ASMATIKUS
A. PENGERTIAN
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversible dimana
trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu
(Smeltzer, 2001).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespon
terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam.
Infeksi, ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan
nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adregenergik, dan iritan nonspesifik
dapat menunjang epidose ini. Episode akut mungkin dicetuskan oleh
hipersensitivitas terhadap penisilin (Smeltzer, 2001).
B. ETIOLOGI
Penyebab serangan asma antara lain :
1. Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan pada sebagian besar anak
dengan asma. Di samping itu hiper aktivitas saluran napas juga
merupakan faktor yang penting. Bila tingkat hiper aktivitas bronkus
tinggi, diperlukan jumlah alergen yang sedikit, dan sebaliknya jika hiper
aktivitas rendah diperlukan jumlah antigen yang lebih tinggi untuk
menimbulkan serangan asma. Sensitisasi bergantung pada lama dan
intensitas hubungan dengan bahan alergen berhubungan dengan umur.
Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah,
misalnya tungau, serpih atau bulu binatang, spora jamur yang terdapat di
rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis alergen
pencetusnya. Asma karena makanan sering terjadi pada bayi dan anak
kecil.
2. Infeksi
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak. Virus yang
menyebabkan adalah Virus Respiratory Syncytial (RSV) dan virus para
influenza. Kadang-kadang karena bakteri misalnya petusis dan
sterptokokus, jamur misalnya aspergilus dan parasit seperti askaris.
3. Iritan
Hairspray, minyak wangi, obat nyamuk semprot, asap rokok, bau tajam
dari cat, SO2, dan polutan udara lainnya dapat memacu serangan asma.
Iritasi hidung dan batuk sendiri dapat menimbulkan refleks
bronkokonstriksi.
4. Cuaca
Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin dan kelembaban
udara dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.
5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani berat misalnya berlari atau naik sepeda dapat memicu
serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan dapat
merupakan pencetus. Pasien dengan faal paru di bawah optimal sangat
rentan terhadap kegiatan jasmani.
6. Infeksi saluran napas
Infeksi virus pada sinus, baik sinusitis akut maupun kronis dapat
memudahkan terjadinya asma (Rachelesfky, 1978). Rhinitis alergika
dapat memberatkan asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
7. Faktor psikis
Faktor psikis merupakan pencetus yang tidak boleh diabaikan dan sangat
kompleks. Tidak adanya perhatian dan atau tidak mau mengakui
persoalan yang berhubungan dengan asma oleh pasien atau keluarganya
akan menggagalkan usaha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut terhadap
adanya serangan atau hari depan pasien juga dapat memperberat serangan
asma.
C. KLASIIKASI
Pembagian derajat asma menurut GINA (Global Inititiative for Asthma)
1. Intermiten
Gejala kurang dari 1x/minggu dan serangan singkat
2. Persisten ringan
Gejala lebih dari 1x/ minggu tapi kurang dari 1x/ hari
3. Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari
4. Persisten berat
Gejala terjadi setiap hari dan serangan sering terjadi
D. TANDA AN GEJALA
Menurut Smeltzer (2001) asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan
napas, yang menyebabkan dispnea, batuk, dan mengi. Serangan asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat, mengi, laborious. Ekspirasi lebih panjang dari
inspirasi. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada
awalnya susah dan kering tapi menjadi lebih kuat. Sputum yang terdiri atas
sedikit mucus mengandung masa gelatinosa bulat. Sianosis sekunder, dan
gejala-gejala retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardia, dan
pelebaran tekanan nadi.
Serangan asma dapat berlangsung lebih dari 30 menit sampai beberapa jam
dan dapat hilang dengan spontan. Meski serangan asma jarang yang fatal,
kadang terjadi reaksi continue yang lebih berat, yang di sebut status
asmatikus. Kondisi ini merupakan kondisi yang mengancam hidup.
Manifestasi klinis dari status asmatikus sama dengan manifestasi klinis yang
terdapat pada asma hebat-pernapasan labored, perpanjangan ekhalasi,
pembesaran vena leher, mengi. Namun lamanya mengi tidak mengindikasikan
keparahan serangan. Dengan makin besarnya obstruksi, mengi dapat hilang,
yang seringkali menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan.
E. PATOFLOW DIAGAM
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan jasmani
Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah
mengi pada saat auskultasi. Fungsi pulmonari biasany anormal antar
serangan. Selama serangan akut, terdapat suatu peningkatan kapasitas
paru total (TLC) dan volume residual fungsional (FRV) sekunder
terhadap terjebaknya udara, FEV dan kapasitas vital kuat (FVC) sangat
menurun.
2. Spirometri
Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan napas.
3. Sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi. Pemeriksaan sputum dan darah
dapat menunjukan eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil). Terjadi
peningkatan kadar IgE pada asma alergik. Sputum dapat jernih atau
berbusa (alergik) atau kental dan putih (nonalergik) dan berserabut
(nonalergik).
4. Uji provokasi bronkus
Dilakukan apabila tidak dilakukan lewat tes spirometri. Pada penderita
dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus, karena hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis
asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita
tersebut asma.
5. Pengukuran status alergi
Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji
kulit.
6. Laboratorium
Pemeriksaan AGD.
7. Rontgen Thorax
Selama episode akut, rontgen dada dapat menunjukan hiperinflasi dan
pendataran diafragma.
Pada status asmatikus pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling kaurat
dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Pemeriksaan gas arteri dilakukan
jika pasien tidak mampu melakukan manuver fungsi pernapasan karena
obstruksi yang berat atau karena keletihan, atau bila pasien tidak berespon
terhadap tindakan. Respirasi alkalosis (CO2 rendah) adalah temuan yang
paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 (ke kadar normal atau
kadar yang menandakan respirasi asidosis) seringkali merupakan tanda bahaya
serangan gagal napas. (Smeltzer, 2001)
G. PENGKAJIAN
1. Oksigen :
Sesak nafas, dapat muncul saat beaktifitas, saat bicara maupun saat istirahat
mengi (wheezing), batuk, peningkatan frekuensi pernafasan, penggunaan otot
bantu pernafasan tergantung berat ringan nya serangan asma. Pada anak
retraksi dada intercostal, suprasternal sampai dengan pernafasan cuping
hidung dan gerakan paradoxtorako-abdominal pada ancaman gagal nafas.
Sianosis tampak pada serangan asma berat maupun gagal nafas.
Saturasi oksigen pada serangan asma ringan diatas 95%, dan mengalami
penurunan hingga kurang dari 90% seiring dengan beratnya serangan asma.
PaO2 pada serangan asma ringan dan sedang masih normal atau menurun
hingga 60 tetapi pada serangan asma berat atau gagal nafas kadar PaO2
menurun kurang dari 60, demikian juga pada PaCO2 pada serangan asma
ringan sampai sedang kurang dari 42 dan pada serangan berat lebih dari 42
Penurunan kapasitas vital berdasar beratnya ringannya serangan
2. Sirkulasi
Pada serangan asma ringan frekuensi denyut jantung kurang 100x/menit, pada
serangan asma ringan sampai berat terjadi takikardia, sedangkan pada gagal
nafas dapat terjadi bradikardi relative. Pasien dapat mengalami diaphoresis,
kulit lembab dan pucat mengarah pada kondisi gagal nafas.
3. Nutrisi, Cairan dan elektrolit
Pada serangan asma berat serangan sesak nafas membatasi kenyamanan
makan dan minum, anoreksia, mual dan keengganan untuk makan atau
minum, sedangkan kalori yang dibutuhkan untuk mengganti energy yang
dikeluarkan untuk mengkompensasi pernafasan cukup tinggi. Pada bayi akan
mengalami kesulitan menyusu sampai dengan tidak mau makan/ minum.
4. Keamanan, nyaman dan pencegahan cidera
Pasien dapat mengalami agitasi, bingung atau mengantuk sampai dengan
penurunan kesadaran.
Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan dan
adanya /berulangnya infeksi.
5. Aktifitas / istirahat
Pada serangan asma ringan muncul pada saat beraktifitas berjalan atau
berbicara, sedangkan pada serangan berat terjadi pada saat istirahat.
Pasien lebih suka duduk atau duduk bertopang lengan dari pada berbaring.
Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari, dan ketidakmampuan untuk tidur, insomnia, perlu tidur dalam
posisi duduk tinggi
6. Hygiene perseorangan:
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas
sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan dan banyak keringat
7. Psikososial
Pasien mengalami ansietas, ketakutan, peka terhadap rangsang. Interaksi
social terganggu akibat kurangnya/ gagalnya sistim dukungan orang terdekat
dan tingkat ketergantungan, penyakit kronis dan penurunan libido
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
b. Batasan Karakteristik:
1) Batuk yang tidak efektif
2) Dispnea
3) Gelisah
4) Kesulitan verbalisasi
5) Ortopnea
6) Penurunan bunyi napas
7) Perubahan frekuensi napas
8) Perubahan pola napas
9) Sianosis
10) Sputum dalam jumlah yang berlebihan
11) Suara napas tambahan
d. NOC
e. NIC
1) Manajemen jalan nafas:
a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b) Ajarkan teknik nafas panjang dan batuk efektif
c) Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun
atau tidak ada dan adanya suara tambahan
d) Kelola pemberian bronkodilator
e) Kelola pemberian nebulizer
f) Ajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler sesuai
resep
g) Kelola pemberian oksigen yang dilembabkan
h) Posisikan untuk meringankan sesak nafas
i) Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2) Monitor Pernafasan
a) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
b) Catat pergerakan dada, penggunaan otot-otot bantu nafas, dan
retraksi pada otot supraclaviculas dan intercosta
c) Monitor suara nafas tambahan
d) Monitor pola nafas :bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1, apneustik, respirasi biot,
dan pola ataxic
e) Monitor saturasi oksigen
f) Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif/ oksimetri
g) Monitor keluhan sesak nafas pasien, dan aktifitas yang
meningkatkan atau memperburuk sasak nafas
h) Berikan bantuan resusitasi jika diperlukan
i) Berikan nebulizer sesuai program dokter
3) Monitor pernafasan
j) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
k) Catat pergerakan dada, penggunaan otot-otot bantu nafas, dan
retraksi pada otot supraclaviculas dan intercosta
l) Monitor suara nafas tambahan
m) Monitor pola nafas :bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1, apneustik, respirasi biot,
dan pola ataxic
n) Monitor saturasi oksigen
o) Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif/ oksimetri
p) Monitor keluhan sesak nafas pasien, dan aktifitas yang
meningkatkan atau memperburuk sasak nafas
q) Berikan bantuan resusitasi jika diperlukan
r) Berikan nebulizer sesuai program dokter
f. Evaluasi
g. Dokumentasi
6. Ansietas (00146)
a. Definisi
Perasaan tidak nyaman atau kekawatiran yang samar disertai respon
otonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan syarat kewaspadaan yang memperingatkan
individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk
bertindak menghadapi ancaman.
b. Batasan karakteristik
1) Mengekspresikan kekawatiran karena perubahan dalam peristiwa
hidup
2) Kesedihan yang mendalam
3) Wajah tegang
c. Faktor yang berhubungan
1) Ancaman kematian
2) Krisis situasi
d. NOC
e. NIC
Pengurangan kecemasan
a) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b) Jelaskan semua prosedur dengan jelas termasuk sensasi yang
dirasakan yang mungkin akan dialami selama prosedur dilakukan.
c) Pahami situasi krisis yang terjadi dari perspektif lain
d) Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan dan
prognosis
e) Berada disisi pasien untuk meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
f) Dorong keluarga untuk mendampingi pasien dengan cara yang
tepat
g) Berikan objek yang menunjukkan perasaan aman
h) Lakukan usapan pada leher dan punggung dengan cara tepat
i) Dorong aktifitas yang tidak kompetitif secara tepat
j) Dengarkan pasien
k) Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan ketakutan
l) Identifikasi pada saat terjadi perubahab tingkat kecemasan
m) Berikan aktifitas pengganti yang bertujuan ubtuk mengurangi
tekanan
n) Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
o) Dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai
p) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
q) Atur penggunaan obat-obatan untuk mengurangi kecemasan
secara tepat
r) Kaji tanda verbal non verbal kecemasan