Anda di halaman 1dari 9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Pasal 1 ayat 1 Perpres 16/2018 menyebutkan bahwa Pengadaan


Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan
Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh
APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai
dengan serah terima hasil pekerjaan.
Dari definisi ini, jelas bahwa yang disebut dengan pengadaan
barang/ jasa bukan hanya soal bagaimana memilih penyedia saja.
Namun lebih luas dari itu, pengadaan barang/ jasa dimulai sejak
perencanaan kebutuhan, penyusunan rencana pelaksanaanpengadaan,
pemilihan penyedia, penandatanganan kontrak, pelaksanaan
danpengendalian kontrak, hingga diterimanya barang/ jasa.
Namun, seringkali, kebutuhan berbeda dengan keinginan.
Keinginan sangat luas dan tidak mempunyai batas. Sementara itu,
kebutuhan adalah pilihan yang diukur berdasarkan ketersediaan sumber
daya dan dana yang dimiliki untuk mencapai nilai manfaat sesuai yang
direncanakan secara efisien dan efektif. Pengadaan barang/jasa tidak
boleh dilandasi oleh keinginan, tetapi wajib dilandasi oleh kebutuhan.
Ukuran sebuah kebutuhan dalam pengadaan barang/jasa publik
atau pemerintah adalah tercapainya value for money atau nilai manfaat
uang. Nilai diukur atas kebutuhankualitas, kuantitas, waktu,
lokasi/sumber, dan terakhir barulah berbicara tentang harga.
Rincian kebutuhan yang diidentifikasi mencakup minimal tiga hal
berikut.
1. Jenis barang/jasa;
2. Klasifikasi barang/jasa;
3. Peruntukan barang/jasa;
Identifikasi kebutuhan barang/jasa dibangun dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam formulasi 4 W + 1 H yaitu what (apa),
when (kapan), where (di mana), why (mengapa), dan how (bagaimana).
Dengan demikian, identifikasi harus dapatdijawab oleh hal-hal sebagai
berikut.
1. Barang/jasa apa yang dibutuhkan (jumlah, jenis, dan
spesifikasi lainnya);
2. Di mana dibutuhkan;
3. Kapan dibutuhkan;
4. Berapa biaya yang dibutuhkan;
5. Unit mana yang mengurus dan unit mana yang
menggunakan;
6. Mengapa pengadaan tersebut dilakukan (alasan- alasan
terkait kebutuhan); dan
7. Bagaimana cara pengadaan dan kebijakan umum pengadaan
dilakukan.

B. Prinsip dan Etika Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pengadaan barang/jasa pemerintah dibangun atas tata nilai,


yaitu prinsip dan etika. Kemudian, selayaknya sebuah aturan, selain
memuat landasan filosofis juga harus memuat
tata cara pelaksanaan. Tata cara pelaksanaan ini, selain memerhatikan
tata nilai juga mengakomodasi berbagai kemungkinan dan
memerhatikan peraturan perundang- undangan di atasnya, hal ini
kemudian diakomodasi dalam kebijakan.
Prinsip pengadaan adalah tata nilai utama yang harus dipenuhi
dalam setiap proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Tata nilai ini
mencakup keseluruhan proses. Ada tujuh prinsip pengadaan
barang/jasa pemerintah yang diatur dalam Perpres 16/2018
sebagaimana, yaitu:
1. Efisien berarti pengadaan barang/jasa menggunakan dana dan daya
yang minimal untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu
yang ditetapkan atau menggunakan dana yangtelah ditetapkan
untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimal.
Kata kunci terkait prinsip ini adalah hemat yaitu hemat sumber daya
dan sumber dana.
2. Efektif berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan
kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya.Kata kunci prinsip ini adalah tepat,
yaitu tepat kualitas, kuantitas, waktu, tempat, dan/atau harga yang
selalu ada di bagian terakhir.
3. Transparan berarti semua ketentuan dan informasi mengenai
pengadaan barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara
luas oleh penyedia barang/ jasa yang berminat serta oleh
masyarakat pada umumnya.
4. Terbuka berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua
penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu
berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.
5. Bersaing berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui
persaingan yang sehat di antara sebanyak mungkin penyedia
barang/jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat
diperoleh barang/jasa yang kompetitif dan tidak ada intervensi yang
mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan
barang/jasa.
6. Adil berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon
penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi
keuntungan kepada pihak tertentu dengan tetap memerhatikan
kepentingan nasional. Contoh perlakuan diskriminatif ini adalah
pemberlakuan "setempat", misalnya wajib persyaratan mempunyai
KTP setempat atau kartu anggota asosiasi setempat.
7. Akuntabel berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang
terkait dengan pengadaan barang/ jasa, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.
Artinya,setiapkeputusanyangdiambildalamproses pengadaan harus
dapat dipertanggungjawabkan dasar hukumnya.

Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa


harus mematuhietika sebagai berikut.
1. Melaksanakan tugas secara tertib disertai rasa tanggung jawab
untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tercapainya
tujuan pengadaan barang/jasa.
2. Bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan
dokumen pengadaan barang/jasa yang menurut sifatnya harus
dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam
pengadaan barang/jasa.
3. Tidak saling memengaruhi, baik langsung maupun tidak langsung
yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat.
4. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang
ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak.
5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan
para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam proses pengadaan barang/jasa.
6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran
keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa.
7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan dan/atau kolusi
dengan tujuan untuk wewenang keuntungan pribadi, golongan, atau
pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
negara.
8. Tidak menerima, menawarkan, atau menjanjikan untuk memberi
atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa pun dari
atau kepada siapa pun yang diketahui atau patut diduga berkaitan
dengan pengadaan barang/jasa.

C. SDM PBJ dan Kelembagaan

SDM PBJ

1. Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:


Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, Aparatur Sipil
Negara/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik
Indonesia di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan/atau personel lain

2. Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa memiliki


kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa dan berkedudukan di
UKPBJ .
3. Atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentang
kendali organisasi, Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa
yang bertindak sebagai PPK, Pejabat Pengadaan, PjPHP/PPHP
dapat berkedudukan di luar UKPBJ.

Kelembagaan PBJ

1. Menteri/kepala lembaga/kepala daerah membentuk UKPBJ memiliki


tugas menyelenggarakan dukungan pengadaan barang/jasa pada
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

2. Dalam rangka pelaksanaan tugas, UKPBJ memiliki fungsi:


pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa, pengelolaan layanan
pengadaan secara elektronik, pembinaan Sumber Daya Manusia
dan Kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa, pelaksanaan
pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis; dan
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh menteri/kepala
lembaga/kepala daerah

3. UKPBJ berbentuk struktural dan ditetapkan sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Fungsi pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik, dapat
dilaksanakan oleh unit kerja terpisah.

D. Pengawasan Internal

1. Menteri / kepala lembaga / kepala daerah wajib melakukan pengawasan


Pengadaan Barang / Jasa melalui aparat pengawasan internal pada
Kementerian / Lembaga / Pemerintah Daerah masing-masing.
2. Pengawasan dapat dilakukan melalui kegiatan audit, reviu, pemantauan,
evaluasi, dan/atau penyelenggaraan whistleblowing system.
3. Pengawasan Pengadaan Barang/Jasa sejak perencanaan, persiapan,
pemilihan Penyedia, pelaksanaan Kontrak, dan serah terima pekerjaan.
4. Ruang lingkup pengawasan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:
pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya, kepatuhan terhadap
peraturan, pencapaian TKDN, penggunaan produk dalam negeri,
pencadangan dan peruntukan paket untuk usaha kecil, dan Pengadaan
Berkelanjutan.
5. Pengawasan dapat dilakukan bersama dengan kementerian teknis
terkait dan/atau lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah
dan pembangunan nasional.
6. Hasil pengawasan digunakan sebagai alat pengendalian pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa.

E. Sanksi Pelanggaran Pelaku PBJ

1. Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam


pelaksanaan pemilihan Penyedia adalah:

a. menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk


memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;

b. terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk


mengatur harga penawaran;

c. terindikasi melakukan KKN dalam pemilihan Penyedia; atau

d. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh


Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.
2. Perbuatan atau tindakan pemenang pemilihan yang telah menerima
SPPBJ yang dapat dikenakan sanksi adalah pemenang pemilihan
mengundurkan diri sebelum penandatanganan Kontrak.
3. Perbuatan atau tindakan Penyedia yang dikenakan sanksi adalah:
a. tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau
tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan;
b. menyebabkan kegagalan bangunan;
c. menyerahkan Jaminan yang tidak dapat dicairkan;
d. melakukan kesalahan dalam perhitungan volume hasil pekerjaan
berdasarkan hasil audit;
e. menyerahkan barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan
Kontrak berdasarkan hasil audit; atau
f. terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak.
4. Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada:
a. nomor 1 huruf a sampai dengan huruf c dikenakan sanksi digugurkan
dalam pemilihan, sanksi pencairan Jaminan Penawaran, dan Sanksi
Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun;
b. nomor 1 huruf d dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran
dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;
c. nomor 2 dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi
Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;
d. nomor 3 huruf a dikenakan sanksi pencairan Jaminan Pelaksanaan
atau sanksi pencairan Jaminan Pemeliharaan, dan Sanksi Daftar
Hitam selama 1 (satu) tahun;
e. nomor 3 huruf b sampai dengan huruf e dikenakan sanksi ganti
kerugian sebesar nilai kerugian yang ditimbulkan; atau
f. nomor 3 huruf f dikenakan sanksi denda keterlambatan.

5. Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam


proses katalog berupa :
a. menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk
memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;
b. terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk
mengatur harga penawaran;
c. terindikasi melakukan KKN dalam pemilihan Penyedia;
d. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima Pokja
Pemilihan/Agen Pengadaan; atau
e. mengundurkan diri atau tidak menandatangani kontrak katalog.

6. Perbuatan atau tindakan Penyedia yang dikenakan sanksi dalam proses.


E-purchasing berupa tidak memenuhi kewajiban dalam kontrak pada
katalog elektronik atau surat pesanan.

7. Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada:

a. nomor 5 huruf a sampai dengan huruf c dikenakan sanksi digugurkan


dalam pemilihan dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun;
b. nomor 5 huruf d dan huruf e dikenakan Sanksi Daftar Hitam selama
1 (satu) tahun;
c. Nomor 6 atas pelanggaran surat pesanan dikenakan sanksi
penghentian sementara dalam sistem transaksi E-purchasing selama
6 (enam) bulan; atau
d. Nomor 6 atas pelanggaran kontrak pada katalog elektronik dikenakan
sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari katalog elektronik
selama 1 (satu) tahun.
8. Sanksi administratif dikenakan kepada PA / KPA / PPK /
Pejabat Pengadaan / Pokja Pemilihan / PjPHP / PPHP yang lalai
melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya.
9. Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA
/ KPA / PPK / Pejabat Pengadaan / Pokja Pemilihan / PjPHP / PPHP
yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan Umum, atau Peradilan Tata
Usaha Negara.

F. Penyelesaian Sengketa Kontrak

1. Pelaku pengadaan (PA/KPA/PPK/PP/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP)


yang terkena permasalahan hukum terkait PBJ wajib diberikan
pelayanan hukum oleh K/L/Pemda
2. Pelayanan hukum diberikan sejak proses penyelidikan hingga tahap
putusan pengadilan
3. Penyedia, ormas, pokmas penyelenggara swakelola, dan pelaku usaha
sebagai Agen Pengadaan tidak termasuk dalam daftar pelaku
pengadaan yang mendapatkan pelayanan hukum dari K/L/Pemda
4. Penyelesaian sengketa kontrak antara PPK dan Penyedia dalam
pelaksanaan kontrak dapat dilakukan melalui:
a. Layanan penyelesaian sengketa kontrak yang diselenggarakan oleh
LKPP
b. Arbitrase, atau
c. Penyelesaian melalui pengadilan

Source :
1. Bacaan Wajib Sertifikasi Ahli Pengadaan Barang/Jasa
PemerintahOleh Samsul Ramli (buku)
2. Perpres 16/2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Anda mungkin juga menyukai