Anda di halaman 1dari 26

1.

Konsep Dasar Penelitian Hukum

Ilmu pengertahuan pada hakekatnya timbul, oleh karena adanya hasrat ingin tahu dari
manusi

a. Hasrat ingin tahu tersebut timbul,anatar lain, oleh karena banyak hal-hal atau aspek-
aspek kehidupan yang masih gelap bagi manusia,dan manusia ingin mengetahui segi
kebenaran daripada kegelapan tersebut. Setelah manusia memperoleh pengetahuan
tentang sesuatu,maka kepuasaannya tadi segera akan disusul lagi dengan suatu
kecenderungan serta keinginan untuk lebih mengetahui lagi. Hal ini tertutama
disebabkan,oleh karena apa yang menjelma dihadapan manusia, ditanggapinya
sebagai suatu yang statis dan dinamis sekaligus. Di dalam usahanya untuk mencari
kebenaran tersebut, manusia dapat menempuh pelbagi macam cara,baik yang
ditanggap sebagai usaha yang tidak ilmiah,maupun usaha yang dapat dikwalifikasikan
sebagai kegiatan-kegiatan ilmia.

Manusia dapat mencari kebenaran, dan menemukan secara kebetulan. Artinya


penemuan-penemuan yang dilakukan tanpa direncanakan dan tanpa diperhitungkan
terlebih dahulu. Memang perlu diakui,bahwa penemuan-penemuan semacam itu
kadang-kadang berfaedah juga. Akan tetapi, kegiatan-kegiatan tersebut bukan
merupakan kegiatan ilmiah,antara lain,karena keadaan-keadaannya yang tidak pasti
(atau mendekati kepastian),dan yang hasil-hasilnyapun tidak dapat diperhitungkan,
sehingga kemungkinan besar kurang dapat memberikan suatu gambaran yang
sesungguhnya . selain daripada itu, maka kadang-kadang manusia bersungguh-
sungguh ingin menemukan kebenaran,akan tetapi melalui metode utang-utangan.
Artinya, dia berusaha untuk menuntukan kebenaran denagan melalui percabaan –
percobaan dan kesalahan-kesalahan. Didalam hal ini ,manusia bersikap lebih aktif
untuk mengadakan percobaan-percobaan apabila dibandingkan dengan penemuan-
penemuan secara kebutalan. Akan tetapi,tidak ada pengetahuan yang pasti tentang
hasil-hasilnya, oleh karena suatu percobaan yang gagal, akan diikuti dengan
percobaan-percobaan berikutnya,semata-mata untuk memperbaiki kesalahan-
kesalahan pada percobaan –percobaan yang terdahulu1.

Kadang-kadang manusia mencari kebenaran atas dasar penghormatan pada pendapat


atau penemuan yang dihasilkan oleh seorang atau lembaga-lembaga tertentu.yang
dianggap mempunyai kewibawaan disalah satu bidang ilmu pengetahuan tertentu.
Didialam hal ini,seringkali tidak diusahakan untuk menguji kebenaran(atau kesalahan)
pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan tersebut, yang mungkin tidak
didasarkan pada suatu penyelidikan yang cukup luas dan mendalam. Mempercayai
pendapat-pendapatatau penemuan-penemuan tersebut secara serta merta,tidaklah
selalau merupakan suatu keliruan akan tetapi kemungkinan-kemungkinan adanya
kesalahan selalu ada apabila tidak ditelaah benar-benar secara lebih mendalam.
Selanjutnta, ada pila usaha-usaha yang bersifat spekulatif,yang agak menyerupai
dengan metode untung-untungan. Perbedaan adalah anatara lain, bahwa pada metode
spekulatif sifatnya lebih teratur , artinya, dari sekian banyaknya kemungkinan-
kemungkinan, dipilih salah satu kemungkinan (yang dianggap paling penting). Akan
tetapi, tidak jarang bahwa pilihan tersebut tidaklah didasarkan pada suatu keyakinan
apakalah pilihan tersebut merupakan cara yang setepat-tepatnya atau bukan.

Adakalanya manusia mencari kebenaran dengan melalui pikiran yang kritis, ataupun
berdasarkan pengalaman. Usaha inipun belum merupakan kegiatan ilmiah yang
seutuhnya, oleh karena tidak jarang mengabaikan sistematika dan metodologi tertentu,
serta juga tidak dilandaskan pada kekuatan pemikiran yang mantap. Usaha lainnya
adalah melalui penelitian secara ilmiah. Artinya,suatu metode yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala,dengan jalan menganalisanya dan dengan
mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut,untuk kemudian
mengusahakan suatau pemecahaan atas masalah-masalah yang timbulkan oleh fakta
tersebut.

Penelitian secara ilmiah, dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahu
yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu keyakinan bahwa setiap

1
DR.Soerjono Soekanto,S.H.,M.A,Pengantar Penelitan Hukum,Penerbit Universitas Indonesia(UI-Press),1981.hal.2
gejalan akan dapat ditelah dan dicari hubungan sebaik-baiknya atau kecendungan-
kecendrungan yang timbul. Suatu penelitian,sebenarnya merupakan (H.L.Manheim
:1977)

“…the careful,diligent,and exhaustive investigation of a scientific subject matter,having


as its aim the advancement of mankid’s knowledge”.

Kegiatan sebut disertai dengab azas pengaturan,yakni usaha untuk menghimbaukan


serta menemukan hubungan-hubungan yang ada anatar fakta yang diamati secara
seksama .suatu penelitian telah dimulai ,apabila seseorang berusaha untuk
memecahkan suatu masalah ,secara sistematis dengan metode-metodedan teknik-
teknik tertentu,yakni yang ilmiah. Dengan demikian, maka suatu kegiatan ilmiah
merupakan usaha untung menganalisa serta mengadakan konstruksi,secara
metodologis,sistematis dan konsisten. Dalam hal ini ,penelitian merupakan suatu
sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, baik segi teoritis maupun praktis.
Penelitian merupakan suatu bagian pokok dari ilmu pengetahuan ,yang bertujuan untuk
lebih mengetahui dan lebih memperdalami segala segi kehidupan. Betapa besarnya
manfaat dan kegunaan penelitian, kiranya sulit untuk disangkal,oleh karena dengan
penelitian itulah manusia mencari kebenaran daripada pergaulan hidup ini,yang
ditentukan oleh pribadi manusia, lingkungan social dan lingkungan alam.

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang diberikan dengan analisa dan
konstruksi, yang dilakukan secara metodologi berarti sesuai dengan metose atau cara
tertentu sistematis adalah berdasarkan suatu system, sedangkan konsisten berart tidak
adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.

Sudah tentu bahwa daalm penelit]ian hokum, seseorang dapat mengadakan kegiatan-
kegiatan untuk mengungkapkan kebenaran hokum, yang dilakukan secra kebetulan .
selain itu, dia dapat pula menerapkan metode untung-untungan yang lebih banyak
didasarkan pada kegiatan mengadakan percobaan dan kesalahan. Suatu percobaan
yang gagal. Kemudian disusul dengan percobaan selanjutnya untuk memberikan
kesalahan yang terjadi. Kegiatan tersebut dilakukan tidak atas dasar metode tertentu
yang ilmiah, dan juga tidak sistematis maupun konsisten.
Tidak jarang kegiatan untuk mencari kebenaran hokum dilakukan atas dasar
penghormatan pada suatu pendapat atau penemuan. Yang telah dihasilkan oleh
seseorang atau lembaga tertentu. Orang atau lembaga tersebut,kebetulan mempunyai
taraf kewibawaan ilmiah tertentu,sehingga seringkali tidak diadaakan pengujian terlebih
dahulu terhadap pendapat atau penemuan-penemuan yang telah dihasilkannya.
Kemudian ada pula usaha-usaha yang dilakukan sekedar melalui pengalaman-
pengalaman. Usaha inipun seringkali mengabaikan metode dan
sistematika,disampingtidak didasarkan pada pemikiran yang mantap.penelitian hokum
merupakansuatu kegiatan ilmiah,yang didasarkan pada metode sistematika dan
pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hokum
tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan
yang mendalam terhadap fakta hokum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan atas permasalaahan –permasalahan yang timbul di dalam gejala yang
bersangkutan.

Di dalam melakukan penelitian hokum, seorang peneliti seyoginya selalu


mengkaitkannya, dengan arti-arti yang mungkin dapat diberikan pada hukum,arti-arti
tersebut,merupakan pemahaman-pemahaman yang diberikan oleh masyarakat,
terhadap gejala yang dinamakan hokum, yang kemudian dijadikan suatu pegangan.

Kiranya tidak asing lagi, bahwa pada lembaga pendidikan hokum di tingkat sarjaan,
dikuliahkan bermacam-macam ata pelajaran. Ada mata pelajaran pengantar, mata
pejalatan dasar, mata pelajaran lanjutan, dan seterusnya. Di dalam mata pelajaran
hokum pidana, misalnya maka yang diberikan adalah hokum dalam arti ilmu, demikian
juga pada mata pelajaran-mata pelajaran lainnya. Di samping itu, maka hokum kadang-
kadang juga diartikan sebagai disiplin, yakni system ajaran tentang kenyataan-
kenyataan di sini di artinya sebagai gejala-gejala yang dihadapi oleh manusia, yang
biasanya terkesan dalam pemikiran,melalui proses persepsi. Biasanya dibedakan
anatara disiplin preskriptif, hokum merupakan disiplin preskriptif, oleh karena
merupakan system ajaran tentang kenyataannya yang sepantasnya 2.

2
Ebid.hal 43
Lazimnya hokum diartikan sebagai kaedah, atau norma. Kaedah atau norma
,merupakan patokan atau pedoman mengenai perilaku manusia yang dianggap pantas,
atas dasar ruang lingkupnya, biasanya dibedakan antara kaedah yang mengatur
kepentingan pribadi, dengan kaedah yang mengatur kepentingan antara pribadi.
Kaedah hokum tergolong pada kaedah yang mengatur kepentingan-kepentingan
anatara pribadi. Selain itu, maka hokum juga diartikan sebagai tata-hukum,tat hokum
tersebut adalah hukum positif yang tertulis.

Hukum kadang-kadang juga diartikan sebagai,keputusan dari pejabat. Misalnya


keputusan hakim merupakan hukum,keputusan seorang kepala desa adalah hukum.
Sejalan dengan ini, maka hukummungkin diartikan sebagai tugas, polisi lalu lintas
menurut anggapan orang-orang tertentu.

Para sosioloog biasanya mengartikan hukum,sebagaiperilaku yang teratur atau ajeg


artinya, perilaku yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama,yang tujuan
utamanya adalah untuk mencapai kedua maian dalam masyarakat. Kediaman tersebet
merupakan keserasian,anatar ketertiban dengan ketenteraman,yang di satu pihak
merupakan kepentingan umum dan di lam pihak merupakan kepentingan pribadi.
Seorang filosofi akan mengartikan hukum,sebagai jalinan nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut
akan dirumuskan sebagai konsep-konsep abstrak dalam diri manusia mengenai apa
yang dianggap baik(sehingga harus dianuti), dan apa yang dianggap buruk(sehingga
harus dihindari). Dengan demikian, maka arti yang mungkin diberikan pada hukum
adalah sebagai berikut (soerjono soekkanto & purnadi purbacaraka:1979):

1. Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan)


2. Hukum dalam arti disiplin atau system ajaran tentang kenyataan
3. Hukum dalam arti kaedah atau norma
4. Hukum dalam arti tata hukum atau hukum positif tertulis
5. Hukum dalam arti keputusan pejabat
6. Hukum dalam arti petugas
7. Hukum dalam arti proses pemerintah
8. Hukum dalam arti perilaku yang teratur atau ajeg
9. Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang senantiasa harus dikaitkan dengan
arti-arti yang diberikan pada hukum, sebagaimana disebutkan di atas.

Terlepas dari tepat atau tidak tepatnya maupun benar atau tidak benarnya arti-arti yang
diberikan oleh masyarakat pada hukum, hal-hal tersebut merupakan kenyataan. Apabila
arti-arti tersebut dipergunakan sebagi pegangan awal di dalam penelitian hukum, maka
diharapkan adanya netralisasi terhadap kesimpangan siuran yang biasanya terjadi
apabila orang bicara mengenai hukum.

Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu research. Kata research
berasal dari re ( kembali ) dan to search(mencari). Research berate mencari kembali.
Oleh karena itu, penelitian pada dasarnya merupakan “sesuatu upaya pencarian”.
Apabila suatu penelotian merupakan usaha pencarian, maka timbul pertanyaan apakah
yang dicari itu? Pada dasarnya yang dicari adalah pengetahuan atau pengetahuan
yang benar.

Pengetahuan yang benar tersebut , dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan dari
ketidaktahuan tertentu. Karena penelitian tidak akan dapat dilaksanakan kalau diawali
dengan ketidaktahuan. Dengan ketidaktahuan seseorang berharap sesuatau. Ia akan
bertanya dan setiap pertanyaan akan memerlukan jawaban. Untuk jawaban suatu
pertanyaan seseorang harus mempunyai pengetahuan tentang hal yang yang
ditanyakan. Apabila jawaban harus mencari jawaban3.

Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh
pengetahuan. Yang pertama dapat dilakukan adalah bertanya kepada orang yang
dianggap lebih tahu tentang sesuatu(mempunyai otoritas keilmuan pada bidang
tertentu). Namun bila tidak ditemukan jawabannya atau pemecahannya, maka dapat
dicari melalui akal sehat, intuisi,prasangka atau coba-coba saja. Car ini tentu tidak
melalui penalaran,sehingga jawaban atau pengetahuan yang diperoleh bukanlah ilmiah.

3
Prof.Dr.Zainuddin Ali,M.A,Metode Penelitian Hukum,Sinar Grafika,2014,hal 1-2
Lain halnya metode ilmiah, yaitu suatu metode yang mengutamakan keyakinan bahwa
setiap gejala akan ditelaah dan dicari hubungan sebab akibatnya, atau kecenderungan-
kecenderuangan yang timbul.

2. Tujuan penetian

Di dalam bab 1 dan II dimuka, telah dijelaskan dengan ringkas,perihal tujuan-tujuan dari
penelitian pada umumnya, maupun penelitian hukum pada khususnya . tujuan-tujuan
tersebut,adalah sebagai berikut:

1. a. mendapat pengetahuan tentang suatu gejala,sehingga dapat merumuskan


masalah.
b. memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang suatu
gejala,sehingga dapat merumuskan hipotesa.

2. untuk menggambarkan secara lengkap karakteristik atau ciri-ciri dari:

A. suatu keadaan

b. perilaku pribadi

c. perilaku kelompok

3. tanpa didahului hipotesa

a. mendapatkan keterangan tentang frekuensi peristiwa

b. memperoleh data mengenai hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain

4. menguji hipotesa yang berisikan hubungan-hubungan saba-akibat kalau tujuan-


tujuan penelitian tersebut dihubungkan dengan macam-macam penelitian dari sudut
sifatnya, maka:

1. apabila tujuan penelitian adalah masing-,masing nomor 1a,1b Dn 3a, maka


penelitiannya merupakan penelitian eksploratioris,
2. kalau tujuan penelitian adalah nomor 2 dan 3b, maka penelitiannya adalah penelitian
deskriptif,

3. apabila tujuan penelitian adalah nomor 4, maka penelitiannya merupakan penelitian


eksplanatoris,

Kalau penelitian hukum yang dilakukan, merupakan penelitian yang bertujuan untuk
memperoleh data mengenai hubungan anatara suatu gejala dengan gejala lain atau
ingin menguji suatu hipotesa, maka di dalam judul penelitian tersebut perlu
dicantumkan independent variable dan dependent variable dari penelitian tersebut,
variable merupakan katarteristik atau ciri dari pada orang-orang, benda-benda atau
keadaan yang mempunyai nilai-nilai yang berbeda, seperti misalnya,usia, pendidikan,
kedudukan,sosioal,kedudukan ekenomis,jenis kelamin, dan setrusnya. Suatu
independent variable merupakan sebab yang diguna dari suatu gejala, sedangkan
dependent variable adalah akibat yang digunakan dari gejala yang sama (atau dapat
pula disebut sebagai gejala yang dipengaruhi oleh sebab-sebab tertentu). Hal-hal
tersebut merupakan syarat-syarat meteriil dari judul penelitian deskriptif dan penelitian
yang bertujuannya telah dijelaskan dimuka.

Untuk lebih menjelaskan masalahnya, mak dibawah ini akan di sajikan beberapa judul,
masing-maing dengan keterangan seperlunya. Judul-judul tadi adalah, sebagi berikut:

1. a. hukum perburuan dan efektivitas peraturan perundang-undangannya.


b. sifat penelitiannya adalah eksploratoris
c. masalahnya adalah sampai sejauh manakah peraturan perundang-
undangannya yang mengatur hukum perburuhan adalah efektif.
d. oleh karena pengetahuan tentang masalah ini masih sangat kurang, maka
pertama-tama harus diadakan penelitian yang bersifat eksploratoris yang
mungkin menghasilkan perumusan masalah, perumusan hipotesa atau derajat
frekuensi gejala dalam kenyataan.
e. penelitian yang dilakukan, merupakan penelitian hukum normative maupun
penelitian hukum sosiologis atau empiris4.

4
DR.Soerjono Soekanto,S.H.,M.A,Pengantar Penelitan Hukum,Penerbit Universitas Indonesia(UI-Press),1981,hal 95
2. a. pola-pola kewarisan di daerah semuatera barat dewasa ini.

b. sifat penelitiannya adalah deskriptif

c. masalah yang diteliti adalah pola-pola kewarisan yang didasarkan pada studi kasus
yang mendalam mengenai gejala etrsebut, yang didukung oleh frekuensi peristiwa

3. a. pengaruh daripada undang-undang nomor 1 tahun 1974 terhadap pelaksanaan


program keluarga berencana.

b. sifat penetiannya adaalh eksplanatoris

c. masalah adalah, sampai seberapa jauh pengaruh dari undang-undang nomor 1 tahun
1974 terhadap pelaksanaan program keluarga berencana di dalam kenyataannya.

d. independent variable adalah undang-undang nomor 1 tahun 1974

e. dependent variable adalah pelaksanaan program keluarga berencana

f. penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesa yang diajukan.mungkin penelitian ini
bertujuan untuk menemukan hubungan anatara kedua gejala tersebut, sehingga dapat
pula dikwalifikasikan sebagai penetian deskriptif.

Contoh-contoh tersebut di atas, menggambarkan bahwa ada beberapa variasi


perumusan judul-judul penelitian hukum, apabila hal itu dihubungkan dengan tujuan
penelitian hukum,sertasifat penelitian yang akan dilakukan. Misal-misal tersebut
menggambarkan permasalahan yang akan diteliti, dan sekaligus juga sifat penelitiannya
yang mudah-mudahan akan dapat dijadikan pedoman sementara di daalm usaha-
usaha untuk merumuskan judul penelitian hukum yang relative memadai. Sebagai
catatan penutup daripada dikatakan, bahwa perumusan judul memerlukan latihan, oleh
karena memerlukan suatu daya dan kemampuan abstraksi yang relative kuat.
Tidak banayak berbeda dengan penelitian ilmu-ilmu social lainnya, maka didalam
penelitian hukum pada umumnya juga bertujuan untuk:

1. a. mendapatkan pengetahuan tentang gejala hukum,sehingga dapat


merumuskan masalah.
b. memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mngenai suatu gejala hukum,
sehingga dapat merumuskan hipotesa
2. untuk menggambarkan secara lengkap aspek-aspek hukum dari:
a. sesuatu keadaan
b. perilaku pribadi
c. perilaku kelompok
tanpa didahului hipotesa (akan tetapi harus ada masalah)
3.a. mendapatkan keterangan tentang frekuensi peristiwa hukum
b. memperoleh data mengenai hubungan anatar suatu gejala hukum dengan
gejala lain (yang biasanya berlandasan hipotesa).

Disamping tujuan-tujuan umum tersebut di atas,yang secara garis besar tidak berbeda
dengan tujuan pada penelitian ilmu-ilmu social lainnya, maka pada penelitian hukum
terdapat tujuan-tujuan tertentu yang dapat membedakannya dari tujuan penelitian pada
ilmu-ilmu soaial lainnya, secar khusus, maka tujuan penelitian hukum, adalah sebagai
berikut :

1. mendapatkan azas-azas hukum dari:


a. hukum positif tertulis
b. rasa susila warga masyarakat
2. sistematika dari perangkat kaedah-kaedah hukum, yang terhimpun di dalam
suatu kodifikasi atau peraturan perundang-undangan tertentu. Kecuali dari
sistematinya, juga ditelti taraf konsistensinya.
3. Taraf sinkhronisasi baik secar vertical maupun horizontal, dari peraturan-
peraturan hukum yang tertulis. Hal ini dapat dilakukan terhadap bidang-bidang
tertentu yang di atur oleh hukum, maupun di dalam kaitannya dengan bidang-
bidang lain yang mungkin mampunyai timbal baik.
4. Perbandingan hukum yang terutama di fokuskan pada perbedaan-pebedaan
yang terdapat di dalam aneka macam sistim(tata)hukum.
5. Sejarah hukum yang menitik baeratkan pada perkembangan hukum.
6. Identifasi terhadap hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan(atau hukum adat)
7. Efektivitas dari hukum tertulis maupun hukum kebiasan yang tercatat
(“beschreven” maupun yang “ gedocumenteerd”)
Tujuan-tujuan khusus seperti disebutkan di atas, merupakan pengkhususkan dan
tambahan pada tujuan penelitian ilmu-ilmu social. Artinay kedua hal itu bukan
merupakan lawannya, akan tetapi malahan berpasangan dan senanriasa saling
melengkapi satu sma lainnya.

3.Strategi Penelitian Hukum

Apabila seorang peneliti akan melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, maka


sebelumnya dia perlu memahami metode dan sistematika penelitian. Sudah
tentu hal itu harus ada, apabila yang bersangkutan hendak mengungkapkan
kebenaran melalui suatu kegiatan ilmiah. Sebab, sebagaimana dijelaskan
dimuka, adakalanya kebenaran-kebenaran tadi diperoleh melalui upaya-
upaya untung-untungan,spekulasi, karena kewibawaan seseorang,dan lain
sebagainya, memang untuk mengungkapkan kebenaran yang menjadi salah
satu dasar dari ilmu pengetahuan,seorang peneliti harus dapat melakukan
kegiatan-kegiatan yang dapat dikwalifikasi sebagai upaya ilmiah, hal ini
disebabkan oleh karena ilmu pengetahuan pada umumnya diperoleh dari
sumber-sumber tertentu (M.Steinmann & G.Willen : 1967). Sumber-sumber
tersebut adalah anatar lain, observasi,generalisasi,dan teorisasi. Observasi
atau pengamatan menghasilkan gambaran-gambaran atau deskripsi khusus
sedangkan generalisasi,menghasilkan deskripsi yang bersifat umum.
Teorisasi biasanya menghasilkan teori-teori atau penjelasan-penjelasan
mengenai fakta yang terjadi. Hal-hal inilah yang merupakan sumber-sumber
primer atau utama daripada ilmu pengetahuan. Untuk memperoleh deskripsi-
deskripsi umum atau khusus maupun teori-teori,diperlukan cara-cara tertentu,
yaitu diperlukan metode-metode tertentu. Tanpa metode
tersebut,sebagaimana telah dijelaskan dimuka, maka ilmu pengetahuan tak
akan mungkin hidup, apalagi berkembang.

Dengan demikian, maka tanpa metode atau metodologi, seseorang peneliti


tak akan mungkin mampu untuk menentukan, merumuskan,menganalisa
maupun memecahkan masalah-masalah tertentu, untuk mengungkapkan
kebenaran. Dan memang, metodologi timbul dari karakteristik-karakteristik
tertentu dari masalah-masalah yang khusus(J.Barzun & H.H.Graff : 1957).
Sehingga, pada setiap upaya yang dapat dikwalifikasikan sebagai suatu
kegiataan ilmiah, pertanyaan yang diajukan adalah system dan metode yang
menjadi pedoman pengarahannya. Suatu sistim atau sistematika, merupakan
susunan yang teratur daripada hubungan-hubungan yang ada pada suatu
realita,susunan mana merupakan suatu kesatuan atau kebulatan . maka
dapatlah dikatakan, bahwa kekhususan-kekhususan suatu sistim,sebenarnya
dapat dikembalikan pada perbedaan-perbedaan obyek study baik secara
formil maupun meteriill. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh karena lazimnya
setiap ilmu pengetahuan memulai dengan berusaha untuk merumuskan
suatu devinisi tentang apa yang dijadikannya sebagai obyek peninjauan atau
obyek studi. Biasanya obyek studi tersebut disusun menurut pola tertentu,
sehingga perbedaannya nyata dengan obyek-obyek studi lainnya.

Kiranya dapatlah dinyatakan,bahwa upaya-upaya mengadakan


sistematika,sudah merupakan awal dari suatu kegiatan ilmiah. Di satu pihak
hal itu merupakan suatu hasil dari upaya-upaya untuk menetukan azas-azas
pengaturan, dan di lain pihak sistematika tersebut dapat dipakai sebagai titik
tolak bagi usaha-usaha untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran kelak di
kemudian hari, artinya, sistematika merupakan hasil usaha daripada
pengorganisasian keterangan-keterangan, untuk membuka perspektif bagi
usaha-usaha mengadakan eksplorasi yang baru. Dengan demikian, maka
sistematika dan metodologi merupakan proses-proses yang menjadi syarat
utama bagi kegiatan penelitian secara ilmiah, halmana dengan sendirinya
juga berlaku bagi segala macam kegiatan penelitian dibidang ilmu-ilmu social.

Pelaksanaan atau penerapan daripada penelitian di dalam ilmu-ilmu social,


biasanya mengikuti tata cara atau tahap-tahap ataupun langkah-langkah
tertentu. Apakah yang akan dilakukan merupakan suatu penelitian yang
sederhana ataupun suatu kegiatan ilmiah yang serba kompleks sifatnya,
namun tata caranya adalah sama di dalam arti mengikuti langkah-langkah
yang tidak berbeda banyak apabila tata cara tersebut dilupkan atau sama
sekali tidak diindahkan, maka hasil-hasil penelitian tersebut tidak lebih
banyak nilainya daripada suatu ceritera pendek yang nilai ilmiahnya tidak
ada. Pelaksanaan atau penerapan suatu penelitian dibidang ilmu-ilmu social,
pada umumnya mengikuti tahap-tahap tertentu,sebagai berikut (C.M.Mercado
:1971):
1. Perumusan judul penelitian
2. Penyusunan pengantar permasalahan
3. Perumusan masalah
4. Penegasan maksud dan tujuan
5. Penyusunan kerangka teoritis yang bersifat tentative
6. Penyusunan kerangka konsepsionil dan definisi-definisi operasionil
7. Perumusan hipotesa
8. Pemilihan/penetapan metodologi
9. Penyajian hasil-hasil penelitian
10. Analisa data yang telah dihimpau
11. Penyusunan suatu ikhtisar hail-hasil penelitian
12. Penyusunan kesimpulan
13. Menyusun saran-saran untuk penelitian-penelitian mendatang.
Langkah-langkah tersebut di atas pada hakekatnya merupakan suatu
kerangka, walaupun mungkin tidak semua tahap akan dapat dijumpai
di dalam setiap laporan hasil penelitian. Hal ini terutama disebabkan
oleh karena ada kalanya dua bagian atau lebih digabungkan atau
mungkin karena sifat penelitiannya yang khas . di dalam pelaksanaan
penelitian langkah-langkah tersebut dapat dijadikan suatu pedoman.

Sebagaimana telah dijelaskan di muka, maka pennelitian hukum dapat dibedakan


antara penelitian hukum normative dengan penelitian hukum sosiologi atau empiris.
Biasanya, pada penelitian hukum normative yang diteliti hanya bahan pustaka atau data
sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer ,sekunder dan tertier. Pada
penelitian hukum sosiologis atau empiris, maka yang diteliti pada walnya adalah data
sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di
lapangan, atau terhadap masyarakat.

Didalam melakukan penelitian hukum, baik yang normative maupun yang sosiologis
atau empiris,seyoglanya diikuti pula langkah-langkah yang biasanya dianuti dalam
penelitian ilmu-ilmu social lainnya.langkah-langkah adalah sebagi berikut:

1. Perumusan judul penelitian


2. Perumusan pengantar permasalahan
3. Perumusan masalah
4. Penegasan maksud dan tujuan
5. Penyusunan kerangka teoteris yang bersifat tentative
6. Penyusunan kerangka konsepsional dan definisi-definisi operasional
7. Perumusan hipotesa
8. Pemilihan/penetapan metodologi
9. Penyajian hasil-hasil penelitian
10. Analisa data yang telah dihimpun
11. Penyusunan suatu ikhtisar hail-hasil penelitian
12. Perumusan kesimpulan
13. Penyusunan saran-saran5.

5
DR.Soerjono Soekanto,S.H.,M.A,Pengantar Penelitan Hukum,Penerbit Universitas Indonesia(UI-Press),1981,hal12
Walaupun demikian perlu diperhatikan, bahwa langkah-langkah tersebut mungkin
mengalami perbedaan pada penelitian hukum normative dengan penelitian hukum
sosiologis atau empiris. Pada penelitian hukum normative yang sepenuhnya
mempergunakan datasekunder , maka penyusunan kerangka teoritis yang bersifat
tentative dapat ditinggalkan. Akan tetapi, penyusunan kerangka konsepsionil mutlak
diperlukan. Di dalam penyusunan yang terdapat di dalam peraturan perundangan-
undangan yang dijadikan dasar penelitian, atau yang hendak diteliti. Kalaupun
penelitian hukum sosiologis atau empiris hendak mengadakan pengukuran terhadap
peraturan perundang-undangan tertentu mengenal efektivitasnya, maka definisi-definisi
operasional dapat diambil dari peraturan perundang-undangan tersebut.

Pada penelitian hukum normative, tidak diperlukan penyususnan atau perumusan


hipotesa. Mungkin suatu hipotesa kerja diperlukan yang biasanya mencangkup
sistematika kerja dalam proses penelitian. Di dalam penelitian hukum sosiologis atau
empirispun tidak selalu diperlukan hipotesa, kecuali apabila penelitiannya bersifat
eksplanatoris. Pada penelitian yang non-eksplanatoris, kadang-kadang juga diperlukan
hipotesa, misalnya apabila penelitian tersebut bertujuan untuk menemukan korelasi
antara beberapa gejala yang ditelah.

4.objek Kajian Penelitian Hukum

Penelitian yuidis normative membhas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.
Asa tersebut menurut pasal 5 dan 6 undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut

Pasaln 5

Dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus berdasarkan asas


pembentukan peratuiran perundang-undangan yang baik meliputi :

a. Kejelasan tujuan
b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
d. Dapat dilaksanakan
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. Kejelasan rumusan dan
g. Keterbukaan

Pasal 6

(1). Materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung asas

a. pengayoman

b. kemanusiaan

c. kebangsaan

d. kekeluargaan

e. kenusantaraan

f. bhineka tunggal ika

g. keadilan

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan

i. ketertiban dan kepastian hukum dan/atau

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan

(2). Selain asas sebagaimana dimaksut pada ayat 1, peraturan perundang-undangan


tertentu dapat berisi asas lain sesuai bidang hukum peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan. Sebagai contoh doktrin I’tikad baik, doktrin fakta hukum, dan
sebagainya. Penelitian ini kerap disebut penelitian yang bersifat teoritis. Saat ini
penelitian kategori ini sangat langka atau kurang diminati oleh akademisi. Hal ini
diuraikan sebagai berikut

1. penelitian terhadap asas-asas hukum


Penelitian terhadap asas-asas hukum merupakan suatu penelitian hukum yang
bertujsan untuk menemukan asas hukum atau doktrin hukum positif yang berlaku.
Penelitian type ini lazim disebut study dogmatic atau penelitian doctrinal
(doctrinal,research). Dalam penelitian ini, penelitian bekerja secara analitis induktif.
Prosesnya bertolak dari premis-[premis yang berupa norma-norma hukum positif yang
diketahui, dan berahir pada penemuan norma asas-asas hukum, yang menjadi pangkal
tolak pencarian asas adalah norma-norma hukum positf. Sebagai contoh harta yang
dicari sendiri boleh habis, harta dikampung tidak boleh habis. Norma hukumnya adalah
harta pencarian terserah kepada kekuasaaan pemiliknya, harta klampung family-
keluarga, kembali ke-asal, sedangkan norma hukum positifnya harata pencarian selama
perkawinan, kegunaanya ditentukan oleh kehendak suami istri.

Untuk penelitian asas hukum tersebut, dapat memanfaatkan beberapa metode yaitu
metode historys deskriptif dan experimental. Pemanfaatan metode ini berkaitan dengan
dimensi waktu yang meliputi : (1). Penjelasan tentang masa lampau (2) penjelasan
tentang apa yang sedang berlangsung atau berlaku, (3). Penjelasan tentang masa yang
akan datang.

2. Penelitian terhadap sistematika hukum

Penelitian terhadap sistematika hukum dapat dilakukan terhadap peraturan perundang-


undangan tertentu atau hukum tertulis. Tujuanya adalah untuk mengadakan identifikasi
terhadap pengertian pokok atau dasar hak adan kewajiban, peristiwa hukura, hubungan
hukum, dan objek hukum. Penelitian ini penting artinya. Sebab, masing-masing
pengertian pokok atau dasar tersebut mempunyai arti gtertentu dalam kehidupan
hukum6. Sebagai contoh, pengertian pokok atau dasar : “peristiwa hukum” yang
mempunyai arti penting dalam kehidupan hukum, mencakup keadaan keadilan, dan
perilaku atau sikap tindak. Apabila dikembangkan keadaan kejadian tersebut misalnya
dapat memiliki sifat yaitu :

a. Alamiah, misalnya dalam pasal 362 dan 363 KUHP. Hal ini diuraikan sebagai
berikut :

6
Prof.Dr.H.Zainuddin Ali,M.A, Metode Penelitian Hukum,Sinar Grafika,Jakarta,2015,hal 25
Pasal 362
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksut untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau
denda pidana paling banyak 900 Rupiah.
pasal 363
(1). Diancam dalam pidana penjara paling lama 7 Tahun
1. pencurian ternak
2. pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau
gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kerta
api, hura-hura, pembrontakan atau bahay perang.
3. pencurian diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekatrang tertutup yang
ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau
tidak dihendak oleh yang berhak.
4. pencurian yang dilakukan oleh 2 orang atrau lebih
5. pencurian yang untuk masuk ketempat melakukan kejahatan, atau untuk
sampai barang yang diambil, yang dilakukan dengan merusak, memotong atau
memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah oalsu atau pakaiaan
jabatan palsu
(2). Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal
dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama selama 9
tahun

3. penelitian terhadap taraf singkronisasi hukum

Penelitian terhadap taraf singkronisasi hukum yang menjadi objek penelitian adalah
sampai sejumlah pada hukum posotif tertulis yang ada singkron atau selaras satu sama
lainya. Hal ini dapt dilakukan melalui 2 faktor yaiyu : (a). vertical, dan (b). horizontal.
Kedua hal ini diurikan sebagai berikut

a. Vertical
Untuk melihat apakah suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap
bidang tertentu tidak saling bertentangan anatar satu dengan yang lainya atau
menurut hairarki peraturan perundang-undangan yang ada. Misalnya, jenis dan
hirarki perundang-undangan menurut pasal 7 undang-undang nomor 10 tahun 2004
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai berikut.

Pasal 7.

1. Jenis dan hararki peraturan perundang-undangan sebagai berikut :


a. Undang-undang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945
b. Undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang
c. Peraturan pemerintah
d. Peraturan presiden
e. Peraturan daerah
2. Peraturan daerah sebagai mana dimaksut pada ayat 1 huruf e meliputi :
a. Peraturan derah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah
provinsi bersama dengaN GUBERNUR
b. Peraturan daerah kabupaten atau kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat
daerah kabupaten atau kota bersama bupati atau walikota
c. Peraturan desa atau peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan
desa ataun nama lainya bersama kepala desa atau nama lainya
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan oeraturan desa atau
peraturan yang setingkat diatur dengan peraturan daerah kabupaten atau kota
yang bersangkutan
4. Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagfai mana dimaksut pada ayat1
diakui keberadaanya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkanya oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
5. Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesauai dengan hirarki
sebagaimana dimaksut pada ayat 1.

Untuk membandingkan hal diatas, penulis mengemukakan ketetapan MPRS


nomor XX/MPRS/1966. Ketetapan MRPS tersebut, merupakan memorandum
sumber terhadap hukum DPR-GR tanggal 9 juni 1966, yang antara lain berisi
bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan RI menurut UUD 1945 sebagai
berikut :
a. UUD 1945
b. Ketetapan MPR (S)
c. UU/perpu
d. PP
e. Keppres
f. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainya seperti peraturan mentri, intruksi
mentri, dan sebainya.
g. Sesuai dengan system konstitusi yang dijelaskan dalam penjelasan UUD
1945, UUD 1945 adalah bentuk peraturan perundang-undangan yang
teritinggi yang manjadi dasar dan sumber bagi semua peraturan perundang-
undangan bawahan dalam suatu Negara.
h. Sesuai prinsip Negara hukum setiap perundang-undangan harus berdasar
dan bersumber dengan tegas pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang lebih tinggi tingkatanya.
Hieraki peraturan perundang-undangan tersebut, akan diuraikan sebagai
berikut :
1. Undang-undang dasar
Ketentuan-ketentuan yang tercantum didalam pasal-pasal undang-undang
dasarvadalah ketentuan yang tertinggi tingkatanya yang pelaksanaanya
dilakukan dengan ketetapan MPR (S), undang-undang atau keputusan
presiden.
2. Ketetapan MPR(S)
a. Ketetapan MPR(S) yang memuat garis besar dalam bidang legislative
dilaksanakan dengan undang-undang.
b. Ketetapan MPR(S) yang memuat garis besar dalam bidang eksekutif
dilaksanakan dengan keputusan presiden.
3. Undang-undang
a. Undang-undang adalah untuk melaksanakan undang-undang atau
ketetapan MPR(S).
b. Dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang :
- Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam
persidangan berikutnya;
- Jika tidak mendapat persetujuan maka peraturan pemerintah itu
harus dicabut.

4. Peraturan pemerintah

`Peraturan pemerintah adalah memuat aturan-aturan umum untuk


melaksanakan iundang-undang.

5.keputusan presiden
Keputusan presiden berisi keputusan yang bersifat khusus, yaitu untuk
melaksanakan ketentuan UUD yang bersangkutan, ketetapan MPR(S)
dalam bidang eksekutif atau peraturan pemerintah.
6.peraturan pelaksanaan lainya
Peraturan pelaksanaan lainya, seperti peraturan mentri, intruksi mentri,
dan lain-lainya, harus dengan tegas berdasar dan bersumber pada peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.

b.horizontal

apabila dua dan/atau lebih peraturan perundang-undangan yang kedudukanya sedrajat


dan mengatur bidang yang sama, misalnya undang-undang nomor 5 tahun 1974
tentang pokok-pokok pemerintahan didaerah (LN-RI tahun 1974 nomor 38) dengan
undang-undang nomor 5tahun 1979 tentang pemerintahan desa (LN-RI tahun 1979
nomor 56), dan undang-undang RI nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

D. PENELITIAN YURIDIS EMPIRIS

1. penelitian terhadap identifikasi hukum ( hukum tidak tertulis )


Penelitian tehadap identifikasi hukum (hukum tidak tertulis), dimaksudkan untuk
mengetahui hukum yang tidak tertulis berdasarkan hukum yang berlaku dalam
masyarakat. Hukum tidak tertulis dalam system hukum di Indonesia, yaitu hukum adat
dan hukum islam. Sebagai contoh dapat disebut hukum pidana adat, hukum pidana
islam, hukum waris adat dan hukum waris islam hukum tata Negara dalam hukum adat,
hukum tata Negara dalam hukum islam, dan sebagainya.

Dalam penelitian tersebut, peneliti harus berhadapan dengan warga masyarakat


yang menjadi objek oenelitian sehingga banyak peraturan-peraturan yang tidak tertulis
berlaku dalam masyarakat. Salah satu peraturan yang tidak tertulis tersebut, yakni pada
orang-orang islam yang berkewajiban mengelurakan zakat, ia memberikan langsung
uang zakatnya kepada orang yang dianggap berhak menirima zakat menurut
karakteristik hukum islam yang terbentuk akitbatnya, uang zakat itu tidak melembaga
sehingga tidak mampu mengurangi kemiskinan bagi penerima zakat.padahal salah satu

Fungsi sosIal uang zakat itu adalah mengurangi kemiskinan atau mampu
memberdayakan orang miskin menjadi orang yanerkecukupan yang pada akhirnya
akan mampu mengeluarkan zakat.

2.penelitian terhadap efektifitas hukum

Penelitian terhadap efektivitas hukum merupakan penelitian yang membahas


bagaimana hukum yang beroperasi dalam masyarakat, penelitian ini sangat relevan
dinegara-negara berkembang seperti di Indonesia, penelitian ini mensyaratkan
penelitianya disamping mengetahui ilmu hukum juga mengetahui ilmu social, dan
memiliki pengetahuan dalam penelitian ilmu social (social science research)

a. Kaidah hukum

Didalm teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan antara tiga macam hal mengenai
berlakunya hukum sebagai kaidah. Hal ini diungkapkan sebagai berikut

1. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuanya didasarkan pada


kaidah yang tinggi tingkatnya atau terbentuk atas dasar yang ditetapkan
2. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis apabila kaidah hukum tersebut efektif.
Artinya, kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun
tidak terima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan) atau kaidah itu berlaku
karena adanya pengakuan dari masyarakat
3. Kaidah hukum berlaku secara filosofis yaitu sesuai dengan cita hukum sebagai
nilai posotif yang tinggi.

Kalau dikaji secara mendalam agar hukum itu berfungsi maka setiap kaidah hukum
harus memenuhi tiga unsur kaidah diatas, sebab (1). Apabila kaidah hukum hanya
berlaku secara yuridis maka akan kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati (2).
Apabila hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan maka kaidah itu
menjadi aturan paksa (#). Apabila hanya berlaku secara filosofis maka kemungkiannaya
kaidah itu hanya merupakan hukum yang dicita-citakan

Sulitnya penegakan hukum di Indonesia berawal sejak peraturan perundang-undangan


dibuat paling tidak ada dua alas an untuk mendukun pernyataan dibawah ini

Pertama, pembuat peraturan perundang-undangan tidak memberi perhatian yang


cukup apakah atauran yang dibuat nantinya bias dijalankan atau tidak membuat
peraturan perundang-undangan sadar atau tidak dalam mengambil asusmsi atauran
yang dibuat akan dengan sendirinya akan berjalan ditingkat nasional kerap undang-
undang dibuat dengan merujuk pada kondisi penegakan hukum dijakarta atau dikota
besar konsekuensinya undang-undang demikian tidak dapat ditegakan dikebyakan
daerah di Indonesia dan bahkan menjdai undang-undang mati. Keadaan diperparah
karena dalam pembuatan peraturan perundang-undangan tidak diperhatikan
infrastruktur yang berbeda diberbagai wilayah Indonesia padahal insfrstruktur hukum
dalam penegakan hukum yang sangat pwnting tanpa insfratruktur huku yang memadai
peraturan perundang-undangan seperti yang diaharapkan oleh pembuat peraturan
perundang-undangan

Kedua, peraturan perundang-undangan kerap dibuat secara tidak realitis hal ini terjadi
terhadap pembuatan peraturan perundang-undangan yang merupakan pesanan dari elit
politik Negara asing maupun lembaga keuangan internasional. Disini peraturan
perundang-undangan dianggap sebagai komoditas elit politik dapat menentukan
undangandianggap agar suatu perundang-undangan dibuat bukan karena kebetuhan
masyarakat melainkan agar Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang
sebanding (comparable) dengan Negara industry. Sementara Negara asing maupun
lemabaga keuangan internasional dapat meminta Indonesia membuat peraturan
perundang-undangan tertentu sebagai syarat Indonesia mendapatkan pinjaman atau
hibah luar negri

b. Penegak huklum

Di Indonesia secara tradisional institusi hukum yang malakukan penegakan hukum


adalah kepolisian, kejaksaan, badan peradilan, dan advokad diluar instusi tersebut
masih ada diantaranya, direktorat jendral bea cukai, direktorat jendral pajak, dan
direktorat jendral imigrasi oproblem dalam penegakan hukum yang dihadapi bangsa
Indonesia perlu untuk dipotret dan dipetakan. Tujuannya agar para pengambilan
kebijakan dapat mengupayakan jalan keluar.

Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan hukum pencakup ruang lingkup
yang sangat luas,sebab menyangkut petugas pada strata atas,menengah,dan bawah.
Artinya di dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum, petugas seyogianya
harus memiliki suatu pedoman di antaranya peraturan tertulis tertentu yang
mencangkup ruang lingkup tugas-tugasnya. Di dalam hal penegakan hukum
tersebut,kemungkinan penegak hukum menghadapi hal-hal sebagai berikut.

1) Sampai sejauh mana petugas terikat dari peraturan-peraturan yang ada


2) Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijaknan
3) Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepda
masyarakat
4) Sampai sejauh manakah derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang
diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas
berkenan wewenangnya.

c.Sarana atau Fasilitas


fasilitas atau sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu peraturan perundang-
undangan tertentu. Ruang lingkup sarana tersebut terutama sarana fisik, berfungsi
sebagai factor mendukung. Bahwa suatu peraturan sudah difungsikan padahal
fasilitasnya belum tersedia lengkap. Peraturan yang semula bertujuan untuk
memperlancar proses, namun justru mengakibatkan terjadinya kemacetan. Mungkin
ada baiknya ketika hendak meneraokan suatu peraturan secara resmi ataupun
memberikan tugas kepada petugas, dipikirkan mengenai fasilitas-fasilitas yang
dipatokan kepada: (1) apa yang sudah ada dipelihara terus agar setai saat berfungsi
(2) apa yang belum ada,perlu diadakan dengan memperhitungkan jangka waktu
pangadaannya, (3) apa yang kurang perlu dilengkapi (4) apa yang telah rusak
diperbaiki atau diganti (5) apa yang macet, dilancarkan , dan (6) apa yang telah
mundur ditingkatkan.

d.Kesadaran Hukum Masyarakat

salah satu factor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat, yaitu
berupa kesadaran warga masyarakat untuk mematuhi suatu peraturan perundang-
undangan, derajat kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan,bahwa derajat
kepatuhan masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indicator berfungsinya
hukum yang bersangkutan. Sebagai contoh dapat diungkapkan sebagai berikut:

1) Derajat kepatuhan terhadap peraturan rambu-rambu lalu lintas adalah tinggi,


maka peraturan lalu lintas tersebut, akan berfungsi mengatur waktu
penyeberangan pada persimpangan jalan. Oleh karena itu, bila rambu-rambu
lalu lintas warna kuning menyala, maka para pengemudi diharapkan pelan-pelan
. manun sebaliknya semakin melaju kencang kendaraan yang dikemudikan,
semakin besar kemungkinan akan terjadi tabrakan.
2) Bagi orang islam Indonesia yang mendiami ibu kota Negara (Jakarta) sebagian
besar tahu dan paham bahwa undang-undang N0.10 tahun 1998 tentang
perubahan atas perundang-undang N0 7 tahun 1992 tentang perbankan,
melahirkan dualism system perbankan di Indonesia, yaitu: (1) system perbankan
konvensional yang menggunkan bunga dalam operasionalnya, dan (2) system
perbankan syariah yang menggunakan bagi hasil (tidak pakai bunga) dalam
system operasionalnya. Undang-undang tersebut, lahir untuk mengayomi
penduduk Indonesia yang mayoritas muslim berdasarkan fatwa majelis ulama
Indonesia bahwa bunga bank identic dengan riba dan riba adalah haram.
Meskipun demikian masih banyak warga masyarakat islam lebih kental
berhubungan yang menggunakan prinsip syariah. Apanila hal ini dibandingkan
dengan Negara-negara yang muslimnya minoritas seperti Inggris,America, dan
beberapa Negara lainnya justru perbankan syariah di sana lebih maju bila
dibandingkan dengan Indonesia.

Berkenaan kesadaran warga masyarakat terhadap hukum,perlu dikemukakan


bahwa pada umumnya orang berpendapat kesadaran warga masyarakat terhadap
hukum yang tinggi mengaibatkan para warga masyarakat mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya apabila kesadaran warga
masyarakat terhadap hukum rendah maka derajat kepatuhannya juga rendah.
Pernyataan yang demikian, berkaitan dengan fungsi hukum dalam masyarakat atau
efektifitas dari ketentuan-ketentuan hukum di dalam pelaksanaannya. Perkataan
yang lain, yaitu kesadaraan masyarakat terhadap hukum mempunyai beberapa
masalah di antaranya apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar berfungsi atau
tidak di dalam masyarakat.

Masalahnya adalah apakah kesadaran masyarakat tentang hukum sesederhana


sebagaimana yang diungkapkan di atas. Kiranya tidaklah demikian sebab fungsi
hukum amat tergantung pada efektivitas menanamkan hukum tadi, reaksi
masyarakat dan jangka waktu untuk menanamkan hukum tersebut.

Anda mungkin juga menyukai