Anda di halaman 1dari 7

BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Penalaran Deduktif dan Induktif


Penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan satu cara untuk

menarik kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus

yang bersifat individual, tetapi dapat juga sebaliknya dari hal yang bersifat individual

menjadi khusus dan bersifat umum (Suherman dan Winataputra, 1993). Penalaran

terdiri dari penalaran induktif yang disebut induksi dan penalaran deduktif yang

disebut deduksi.
a. Pengertian penalaran deduktif
Penalaran Deduktif Menurut Soetriono (2007) Berpikir deduktif berangkat

dari hal
yang umum ke hal-hal yang khusus. Prinsip dasar penalaran deduktif ialah

segala yang dipandang benar pada semua peristiwa, berlaku pula sebagai

hal yang benar pada semua peristiwa yang terjadi pada hal khusus, dengan

catatan hal yang khusus tersebut benar-benar merupakan bagian atau unsur

dari hal yang umum tersebut. Menurut Wardhani (2008) penalaran deduktif

merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus

yang berpijak pada hal umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan

(diasumsikan) kebenarannya. Jadi, penalaran deduktif ialah pemikiran logis

untuk memperoleh kesimpulan dari umum ke khusus.

b. Pengertian penalaran induktif


Penalaran induktif adalah penalaran untuk menarik suatu kesimpulan dari

hal-hal khusus ke hal yang umum (Sumarmo, 1987). Penalaran Induktif

Menurut Latipah (2012) penalaran induktif diawali dengan pernyataan yang

mempunyai argumentasi dan diakhiri dengan pernyataan yang bersifat


umum. Sedangkan menurut Hilda Taba (Joyce dkk.,2011) berpikir induktif

merupakan bawaan sejak lahir dan keberadaanya sudah tidak diragukan

lagi. Pemikiran tersebut adalah proses berpikir yang berusaha

menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah

diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.

B. Logika Proposisi dan Kategoris


a. Pengertian Proposisi
Proposisi adalah suatu keputusan. Keputusan yang dipermasalahkan
dalam filsafat logika adalah keputusan yang berhubungan dengan term-term
yang terangkai dalam suatu kalimat. Jadi proposisi atau keputusan adalah
pernyataan tentang relasi yang terdapat diantara dua buah term. Suatu
proposisi mempunyai tiga unsur yaitu Subyek, Predikat, Kopula (penghubung
antara subyek dan predikat). Misalnya proposisi: ‘Semua manusia adalah
hamba Allah’. Semua manusia sebagai subyek; hamba Allah sebagai
predikat; adalah sebagai kopula.
Menurut logika tradisional, proposisi mestinya terdiri atas tiga bagian,
yaitu subyek, predikat dan kopula. Kopula mesti ada dan fungsinya
menyatakan hubungan yang terdapat antara subyek dan predikat. Hubungan
yang dinyatakan oleh kopula mungkin berupa afirmasi, artinya kopula
menyatakan bahwa diantara subyek dan predikat tidak terdapat suatu
hubungan apapun.
Dalam Logika dikenal adanya dua macam proposisi, menurut
sumbernya, yaitu proposisi analitik dan proposisi sintetik. Proposisi analitik
adalah proposisi yang predikatnya mempunyai pengertian yang sudah
terkandung pada subyeknya, seperti : Burung adalah hewan. Kata “hewan”
pengertiannya sudah terkandung pada subyek “burung”. Jadi predikat pada
proposisi analitik tidak mendatangkan pengetahuan baru. Untuk menilai
benar tidaknya proposisi serupa kita lihat ada tidaknya pertentangan dalam
diri pernyataan itu. Prposisi analitik disebut juga proposisi a priori.
Proposisi sintetik adalah proposisi yang predikatnya mempunyai
pengertian yang bukan menjadi keharusan bagi subyeknya, seperti :
Manggis itu manis. Kata “manis” pengertiannya belum terkandung ada
subyeknya, yaitu “manggis”. Jadi kata “manis” merupakan pengetahuan baru
yang didapat melalui pengalaman. Roosisi sintetik adalah lukisan dari
kenyataan empirik maka untuk menguji benar salahnya diukur berdasarkan
sesuai tidaknya dengan kenyataan empiriknya. Proposisi ini disebut proposisi
a posteriori.
Dalam ilmu Logika, proposisi adalah suatu kalimat yang mengandung
pernyataan tentang keadaan, identitas, ataupun perbuatan seseorang atau suatu
hal dan bisa jadi benar ataupun salah. Sesungguhnya, keseluruhan ilmu
Logika sendiri dapat dikatakan sebagai ilmu yang mengkaji tentang proposisi.
Ia mengkaji implikasi-implikasi berupa proposisi-proposisi lain yang dapat
muncul dari suatu proposisi. Ia juga mengkaji kebenaran kesimpulan yang
terkandung di dalam sebuah proposisi dengan melihat proposisi-proposisi
pendukungnya (premis-premis) dan metode pengambilan kesimpulan yang
digunakan. Ilmu Logika tidak mengkaji apakah suatu proposisi sesuai dengan
kenyataan atau tidak ataupun secara moral benar atau salah, karena ini
merupakan ranah sains dan filsafat etika. Di dalam ilmu Logika, proposisi
dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok besar:Kategoris, Hipotesis, dan
Modalitas.

b. Proposisi Kategorik dan Tunggal

Proposisi tunggal dalam penalaran kategorik erat hubungannya dengan


proposisi kategorik, didefinisikan “pernyataan yang terdiri atas satu term
sebagai predikat sesuatu yang dapat dinilai benar atau salah”. Berdasarkan
definisi ini maka subjek dari proposisi tersebut bukanlah suatu term atau
konsep karena tidak merupakan suatu himpunan. Dan perbedaan pokok
dengan proposisi kategorik adalah, dalam proposisi tunggal subjeknya bukan
suatu term karena dianggap sudah jelas, sedang proposisi kategorik subjeknya
adalah suatu term yang cirinya dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan
sebagai denotasinya.
Proposisi kategorik adalah proposisi yang mengandung pernyataan
tanpa adanya syarat. Proposisi kategorik yang paling sederhana terdiri dari
satu term subyek, satu term predikat, satu kopula dan satu quantifier. Subyek
adalah term yang menjadi pokok pembicaraan. Predikat adalah term yang
menerangkan subyek. Kopula adalah kata yang menyatakan hubungan antara
term subyek dan term predikat. Quantifier adalah kata yang menunjukan
banyaknya satuan yang diikat oleh term subyek.
Ada 4 proposisi di dalam kelompok Kategoris:

1. Proposisi Universal Afirmatif, disebut proposisi tipe A dalam ilmu Logika,


yaitu proposisi yang menerangkan keadaan yang berlaku kepada semua
anggota di dalam suatu kelompok benda tanpa kecuali.
Contoh: Seluruh bangsa Indonesia terdiri dari manusia.

2. Proposisi Universal Negatif, disebut proposisi tipe E dalam ilmu Logika,


yaitu proposisi yang menerangkan keadaan yang tidak berlaku kepada
semua anggota di dalam kelompok suatu benda tanpa kecuali. Contoh:
Semua manusia tidak abadi.

3. Proposisi Partikular Afirmatif, disebut proposisi tipe I dalam ilmu Logika,


yaitu proposisi yang menjelaskan keadaan yang hanya berlaku bagi
sebagian anggota di dalam kelompok suatu benda. Contoh: Beberapa
orang ada yang jahat.

4. Proposisi Partikular Negatif, disebut proposisi tipe O dalam ilmu Logika,


yaitu proposisi yang menjelaskan keadaan yang tidak berlaku untuk
sebagian anggota di dalam kelompok suatu benda. Contoh: Sebagian
manusia tidak percaya Tuhan.
Contoh-contoh untuk tipe-tipe proposisi di atas bisa banyak sekali dan
dapat dinyatakan dengan susunan kalimat yang beraneka ragam. Namun
demikian, memahami secara baik masuk ke dalam jenis proposisi yang
manakah sebuah kalimat merupakan modal dasar sebelum seseorang dapat
mempelajari hukum-hukum Logika terkait pengambilan kesimpulan langsung
ataupun tidak langsung.(‘Proposisi Kategorik, Penyimpulan Langsung dan
Silogisme Kategorik’, 2008)

C. Penalaran Generalisasi

Generalisasi adalah proses berpikir berdasarkan hasil pengamatan atas


sejumlah gejala dan fakta dengan sifat-sifat tertentu mengenai semua atau sebagian
dari gejala serupa itu. Analogi merupakan cara menarik kesimpulan berdasarkan
hasil pengamatan terhadap sejumlah gejala khusus yang bersamaan. Hubungan
sebab akibat ialah hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti
pola sebab akibat, akibat sebab, dan akibat-akibat.
Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu ditunjang atau
dibuktikan dengan fakta-fakta, contoh contoh, data statistik, dan sebagainya yang
merupakan spesifikasi atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.

Contoh:
a. Murid laki-laki itu pergi ke sekolah, dia memakai seragam sekolah.
b. Murid perempuan itu pergi ke sekolah, dia memakai seragam sekolah.
Generalisasi : Semua murid yang pergi ke sekolah memakai seragam
sekolah.

Macam – macam generalisasi :


a. Generalisasi sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar
penimpulan diselidiki. Generalisasi macam ini memberikan kesimpilan
amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tetap saja yang belum
diselidiki.
b. Generalisasi tidak sempurana
Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk
mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum
diselidiki.

Penalaran generalisasi bertolak dari satu atau sejumlah fakta


(fenomena atau peristiwa) khusus yang mempunyai kemiripan untuk membuat
sebuah kesimpulan. Sejumlah peristiwa khusus dibuat dalam bentuk kalimat,
kemudian pada akhir paragraf diakhiri dengan kalimat yang berisi generalisasi
dari peristiwa. Peristiwa khusus yang disebutkan pada bagian awal.

DAFTAR PUSTAKA

Muchtar, S. Al and Poedjiadi, A. (2013) Filsafat Ilmu. 1st edn. Edited by N. S.


Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

‘Proposisi Kategorik, Penyimpulan Langsung dan Silogisme Kategorik’ (2008).


Available at: https://massofa.wordpress.com/2008/01/31/proposisi-kategorik-
penyimpulan-langsung-dan-silogisme-kategorik/.

Soetjiningsih (2004) Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. 3rd edn.


Jakarta: Sagung Seto.
Ahmadi, H.Abu . 1998 . psikologi Umum . jakarta : PT Rineka Cipta

Soetriono dan Hanafie, S.R. (2007). Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Andi Offset

Wardhani, IGK. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka

S. Suriasumantri, Jujun. (1999). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan

Joyce, B., Weil, M. dan Calhoun, E. 2011. Models of Teaching, Eighth Edition.
Boston New York San Francisco: Pearson Education, Inc.

Mundiri. 2010. Logika. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Copi, Iriving M. 1978. Introduction to Logic. New York: Macmillan Publishing.

Keraf ,Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi Komposisi Lanjutan III.


Jakarta:Gramedia..

McCall, Raymond. 1966. Basic Logic. New York: Barnes and Noble

Mehra, Partap Sing. Pengantar Logika Tradisional. Bandung: Bina Cipta.

Mundiri. 2009. Logika. Jakarta: Rajawali Pers

White, Morton. 1960. The Age of Analysis. New York : New American Library.

{Bibliography}

Anda mungkin juga menyukai