Kategori Deskripsi Klinis
versi ATS
Kategori ATS
Kategori 1 Segera, penilaian Kondisi yang  Henti Jantung
dan tatalaksana mengancam nyawa  Henti nafas
diberikan secara atau berisiko  Sumbatan jalan
simultan mengancam nyawa nafas mendadak
bila tidak segera di yang berisiko
intervensi menimbulkan
henti jantung
 Pernafasan <
10x/menit
 Distres
pernafasan berat
 Tekanan darah
sistole < 80
(dewasa) atau
anak dengan
klinis shock berat
 Kesadaran tidak
ada respon atau
hanya berespon
dengan nyeri
 Kejang
berkelanjutan
 Gangguan
perilaku berat
yang mengancam
diri pasien dan
orang lain
Kategori 2 Penilaian dan 1. Risiko  Jalan nafas :
tatalaksana mengancam terdapat stridor
diberikan secara nyawa, dimana disertai distres
simultan dalam kondisi pasien pernafasan berat
waktu 10 menit dapat memburuk  Gangguan
dengan cepat, sirkulasi
dapat segera  Akral dingin
menimbulkan  Denyut nadi <50
gagal organ bila x/menit atau lebih
tidak diberikan dari 150x/menit
tatalaksana pada dewasa
dalam waktu 10  Hipotensi dengan
menit setelah gangguan
datang hemodinamik lain
2. Pasien memiliki  Banyak
kondisi yang kehilangan darah
memiliki periode  Nyeri dada tipikal
terapi efektif  Nyeri hebat
seperti apapun
trombolitik pada penyebabnya
ST Elevation  Demam dengan
Myocard Infark letargi
(STEMI),  Trauma multipel
trombolitik pada yang
stroke iskemik membutuhkan
baru, dan respon tim
antidotum pada  Trauma lokal
kasus keracunan namun berat
3. Nyeri hebat (traumatic
(VAS 7-10) amputation,
nyeri harus fraktur terbuka
diatasi dalam dengan
waktu 10 menit perdarahan)
setelah pasien
datang. Riwayat medis
berisiko
 Riwayat tertelan
bahan beracun
dan berbahaya
 Riwayat tersengat
racun binatang
tertentu
 Nyeri yang
diduga berasal
dari emboli paru,
diseksi aorta,
kehamilan
ektopik

Gangguan perilaku
 Perilaku agresif
dan kasar
 Perilaku yang
membahayakan
diri sendiri dan
orang lain dan
membutuhkan
tindakan
restraint
Kategori 3 Penilaian dan 1. Kondisi potensi  Hipertensi berat
tatalaksana dapat berbahaya,  Kehilangan
dilakukan dalam mengancam darah moderat
waktu 30 menit nyawa atau  Sesak nafas
dapat menambah  Saturasi oksigen
keparahan bila 90-95%
penilaian dan  Paska kejang
tatalaksana tidak  Demam pada
dilaksanakan pasien
dalam waktu 30 immunokompro
menit mais (pasien
2. Kondisi segera, AIDS, pasien
dimana ada onkologi, pasien
pengobatan yang dalam terapi
harus segera steroid)
diberikan dalam  Muntah menetap
waktu 30 menit dengan tanda
untuk mencegah dehidrasi
risiko  Nyeri kepala
perburukan dengan riwayat
kondisi pasien pingsan, saat ini
3. Nyeri sedang sudah sadar
yang harus  Nyeri sedang
diatasi dalam apapun
waktu 30 menit penyebabnya
 Nyeri dada
atipikal
 Nyeri perut
tanpa tanda akut
abdomen
 Pasien dengan
usia > 65 tahun
 Trauma
ekstremitas
moderat
(deformitas,
laserasi, sensasi
perabaan
menurun, pulsasi
ekstremitas
menurun
mendadak,
mekanisme
trauma memiliki
risiko tinggi
 Gangguan
perilaku yang
sangat tertekan,
menarik diri,
agitasi,
gangguan isi dan
bentuk pikiran
akut, potensi
menyakiti diri
sendiri
Kategori 4 Penilaian dan 1. Kondisi  Perdarahan
tatalaksana dapat berpotensi jatuh ringan
dimulai dalam menjadi lebih  Terhirup benda
waktu 60 menit berat apabila asing tanpa ada
penlaian dan sumbatan jalan
tatalaksana tidak nafas dan sesak
segera nafas
dilaksanakan  Cedera kepala
dalam waktu 60 ringan tanpa
menit riwayat pingsan
2. Kondisi segera,  Nyeri ringan-
dimana ada sedang
pengobatan yang  Muntah atau
harus segera diare tanpa
diberikan dalam dehidrasi
waktu 60 menit  Radang atau
untuk mencegah benda asing di
risiko mata,
perburukan penglihatan
kondisi pasien normal
3. Kondisi medis  Trauma
kompleks, ekstremitas
pasien minor (keseleo,
membutuhkan curiga fraktur,
pemeriksaan luka robek
yang banyak, sederhana, tidak
konsultasi ada gangguan
dengan berbagai neurovaskular
spesialis dan ekstremitas)
tatalaksana sendi bengkak
diruang rawat  Nyeri perut non
inap spesifik
4. Nyeri ringan  Gangguan
perilaku : Pasien
riwayat
gangguan yang
merusak diri dan
mengganggu
orang lain, saat
ini dalam
observasi
Kategori 5 Penilaian dan 1. Kondisi tidak  Nyeri ringan
tatalaksana dapat segera, yaitu  Riwayat
dimulai dalam kondisi kronik penyakit tidak
waktu 120 menit atau minor berisiko dan saat
diama gejala ini tidak
tidak berisiko bergejala
memberat bila  Keluhan minor
pengobatan tidak yang saat
segera diberikan berkunjung
2. Masalah klinis masih dirasakan
administratif  Luka kecil (luka
3. Mengambil hasil lecet, luka robek
lab dan meminta kecil)
penjelasan,  Kunjungan ulang
meminta untuk ganti
sertifikat verban, evaluasi
kesehatan, jahitan
meminta  Kunjungan
perpanjangan untuk imunisasi
resep  Pasien kronis
psikiatri tanpa
gejala akut dan
hemodinamik
stabil

2. Triase Kanada
Triase Kanada disebut dengan The Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS).
Pertama kali dikembangkan tahun 1990 oleh dokter yang bergerak dibidang gawat
darurat. Konsep awal CTAS mengikuti konsep ATS, dimana prioritas pasien disertai
dengan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan penanganan awal. CTAS juga
dilengkapi dengan rangkuman keluhan dan tanda klinis khusus untuk membantu
petugas melakukan identifikasi sindrom yang dialami pasien dan menentukan level
triase. Metode CTAS juga mengharuskan pengulangan triase (re-triage) dalam jangka
waktu tertentu atau jika ada perubahan kondisi pasien ketika dalam observasi.

Pengambilan keputusan dalam sistem CTAS berdasarkan keluhan utama pasien, dan
hasil pemeriksaan tanda vital yang meliputi tingkat kesadaran, nadi, pernafasan,
tekanan darah, dan nyeri. Penilaian dilakukan selama 2-5 menit, namun bila pasien
dianggap kategori CTAS 1 dan 2, maka harus segera dikirim ke area terapi. Seperti
ATS, CTAS juga membuat batasan waktu berapa lama pasien dapat menunggu
penanganan medis awal. Batasan waktu yang ditetapkan masih memiliki kelonggaran
(tabel 4) karena kunjungan pasien yang tidak dapat diprediksi dan dibatasi adalah
realitas yang dihadapi oleh tiap unit gawat darurat.

Tabel 4. Indikator
Keberhasilan Triase CTAS
Berdasarkan waktu respon Waktu untuk segera ditangani
Kategori CTAS
Kategori 1 Pasien dengan kategori ini 98% harus segera
ditangani oleh dokter
Kategori 2 Pasien dengan kategori ini 95% harus ditangani
oleh dokter dalam waktu 15 menit
Kategori 3 Pasien dengan kategori ini 90% harus ditangani
oleh dokter dalam waktu 30 menit
Kategori 4 Pasien dengan kategori ini 85% harus ditangani
oleh dokter dalam waktu 60 menit
Kategori 5 Pasien dengan kategori ini 80% harus ditangani
oleh dokter dalam waktu 120 menit

Tahun 2003, Jimenez mengevaluasi penerapan CTAS di unit gawat darurat rumah sakit
umum dan menunjukkan bahwa dari 32,261 kunjungan ke UGD, sebanyak 85% di
triase dalam waktu 10 menit, dan 98% pasien mengikuti proses triase dengan durasi
kurang dari 5 menit. Waktu menunggu sesuai kategori triase CTAS memiliki
kesesuaian 96.3% dengan panduan baku. Sistim kategori CTAS juga berhubungan
dengan angka rawat inap, lama rawat, dan penggunaan pemeriksaan penunjang.

3. Triase Inggris
Triase Inggris disebut juga dengan Manchester Triage Scale (MTS). Metode ini
digunakan terutama di Inggris dan Jerman. Ciri khas MTS adalah identifikasi sindrom
pasien yang datang ke unit gawat darurat diikuti oleh algoritma untuk mengambil
keputusan. Berdasarkan keluhan utama pasien, ditetapkan 52 algoritma contohnya
algoritma trauma kepala, dan algoritma nyeri perut. Dalam tiap algoritma ada
diskriminator yang menjadi landasan pengambilan keputusan, diskriminator tersebut
adalah kondisi klinis yang merupakan tanda vital seperti tingkat kesadaran, derajat
nyeri, dan derajat obstruksi jalan nafas. Ketika ada pasien yang datang ke unit gawat
darurat, petugas triase akan menentukan keluhan utama yang pasien atau pengantar
sampaikan lalu menyesuaikan masalah yang disampaikan dengan algoritma yang ada,
dan melakukan pengambilan keputusan sesuai yang telah ditetapkan dalam masing-
masing algoritma.

4. Triase Amerika Serikat


Triase Amerika Serikat disebut juga dengan Emergency Severity Index (ESI) dan
pertama kali dikembangkan di akhir tahun 90 an. Ditandai dengan dibentuknya Joint
Triage Five Level Task Force oleh The Emergency Nursing Association (ENA) dan
American College of Physician (ACEP) untuk memperkenalkan lima kategori triase
untuk menggantikan tiga kategori sebelumnya. Perubahan ini berdasarkan
pertimbangan kebutuhan akan presisi dalam menentukan prioritas pasien di UGD,
sehingga pasien terhindar dari keterlambatan pengobatan akibat kategorisasi terlalu
rendah, atau sebaliknya pemanfaatan UGD yang berlebihan untuk pasien yang non
urgen akibat kategorisasi terlalu tinggi.

Metode ESI menentukan prioritas penanganan awal berdasarkan sindrom yang


menggambarkan keparahan pasien dan perkiraan kebutuhan sumber daya unit gawat
darurat. Apabila ada pasien baru datang ke unit gawat darurat, maka petugas triase
akan melakukan dua tahap penilaian, tahap pertama adalah menentukan keadaan awal
pasien apakah berbahaya atau tidak, bila berbahaya maka kondisi pasien termasuk
level 1 atau 2. Pasien dikelompokkan kedalam level 1 apabila terjadi ganggguan di
tanda vital yang mengancam nyawa seperti henti jantung paru dan sumbatan jalan
nafas. Pasien dengan tanda vital tidak stabil dan sindrom yang potensial mengancam
akan dikelompokkan ke level 2 seperti nyeri dada tipikal, perubahan kesadaran
mendadak, nyeri berat, curiga keracunan, dan gangguan psikiatri dengan risiko
membahayakan diri pasien atau orang lain.
Pasien yang tidak memenuhi kriteria level 1 dan 2 akan memasuki tahap penilaian
kedua yaitu perkiraan kebutuhan pemakaian sumber daya UGD (pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologi, tindakan atau terapi intravena) dan pemeriksaan
tanda vital lengkap. Apabila saat triase diperkirakan pasien yang datang tidak
membutuhkan pemeriksaan penunjang dan terapi intravena, maka pasien termasuk
kategori 5, apabila pasien diperkirakan perlu menggunakan satu sumber daya UGD
(laboratorium atau Xray atau EKG, atau terapi intravena) maka termasuk kategori 4,
apabila pasien diperkirakan membutuhkan lebih dari satu sumber daya UGD untuk
mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk kategori 3 (apabila hemodinamik
stabil) atau kategori 2 (apabila hemodinamik tidak stabil). Analisis sistematik yang
dilakukan Christ menunjukkan bahwa ESI dan CTAS adalah sistim triase yang
memiliki reliabilitas paling baik.
Skema 1. Alur Pengambilan Keputusan Triase Metode ESI
1. Kategori 4, apabila pasien diperkirakan membutuhkan lebih dari satu sumber
daya UGD untuk mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk kategori 3
(apabila hemodinamik stabil) atau kategori 2 (apabila hemodinamik tidak stabil).
Analisis sistematik yang dilakukan Christ menunjukkan bahwa ESI dan CTAS
adalah sistim triase yang memiliki reliabilitas paling baik.
Kondisi risiko tinggi, disorientasi/letargi atau nyeri hebat/distres pernafasan.
2. Berapa banyak sumber daya yang diperlukan

5. Triase Indonesia
Sistem triase modern rumah sakit yang saat ini berkembang disusun sedemikian rupa
untuk membantu mengambil keputusan yang konsisten. Semua metode triase lima
level menetapkan petugas yang melaksanakan triase adalah perawat yang sudah
terlatih. Namun tidak menutup kemungkinan dokter terlatih yang melakukan triase
untuk kondisi-kondisi unit gawat darurat khusus (pusat rujukan nasional, pusat
rujukan trauma). Meski sudah ada petugas khusus triase, konsep triase harus dipahami
oleh semua petugas medis (dokter, perawat gawat darurat, dokter spesialis, dan dokter
spesialis konsultan) dan non medis (petugas keamanan, petugas administrasi, petugas
porter), karena unit gawat darurat adalah sebuah tim, dan kinerja tim yang
menentukan efektivitas, efisiensi, dan keberhasilan pertolongan medis. Manajemen
unit gawat darurat yang efisien membutuhkan satu tim yang mampu mengidentifikasi
kebutuhan pasien, menetapkan prioritas, memberikan pengobatan, pemeriksaan, dan
disposisi yang tepat sasaran. Semua target tersebut harus dapat dilakukan dengan
waktu yang sesuai, sehingga menghindari kejadian pengobatan terlambat dan pasien
terabaikan.

Di Indonesia belum ada kesepakatan tentang metode triase apa yang digunakan di
rumah sakit. Belum ditemukan adanya literatur nasional yang mengidentifikasi
metode-metode triase yang digunakan tiap-tiap unit gawat darurat di Indonesia.
Secara empiris penulis mengetahui bahwa pemahaman triase dalam pendidikan
kesehatan sebagian besar- kalau tidak bisa dikatakan seluruhnya masih menggunakan
konsep triase bencana (triase merah, kuning, hijau, dan hitam). Beberapa rumah sakit
yang mengikuti akreditasi internasional seperti Rumah Sakit Pusat Nasional dr. Cipto
Mangun Kusumo sudah mulai mencoba mengikuti penerapan triase lima kategori di
Instalasi Gawat Darurat. Konsep lima kategori di RSCM merupakan penyesuaian dari
konsep ATS. Banyak perbedaan pendapat antara petugas medis di IGD RSCM ketika
sistim ini diterapkan karena sebagian masih menganut paham triase bencana, Selain
belum kuat dari aspek sosialisasi dan pelatihan, pelaksanaan triase di Indonesia juga
masih lemah dari aspek ilmiah. Minimnya penelitian dan publikasi dibidang gawat
darurat dapat menyebabkan kerancuan dalam menerapkan metode triase, apakah tetap
menggunakan metode konvensional, menyadur sistim dari luar negeri setelah
dilakukan uji validasi dan uji reliabilitas, atau membuat sistim sendiri yang sesuai
dengan karakteristik pasien-pasien di Indonesia.

Beberapa karakteristik pasien di Indonesia yang berbeda dengan diluar negeri antara
lain di Indonesia kasus-kasus berat diantar ke IGD oleh keluarga atau pendamping,
bukan dengan ambulans medik, sehingga perlu ada evaluasi singkat mengenai keluhan
utama pasien atau mekanisme trauma, pasien yang datang ke IGD memiliki komorbid
lebih banyak, cara menyampaikan keluhan berbeda-beda tergantung dari latar
belakang budaya, serta banyak dijumpai kasus penyakit tropik dan infeksi seperti
demam berdarah dengue, demam typhoid, malaria, chikunguya, dan leptospirosis.
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Identitas Responden


3.1.1 Data umum klien 1
Nama : Tn. J
Umur : 62 thn
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Gedang Sewu, Pare Kediri
Dx : IMA
Keluhan Utama : Nyeri dada kiri
Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri dada kiri menjalar sampai lengan kiri,
pusing , mual, lemah untuk berjalan

3.1.2 Data umum klien 2


Nama : Tn. B
Umur : 58 thn
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Plemahan, Kediri
Dx : Stroke
Keluhan Utama : Tangan kiri dan kaki iri lemah
Riwayat Penyakit Sekarang : Tangan kiri dan kaki kiri lemah digerakan, bicara
pelo, pusing, nafsu makan menurun, aktivitas memerlukan bantuan
3.1.3 Data umum klien 3
Nama : An. D
Umur : 15 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Pare Kediri
Dx : Vullnus
Keluhan Utama : Luka lecet di lutut, tangan dan wajah akibat kecelakaan
Riwayat Penyakit Sekarang : Luka lecet di bagiam tangan, lutut, wajah akibat
kecelakaan

3.1.4 Data umum klien 4


Nama : Tn. M
Umur : 68 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Puncu Kediri
Dx : Hiperglikemi
Keluhan Utama : Tidak sadarkan diri 1 hari
Riwayat Penyakit Sekarang : Klien datang dengan tidak sadarkan diri 1 hari, tidak
ada respon saat ditanya, klien gelisah, GDS 435 mg/dl

3.1.5 Data umum klien 5


Nama : Ny. S
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Pare Kediri
Dx : Asma Bronchial
Keluhan Utama : Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang : Sesak, lemah, mual, untuk berjalan merasa pusing,
SPO2 86
3.2 Hasil dan Pembahasan
3.2.1 Tabel Pengkategorian Berdasarkan Warna Triase

No Responden Kategori

1 Klien 1 Merah
2 Klien 2 Kuning
3 Klien 3 Hijau
4 Klien 4 Merah
5 Klien 5 Kuning

Berdasarkan tabel diatas menunjukan klien pertama masuk pada kategori merah karena
berdasarkan kondisinya yang memerlukan pertolongan segera. Sedangkan pada klien kedua
masuk pada kategori kuning dimana, klien ketiga masuk pada kategori hijau, klien keempat
masuk pada kategori merah serta pada klien 5 masuk pada kategori kuning.

Berdasarkan data dan tabel diatas, diketahui bahwa terdapat beberapa kategori baik merah,
kuning, ataupun hijau. Dari data diatas didapatkan bahwa dari jumlah 5 klien dengan keluhan
yang berbeda serta diagnosa medis yang berbeda tiap klien didapatkan 2 klien yang masuk
pada kategori merah yaitu Tn. J dengan diagnosa medis IMA dan Tn. M dengan diagnosa
medis Hiperglikemi karena mereka memerlukan pertolongan segera berdasarkan kondisinya.
Kemudian klien yang masuk pada kategori kuning terdapat 2 klien yaitu Tn. B dengan
diagnosa medis stroke dan Ny. S dengan diagnosa asma bronchiale yang juga memerlukan
pertolongan segera hanya saja tidak dalam kondisi kritis serta yang masuk pada kategori hijau
yaitu An. D dengan diagnosa vullnus yang mengalami cedera ringan. Dengan adanya
pemberian kategori tersebut pada tiap klien maka sangat membantu tenaga medis dalam
melakukan tindakan yang tepat dan cepat untuk memprioritaskan terlebih dahulu klien yang
sangat membutuhkan tindakan secara cepat supaya tidak terjadinya cedera yang lebih serius
yang dialami oleh klien.
BAB 4
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Triase adalah proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam rangka
menentukan pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami kecacatan,
atau berisiko memburuk keadaan klinisnya apabila tidak mendapatkan penanganan
medis segera, dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu.
Triase rumah sakit bertujuan menetapkan kondisi yang paling mengancam nyawa agar
dapat mengerahkan segala daya upaya dan fokus untuk melakukan pertolongan medis
pada pasien sampai keluhan pasien dan semua parameter hemodinamik terkendali.
Prinsip yang dianut adalah bagaimana agar pasien mendapatkan jenis dan kualitas
pelayanan medik yang sesuai dengan kebutuhan klinis (prinsip berkeadilan) dan
penggunaan sumber daya unit yang tepat sasaran (prinsip efisien).

Beberapa negara menggunakan triasse yang berbeda seperti negara Australia


menggunakan Australia Triage Scale (ATS), Negara Kanada menggunakan The Canadian
Triage and Acuity Scale (CTAS), Negara Inggris menggunakan Manchester Triage
Scale (MTS), Negara Amerika Serikat Menggunakan Emergency Severity Index
(ESI) dan Di Indonesia belum ada kesepakatan tentang metode triase apa yang
digunakan di rumah sakit. Belum ditemukan adanya literatur nasional yang
mengidentifikasi metode-metode triase yang digunakan tiap-tiap unit gawat darurat di
Indonesia. Secara empiris penulis mengetahui bahwa pemahaman triase dalam
pendidikan kesehatan sebagian besar- kalau tidak bisa dikatakan seluruhnya masih
menggunakan konsep triase bencana (triase merah, kuning, hijau, dan hitam).
DAFTAR PUSTAKA

Australian Government Department of Health and Aging. Emergency Triage Education Kit.
Department of Health and Aging. 2011
Beveridge RC, Clarke B, Janes L, Savage N, Thompson J, Dodd G. Implementation
guidelines for the canadian emergency department triage and acuity scale. CTAS
version 16. 2010.
Christ M, Grossmann F, Winter D, Bingisser R, Platz E. 2010. Modern triage in the
emergency department Dtsch Arztebl Int
Fitzgerald G, Jelinek GA, Scott D, Gerdtz MF. 2010.Emergency department triage revisited.
Emerg Med J
Moskop JC, Sklar DP, Geiderman JM, Schears RM, Bookman KJ. Emergency department
crowding, part 1- concept, causes, and moral consequences. Ann Emerg Med.
2009;53:605–11.
Manos D, Petrie DA, Beveridge RC, Walter S, Ducharme J. 2012. Inter-observer agreement
using the Canadian emergency department triage and acuity scale. CJEM

Anda mungkin juga menyukai